Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1861 - 1880 dari 1987 ayat untuk Maka (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.09) (1Raj 19:9) (sh: Krisis berakhir  pelayanan berakhir. (Kamis, 9 Maret 2000))
Krisis berakhir  pelayanan berakhir.

Ada dua pelajaran yang sangat berguna bagi Kristen dari peristiwa krisis rohani yang    dialami Elia, yaitu bagaimana krisis itu berakhir dan dampak yang    mengikuti krisis itu akibat respons Elia yang kurang terpuji.    Walaupun akhirnya krisis berlalu namun membawa dampak yang kurang    menggembirakan bagi kehidupan pelayanan Elia.

Setelah mendapatkan kekuatan dari makanan yang disediakan    Allah, Elia pergi ke gunung Horeb dan bermalam di gua.    Orientasi pemikiran Elia masih terfokus pada pekerjaan dan    keberadaannya yang  terpojok (ayat 10, 14). Ia nampaknya belum    mampu melepaskan diri dari permasalahan yang membelit dan    melibas dirinya. Setelah ia bertemu dengan Allah yang hadir    melalui angin sepoi-sepoi basa dan firman yang dinyatakan-Nya    yang mengorientasi ulang pemikiran Elia (ayat 15), mulailah ia    sadar dan berubah arah. Berarti kehadiran dan firman-Nya    merupakan satu-satunya 'terapi' bagi krisis rohani Elia.

Namun tampaknya akhir krisis ini juga menandai akhir    kehidupan pelayanan Elia. Allah memerintahkan Elia untuk    mengurapi Elisa sebagai penggantinya. Hal ini cukup mendadak    karena Allah belum pernah membicarakan mengenai regenerasi    kepada Elia. Dan bukankah Elia juga baru saja melakukan    tindakan yang sangat spektakuler dan menakjubkan, yang mampu    membawa bangsa Israel berbalik kepada Allah? Mengapa tiba-    tiba harus menyiapkan pengganti, bukankah Elia masih    diperlukan untuk membimbing bangsa Israel? Alasan yang bisa    kita dapatkan dari peristiwa ini adalah respons Elia sendiri    ketika ia mengalami krisis rohani yaitu "Cukuplah itu,    sekarang ya Tuhan ambillah nyawaku"(ayat 4). Dalam keadaan    tertekan yang luar biasa, ia menyatakan ingin berhenti    melayani lalu mati. Dengan kata lain Elia ingin terbebas dari    permasalahan yang sedang dihadapinya dengan cara melarikan    diri.

Renungkan: Respons kita dalam menghadapi krisis rohani    akan menentukan perjalanan kehidupan pelayanan kita    selanjutnya. Allah tidak menghendaki hamba-Nya menjadi    seorang pengecut yang cepat putus asa dalam menghadapi suatu    masalah. Temuilah Tuhan dan firman-Nya maka orientasi pikiran    kita akan diubahkan, dan kita akan menemukan jawaban dan    jalan keluar bagi krisis rohani kita.

(0.09) (2Raj 2:1) (sh: Suksesi yang berhasil (Senin, 15 Mei 2000))
Suksesi yang berhasil

Masalah suksesi kepemimpinan baik di dalaminstitusi sekuler maupun rohani merupakan peristiwa yang sangat penting. Karena kelanjutan hidup, misi, dan visi institusi itu terletak di tangan pemimpin pengganti. Peran, tugas, dan tanggung jawab seorang pemimpin memang sangatlah vital. Bagaimana gereja melakukan regenerasi agar kelangsungan misi dan visi gereja tetap terjamin? Suksesi dari Elia dan Elisa dapat memberikan model yang baik bagi gereja.

Pembangunan iman bangsa Israel harus berlanjut. Konflik yang terjadi antara Allah yang diwakili oleh Elia dan kuasa iblis yang diwakili oleh raja-raja Israel akan terus berlanjut. Karena itu diperlukan seorang nabi pengganti Elia yang mempunyai kualifikasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas Allah dalam misi pembangunan iman bangsa Israel.

Elisa merupakan figur yang tepat sebagai pengganti Elia karena ia mempunyai kualifikasi sebagai berikut: Ia adalah seorang yang setia dan gigih berjuang. Hal ini terlihat dari keinginannya untuk tetap mengikuti Elia kemana pun Elia disuruh pergi oleh Tuhan, walaupun Elia telah berulangkali menyuruhnya pergi. Kesetiaan kepada Tuhan dan kegigihan untuk berjuang diperlukan karena Elisa akan menghadapi berbagai godaan dan ancaman. Tanpa karakter demikian, sulit bagi Elisa untuk menjalankan fungsinya. Elisa adalah saksi mata ketika Elia diangkat ke surga. Peristiwa itu merupakan penyataan Allah yang luar biasa yang meneguhkan Elisa bahwa Allahlah yang memilih dan mengutusnya untuk menggantikan Elia. Ini merupakan bukti legitimasi dari Allah yang diterima oleh Elisa. Di samping itu Elisa pun terbukti mempunyai kompetensi seperti Elia ketika ia membuat mukjizat seperti yang dilakukan Elia. Semua ini karena Roh Allah ada padanya. Di samping legitimasi dari Allah, Elisa pun mendapatkan legitimasi dari rekan-rekan nabi yang lain.

Renungkan: Karakter, legitimasi dari Allah, kompetensi, dan legitimasi dari rekan sekerjanya merupakan kualifikasi seorang pemimpin yang tidak boleh dibolak-balik urutannya. Dua hal pertama menekankan siapa calon pemimpin itu di hadapan Allah dan yang ketiga menekankan apa yang ia punyai untuk melakukan tugasnya. Yang terakhir adalah siapa mereka di hadapan rekan-rekan sekerja lainnya. Bila urutan ini dibolak-balik, maka dapat dipastikan bahwa peran dan fungsi pemimpin itu tidak akan berjalan maksimal. Bagaimana gereja memilih para pemimpinnya?

(0.09) (2Raj 9:16) (sh: Kehendak Allah di dalam kehendak manusia (Senin, 29 Mei 2000))
Kehendak Allah di dalam kehendak manusia

Pilihan Allah atas Yehu untuk melaksanakan penghukuman-Nya atas keturunan Ahab memang tepat. Ia memiliki kuasa dan kedekatan dengan para pembesar lain. Ia pun mempunyai karakter dan kemampuan yang sangat mendukung. Yehu sangat berantusias dan sangat jeli melihat setiap kesempatan yang ada. Ketika Yoram sedang sakit di Yizreel, ia tidak membuang-buang kesempatan ini. Ia benar-benaar manusia tanpa toleransi dan kompromi. Maka dengan tekad baja ia memacu kudanya menuju Yizreel. Ia juga orang yang sangat fokus kepada tujuan dan sangat efisien dalam mencapainya. Fokusnya tidak bisa dibelokkan dengan kedatangan dua utusan Yoram. Untuk membunuh Izebel ia cukup mencari pendukungnya dan memerintahkan untuk menjatuhkan Izebel. Ia juga tidak mengenal lelah. Setelah menempuh perjalanan jauh, ia langsung berperang melawan Yoram bahkan membunuhnya dengan sekali panah menembus jantungnya. Kemudian segera menyerbu istana Izebel. Baru setelah itu ia istirahat untuk makan dan minum (34). Nubuat yang pernah diucapkan oleh nabi Elia sudah tergenapi.

Sepintas Yehu terlihat sangat bersemangat dalam melaksanakan kehendak-Nya. Namun sesungguhnya tidak demikian. Yehu bersemangat karena secara bersamaan ia juga melaksanakan kehendaknya sendiri. Dia menggunakan agama untuk menggapai ambisi pribadinya. Bahwa dia menunjuk kepada nubuat Elia tentang Ahab bukan merupakan bukti bahwa ia mempunyai iman, namun justru sebagai bukti bahwa ia menggunakan Allah untuk membenarkan pembunuhan yang ia lakukan (25-26). Dia berantusias melaksanakan kehendak-Nya hanya karena kehendak-Nya selaras dengan kehendaknya. Ia pun berani membunuh raja Ahazia walaupun tidak menggunakan tangannya sendiri (27). Dialah yang menjadi tuan atas seluruh tindakannya bukan kehendak-Nya. Motivasinya yang salah telah menjadikan kehendak Allah sebagai alat untuk mencapai ambisinya. Allah mengecamnya melalui nabi Hosea (Hos. 1:4).

Renungkan: Kehendak Allah memang harus dilaksanakan. Namun motivasi dari mereka yang melaksanakannya sangat penting. Salah satu ujian atas komitmen kita kepada kehendak Allah adalah penyerahan diri kepada kehendak-Nya, ketika ketaatan itu bertentangan dengan kepentingan dan kesenangan pribadi.

Minggu Paskah 6

(0.09) (2Raj 14:23) (sh: Memberdayakan atau diperdayai (Selasa, 6 Juni 2000))
Memberdayakan atau diperdayai

Yerobeam yang dalam sejarah disebut Yerobeam II, menggantikan ayahnya Yoas menjadi raja Israel. Sejarah juga mencatat bahwa ia adalah seorang raja dan penguasa yang besar dan agung. Wilayah kekuasaan Yerobeam (25) hanya dapat ditandingi oleh Daud dan Salomo. Karena itu secara sosial dan politik, negara Israel mempunyai pengaruh besar bagi negara-negara tetangganya. Namun yang mengherankan adalah bahwa kitab Raja-raja hanya mengisahkan pemerintahannya dengan sangat singkat (dalam 7 ayat). Bahkan Yerobeam tidak digambarkan sebagai tokoh utama dari kejayaan Israel, melainkan ada tokoh lain yang diketengahkan dan diyakini sebagai Tokoh utama di balik semua itu yaitu Allah.

Sepintas kita melihat kejayaan Israel di zaman Yerobeam II nampaknya berkat usaha dan kerja kerasnya. Namun sesungguhnya tidak. Pada zaman itu kebesaran dan kejayaan bangsa Aram dihancurkan oleh bangsa Asyur. Lemahnya Aram memberikan keuntungan bagi Yerobeam II untuk membawa Israel kembali berjaya. Di samping itu Yerobeam II juga seorang raja yang melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan membawa bangsanya berdosa kepada Allah. Jadi kejayaannya bukan merupakan karya dan dayanya yang diberkati Allah. Perjanjian Allah dengan bangsa Israel melalui Musa (Kel. 19:5), mengungkapkan dengan jelas bahwa jika bangsa Israel tetap setia maka berkat akan mengalir. Jadi kejayaan Yerobeam pada waktu itu, dimulai dengan terbebasnya bangsa Israel dari cengkeraman bangsa Aram, adalah wujud kasih dan anugerah Allah yang dinyatakan kepada bangsa Israel agar mereka kembali kepada-Nya. Allah memakai dan melengkapi Yerobeam untuk membawa Israel bertobat, tapi justru mereka semua tetap tidak bertobat (24).

Karena itulah kejayaan Yerobeam tidak dipandang sebagai suatu prestasi besar yang perlu ditulis secara mendetail. Prestasi yang dicapai manusia di dalam dunia betapa pun besar dan hebatnya, tidak ada nilai dan harganya di hadapan Allah bila prestasi itu tidak diberdayakan untuk membawa jiwa-jiwa yang berdosa kembali kepada-Nya.

Renungkan: Kekayaan dan kedudukan yang Anda punyai saat ini adalah perlengkapan yang Allah anugerahkan kepada Anda. Apakah Anda sudah memberdayakannya untuk membawa jiwa kepada Allah ataukah justru Anda yang diperdayai oleh mereka yang tetap dalam dosa.

(0.09) (2Raj 17:1) (sh: Kesalahan yang berakibat kehancuran total (Kamis, 6 Juli 2000))
Kesalahan yang berakibat kehancuran total

Siapakah manusia yang mau hidup dalam penderitaan karena tekanan berat dari kekuatan dan kuasa yang menindihnya? Sebab itu Hosea bin Ela, yang telah ditaklukkan oleh Tiglat-Pileser III dari Asyur, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman raja Asyur. Ia tidak mau lagi membayar upeti sebab ini adalah sistem yang mengeksploitasi bangsa Israel kepada kemiskinan. Karena itu ia menggalang aliansi dengan raja So dari Mesir.

Bila dievaluasi dari situasi politik internasional saat itu, pemberontakan Hosea bukannya tanpa pertimbangan. Ia sudah membuat perhitungan yang baik, telah menimbang-nimbang kekuatan yang ada padanya, dan perkiraan bantuan yang dapat diandalkan dari raja Mesir. Sebab saat itu negara Asyur sedang berkabung dengan meninggalnya raja Tiglat-Pileser III pada tahun 727 sM. Kematian seorang penguasa dapat disamakan sebagai sebuah kesempatan bagi negara-negara taklukan untuk memberontak. Namun ternyata perhitungan Hosea meleset dan ia sendiri ditangkap dan dibelenggu dalam penjara. Kini ia `tidak perlu' membayar upeti kepada Asyur. Sebab raja Salmaneser dari Asyur telah mengepung Samaria selama 3 tahun yang mengakibatkan sistem perekonomian kota itu hancur dan menjadi miskin. Ia menaklukkan seluruh Israel dan mengangkut rakyatnya sebagai `upeti' ke Asyur dan ditempatkan di Halah dan di kota-kota orang Madai. Bangsa Israel hancur total. Tidak saja rajanya ditawan dan tanah Israel diambil alih oleh Asyur, namun Israel sebagai sebuah bangsa sudah berakhir (Lo-ammi) dan tidak mengalami kasih sayang Allah (Lo-ruhamah).

Kesalahan utama Hosea adalah tidak menempatkan permasalahan yang dihadapinya dalam perspektif Allah dan konteks perjalanan sejarah kehidupan rohani dan moralitas bangsa Israel, yaitu bahwa penindasan yang dialaminya adalah hukuman Allah agar mereka bertobat dan dosa Israel telah mencapai titik kesabaran Allah. Karena itu memberontak dan membangun aliansi dengan Mesir adalah sama dengan menarik sebuah picu senapan yang meletus dengan pernyataan melupakan Allah secara total. Maka mereka layak menerima hukuman.

Renungkan: Kristen harus selalu menempatkan setiap masalah dalam perspektif Allah dan konteks perjalanan sejarah gereja di Indonesia. Jangan sampai Kristen mengalami Lo-ammi dan Lo-ruhamah.

(0.09) (2Raj 17:7) (sh: Jangan sekali-kali memaksa Allah! (Jumat, 7 Juli 2000))
Jangan sekali-kali memaksa Allah!

Benarkah pembuangan bangsa Israel ini merupakan `buah' dari sebuah proses semakin memburuknya perjalanan moralitas dan kehidupan rohani bangsa Israel yang sudah matang? Benar sekali! Namun proses ini bukan merupakan prinsip menabur dan menuai secara alamiah. Allah di belakang semua itu, inilah keyakinan iman Kristen. Allah sendiri yang menjauhkan mereka dari hadapan-Nya (18). Bangsa Asyur atau bangsa apa pun hanyalah alat yang dipakai oleh-Nya. Namun mengapa Allah menghancurkan bangsa yang telah dipilih dan dipelihara dengan banyak mukjizat-Nya? Apakah semata-mata karena kedaulatan-Nya? Bukan! Namun karena keadilan-Nya. Dan ini pun bukan semata-mata inisiatif Allah sendiri melainkan bangsa Israel sendirilah, dengan segala perbuatannya yang jahat, yang dapat dikatakan "memaksa" Allah.

Allah sudah melakukan banyak karya dan melengkapi mereka agar dapat hidup taat dan melayani-Nya. Pertama, Allah sudah memerdekakan mereka dari cengkeraman bangsa Mesir (7). Kedua, Allah sudah memberikan hukum-hukum-Nya agar mereka dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya, (13). Ketiga, sebagai bangsa yang merdeka mereka membutuhkan wilayah maka Allah pun memberikan tanah kepada mereka dengan jalan menghalau di hadapan mereka bangsa-bangsa kafir yang telah mendiami tanah itu (8). Tindakan Allah ini sebenarnya juga merupakan suatu peringatan agar mereka tidak hidup menurut bangsa-bangsa kafir. Keempat, tidak hanya sekali Allah memperingatkan mereka untuk bertobat bahkan melalui banyak nabi dan tukang tilik (13).

Tindakan Israel telah menyingkirkan bahkan meniadakan Allah. Lebih parah lagi, cara dan sikap mereka melakukan perbuatan dosa mencerminkan suatu kondisi bahwa bangsa Israel telah kecanduan akan dosa seperti seorang budak yang tidak mampu menolak perintah tuannya. Hati mereka menjadi keras dan bebal sehingga secara moral mereka tidak mungkin memperbaharui keberadaan mereka sendiri.

Renungkan: Kristen yang telah dipilih, dipanggil, dan ditebus juga tidak mungkin bebas dari hukuman jika Kristen memilih untuk hidup seperti bangsa yang tidak mengenal Allah. Kelanjutan Kekristenan di Indonesia tidak tergantung kepada strategi politik partai yang sedang memerintah, tetapi kepada kesetiaan Kristen sebagai umat-Nya.

(0.09) (2Raj 17:24) (sh: Kekuatan yang mentransformasi (Sabtu, 8 Juli 2000))
Kekuatan yang mentransformasi

Proses asimilasi menjadi seorang warga negara menuntut perubahan seluruh keberadaan individu dan memerlukan waktu yang sangat panjang dan sangat sulit. Jika demikian, maka usaha untuk menjadi bangsa pilihan Allah adalah proses yang mustahil. Hal ini terbukti dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah raja Asyur mengangkut orang dari Babel, Kuta, Awa, Hamat, dan Sefarwaim untuk menjadi penduduk kota-kota Samaria. Awal mula tinggal di kota-kota itu, mereka sudah menghadapi maut karena serangan singa-singa yang dilepaskan oleh TUHAN, karena mereka tidak mempunyai rasa takut akan TUHAN.

Ada yang memahami Siapa di balik serangan singa-singa itu, namun dengan pemahaman yang salah. Karena itu usulan yang diajukan pun malahan akan menyebabkan kehidupan rohani mereka semakin bobrok dan amburadul. Ia mengira bahwa mengenal hukum beribadah kepada Allah adalah sama dengan takut akan Tuhan dan akan menghasilkan berkat Allah (26). Raja Asyur pun menyetujuinya sehingga ia memerintahkan agar seorang imam dikirim ke Samaria untuk mengajarkan hukum beribadah. Yang penting bagi mereka menjalankan ritual agama berdasarkan sistem tata ibadah yang dianut bangsa Yahudi. Implikasi dari konsep ini adalah bukan Allah sebagai Pribadi yang disembah, dihormati, dan dijunjung tinggi namun sistem yang diyakini sebagai allah sehingga dihormati dan ditaati. Akibatnya mereka dengan gampang melakukan sinkretisme (33-34a, 41).

Merekalah orang-orang Samaria yang berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi bahwa mereka pun bagian dari umat Allah karena mereka telah menyembah TUHAN dengan tata ibadah yang sama. Namun, pernyataan ini ditolak tidak hanya oleh bangsa Yahudi, Allah sendiri pun tidak mengakui keberadaan mereka sebagai umat pilihan Allah.

Renungkan: Kekuatan yang mentransformasi manusia menjadi umat pilihan-Nya tidak terletak pada sistem ibadah, tempat beribadah, dan atau usaha manusia melainkan pada karya anugerah Allah (36a) dan tuntutan agar hidupnya berpadanan sebagai umat pilihan-Nya (36b-37). Kristen sebagai umat pilihan-Nya tidak dapat dilenyapkan dengan melarang mereka beribadah dan membakar gedung gereja. Sebab kekuatan yang mentransformasikan manusia terletak pada Pribadi Yesus Kristus.

(0.09) (1Taw 9:35) (sh: Kematian Saul yang tragis (Sabtu, 2 Februari 2002))
Kematian Saul yang tragis

Bagian pertama dari bacaan ini (ayat 9:35-44) sama isinya dengan 8:29-38, tetapi tujuan penulisannya berbeda. Pasal 8 menekankan tempat tinggal dari tiga puak (keluarga besar) keturunan Benyamin, sedangkan di sini silsilah Saul merupakan pengantar kisah kematiannya sebagai raja Israel (pasal 10).

Kematian Saul dan ketiga anaknya yang sangat tragis dikisahkan dengan sangat mencekam. Kekalahan total dialami Saul: orang (tentara) Israel melarikan diri dan banyak yang mati terbunuh (ayat 1); Saul sendiri, serta seluruh keluarganya, juga mati (ayat 6); sesudah itu seluruh orang Israel melarikan diri (ayat 7). Semua kehormatan yang diterima Saul sebagai raja hilang lenyap dalam kekalahan dan kematiannya, terlebih lagi dalam perlakuan orang Filistin terhadap mayatnya (ayat 8-10).

Kepemimpinan Saul sebagai raja berakhir karena ketidaksetiaannya terhadap Tuhan (ayat 13-14). Meminta petunjuk dari arwah adalah salah satu perbuatan Saul yang merupakan kekejian bagi Tuhan (Im. 19:31; 20:6; Ul. 18:9-11). Pada awalnya, Tuhan hendak mengokohkan kerajaan Saul untuk selama-lamanya (ayat 1Sam. 13:13). Tetapi, karena ia tidak setia terhadap firman Tuhan maka ia telah ditolak sebagai raja atas Israel (ayat 1 Sam. 15:26).

Dalam konteks Israel pascapembuangan, tema "hukuman (retribusi) ilahi atas ketidaksetiaan umat" terdengar jelas dalam kitab Tawarikh. Penulisan sejarah masa lalu Israel dalam konteks ini dimaksudkan sebagai peringatan agar sejarah yang pahit itu tidak terulang kembali. Syukurlah, bagi Tuhan hukuman bukanlah kata akhir. Penulis Tawarikh juga memberitakan anugerah Allah yang melampaui hukuman yang paling keras sekalipun, dan yang diperoleh melalui pertobatan (bdk. 2Taw. 12:6-12; 15:4; 30:6-9; 32:26; 33:12-14). Umat Tuhan, senantiasa dipanggil untuk hidup dalam ketaatan dan kesetiaan terhadap firman-Nya. Kegagalan mereka bukan berarti gagalnya rencana keselamatan Tuhan bagi dunia ini. Tuhan mengangkat seorang pemimpin baru. Melalui Daud, Ia menjanjikan suatu kerajaan yang kekal, yang digenapi di dalam Yesus Kristus.

Renungkan: Kita sering tidak setia kepada Tuhan. Tetapi, marilah kita bertindak seturut dengan I Yohanes 1:9.

(0.09) (1Taw 17:16) (sh: Takjub akan keajaiban janji setia Tuhan (Rabu, 13 Februari 2002))
Takjub akan keajaiban janji setia Tuhan

Tidak mudah bagi seseorang yang sudah memiliki kedudukan penting mau mendengarkan masukan dari pihak lain, meski dari Tuhan sekalipun. Tetapi, lain halnya dengan Daud. Kebesaran dan kekuasaannya tidak membuat ia tertutup terhadap nasihat, teguran, dan peringatan dari Allah.

Setelah juru bicara Allah, yakni nabi Natan, menyampaikan bahwa rencana Daud diterima dalam arti ditempatkan di dalam rencana Allah dan di dalam prinsip keberadaan Allah dan melalui cara Allah, maka Daud meresponinya dengan memanjatkan doa syukur (ayat 1-22). Pertama, Daud hanyut dalam kesadaran akan diri Allah dan kerendahan dirinya di hadapan Allah. "Siapakah aku, . dan siapakah keluargaku, ya Allah," itulah respons yang selalu akan lahir dari hati orang-orang yang berhadapan dengan kemuliaan Allah dan rencana-Nya. Kedua, arus pujian dan penyembahan mengalir dari hati Daud kepada Allah. Kebesaran Allah sesungguhnya tak terlukiskan, namun Allah sudi menyatakan di dalam karya-karya besar-Nya dalam perjalanan sejarah umat Allah. Bahkan Allah berjanji sedia mengungkapkan perkara besar dari-Nya dalam hidup dan keturunan Daud. Dari membicarakan rencana hatinya sendiri untuk Allah yang semula tampak sedemikian mulia, kini Daud ganti berbicara tentang kebesaran Allah dan rencana besar-Nya bagi Daud dan berkat kekal-Nya bagi dunia.

Pengalaman Daud ini mengajarkan kita beberapa hal dasar tentang bagaimana kita melayani Allah. Sebenarnya tak ada sumbangsih apa pun dari kita kepada Allah apabila kita melayani Dia. Sebaliknya adalah karena kebesaran anugerah Allah kita diikutsertakan dalam pelayanan Allah untuk dunia ini. Karena itu, semua pelayanan yang benar harus berawal dari gerakan Allah sendiri, berjalan di dalam cara-cara Allah dan bersasaran pada penggenapan rencana Allah.

Renungkan: Dalam sudut pandang Alkitab, penyembahan dan karya sehari-hari harus padu dalam prinsip dan makna. Semua pekerjaan yang benar, entah yang dilakukan dalam bidang kerohanian ataupun yang dilakukan dalam bidang hidup di samping yang rohani, harus serasi dengan kehendak Allah. Itu hanya dapat terjadi apabila suasana penyembahan menapasi seluruh gerak hidup kita.

(0.09) (1Taw 26:1) (sh: Tugas-tugas lebih lanjut orang Lewi (Jumat, 22 Februari 2002))
Tugas-tugas lebih lanjut orang Lewi

Pengaturan berikut ini ada dalam tiga bidang. Pertama, penjagaan pintu gerbang bait Allah (ayat 1-19). Pintu-pintu gerbang dijaga oleh tiga keluarga. Kedua keluarga pertama adalah dari suku Lewi, dan Obed-Edom adalah seorang Gat (ayat 2Sam. 6:10-11). Selain menjaga pintu-pintu gerbang Bait Allah, para penjaga pintu gerbang juga menjaga gudang perlengkapan dan peralatan (ayat 9:23,26), mengurus perkakas ibadah (ayat 9:28), dan tugas-tugas lainnya yang berkenaan dengan ibadah, bahkan mencakup urusan musik (ayat 9:33).

Para penjaga pintu adalah orang gagah perkasa (ayat 7,9), karena tugas mereka amat penting. Mereka harus memastikan bahwa tidak ada orang yang luput masuk ke dalam Bait Allah dengan keadaan tidak layak atau menyebabkan ibadah Bait Allah ternodai. Tugas penjaga pintu Timur adalah yang terberat kereta pintu Timur adalah tempat yang hanya boleh dilalui. Sebagaimana tugas-tugas para penyanyi ditentukan dengan memakai undi, para penjaga pintu gerbang pun memakai cara yang sama (ayat 12-13). Hal ini menunjukkan bahwa semua pengaturan mendapatkan pimpinan Ilahi yang jelas. Pembagian tugas yang detail menyatakan bahwa penulis Tawarikh sangat memedulikan bait Allah.

Kedua, pengawasan perbendaharaan Bait Allah (ayat 20-28). Ini dibagi dua, yaitu pengawasan bagi perabotan kudus Bait Allah (ayat 21-22) dan pengawasan bagi harta benda (rampasan perang, jarahan) yang dikuduskan di Bait Allah (ayat 23-28). Ketiga adalah administratif pemerintahan, yang mungkin tidak ada hubungan langsung dengan bait Allah. Petugasnya mencakup para pengatur, hakim, dan, kepala administratif daerah (ayat 29-32). Ini menarik karena merupakan tugas-tugas "sekuler" bagi orang Lewi. Secara khusus juga ditunjuk kepala administratif daerah bagi daerah sebelah B arat sungai Yordan, tempat suku-suku Ruben, Gad, dan setengah Manasye bermukim. Dengan demikian, suku-suku di tempat itu tidak perlu merasa tersisih atau terpisah dari suku-suku di timur sungai Yordan (yaitu wilayah Israel pada masa Daud).

Renungkan: Di dalam melayani Tuhan tidak ada tugas yang lebih rohani atau kurang rohani. Kalau setiap tugas dilakukan dengan hati yang beribadah kepada Tuhan, maka tugas itu pasti rohani!

(0.09) (Neh 5:1) (sh: Ancaman dari dalam lebih serius (Jumat, 17 November 2000))
Ancaman dari dalam lebih serius

Pembangunan tembok Yerusalem juga mendapat ancaman dari praktik ketidakadilan yang merajalela dalam masyarakat Yahudi. Mereka yang berkuasa dan kaya menindas saudara-saudara sebangsa yang miskin. Mereka meminjamkan uang dengan mengambil bunga yang tinggi. Lalu mereka juga merampas tanah dan harta benda sebagai pembayaran hutang kaum miskin. Bukan itu saja, mereka tidak segan- segan menjadikan anak-anak orang miskin sebagai budak untuk membayar hutang. Mereka yang miskin akan semakin miskin sebab mereka masih harus membayar pajak yang tinggi kepada raja Persia.

Kemarahan Nehemia menunjukkan bahwa ancaman yang sedang terjadi ini sangat serius dan dapat menimbulkan kehancuran yang fatal dalam masyarakat Yahudi. Akar permasalahannya adalah pertama, mereka tidak lagi takut akan Allah sebab firman Tuhan dengan jelas melarang menarik bunga uang atau riba dari saudara sebangsanya (Im. 25:35-37; Ul. 23:19-20). Kedua, tidak adanya kasih yang nyata di antara mereka yang menyebut diri sebagai umat Allah, telah mencemarkan nama Allah (9). Padahal saat ini sebagai umat Allah mereka tidak hanya sedang membangun tembok kota tetapi sedang membangun spiritual dan moralnya. Ancaman itu akan menghambat pembangunan. Permasalahan yang serius ini ditangani secara serius, hati-hati, dan tegas. Nehemia tidak bertindak pada saat amarahnya menyala-nyala tapi memikirkan masak-masak sebelum mengambil tindakan. Ia melakukan pendekatan terhadap para pelaku penindasan sebelum masalah ini diumumkan. Keseriusan dan ketegasan Nehemia dalam menghentikan praktik penindasan ini nampak jelas dari usulan dan tindakan yang ia ambil (11-13). Hasilnya, ia berhasil mendapatkan persetujuan dari para penindas untuk segera menghentikan praktik penindasan (9-12). Maka pembangunan bangsa Yehuda dapat kembali berjalan dengan lancar.

Ancaman yang besar bagi pelayanan dan misi gereja bukan datang dari luar tapi justru dari dalam. Nehemia dapat dengan mudah mengatasi ancaman yang datang dari kerajaan tetangga tetapi ancaman yang serius terhadap misinya justru datang dari bangsanya sendiri.

Renungkan: Apakah potensi ancaman dari dalam yang dapat menghancurkan misi dan pelayanan Kristen di Indonesia saat ini?

(0.09) (Est 1:1) (sh: Tuhan di tengah dunia sekular (Kamis, 21 Juni 2001))
Tuhan di tengah dunia sekular

Pasal pertama Kitab Ester merupakan jendela bagi kita untuk memahami latar belakang sebuah kisah umat Tuhan di tengah dunia sekular pada masa pemerintahan Ahasyweros (485-465 s.M.). Pada saat itu orang-orang Yahudi terbuang, tertawan, dan hidup di bawah hukum dan kekuasaan Media-Persia. Di dalam pembuangan, kehidupan mereka tidak lagi diatur berdasarkan Hukum Taurat Musa yang diterima dari Allah, tetapi dengan segala konsekuensinya mereka harus tunduk kepada hukum Media- Persia yang dibuat dengan sekehendak hati raja, bersifat mutlak, tidak dapat diganggu-gugat ataupun digagalkan.

Dengan latar belakang tersebut, maka ada beberapa pertanyaan yang perlu kita pikirkan seperti: dimanakah dan apakah yang dilakukan Tuhan di tengah dunia sekular seperti ini? Apa yang dilakukan Tuhan di balik kekuasaan, kekayaan, wilayah, dan keagungan Ahasyweros yang sedemikian besar (1-8)? Bagaimana Tuhan memelihara umat- Nya di tengah keputusan yang sewenang-wenang dan tidak dapat diganggu-gugat ataupun dibatalkan (9-19).

Keseluruhan Kitab Ester memberikan penjelasan kepada kita bahwa di balik kekuasaan Ahasyweros, Tuhan yang tidak nampak, tinggal bersama-sama umat-Nya. Dia tidak berdiam diri, namun Dia mengendalikan situasi. Walaupun Ahasyweros tidak memiliki integritas yang bercirikan hikmat dan prinsip hidup yang mulia (8, 10-12), Tuhan tetap melaksanakan maksud dan rencana-Nya dengan sempurna. Ia mempersiapkan pengangkatan Ester di balik mahkota, kecantikan, pamor, pesta pora, peninggian diri, pemecatan, dan pengucilan Wasti (9-12, 19-22). Tuhan Raja di atas segala raja mengatasi kekuasaan dan kebesaran Ahasyweros, Ia mempersiapkan rencana-Nya dengan sempurna melalui Ahasyweros yang memiliki banyak kelemahan.

Keyakinan bahwa Tuhan yang mengatasi kekuasaan pemerintahan ini memberikan penghiburan bagi kita kaum minoritas di Indonesia, yang walaupun tertindas namun dibela oleh Allah.

Renungkan: Di tengah dunia yang semakin sekular, jauh dari Allah dan membuat hukum-hukumnya sendiri, seberapa jauhkah Anda menyadari kehadiran dan karya Tuhan dalam hari- hari yang Anda lewati? Temukan Tuhan dalam kehidupan Anda dan berjalanlah bersama-Nya!

(0.09) (Est 7:1) (sh: Tuhan di balik tragedi orang fasik (Rabu, 27 Juni 2001))
Tuhan di balik tragedi orang fasik

Inilah suatu kisah tragis berawal dari "datanglah raja dan Haman untuk dijamu oleh Ester" (1) dan diakhiri dengan "Haman disulakan pada tiang yang didirikannya bagi Mordekhai. Maka surutlah panas hati raja" (8). Kisah ini berangkat dari permohonan dan pengaduan Ester kepada raja (2-6a) menuju percakapan raja dan Harbona tentang penyulaan Haman (8c-9b), memanas pada saat raja keluar ke taman istana dan menjadi semakin panas pada saat raja kembali ke dalam ruangan minum anggur (7a, 8a). Puncak kisah ini adalah: Haman yang sangat ketakutan berlutut pada katil tempat Ester berbaring untuk mengemis nyawanya (6b, 8b, 7b).

Inilah suatu ironi yang tak mudah dipahami oleh Haman orang Amalek musuh orang Yahudi. Sama seperti rencana terselubungnya berbalik menimpa dirinya, demikian pula permohonan nyawa Ester berbalik menjadi permohonan nyawanya (3-4; 7-8). Berbeda dengan Ester yang mendapat kasih dan pembelaan Raja, dia mendapat tuduhan melecehkan ratu di hadapan raja (5, 8). Sama seperti kegeraman murka raja yang bernyala-nyala terhadap Wasti (1:12; 2:1), demikian pula panas hati Raja terhadap diri Haman. Ia yang ingin membinasakan semua orang Yahudi karena satu diantaranya tidak mau berlutut di hadapannya (3:5-7), kini harus berlutut di hadapan seorang wanita Yahudi (8). Semula ia mendongakkan kepalanya (3:1-2), tak lama kemudian ia harus menyelubungi mukanya karena malu (6:12), dan kini terpaksa diselubungi mukanya karena menanti hukuman mati (7:8). Ia ingin menyulakan Mordekhai (5:14) tapi raja menyulakan dirinya (7:8). Tuhan, Raja segala raja dengan cara yang tak terlihat membuka selubung rencana jahat Haman dan menjatuhkan kejahatan ke atas kepalanya sendiri. Inilah penggenapan nubuat Bileam bin Beor "Yang pertama di antara bangsa-bangsa ialah Amalek, tetapi akhirnya ia akan sampai kepada kebinasaan" (Bil. 24:20). Inilah suatu kisah tentang "siapa menggali lobang akan jatuh kedalamnya, dan siapa menggelindingkan batu, batu itu akan kembali menimpa dia" (Ams. 26:27). Inilah suatu pengharapan bagi kita orang percaya untuk menantikan saat dimana Tuhan menyatakan pembelaan-Nya melalui kemenangan orang benar atas orang fasik.

Renungkan: Bagaimana kesadaran tentang keadilan Allah menolong Anda melewati hari-hari ini?

(0.09) (Est 9:1) (sh: Tuhan di balik penghukuman (Jumat, 29 Juni 2001))
Tuhan di balik penghukuman

Kisah ini merupakan suatu kisah yang mengerikan, penuh dengan darah dan pembunuhan. Jumlah musuh orang Yahudi yang terbunuh dalam benteng Susan pada hari pertama 500 jiwa (6) dan pada hari kedua bertambah sebanyak 300 jiwa (15). Sedangkan di daerah kerajaan yang lain tercatat 75.000 jiwa (16).

Mengapa Tuhan mengizinkan pembantaian seperti ini? Apa yang sesungguhnya terjadi? Untuk dapat menjawab hal ini marilah kita memperhatikan pengulangan kata berikut: "memukulnya dengan pedang", "membunuh", "dibunuh", "terbunuh" (5, 6, 10, 11, 12, 15, 16) yang juga memiliki konotasi penghukuman Tuhan atas musuh- musuh-Nya seperti terdapat dalam Kel. 13:15 "Tuhan membunuh semua anak-anak sulung di Mesir". Bagian ini menegaskan kepada kita bahwa sebagaimana Tuhan dulu membunuh anak-anak sulung Mesir (Kel. 13:15), demikian pula pada masa pemerintahan Ahasyweros Ia membunuh orang-orang Amalek -- musuh-Nya melalui tangan orang Yahudi dalam pertempuran yang tak terelakkan lagi. Kisah Ester ini mencatat kisah pengadilan Tuhan, dimana Tuhan Raja segala raja membangkitkan orang-orang Yahudi untuk menjatuhkan hukuman atas orang-orang Amalek.

Bagian ini tidaklah berbicara tentang kejahatan perang dan pelanggaran hak azasi manusia yang diprakarsai Ester dan Mordekhai, tetapi suatu tekad dan kebulatan hati untuk menyelesaikan tanggung jawab yang telah mereka terima. Ester dan Mordekhai mengerti untuk apa mereka ditempatkan pada posisi seperti sekarang ini. Mereka bertanggungjawab untuk menyelesaikan perintah Allah yang diabaikan oleh raja Saul (bdk. 1Sam 15:1-3, 7-9, 17-19). Karena alasan inilah maka orang Yahudi tidak mengulurkan tangan terhadap barang-barang rampasan (10, 15, 16) walaupun hal itu adalah hak mereka yang sah secara hukum Persia (8:11). Orang Yahudi tidak mengulang ketidaksetiaan raja Saul yang mengambil dan tidak membinasakan segala harta milik bangsa Amalek (bdk. 1Sam 15:9, 19).

Renungkan: Apakah Anda memiliki sikap hidup yang takut akan Tuhan dan hidup dalam kebenaran? Jangan anggap enteng pengadilan Tuhan! Kiranya kesadaran akan keadilan dan penghakiman Allah mendorong kita untuk senantiasa mengintrospeksi diri, hidup dalam kebenaran, dan terus- menerus bertekad memperjuangkan keadilan.

(0.09) (Est 9:20) (sh: Tuhan di balik apa yang terlihat (Sabtu, 30 Juni 2001))
Tuhan di balik apa yang terlihat

Seberapa jauhkah kita menyadari kehadiran Tuhan di dalam hidup kita? Di tengah dunia yang semakin sekular seperti sekarang ini, seringkali kita tanpa sadar telah menggeser Tuhan serta melupakan karya-Nya bagi kita. Untuk mencari jawab dan memperdalam akar rohani kita marilah kita belajar dari kisah Ester -- suatu catatan tentang karya dan kepedulian Tuhan yang melampaui batas pengamatan manusia.

Nama Tuhan sama sekali tidak tercantum dalam kitab ini, namun demikian umat-Nya dapat melihat dan mengalami karya-Nya (26). Ia memegang kendali atas kekuasaan Ahasyweros yang menanggungkan beban berat bagi rakyat dengan menempatkan Mordekhai yang disukai, mengikhtiarkan yang baik, dan berbicara untuk keselamatan bangsanya (1:1-3). Ia mengubah kesedihan umat-Nya menjadi sukacita, dan secara rahasia memelihara serta memakai mereka sebagai alat pelaksana keadilan-Nya (9:22,24-25). Hal ini menegaskan bahwa Tuhan yang ada di balik yang terlihat adalah Raja di atas segala raja yang mengatasi kekuasaan dan kebesaran Ahasyweros, Ia menggenapi rencana penyelamatan umat Allah dan melaksanakan penghukuman bagi bangsa Amalek. Umat-Nya menemukan persekutuan melalui karya-Nya. Pengalaman pembebasan orang Yahudi oleh "Tuhan yang ada di balik hal-hal yang dapat dilihat", ini merupakan bagian penting dalam sejarah orang Yahudi. Hal ini haruslah diingat serta diteruskan dari generasi ke generasi (9:27, 31) oleh semua orang Yahudi di mana pun mereka berada (9:21, 27, 28) sebagai sumber pengharapan dan juga unsur pemersatu orang Yahudi dari seluruh generasi dan daerah. Karena nilai penting pengalaman ini, maka pelaksanaannya diatur dan ditetapkan (9:22, 26-31) sehingga tidak kehilangan maknanya.

Jikalau kita sebagai umat Tuhan di Indonesia mengalami beban yang berat pada saat ini, itu merupakan suatu kesempatan bagi kita untuk memiliki pengalaman penyertaan Tuhan yang nyata dan mahal, yang dapat kita wariskan kepada generasi sesudah kita.

Renungkan: Dia yang ada di balik realita kehidupan kita mempedulikan dan memiliki rencana bagi kita. Ingatlah apa yang sudah Tuhan perbuat dalam hidup Anda dan temukan persekutuan dengan Dia di sana! Ingatlah dan rayakanlah!

Pesan Redaksi

Dalam pandangannya tentang kebajikan dan etika, Aristoteles mengemukakan bahwa: kebajikan-kebajikan utama yang membentuk suatu masyarakat yang beradab adalah keberanian, tahan diri, hikmat, dan keadilan. Berbeda dari Plato yang menekankan perenungan rasio,

Aristoteles melihat keberadaan kebajikan-kebajikan tersebut pada seseorang adalah akibat dari tindakan mempraktikkannya secara nyata.

Apabila gerak pada Plato adalah manusia melalui rasionya bergerak balik kepada Forma yang menjadi sumber jiwa manusia beroleh harkatnya, pada Aristoteles Sebab Pertama mewujud di dalam tindakan-tindakan nyata yang kita lakukan. Tingkah laku rasional adalah ungkapan dari gerak Sang Sebab Pertama di dalam keberadaan nyata dunia ini, yang kemudian mengkristal di dalam bentuk aksi- aksi tindak nyata kita sehari-hari.

Bila kedua pendapat ini kita sederhanakan, akan tampil secara indah di dalam perumpamaan Tuhan Yesus tentang 2 bersaudara dalam sikapnya terhadap perintah ayah mereka. Memang perumpamaan ini tidak sepenuhnya memasalahkan kontradiksi yang mungkin terjadi antara penekanan pada aspek perenungan dan pengertian di satu pihak dan aspek menekankan praktek nyata di pihak lain. Namun jelas bahwa kedua hal tersebut bisa jadi bertentangan dan tidak serasi dalam hidup kita. Tuhan menginginkan kita tidak hanya merenungkan dan memahami firman-Nya, tetapi konsekuen melakukannya secara konkrit dalam kehidupan kita sehari-hari.

Paul Hidayat, Direktur

Pengantar Kitab Kolose ======================

Kitab Kolose yang berbentuk surat berisi nilai-nilai kebenaran yang luar biasa bagi kehidupan Kristen masa kini sebab ketika Paulus memperingatkan jemaat Kolose yang mulai terpengaruh oleh ajaran sesat, ia memaparkan secara mendalam dan jelas Pribadi Yesus Kristus dan peran pusat-Nya dalam rencana Allah dan juga dalam kehidupan Kristen sehari-hari. Inilah yang membuat kitab Kolose merupakan salah satu surat dalam Perjanjian Baru yang sangat penting.

Penulis, waktu, dan tujuan penulisan ------------------------------------

Paulus menulis surat Kolose (ayat 1:1; 4:18), ketika ia berada dalam penjara di Roma antara tahun 59-61. Ia bukanlah pendiri jemaat Kolose bahkan ia tidak pernah mengunjungi kota Kolose (ayat 2:1). Pendiri jemaat Kolose adalah Epafras yang adalah seorang penduduk Kolose.

Tujuan Paulus menulis surat ini adalah untuk memerangi pengajaran sesat yang merasuki kehidupan jemaat di sana. Walaupun tidak diketahui secara pasti bentuk ajaran sesat itu, namun ajaran ini mengandung unsur-unsur agama asing dan Yudaisme yang diselubungi dengan unsur- unsur kekristenan. Ajaran sesat ini menolak keutamaan Kristus dan menganjurkan gaya hidup yang bertentangan dengan iman kristen.

Berdasarkan hal-hal yang dinyatakan oleh Paulus, banyak ahli berpendapat bahwa ajaran sesat yang melanda jemaat di Kolose adalah bentuk awal dari Gnosticism.

Ringkasan ajaran sesat yang ada di Kolose dan respons Paulus: ------------------------------------------------------------- o Dunia materi adalah jahat; Allah adalah roh. Allah tidak mempunyai hubungan dengan materi —> Kolose 1:16 o Karena Yesus menciptakan dunia, Dia bukanlah Allah —> Kolose 1:19 o Apa yang terjadi dalam dunia materi tidak akan membuat perbedaan secara rohani —> Kolose 1:21-22 o Manusia tidak perlu diperdamaikan dengan Allah. Tubuh kita adalah jahat karena terdiri dari materi. Pikiran kita bukanlah materi karena itu baik —> Kolose 2:13 o Kehidupan rohani yang benar adalah persoalan kehidupan batin seseorang. Manusia mendatangi Allah dengan pikiran dan batin dan apa yang manusia lakukan tidak berhubungan dengan-Nya —> Kolose 2:12,17

(0.09) (Ayb 33:1) (sh: Bijaksana di mata sendiri (Senin, 12 Agustus 2002))
Bijaksana di mata sendiri

Elihu bukan hanya penuh dengan kata-kata (ayat 32:18-19), tetapi juga memiliki rasa percaya diri yang luar biasa besarnya. Di tengah ucapannya yang mengakui keterciptaannya (ayat 4-6), Elihu bermain menjadi Allah. Walau benar bahwa Ayub mengeluh kepada Tuhan, namun kutipan Elihu dalam ayat 9 merupakan penyelewengan fakta. Ayub tidak pernah menyatakan dia bersih secara moral, tanpa dosa dan pelanggaran, meski ia pernah berkata bahwa doanya bersih (ayat 16:17). Elihu telah menuduh sama seperti Zofar menuduh (ayat 11:4). Penyelidikan Elihu telah dimulai dengan kesimpulan yang salah!

Sebelumnya, Elihu menjawab dulu tuduhan Ayub tentang sikap diam Allah (ayat 12-13, bdk. 30:20). Menurut Elihu, Allah menjawab dengan cara misterius (ayat 14-15), dan Ayub gagal menangkap suara Allah. Kemudian, dalam ayat 16-30, Elihu berusaha keras menghibur Ayub dengan meyakinkan bahwa Allah selalu bermaksud baik kepada manusia dengan berbagai cara. Pertama, Ia menggunakan mimpi untuk memperingatkan manusia agar terhindar dari kematian dini akibat dosanya (ayat 16-18). Kedua, bila manusia tersebut tidak mengerti mimpi dari Allah, maka Ia akan menghukum dengan penyakit dan penderitaan (ayat 19-22). Namun, Allah tidak membiarkan mereka binasa (ayat 23-25). Malaikat penengah akan menyelamatkannya, sebagaimana dirindukan Ayub (ayat 19:25). Hanya, orang itu harus hidup benar agar diperhitungkan oleh malaikat tersebut (ayat 23). Pemulihan orang berdosa akan diikuti oleh pengakuan dosa secara publik dan pujian kepada Allah yang kembali berkenan menerima dia (ayat 26-28) dengan menyatakan wajah-Nya. Ia akan melihat terang kehidupan. Ini memang benar, namun sesungguhnya Elihu tidak memahami situasi yang dialami Ayub.

Sebagai penutup, perkataan Elihu janggal (ayat 31-33). Ia ingin membuktikan kebenaran Ayub (ayat 32b) walau tadinya ia sudah menyatakan kesalahan Ayub. Ia juga merasa mampu mengajarkan kebenaran Allah. Inilah kesombongan seorang anak muda.

Renungkan: Batas antara rendah hati dan kesombongan amat tipis terutama pada orang yang merasa mengetahui kebenaran (Ams. 26:5).

(0.09) (Mzm 6:1) (sh: Iman dalam pergumulan. (Jumat, 17 Maret 2000))
Iman dalam pergumulan.

Sebuah pertanyaan yang berawal dengan kata "mengapa" mungkin akan muncul di benak kita, apabila kita    mendengar kesaksian seorang Kristen yang begitu saleh dan takut    akan Tuhan, mengalami berbagai kemelut dan bencana dalam    kehidupan imannya. Sebuah keluarga yang begitu setia beribadah    dan hidup melayani Tuhan, tiba-tiba harus kehilangan anak satu-    satunya karena menjadi korban pembunuhan, ketika terjadi    perampokan di rumahnya. Beberapa bulan kemudian, suami dari ibu    yang telah kehilangan anak satu-satunya ini pun terkena PHK.    Betapa pedih dan memilukan hati tragedi kehilangan anak satu-    satunya, ditambah lagi dengan kehilangan pekerjaan. Sepertinya    tidak satu hal pun yang dapat mengobati luka dan kepedihan hati    keluarga ini. Mengapa hal ini menimpa keluarga yang setia dan    takut akan Tuhan? Mengapa seolah-olah Tuhan tidak bertindak    menolong mereka? Sampai berapa lama keluarga ini harus mengalami    pergumulan?

Nampaknya pergumulan yang dialami Daud pun demikian berat,    sampai seluruh tubuhnya pun terasa sakit dan lemah. Selaras    dengan pemahaman PL bahwa penderitaan adalah akibat dari murka    Tuhan atas dosa manusia, maka di awal mazmur ini, Daud    mengaitkan penderitaan yang dialaminya dengan hukuman, murka,    hajaran, dan amarah-Nya. Pemahaman ini terus bertumbuh dengan    bertambahnya pengenalan akan Tuhan yang penuh kasih setia, yang    akan mendengar doanya dan menyelamatkannya. Bahkan semua    musuhnya pun akan mendapat malu dan mundur dari padanya.

Tuhan bukan hanya mengizinkan penderitaan sebagai hukuman bagi    yang berdosa, namun juga mengizinkan berbagai penderitaan dan    pergumulan mewarnai kehidupan Kristen yang setia, saleh, dan    hidup takut akan Tuhan. Penghayatan makna pembentukan-Nya bukan    dari kesuksesan dan kelancaran hidup yang senantiasa diwarnai    dengan kesenangan. Justru sebaliknya terlebih banyak Kristen    belajar makna pembentukan-Nya melalui berbagai pergumulan yang    seringkali membawa duka pada awalnya, namun membawa sukacita di    hari kemenangan.

Renungkan: Tuhan menghargai setiap doa ungkapan pergumul-an    yang dinaikkan dengan tulus hati dan bukan dengan motivasi    pemberontakan.  Teladanilah Daud yang pada akhirnya mengerti    makna pergumulan yang berbuahkan iman dan pengharapan di dalam    Tuhan.

(0.09) (Mzm 11:1) (sh: Jangan turuti sembarang nasihat (Selasa, 9 Januari 2001))
Jangan turuti sembarang nasihat

Bila kita baca sepintas mazmur ini, kita akan mendapatkan kesan bahwa pemazmur sangat sombong dan tidak mau menghargai nasihat orang lain yang memperhatikan dirinya. Namun bila kita merenungkan dengan seksama, pemazmur bukanlah sombong ataupun meremehkan nasihat orang lain, tetapi pemazmur dapat melihat motivasi dan prinsip yang tersembunyi di balik nasihat yang ia terima.

Ketika ia berlindung pada Tuhan, ia dinasihatkan untuk terbang ke gunung seperti burung. Artinya Tuhan digantikan dengan gunung sedangkan kemampuan Tuhan untuk melindungi digantikan dengan kemampuan pemazmur untuk terbang. Arti lebih jauh lagi adalah jangan bersandar kepada Tuhan namun bersandarlah kepada kemampuan diri sendiri dan kekuatan-kekuatan lain yang nampak seperti kekayaan yang kita miliki. Keraguan kepada Tuhan lebih ditiupkan lewat pemaparan betapa dahsyat dan dekatnya bahaya yang akan menyerang pemazmur (ayat 2).

Pemazmur dengan tegas menolak nasihat yang berlandaskan prinsip-prinsip yang salah. Ia berlindung kepada Tuhan sebab di sanalah dasar- dasar kehidupan orang percaya. Apa saja dasar- dasar kehidupan itu? Allah ada dan bukan sekadar ada, tetapi Ia berkuasa (ayat 4a). Ia mengamati dan menguji apa yang dilakukan setiap manusia (ayat 4b-5). Ia bukan Allah yang tidak memperdulikan kehidupan manusia, karena Ia adalah Allah yang kudus maka Ia membenci orang-orang yang berdosa (ayat 5b), menghukum mereka, dan menghancurkan apa pun yang dimiliki (ayat 6). Orang benar akan memandang wajah-Nya dan mendapatkan kasih Allah (ayat 7). Dasar-dasar inilah yang memampukan orang benar untuk tetap bertahan walau serangan begitu dahsyat. Dasar- dasar ini sangat kokoh sedangkan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki manusia sangat labil. Dasar- dasar ini juga meyakinkan pemazmur bahwa kesulitan dan penderitaan bukanlah akhir dari segala- galanya, sebab akhir dari segala-galanya adalah ketika ia dapat memandang wajah-Nya dan penghakiman orang fasik dijatuhkan.

Renungkan: Karena itu ketika kita sedang menghadapi masalah dan penderitaan, waspadalah ketika ada orang yang memberikan nasihat, sebab iblis mungkin dapat menggunakan orang itu untuk menggoyahkan kepercayaan kita.

(0.09) (Mzm 25:1) (sh: Jurus sakti dari Allah (Senin, 19 Maret 2001))
Jurus sakti dari Allah

Hidup di bumi Indonesia terasa makin sulit terlebih bagi Kristen. Kesulitan itu bukan hanya disebabkan diskriminasi yang memang masih berlaku walau secara tidak resmi, tekanan dari berbagai pihak, dan sulitnya mempertahankan prinsip-prinsip Kristen dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Demi mempertahankan prinsip iman Kristen, tidak sedikit Kristen yang harus membayar mahal dengan kegagalan bahkan kehancuran, sehingga mendapatkan olokan dari teman-teman dan saudara- saudaranya.

Hal serupa juga dialami oleh Daud, yang mempertahankan prinsip kebenaran seorang diri, maka ia harus mengalami penindasan dari banyak orang (16, 19). Penindasan yang dialaminya menimbulkan penderitaan fisik dan batin yang luar biasa (17, 18) sebab semua musuh-musuhnya dikuasai oleh kebencian yang sangat mendalam. Ini merupakan kebenaran umum yang berlaku di seluruh dunia dan di sepanjang zaman yaitu orang yang mempertahankan kebenaran akan sangat dibenci oleh mereka yang mencintai kejahatan. Begitu dahsyat tekanan dan derita yang harus ia alami sehingga ia pun terseret ke dalam dosa (18). Kondisi demikian tidak dapat disepelekan, sebab tidak hanya hidupnya akan hancur tapi ia juga dapat terus terseret ke dalam dosa yang lebih jauh. Bagaimana Daud menyikapi dan menghadapinya?

Ia tetap menantikan dan berharap kepada Tuhan (2, 21) dan tidak berpaling sedikit pun kepada allah lain (15), sebab ia percaya bahwa hanya Allahlah yang mampu mengaruniakan jurus-jurus khusus untuk menghadapi semua penindasan, tantangan, dan penderitaan tanpa berbuat dosa. Ia tidak hanya memohon agar Allah memberitahukan jalan-jalan-Nya (4) namun juga menuntun dan mengajarkan jalan-jalan-Nya. Artinya ia tidak mau setengah-setengah dalam memahami dan menjalankan kehendak-Nya sebab hanya itulah satu-satunya jurus menghadapi zaman yang semakin tidak bersahabat. Daud yakin akan mendapatkan itu semua dari Allah sebab Ia adalah Allah yang setia dan penuh rakhmat, baik, mau bergaul, dan membimbing umat-Nya (6- 21).

Renungkan: Kristen akan tetap dapat mempertahankan prinsip iman Kristen, apa pun tantangan dan derita yang dihadapi, jika Kristen senantiasa berharap kepada Allah dan mempelajari 'jurus-jurus sakti' dari Allah yang terdapat di dalam firman-Nya.

(0.09) (Mzm 27:1) (sh: Optimisme Kristen (Rabu, 21 Maret 2001))
Optimisme Kristen

Ketakutan yang dirasakan oleh manusia bersumber dari rasa ketidakmampuan dan ketidakberdayaannya untuk mengatasi suatu konflik atau krisis yang terjadi dalam hidupnya.Ketika menghadapi tantangan dan serangan yang begitu hebat dari musuh-musuhnya (2-3), Daud tidak hancur, tidak gentar, dan tidak meragukan Allah sedikit pun. Ia pasti mempunyai kunci hidup tegar dan kokoh menghadapi krisis, yang sangat diperlukan oleh Kristen di Indonesia supaya Kristen dapat melewati setiap badai yang saat ini melanda negara kita dengan tetap teguh berpegang pada kebenaran iman kristen. Apa saja kunci itu?

Daud tidak membiarkan pikiran dan hatinya dikuasai oleh krisis yang dihadapi sehingga hanya terpaku kepada krisis saja. Sebaliknya ia tetap memfokuskan pikirannya kepada kebesaran dan siapakah Allah bagi dirinya (1). Kristen yang terpaku kepada permasalahan hidupnya cenderung membesar-besarkan masalah itu. Jika ia terfokus kepada Allah maka masalah apa pun akan terlihat kecil sehingga ia tidak akan gentar. Namun yang harus diingat adalah apa yang dilakukan Daud bukanlah seperti yang diajarkan oleh kekuatan berpikir positif dari gerakan zaman baru. Ketika Daud berhasil menghadapi dan mengatasi krisis yang terjadi, hal itu dikarenakan Allah secara pribadi yang bertindak (6). Tindakan Allah ini bukan didorong karena kekuatan pikiran Daud namun karena hubungan pribadi yang indah antara Daud dan Allah (4). Orang yang mempunyai hubungan yang indah dengan Allah adalah orang yang tinggal di Rumah Allah (5). Akankah Allah diam saja ketika tamunya diganggu kenyamanan dan keamanannya (bdk. Renungan tanggal 17)? Kedekatan Daud dengan Allah tidak dicapai melalui aktivitas agama maupun aktivitas rohani yang bernuansa magis. Kedekatan itu dibina melalui kehidupan doa yang sehat dimana ketergantungannya kepada Allah sangat diutamakan (7- 12).

Renungkan: Pikiran yang terfokus kepada Allah dan membina hubungan yang dekat dengan-Nya melalui doa, membuat Daud optimis menjalani kehidupannya walaupun situasi dan kondisi tidak mendukung (13-14). Ketakutan apa yang membayangi hidup Anda saat ini? Masa depan? Karier? Usaha? Kondisi politik, sosial, dan ekonomi yang tidak stabil? Lakukan 2 hal seperti yang dilakukan oleh Daud!



TIP #05: Coba klik dua kali sembarang kata untuk melakukan pencarian instan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA