Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1901 - 1920 dari 2028 ayat untuk lagi (0.002 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.07) (Neh 12:1) (sh: Pentingnya mengenal para pemimpin rohani (Selasa, 28 November 2000))
Pentingnya mengenal para pemimpin rohani

Kebenaran apakah yang akan kita dapatkan dengan membaca daftar silsilah sebuah keluarga besar? Apakah hal ini berguna? Bagi kita yang hidup dalam masa dan budaya yang berbeda, pembacaan Alkitab hari ini terasa membosankan dan sia-sia. Namun sesungguhnya bagian ini tidak akan dicatat dan dimasukkan ke dalam Alkitab jika memang tidak ada gunanya. Dengan kata lain walaupun mungkin sulit, firman Tuhan hari ini tetap mempunyai kebenaran yang berguna bagi bangsa Israel dan bagi Kristen yang hidup jauh sesudah peristiwa ini terjadi. Apalagi silsilah yang dicatat disini adalah silsilah para imam dan orang Lewi, orang-orang yang mempunyai tugas khusus untuk melayani Allah di bait suci-Nya.

Bagi bangsa Israel, catatan silsilah keluarga seseorang merupakan catatan yang penting sebab catatan ini akan memberikan legitimasi awal apakah seseorang memang layak untuk menyandang suatu jabatan tertentu, terlebih jabatan yang berhubungan dengan pelayanan di bait Allah. Dari daftar para imam dan orang Lewi yang pulang dari pembuangan (1-9) kita tahu bahwa mereka hidup dalam periode Yoyakim dan Elyazib (26, 22) yaitu zaman sebelum Nehemia tiba dan mereka yang sezaman dengan Nehemia. Jika zaman hidup seseorang diketahui, sangat mudah bagi orang lain untuk meneliti segala sesuatu yang berhubungan dengan orang tersebut. Demikian pula dengan para imam dan orang Lewi yang didaftar, keabsahan mereka sebagai orang-orang yang dikhususkan Allah untuk melayani- Dia di bait suci dapat diketahui, sebab tidak semua orang diperbolehkan melayani Allah di bait suci-Nya.

Penyebutan nama keluarga para imam dan orang Lewi penting dengan maksud jika mereka belum dikenal masyarakat karena sudah tidak lagi menjalankan keimamannya dan memilih untuk bertani (lihat uraian kemarin), mereka dapat dikenal dari keluarganya.

Pendaftaran para imam dan orang Lewi juga penting bagi Nehemia untuk mengetahui jumlah pemimpin rohani yang ada sehingga Nehemia dapat mengkoordinasi dengan baik agar dapat melayani dan memenuhi kebutuhan rohani Israel.

Renungkan: Pengenalan terhadap seorang pemimpin adalah hal yang penting sebab seorang pemimpin dapat memberikan pengaruh yang sangat besar bagi gereja dan masyarakat.

(0.07) (Neh 12:27) (sh: Sumber kesukacitaan (Rabu, 29 November 2000))
Sumber kesukacitaan

Nas Alkitab kita hari ini mengisahkan suatu fakta bahwa pentahbisan tembok Yerusalem merupakan kesempatan untuk perayaan yang penuh dengan sukacita. Ketika 2 paduan suara yang besar berarak dari arah yang berlawanan untuk bertemu di depan bait Allah (31-39), seluruh rakyat Israel bersuka cita karena Allah memberi mereka kesukaan yang besar (43).

Ada 2 sumber kesukacitaan bagi bangsa Israel pada waktu itu. Pertama, sesuatu yang tampak mata dan eksternal. Umat Allah telah berhasil membangun kembali tembok Yerusalem. Hasil yang tampak mata ini tidak hanya memuliakan Allah pemilik kota Yerusalem, namun juga mengangkat harkat dan martabat Israel sebagai sebuah bangsa. Mereka tidak lagi disepelekan dan dihina oleh bangsa-bangsa tetangga mereka yang menyadari bahwa keberhasilan Israel adalah karena bantuan Allah (lihat 6:16). Kita sekarang juga hidup di dunia yang mengagungkan materi sebagai simbol keberhasilan. Keberhasilan materi yang kita dapatkan hendaknya tidak hanya membuat mata orang lain terbuka akan keterlibatan Allah dalam dunia ini namun juga harus memberikan kesaksian tentang iman kita kepada orang lain. Kita memang berhak bersukacita atas keberhasilan materi. Namun yang lebih penting adalah hendaknya kita tetap mengakui Allah sebagai sumber keberhasilan dan mempersembahkan setiap keberhasilan kita kepada-Nya. Kedua, sumber terdalam dan terbesar bagi kesukacitaan orang Israel mengalir dari dalam diri mereka dan bersifat rohani. Israel sudah mengakui dosa-dosa mereka dan sudah berkomitmen ulang untuk melayani Allah. Ada kekayaan rohani yang mereka nikmati. Ini merupakan bukti bahwa mereka memiliki hubungan yang benar dan dekat dengan Allah.

Renungkan: Sama seperti bangsa Israel, sumber sukacita yang terbesar bagi Kristen di sepanjang segala zaman haruslah bersifat rohani. Persekutuan yang dekat dan benar dengan Allah hendaklah menjadi sumber kesukacitaan kita. Apabila hubungan kita dengan Allah terjalin dengan indahnya, berkat materi yang sering dianggap sebagai bukti penyertaan-Nya menjadi kurang penting bagi kita. Hubungan kita dengan Allah tetap terjalin dengan indah dan kita tetap dapat bersukacita meski segala sesuatu yang ada di lingkungan tampak hancur berantakan dan tidak mendukung kita.

(0.07) (Est 1:1) (sh: Tuhan di tengah dunia sekular (Kamis, 21 Juni 2001))
Tuhan di tengah dunia sekular

Pasal pertama Kitab Ester merupakan jendela bagi kita untuk memahami latar belakang sebuah kisah umat Tuhan di tengah dunia sekular pada masa pemerintahan Ahasyweros (485-465 s.M.). Pada saat itu orang-orang Yahudi terbuang, tertawan, dan hidup di bawah hukum dan kekuasaan Media-Persia. Di dalam pembuangan, kehidupan mereka tidak lagi diatur berdasarkan Hukum Taurat Musa yang diterima dari Allah, tetapi dengan segala konsekuensinya mereka harus tunduk kepada hukum Media- Persia yang dibuat dengan sekehendak hati raja, bersifat mutlak, tidak dapat diganggu-gugat ataupun digagalkan.

Dengan latar belakang tersebut, maka ada beberapa pertanyaan yang perlu kita pikirkan seperti: dimanakah dan apakah yang dilakukan Tuhan di tengah dunia sekular seperti ini? Apa yang dilakukan Tuhan di balik kekuasaan, kekayaan, wilayah, dan keagungan Ahasyweros yang sedemikian besar (1-8)? Bagaimana Tuhan memelihara umat- Nya di tengah keputusan yang sewenang-wenang dan tidak dapat diganggu-gugat ataupun dibatalkan (9-19).

Keseluruhan Kitab Ester memberikan penjelasan kepada kita bahwa di balik kekuasaan Ahasyweros, Tuhan yang tidak nampak, tinggal bersama-sama umat-Nya. Dia tidak berdiam diri, namun Dia mengendalikan situasi. Walaupun Ahasyweros tidak memiliki integritas yang bercirikan hikmat dan prinsip hidup yang mulia (8, 10-12), Tuhan tetap melaksanakan maksud dan rencana-Nya dengan sempurna. Ia mempersiapkan pengangkatan Ester di balik mahkota, kecantikan, pamor, pesta pora, peninggian diri, pemecatan, dan pengucilan Wasti (9-12, 19-22). Tuhan Raja di atas segala raja mengatasi kekuasaan dan kebesaran Ahasyweros, Ia mempersiapkan rencana-Nya dengan sempurna melalui Ahasyweros yang memiliki banyak kelemahan.

Keyakinan bahwa Tuhan yang mengatasi kekuasaan pemerintahan ini memberikan penghiburan bagi kita kaum minoritas di Indonesia, yang walaupun tertindas namun dibela oleh Allah.

Renungkan: Di tengah dunia yang semakin sekular, jauh dari Allah dan membuat hukum-hukumnya sendiri, seberapa jauhkah Anda menyadari kehadiran dan karya Tuhan dalam hari- hari yang Anda lewati? Temukan Tuhan dalam kehidupan Anda dan berjalanlah bersama-Nya!

(0.07) (Est 2:1) (sh: Tuhan di balik kehinaan umat-Nya (Jumat, 22 Juni 2001))
Tuhan di balik kehinaan umat-Nya

Ester dan Mordekhai berasal dari kelompok masyarakat Yahudi buangan yang dikenal sebagai bangsa yang hidup tercerai-berai dan terasing di antara bangsa-bangsa (3:8). Pada masa pemerintahan Ahasyweros, mereka adalah kelompok orang-orang yang tertindas dan terbuang. Mereka ditolak, dipandang hina serta harus menanggung rasa malu (5-6). Mereka dikenal sebagai orang-orang yang berbisik: "Jangan membuka rahasia tentang dirimu kepada teman-temanmu, jangan beritahukan kebangsaanmu", sebagaimana juga dipesankan Mordekhai kepada Ester (10, 20).

Namun demikian Tuhan Raja di atas segala raja memperhatikan keadaan umat-Nya yang terhina. Ia menyediakan rencana penyelamatan umat-Nya melalui Ester dan Mordekhai. Ia mengangkat Ester gadis buangan yang malang (7) menjadi seorang yang mendapatkan kasih dari setiap orang yang melihatnya (9, 15), dan terlebih lagi ia dikasihi oleh baginda lebih dari pada semua perempuan yang lain, ia beroleh kasih dan sayang baginda lebih dari semua anak dara lain (17). Tuhan memelihara dan memperhatikan keadaan umat-Nya yang terhina. Ia memakai Mordekhai untuk membongkar rencana pembunuhan raja oleh Bigtan dan Teresy, sehingga namanya dicatat di dalam kitab sejarah di hadapan raja (19-23). Suatu peristiwa yang pada akhirnya membawa keuntungan besar. Rencana dan pemeliharaan Allah ini tidaklah membebaskan umat-Nya dari tanggung jawab yang harus diambilnya. Ayat 10, 15, 20 menunjukkan bagaimana Ester sangat taat kepada orang-orang yang membimbingnya, demikian juga Mordekhai yang melakukan tugasnya dengan baik (21-23). Dinamika antara rencana Allah dan ketaatan umat-Nya ini terarah pada satu tujuan yang jelas: penyelamatan umat Allah dari cengkeraman musuh-musuhnya.

Bagaimana dengan umat-Nya di Indonesia ini? Kiranya Tuhan pun membangkitkan serta memakai orang Kristen yang duduk di posisi strategis dalam masyarakat untuk melaksanakan rencana dan pemeliharaan-Nya.

Renungkan: Apakah Anda menyadari bahwa Tuhan memperhatikan serta memiliki rencana yang indah dalam kehidupan Anda, termasuk pada masa-masa kelam yang Anda lalui? Apakah Anda sudah menjalankan kehidupan ini di dalam ketaatan dan tanggung jawab?

(0.07) (Est 9:1) (sh: Tuhan di balik penghukuman (Jumat, 29 Juni 2001))
Tuhan di balik penghukuman

Kisah ini merupakan suatu kisah yang mengerikan, penuh dengan darah dan pembunuhan. Jumlah musuh orang Yahudi yang terbunuh dalam benteng Susan pada hari pertama 500 jiwa (6) dan pada hari kedua bertambah sebanyak 300 jiwa (15). Sedangkan di daerah kerajaan yang lain tercatat 75.000 jiwa (16).

Mengapa Tuhan mengizinkan pembantaian seperti ini? Apa yang sesungguhnya terjadi? Untuk dapat menjawab hal ini marilah kita memperhatikan pengulangan kata berikut: "memukulnya dengan pedang", "membunuh", "dibunuh", "terbunuh" (5, 6, 10, 11, 12, 15, 16) yang juga memiliki konotasi penghukuman Tuhan atas musuh- musuh-Nya seperti terdapat dalam Kel. 13:15 "Tuhan membunuh semua anak-anak sulung di Mesir". Bagian ini menegaskan kepada kita bahwa sebagaimana Tuhan dulu membunuh anak-anak sulung Mesir (Kel. 13:15), demikian pula pada masa pemerintahan Ahasyweros Ia membunuh orang-orang Amalek -- musuh-Nya melalui tangan orang Yahudi dalam pertempuran yang tak terelakkan lagi. Kisah Ester ini mencatat kisah pengadilan Tuhan, dimana Tuhan Raja segala raja membangkitkan orang-orang Yahudi untuk menjatuhkan hukuman atas orang-orang Amalek.

Bagian ini tidaklah berbicara tentang kejahatan perang dan pelanggaran hak azasi manusia yang diprakarsai Ester dan Mordekhai, tetapi suatu tekad dan kebulatan hati untuk menyelesaikan tanggung jawab yang telah mereka terima. Ester dan Mordekhai mengerti untuk apa mereka ditempatkan pada posisi seperti sekarang ini. Mereka bertanggungjawab untuk menyelesaikan perintah Allah yang diabaikan oleh raja Saul (bdk. 1Sam 15:1-3, 7-9, 17-19). Karena alasan inilah maka orang Yahudi tidak mengulurkan tangan terhadap barang-barang rampasan (10, 15, 16) walaupun hal itu adalah hak mereka yang sah secara hukum Persia (8:11). Orang Yahudi tidak mengulang ketidaksetiaan raja Saul yang mengambil dan tidak membinasakan segala harta milik bangsa Amalek (bdk. 1Sam 15:9, 19).

Renungkan: Apakah Anda memiliki sikap hidup yang takut akan Tuhan dan hidup dalam kebenaran? Jangan anggap enteng pengadilan Tuhan! Kiranya kesadaran akan keadilan dan penghakiman Allah mendorong kita untuk senantiasa mengintrospeksi diri, hidup dalam kebenaran, dan terus- menerus bertekad memperjuangkan keadilan.

(0.07) (Ayb 15:1) (sh: Nasihat atau tuduhan? (Jumat, 10 Desember 2004))
Nasihat atau tuduhan?

Acapkali orang memaksakan pandangannya tentang kebenaran pada orang lain tanpa mempertimbangkan perasaan orang tersebut. Padahal, belum tentu pandangan si penasihat itu yang paling benar. Tidak jarang nasihat kebenaran menjadi sindiran yang kasar serta membabi buta yang jelas-jelas berlawanan dengan kebenaran sesungguhnya.

Seperti itulah nasihat Elifas. Ia mengajukan pertanyaan retoris (ayat 2-3, 7-9, 11-14) dan kata-kata kasar serta tajam (ayat 4-6, 16). Rupanya Elifas tersinggung dengan pernyataan Ayub (ayat 12:3; 13:2). Itu sebabnya Elifas membalas Ayub dengan menggunakan kata-kata Ayub sendiri (ayat 9). Pertanyaan-pertanyaan retoris Elifas sebenarnya bermaksud menyindir Ayub yang mengaku diri berhikmat (ayat 2), memiliki pengetahuan ilahi (ayat 7-8) dan merasa diri benar (ayat 14-16) padahal bodoh dan berdosa. Sedangkan kata-kata kasar serta tajam Ayub, hanya menyamakannya dengan orang fasik. Perhatikan, misalnya "kesalahanmulah yang menghajar mulutmu, dan bahasa yang licik yang kaupilih" (ayat 5), juga "lebih-lebih lagi orang yang keji dan bejat, yang menghirup kecurangan seperti air" (ayat 16).

Mulai ayat 20-35 Elifas kemudian menguraikan panjang lebar tentang nasib orang fasik. Orang fasik sepanjang hidupnya akan menderita, ketakutan (ayat 20-24, 28-30), dan akhirnya binasa (ayat 31-35) oleh karena hidup mereka yang menentang Allah (ayat 25-27). Ucapan Elifas ini menciptakan `tembok pemisah' antara Ayub dengan ketiga temannya (ayat 10). Perkataan Elifas ini mempertajam suasana yang tidak enak menjadi konflik terbuka. Yang ada bukan nasihat lemah lembut, tetapi tuduhan yang penuh kemarahan. Sikap menghukum menggantikan kasih.

Memang kita harus berhati-hati dalam menasihati orang lain. Jangan gegabah memutlakkan pandangan kebenaran kita. Jangan pula menuduh tanpa bukti-bukti yang jelas, apalagi dengan kata-kata keras dan kasar. Bila nasihat disampaikan dengan kesombongan, hasilnya adalah pertengkaran, kemarahan, dan sakit hati. Kebenaran harus disampaikan dalam kasih.

Camkan: Nasihat yang baik membawa kebangunan dan transformasi. Tuduhan hanya menjatuhkan dan menghancurkan.

(0.07) (Ayb 26:1) (sh: Hati nurani yang bersih (Selasa, 6 Agustus 2002))
Hati nurani yang bersih

Bacaan hari ini terdiri dari tiga bagian, pertama respons keras Ayub terhadap Bildad (ayat 1-4), kedua perenungan menakjubkan dari Ayub tentang kuasa Allah atas semua ciptaan (ayat 5-15), dan ketiga pernyataan Ayub bahwa dengan hati nurani bersih ia tidak seperti yang dituduhkan (ayat 27:1-10).

Dalam perenungan Ayub, yang dalam dan mencengangkan ini, kita melihat pengakuan Ayub bahwa kekuasaan Allah mengatasi semua unsur dan zat dan makhluk. Bumi, air, awan, angkasa, seluruhnya tunduk ke bawah pengaturan Allah. Kedaulatan dan pemerintahan Allah tidak saja mencakup makhluk-makhluk surgawi yang bersifat terang, tetapi juga "roh-roh" di bawah (maksudnya dunia kegelapan) dan dunia orang mati tempat kebinasaan. Demikian pun penyebutan nama-nama seperti utara (Sapon - ayat 7), tiang-tiang langit (ayat 11), Rahab (ayat 12), dan ular (ayat 13) menunjuk pada dongeng-dongeng purba tentang anasir-anasir dalam alam yang dilihat menyebabkan kekacauan di bumi. Semua itu bukan saja ada di bawah kendali Allah, tetapi hanya merupakan sisi tampak dari misteri tak terselami kedalaman diri Allah, demikian tegas Ayub (ayat 14).

Dalam bagian ketiga, kembali Ayub membuat pernyataan mengejutkan. Di hadapan tuduhan para sahabatnya kini Ayub mengajukan banding kepada Allah sendiri. Namun, Allah disebutnya sebagai "Allah yang hidup, yang tidak memberi keadilan kepadaku," dan "yang memedihkan hatiku" (ayat 27:2). Kalimat ini bukan merupakan acungan tinju menantang Tuhan, melainkan teriakan iman yang bertanya dari dalam pergumulan untuk memahami mengapa penderitaan harus terjadi menimpa dirinya. Ucapan ini adalah suatu klaim menuntut keadilan dari kenyataan hidup yang dirasakan tidak adil. Klaim ini serasi terus dengan klaim satunya lagi bahwa ia benar di hadapan Allah dan dalam hati nurani yang murni akan terus hidup dalam kebenaran tersebut (ayat 27:4-6).

Renungkan: Beda orang yang sungguh benar dari yang merasa benar adalah yang satu berseru kepada Allah dalam segala keadaan, yang lain berceloteh tentang Allah tanpa hubungan doa yang hidup dengan Allah.

(0.07) (Ayb 38:1) (sh: Hikmat dan misteri (Sabtu, 17 Agustus 2002))
Hikmat dan misteri

Setelah Elihu menegaskan bahwa Allah tak dapat ditemui (ayat 37:23), kita dikejutkan dengan kehadiran Yahweh. Kehadiran Allah seakan merupakan pembenaran diri-Nya. Namun, kita melihat bahwa Allah tidak menjawab tuduhan Ayub, melainkan bertanya, menyudutkannya lagi sama seperti yang dilakukan Elihu dalam 37:15-18. Argumen Allah adalah bahwa Ayub ternyata tidak memahami desain yang diciptakan-Nya (ayat 38:2). Kebesaran Allah ini menunjukkan bahwa Ia tidak terkungkung atau dikotak-kotakan dalam pikiran sempit Ayub dan teman-temannya.

Pertemuan ini mengubah konsep Ayub. Yahweh datang dalam badai, suatu tanda kemurkaan. Ayub mungkin berpikir bahwa ia akan dihancurkan Allah. Tetapi, ternyata Allah hanya menusuk dengan kata-kata. Jika Ayub ada waktu penciptaan, ia pasti memiliki hikmat Allah. Perkataan Yahweh selebihnya terdiri dari 2 bagian. Pertama, tentang keteraturan dunia (ayat 38:12-38) dan kedua, tentang dunia binatang (ayat 38:39-39:30). Di bagian pertama, Allah berbicara tentang embun dan pagi (ayat 38:12-15), tentang dunia bawah tanah (ayat 38:16-18), tentang terang dan kegelapan (ayat 38:19-21), tentang salju, hujan batu, dan guruh (ayat 38:22-24), tentang hujan (ayat 38:25-28), tentang es dan embun beku (ayat 38:29-30), tentang langit dan gugusannya (ayat 38:31-33), dan tentang guntur dan awan (ayat 38:34-38). Ayub terpojok. Ia tidak memiliki hikmat penciptaan. Ia tidak memiliki hikmat Allah.

Di bagian kedua, serentetan binatang liar yang asing bagi Ayub didaftarkan: singa (ayat 39:1-2), burung gagak, kambing gunung, dan rusa (ayat 39:3-7), keledai liar (ayat 39:8-11), lembu hutan (ayat 39:12-15), burung unta (ayat 39:16-21), burung elang dan rajawali (ayat 39:29-33), kecuali kuda perang yang tidak liar (ayat 39:22-28). Binatang-binatang liar ini disebutkan untuk menunjukkan ada hal-hal yang berada di luar jangkauan berpikir dan hikmat Ayub. Hal ini ditegaskan kembali dengan penyebutan kuda perang yang ideal yang menunjukkan bahwa Ayub memang tak memiliki hikmat seperti Yahweh.

Renungkan: Jawaban Allah di dalam penderitaan kadang bisa berbentuk pertanyaan yang menyadarkan batas-batas pengertian.

(0.07) (Mzm 6:1) (sh: Iman dalam pergumulan. (Jumat, 17 Maret 2000))
Iman dalam pergumulan.

Sebuah pertanyaan yang berawal dengan kata "mengapa" mungkin akan muncul di benak kita, apabila kita    mendengar kesaksian seorang Kristen yang begitu saleh dan takut    akan Tuhan, mengalami berbagai kemelut dan bencana dalam    kehidupan imannya. Sebuah keluarga yang begitu setia beribadah    dan hidup melayani Tuhan, tiba-tiba harus kehilangan anak satu-    satunya karena menjadi korban pembunuhan, ketika terjadi    perampokan di rumahnya. Beberapa bulan kemudian, suami dari ibu    yang telah kehilangan anak satu-satunya ini pun terkena PHK.    Betapa pedih dan memilukan hati tragedi kehilangan anak satu-    satunya, ditambah lagi dengan kehilangan pekerjaan. Sepertinya    tidak satu hal pun yang dapat mengobati luka dan kepedihan hati    keluarga ini. Mengapa hal ini menimpa keluarga yang setia dan    takut akan Tuhan? Mengapa seolah-olah Tuhan tidak bertindak    menolong mereka? Sampai berapa lama keluarga ini harus mengalami    pergumulan?

Nampaknya pergumulan yang dialami Daud pun demikian berat,    sampai seluruh tubuhnya pun terasa sakit dan lemah. Selaras    dengan pemahaman PL bahwa penderitaan adalah akibat dari murka    Tuhan atas dosa manusia, maka di awal mazmur ini, Daud    mengaitkan penderitaan yang dialaminya dengan hukuman, murka,    hajaran, dan amarah-Nya. Pemahaman ini terus bertumbuh dengan    bertambahnya pengenalan akan Tuhan yang penuh kasih setia, yang    akan mendengar doanya dan menyelamatkannya. Bahkan semua    musuhnya pun akan mendapat malu dan mundur dari padanya.

Tuhan bukan hanya mengizinkan penderitaan sebagai hukuman bagi    yang berdosa, namun juga mengizinkan berbagai penderitaan dan    pergumulan mewarnai kehidupan Kristen yang setia, saleh, dan    hidup takut akan Tuhan. Penghayatan makna pembentukan-Nya bukan    dari kesuksesan dan kelancaran hidup yang senantiasa diwarnai    dengan kesenangan. Justru sebaliknya terlebih banyak Kristen    belajar makna pembentukan-Nya melalui berbagai pergumulan yang    seringkali membawa duka pada awalnya, namun membawa sukacita di    hari kemenangan.

Renungkan: Tuhan menghargai setiap doa ungkapan pergumul-an    yang dinaikkan dengan tulus hati dan bukan dengan motivasi    pemberontakan.  Teladanilah Daud yang pada akhirnya mengerti    makna pergumulan yang berbuahkan iman dan pengharapan di dalam    Tuhan.

(0.07) (Mzm 10:1) (sh: Milikilah 2 jenis mata (Senin, 8 Januari 2001))
Milikilah 2 jenis mata

Pertanyaan yang diungkapkan oleh pemazmur dalam ayat 1 merupakan pertanyaan yang wajar diutarakan oleh orang yang gemas dan cemas ketika menyaksikan merajalelanya orang-orang fasik. Dikatakan wajar karena paling tidak itulah fakta yang dirasakan dan dilihat oleh pemazmur.

Betapa tidak gemas dan cemas bila banyak orang ditindas dan diperdaya tanpa ada yang membela; orang fasik menista Allah tanpa ada hukuman; mereka mengingkari Allah sebagai hakim tanpa ada tindakan dari Allah; segala yang mereka perbuat berhasil; nyawa sesamanya tidak ada artinya; dan sekali lagi Allah tetap diam karena mereka tetap dapat hidup dengan sejahtera dan tanpa mengalami penghukuman apa pun (ayat 2-11). Memang bila dilihat dengan mata jasmani mereka yang melakukan segala kejahatan nampaknya tetap dapat menikmati hidup dengan enak tanpa ancaman hukuman. Namun apakah faktanya demikian? Apakah mereka yang melakukan kejahatan benar-benar terbebas dari penghukuman Allah.Tidak! Pemazmur melihat fakta yang terjadi tidak hanya dengan mata jasmani, tetapi juga dengan mata iman. Ia melihat bahwa Allah melihat kesusahan dan sakit hati, sehingga Ia mengambilnya ke dalam tangan-Nya sendiri, artinya Ia akan mengambil alih kesusahan dan sakit yang dialami oleh umat-Nya (ayat 14). Ia juga melihat bahwa Tuhanlah Raja. Ialah yang berkuasa untuk selama-lamanya dan bukan orang fasik, sebab mereka nantinya akan lenyap dari hadapan-Nya (ayat 16). Pemazmur juga mampu melihat bahwa Allah mendengarkan orang yang tertindas dan menguatkan hati mereka (ayat 17) serta memberi keadilan kepada mereka yang membutuhkan (ayat 18).

Bagaimana mungkin pemazmur dapat mempunyai 2 jenis mata? Ia adalah orang yang dekat dengan Allah. Hal ini dibuktikan dengan pertama, keterbukaan dan keberanian dia untuk mengungkapkan kebingungannya (ayat 1). Kedua kegemasan dia bukan hanya berorientasi kepada kepentingan manusia, namun juga kemuliaan dan kehormatan Allah (ayat 3-4, 11) atau dengan kata lain ia mempunyai semangat untuk membela Allah.

Renungkan: Kristen harus terus mengembangkan persekutuan pribadinya dengan Allah agar dapat memiliki 2 jenis mata. Kondisi bangsa kita mirip dengan yang dikeluhkan pemazmur. Karena itu dengan memiliki 2 jenis mata kita dapat terus bertahan dalam iman.

(0.07) (Mzm 11:1) (sh: Jangan turuti sembarang nasihat (Selasa, 9 Januari 2001))
Jangan turuti sembarang nasihat

Bila kita baca sepintas mazmur ini, kita akan mendapatkan kesan bahwa pemazmur sangat sombong dan tidak mau menghargai nasihat orang lain yang memperhatikan dirinya. Namun bila kita merenungkan dengan seksama, pemazmur bukanlah sombong ataupun meremehkan nasihat orang lain, tetapi pemazmur dapat melihat motivasi dan prinsip yang tersembunyi di balik nasihat yang ia terima.

Ketika ia berlindung pada Tuhan, ia dinasihatkan untuk terbang ke gunung seperti burung. Artinya Tuhan digantikan dengan gunung sedangkan kemampuan Tuhan untuk melindungi digantikan dengan kemampuan pemazmur untuk terbang. Arti lebih jauh lagi adalah jangan bersandar kepada Tuhan namun bersandarlah kepada kemampuan diri sendiri dan kekuatan-kekuatan lain yang nampak seperti kekayaan yang kita miliki. Keraguan kepada Tuhan lebih ditiupkan lewat pemaparan betapa dahsyat dan dekatnya bahaya yang akan menyerang pemazmur (ayat 2).

Pemazmur dengan tegas menolak nasihat yang berlandaskan prinsip-prinsip yang salah. Ia berlindung kepada Tuhan sebab di sanalah dasar- dasar kehidupan orang percaya. Apa saja dasar- dasar kehidupan itu? Allah ada dan bukan sekadar ada, tetapi Ia berkuasa (ayat 4a). Ia mengamati dan menguji apa yang dilakukan setiap manusia (ayat 4b-5). Ia bukan Allah yang tidak memperdulikan kehidupan manusia, karena Ia adalah Allah yang kudus maka Ia membenci orang-orang yang berdosa (ayat 5b), menghukum mereka, dan menghancurkan apa pun yang dimiliki (ayat 6). Orang benar akan memandang wajah-Nya dan mendapatkan kasih Allah (ayat 7). Dasar-dasar inilah yang memampukan orang benar untuk tetap bertahan walau serangan begitu dahsyat. Dasar- dasar ini sangat kokoh sedangkan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki manusia sangat labil. Dasar- dasar ini juga meyakinkan pemazmur bahwa kesulitan dan penderitaan bukanlah akhir dari segala- galanya, sebab akhir dari segala-galanya adalah ketika ia dapat memandang wajah-Nya dan penghakiman orang fasik dijatuhkan.

Renungkan: Karena itu ketika kita sedang menghadapi masalah dan penderitaan, waspadalah ketika ada orang yang memberikan nasihat, sebab iblis mungkin dapat menggunakan orang itu untuk menggoyahkan kepercayaan kita.

(0.07) (Mzm 18:1) (sh: Kristen dan penderitaan (2) (Sabtu, 10 Maret 2001))
Kristen dan penderitaan (2)

Setelah mempelajari ratapan Daud ketika menghadapi penderitaan, kita akan mempelajari pengalaman Daud terlepas dari penderitaan. Pengalaman Daud dapat menjadi pengalaman kita secara nyata jika kita sudi melakukan apa yang Daud lakukan, sebab Allah yang telah menyertai Daud adalah Allah kita juga yang selalu setia pada janji dan umat-Nya.

Pemaparan Daud tentang siapakah Allah bukanlah pemaparan yang berdasarkan teori namun pemaparan yang berdasarkan pengalaman pribadi yang terjadi karena hubungan pribadi yang terjalin erat antara Allah dengan dirinya. Hubungan yang erat itu termanifestasi melalui gambaran yang ia miliki tentang siapakah Allah sesuai dengan perannya sebagai seorang panglima perang yang harus selalu berjuang di medan perang, yaitu Allah sebagai pelindung dan kekuatan untuk menghadapi serangan musuh (2-3). Dengan kata lain Allah adalah Allah yang terlibat secara nyata dalam profesi dan kariernya.

Hubungan dengan Allah yang sedemikian erat membuatnya mampu terus bertahan walau ia sudah mendekati maut sekalipun (5-6). Tidak sedetik pun ia berpaling dari-Nya dan tetap menggantungkan pengharapannya kepada Allah (7). Pengharapannya tidak sia-sia karena Allah segera menolongnya terlepas dari segala marabahaya yang akan menelannya (8-20). Gambaran yang ia gunakan untuk memaparkan cara Allah menolongnya juga sesuai dengan profesinya sebagai panglima perang. Sekali lagi ini merupakan bukti bahwa Daud mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Allah dan sudi melibatkan Allah secara nyata dalam kehidupannya. Di samping mempunyai persekutuan yang erat dan pengharapan yang teguh, Daud juga mempunyai kehidupan yang benar di hadapan Allah (21-29). Kekuatan moral Daud merupakan dasar baginya untuk meminta pertolongan Allah dan jaminan untuk menerima pertolongan dari-Nya. Karena itulah ia berani menghadapi kesulitan dan marabahaya apa pun bersama Dia (30).

Renungkan: Persekutuan yang erat dengan Allah dan kekuatan moral yang tinggi, memampukan Kristen menjadi manusia yang kuat dan berani menembus badai kehidupan sedahsyat apa pun. Walau nampaknya ia tertelan oleh gelombang dunia yang mengganas, pada akhirnya ia akan muncul kembali mengatasi badai itu bersama-Nya.

(0.07) (Mzm 36:1) (sh: Kasih setia Tuhan melampaui kekuatan dosa (Sabtu, 4 Agustus 2001))
Kasih setia Tuhan melampaui kekuatan dosa

Kebanyakan dari kita bertumbuh melewati masa kanak-kanak dengan penuh keriangan dan keceriaan, tanpa ketakutan dan beban hidup yang menindih kita. Namun ketika kita melangkah bertumbuh menjadi dewasa dan harus berhadapan dengan realita kehidupan, maka kita akan menyadari bahwa dunia tempat kita hidup ini bukanlah tempat yang aman. Berita tentang berbagai kemerosotan moral, ketidakadilan, kejahatan, dan kesewenangan mengiringi hari-hari kita. Faktor yang sangat berperan bagi terciptanya situasi seperti ini tidak lain terletak jauh di dalam lubuk hati manusia, yang menggantikan rasa takut kepada Allah dengan kepatuhan kepada tutur dosa yang terus berbicara di lubuk hatinya.

Konteks pergumulan seperti inilah yang melatarbelakangi perenungan Daud dalam Mazmur 36. Mazmur ini dimulai dengan sorotan terhadap isi hati orang fasik (ayat 2-5) yang terus mendengarkan tutur dosa (ayat 2a) dengan tidak takut kepada Allah (ayat 2b), menjadi buta, sesat, terjerat dalam kefasikannya sendiri dan tidak lagi memiliki daya untuk mengenali ataupun membenci kesalahannya sendiri (ayat 3). Mereka mengabdikan diri kepada kejahatan dalam setiap aspek kehidupannya (ayat 4, 5), terputus dari kasih setia Tuhan serta menghasilkan dampak-dampak yang menjadi ancaman bagi mereka yang mencintai Tuhan dan hidup dalam ketulusan hati (ayat 12-13).

Gambaran gelap dari dunia yang nampaknya tidak berpengharapan ini, tidaklah membawa Daud ke dalam lingkaran keputusasaan yang menjadikannya apatis. Ia menemukan pengharapan di dalam daya yang mampu mengatasi kuasa dosa: "kasih setia Tuhan yang melingkupi bumi" (ayat 6). Di dalam kasih setia Tuhan inilah anak-anak manusia mendapatkan tempat yang aman untuk berlindung, memenuhi kebutuhan serta mendapatkan kesenangannya (ayat 8, 9, 11). Dasar dari keyakinannya ini terletak di dalam Diri Sang Pemberi yang adalah sumber kehidupan yang menopang dan menerangi hidup manusia (ayat 10). Berdasarkan kasih setia Tuhan inilah Daud menemukan pengharapan untuk berdoa memohon perlindungan terhadap orang-orang fasik (ayat 12-13).

Renungkan: Di balik realitas keberdosaan manusia terdapat realitas kasih setia Tuhan yang mampu melampauinya, adakah Anda memiliki pengharapan di dalam-Nya?

(0.07) (Mzm 37:26) (sh: Jaminan teguh di dalam Tuhan (Selasa, 7 Agustus 2001))
Jaminan teguh di dalam Tuhan

Manusia membutuhkan rasa aman, baik untuk masa sekarang maupun masa depannya, baik di dunia ini maupun di balik kematiannya. Berbagai upaya dilakukannya untuk mendapatkan rasa aman ini, tidak terkecuali untuk motivasinya beragama. Tetapi apakah yang dapat menjadi jaminan yang pasti dan tidak berubah bagi kita untuk mendapatkannya? Terlebih lagi bagi kita yang berupaya untuk hidup dengan benar, tulus, dan jujur, di tengah dunia yang fasik ini, dimana justru orang-orang fasiklah yang nampaknya dapat bertumbuh dengan subur? Daud dalam Mazmur ini mengungkapkan rahasia masa depan orang benar, yang hidup dengan jujur, tulus, dan menyukai damai.

Rahasia jaminan yang teguh ini hanya ditemukan dalam relasi orang benar dengan Tuhan. Relasi ini dapat terpelihara melalui menjauhi kejahatan dan melakukan yang baik (ayat 27), serta menantikan Tuhan dan mengikuti jalan-Nya (ayat 34). Alasan dari langkah- langkah tersebut adalah karena Tuhan itu mencintai keadilan hukum dan tidak meninggalkan orang yang dikasihi-Nya (ayat 28). Dialah yang menjadi tempat perlindungan orang benar pada waktu kesesakan. Ia tidak akan menyerahkan dan membiarkan orang benar yang mengucapkan hikmat, mengatakan keadilan hukum dan memiliki Taurat di dalam hatinya, ke dalam tangan orang fasik, ataupun membiarkannya goyah dan dipersalahkan (ayat 30-33). Dialah yang menyelamatkan, menolong, dan meluputkan orang benar dari tangan orang fasik (ayat 39, 40). Jaminan ini berlaku senantiasa dan selama-lamanya, melintasi hidup dan menembus kematian (ayat 27, 28, 37). Jaminan seperti ini bukanlah milik orang fasik, yang tidak menemukan persekutuan dengan Tuhan. Walaupun mereka nampak bertumbuh mekar seperti pohon aras yang gagah dan sombong, namun akan dibinasakan dan dilenyapkan Tuhan bersama masa depan dan anak cucu mereka (ayat 28, 34, 38). Betapa tragisnya masa depan yang tiada pengharapan karena kesudahannya adalah kebinasaan.

Renungkan: Apakah Anda menyadari bahwa relasi dengan Tuhan yang terwujud dalam sikap menjauhi kejahatan, melakukan yang baik, menantikan dan mengikuti jalan-Nya, merupakan sesuatu yang sangat penting, bahkan terlebih penting dari semua upaya Anda yang lain?

(0.07) (Mzm 38:1) (sh: Sumber keselamatan yang mendekat pada masa kritis (Rabu, 8 Agustus 2001))
Sumber keselamatan yang mendekat pada masa kritis

Seringkali dosa dan rasa sakit yang diakibatkannya membawa kita ke dalam pergumulan, kesedihan, dan penyesalan yang berat. Pada saat-saat seperti itu kita membutuhkan sahabat yang mampu menolong kita untuk bangkit kembali. Namun tidak jarang yang terjadi justru sebaliknya, orang-orang yang dekat dengan kita berbalik arah, memojokkan, menyingkirkan, dan membiarkan kita sendiri tak berdaya.

Hal seperti inilah yang menjadi konteks pergumulan Daud ketika ia mengalami penderitaan karena beban dosa, rasa sakit, dan permusuhan dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia dengan sedih menyesali dosa, kesalahan, dan kebodohannya; gentar terhadap geram, murka dan amarah Tuhan yang menimpa dirinya (ayat 2-9); terasing, dikucilkan, dan disalahmengerti oleh orang-orang yang dekat dengannya, dan terlebih lagi Tuhan pun seakan-akan menjauh darinya (ayat 10-23). Semuanya ini mengakibatkan beban secara fisik dan mental yang menyusup ke dalam daging, tulang, kepala, pinggang, jantung, mata, telinga, mulut, jiwa, dan nyawanya (ayat 4, 5, 8-11, 13-14). Ia pilu menanggung bebannya: "Luka-lukaku berbau busuk, bernanah oleh karena kebodohanku (ayat 6) .. semuanya seperti beban berat yang menjadi terlalu berat bagiku (ayat 5) .. aku terbungkuk-bungkuk, sangat tertunduk, sepanjang hari aku berjalan dengan dukacita (ayat 7) .. aku kehabisan tenaga dan remuk redam (ayat 9) .. mulai jatuh karena tersandung, dan selalu dirundung kesakitan (ayat 18)".

Namun Daud tidak terus-menerus membiarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan yang mendalam. Ia mengarahkan pandangannya kepada Tuhan yang adalah sumber keselamatan (ayat 23) yang mengenalnya, mengetahui segala keinginan dan keluh kesahnya (ayat 10), serta menjawab doanya (ayat 16). Ia mengakui dosanya dan memohon agar Tuhan tidak menghukum dan menghajarnya, ataupun meninggalkan dirinya, namun sebaliknya dengan segera menolong dirinya (ayat 23). Tuhan adalah sumber keselamatan yang bersedia mendekat di masa krisis, Dialah jawaban bagi pergumulan Daud, dan kita semua yang bergumul melawan dosa.

Renungkan: Pertanggungjawaban kita melawan dosa merupakan pertumbuhan rohani yang membawa kita semakin menghayati cinta kasih Tuhan. Apakah Anda berputus asa menghadapinya? Siapakah yang menjadi jawaban Anda dalam pergumulan ini?

(0.07) (Mzm 39:1) (sh: Perspektif kefanaan (Kamis, 9 Agustus 2001))
Perspektif kefanaan

Dunia ini bukanlah rumah kita untuk selama-lamanya. Kehadiran kita di dalamnya tidak lain hanyalah sebagai pendatang yang sedang numpang lewat dan kemudian pergi. Namun demikian kita seringkali dininabobokan oleh berbagai aktivitas yang sedemikian menyita waktu dan konsentrasi kita, sehingga tidak menyadari betapa singkatnya hidup ini. Ada begitu banyak kesia-siaan yang terus kita ributkan, tanpa pernah menyadari dengan sungguh-sungguh apa sebenarnya yang memberikan makna dari kehidupan dan segala aktivitas kita. Melalui Mazmur ini kita ditantang untuk merenungkan betapa singkat dan fananya hidup ini, sehingga melaluinya kita ditolong untuk dapat melihat fokus hidup dengan tepat.

Melalui Mazmur ini Daud menghanyutkan kita ke dalam pergeseran fokus hidupnya. Mula-mula ia membawa kita masuk ke dalam pergumulannya tentang orang fasik yang ada di dekatnya (ayat 2-4); kemudian ia menuntun kita ke dalam kesadaran bahwa hidup manusia itu singkat, hampa, diliputi kekosongan, dan hanya berorientasi serta meributkan hal-hal yang sia-sia (ayat 5-7); dan pada akhirnya memperhadapkan diri kita pada berbagai kesalahan yang menyebabkan kita menjadi bahan ejekan orang fasik, dan berada di bawah disiplin serta murka Tuhan (ayat 8-14). Melalui pergeseran fokus ini ia mengajak kita menyadari kefanaan hidup manusia, sehingga kita pun tidak perlu lagi meributkan berbagai hal yang sia-sia, sebaliknya berkonsentrasi menghadapi permasalahan kita yang sebenarnya, yakni pelanggaran yang kita lakukan (ayat 9). Diagnosanya yang tepat ini mengarahkan kita pada penanganan yang tepat, yakni dengan menanti-nantikan dan hanya berharap kepada Tuhan (ayat 8), memohon agar Tuhan melepaskan diri kita dari pelanggaran (ayat 9), menghindarkan kita dari pukulan-Nya (ayat 11) dan memohon pertolongan Tuhan dengan cucuran air mata (ayat 13, 14).

Renungkan: Seringkali kita meributkan hal yang sia-sia di tengah rentang waktu hidup yang singkat ini. Apakah sebenarnya fokus hidup kita? Apakah semuanya ini disebabkan karena adanya dosa yang menghambat hubungan pribadi kita dengan Tuhan yang mengakibatkan adanya kekosongan jiwa dan pergeseran fokus hidup kita? Biarlah perspektif kefanaan menuntun kita menemukan kembali fokus hidup yang benar.

(0.07) (Mzm 63:1) (sh: Kerinduan yang bertumbuh dalam kegetiran (Selasa, 9 Oktober 2001))
Kerinduan yang bertumbuh dalam kegetiran

Pernahkah Anda merasakan kerinduan yang sedemikian dalam dan tak tertahankan lagi, sehingga dapat digambarkan seperti tanah tandus tiada berair (ayat 2)? Daud merasakan hal seperti ini, ketika ia berada dalam bahaya yang mengancam jiwanya. Ia melihat kasih setia Allah yang melampaui hidupnya, justru pada saat ia merasa tidak aman (ayat 10-11). Hatinya terikat kepada Tuhan dan kerinduannya memuncak seperti seorang bayi yang merindukan kehadiran ibunya yang memberikan rasa aman dan kelegaan baginya.

Melalui mazmur ini kita dapat melihat bahwa kehadiran berbagai kesulitan, ancaman, dan problematika kehidupan, yang seringkali menjadi media yang getir bagi kebanyakan orang, ternyata dapat memainkan peranan yang penting bagi pertumbuhan rohani orang percaya. Media yang getir seperti ini merupakan media yang subur bagi pertumbuhan rasa rindu yang semakin mendalam kepada Allah (ayat 2). Melalui media yang getir seperti ini, kita dilatih untuk semakin menghayati kebesaran kasih setia Allah bagi kita yang tidak berdaya (ayat 4-8).

Penghayatan terhadap kasih setia Allah dan kerinduan yang dalam kepada Allah pada situasi yang penuh kegetiran bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi dengan mudah. Diperlukan adanya faktor esensial yang memungkinkan terjadinya proses ini. Faktor esensial itu terletak pada kesadaran Daud bahwa kebutuhannya yang terdalam hanyalah ditemukan di dalam Tuhan, yang adalah sumber pertolongan yang menopang hidupnya (ayat 8-9). Kesadaran tentang hal inilah yang membuatnya merasa haus dan rindu untuk mencari Allah (ayat 2) yang kepada-Nya jiwa Daud melekat (ayat 9). Iman yang bertumbuh kuat melalui media yang getir ini memiliki daya tahan yang kokoh, karena inilah keyakinan yang didasarkan atas pertolongan dan pembelaan Allah (ayat 10-12).

Renungkan: Apakah Anda memiliki kerinduan dan kedekatan kepada Allah yang sedemikian dalam seperti Daud? Jika hal ini tidak menjadi bagian dari pengalaman rohani Anda, maka kadangkala kesulitan dapat menjadi sarana yang tepat untuk membawa Anda kepada-Nya. Lihatlah keadaan getir yang terjadi di sekitar Anda sebagai media pertumbuhan yang menjadikan Anda kuat, semakin merindukan Allah, dan menikmati kasih setia-Nya.

(0.07) (Mzm 66:1) (sh: Puasa yang membebaskan (Jumat, 12 Oktober 2001))
Puasa yang membebaskan

Pembaharuan hidup membutuhkan kuasa yang mampu mematahkan berbagai belenggu yang mengikat dan menjerat hidup kita. Dan kuasa pembebasan yang sejati hanya dapat ditemukan di dalam Tuhan yang mampu memberikan kemerdekaan sejati bagi kita.

Kuasa pembebasan seperti inilah yang menjadi inti pembahasan Mazmur 66 ini. Melalui mazmur ini, bangsa Israel dituntun untuk menyadari keberadaan Allah yang layak dimuliakan, karena Ia memiliki kuasa pembebasan yang dijalankan-Nya dengan cara yang dahsyat (ayat 1- 5). Ia hadir dan membebaskan umat-Nya dari belenggu perbudakan yang mengikat mereka di Mesir (ayat 6-7). Kuasa pembebasan ini akan terus berlangsung, akan kembali terulang, dan tidak dapat dihambat oleh kuasa mana pun. Dengan kuasa yang sama Ia tetap berkarya bagi umat-Nya.

Kuasa pembebasan yang Tuhan kerjakan ini sedemikian dahsyat dan punya peranan penting bagi kehidupan umat Allah. Peranan tersebut antara lain: [1] Sebagai pendorong bagi umat Allah untuk memuji Tuhan (ayat 1-7); [2] Sebagai kunci yang menolong umat Allah untuk dapat memahami peranan kesulitan dalam kehidupan mereka. Melalui kuasa pembebasan, umat Allah tidak lagi bertanya mengapa mereka harus mengalami kesulitan, melainkan secara positif dapat melihat peranan kesulitan sebagai alat Tuhan yang berfungsi memurnikan mereka (ayat 8-12); [3] Menjadi pembimbing bagi umat Allah untuk berespons secara pribadi kepada Allah, dalam bentuk persembahan (ayat 13-15), ataupun pengakuan iman yang lahir dari pengalaman pribadi mereka bersama Tuhan dalam kehidupan yang nyata (ayat 16- 19); Pada akhirnya kita dapat melihat bahwa kuasa pembebasan ini tidak lain adalah wujud kepedulian Tuhan yang tidak menjauhkan kasih setia-Nya dari umat-Nya (ayat 20).

Renungkan: Tuhan sedemikian peduli dengan kehidupan umat-Nya, Ia tidak pernah memisahkan kita dari kasih setia-Nya, dan dengan kuasa pembebasan- Nya mematahkan berbagai belenggu yang mengikat kita. Di dalam kuasa pembebasan-Nya, Ia mampu mengubah keadaan kita, sehingga dalam Tuhan tidak dikenal kata putus asa. Seberapa besarkah kesadaran dan penghayatan Anda tentang hal ini? Belenggu-belenggu apakah yang selama ini sulit Anda patahkan? Bagaimana pemahaman hari ini menolong Anda untuk terus berharap?

(0.07) (Mzm 78:17) (sh: Kasih setia Tuhan tidak bergeser (Sabtu, 27 Oktober 2001))
Kasih setia Tuhan tidak bergeser

Mazmur ini mengajak Israel untuk mengingat kembali campur tangan Tuhan kepada nenek moyang mereka pada peristiwa Keluaran, ketika mereka gagal menaati Tuhan di padang gurun. Pemazmur mengajak Israel untuk mengingat bagaimana Tuhan menimpakan tulah atas Mesir (ayat 43-51), memimpin mereka melintasi Laut Merah dan padang gurun (ayat 13, 52, 53), dan memasuki serta menduduki tanah Kanaan (ayat 54-55). Namun demikian Israel memberontak terhadap Allah, mengharapkan Tuhan melakukan keajaiban-keajaiban ketika mereka tidak menaati kehendak-Nya (ayat 17-20), meragukan kemampuan-Nya (ayat 22), dan mencobai Dia (ayat 41).

Sebagai respons atas keluhan Israel, Tuhan mengirimkan api yang menimpa mereka (ayat 21), menghujani mereka dengan manna (ayat 23- 25), mengirimkan burung puyuh melalui angin tenggara (ayat 26-29), dan membunuh mereka yang dengan kerakusannya memberontak kepada Tuhan (ayat 30-31). Namun demikian mereka tetap berbuat dosa, tidak percaya, memperdaya Tuhan dengan mulut mereka, dan tidak setia kepada perjanjian Allah (ayat 32, 36, 37). Namun Tuhan yang penyayang mengampuni kesalahan mereka, tidak memusnahkan mereka, menahan murka-Nya, dan tidak membangkitkan segenap amarah-Nya (ayat 38), karena Ia mengingat kesementaraan mereka (ayat 39).

Kesetiaan Tuhan tidaklah bergantung kepada kesetiaan umat-Nya. Ia tetap setia ketika umat-Nya mengingkari-Nya. Ia tetap mengingat umat-Nya, sekalipun umat-Nya tidak lagi mengingat-Nya. Ia menghajar mereka sebagai tindakan pendisiplinan, namun tidak menarik kebaikan-Nya terhadap mereka. Yang memungkinkan Israel menjadi umat Allah bukanlah jasa, kebaikan, ataupun kelebihan mereka, melainkan kasih setia Tuhan yang tidak pernah bergeser dari kehidupan mereka. Demikian juga dengan kita. Yang memungkinkan kita tetap setia kepada Tuhan bukanlah diri kita sendiri, melainkan kasih setia Tuhan yang tidak pernah bergeser dari hidup kita.

Renungkan: Karakteristik kesetiaan manusia sedemikian rapuh, tetapi kasih setia Tuhan tidak berubah dan tetap teguh selama-lamanya. Inilah yang menjadi jaminan bagi kita untuk tetap menjadi umat-Nya. Renungkan bagaimana keagungan kesetiaan Tuhan menopang dan menguatkan Anda!

(0.07) (Mzm 81:1) (sh: Pertobatan telinga (Rabu, 31 Oktober 2001))
Pertobatan telinga

Mendengar merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan dan pertumbuhan rohani orang percaya. Iman yang kita miliki dimulai dari mendengar firman Allah (Rm. 10:17). Demikian pula, iman itu dapat disesatkan ataupun dibimbing ke jalan yang benar melalui apa yang kita dengar. Pentingnya mendengar dan dampak dari mendengar inilah yang menjadi penekanan Mazmur 81 ini.

Mazmur ini merupakan seruan bagi bangsa Israel untuk mendengar. Karena mendengar adalah dasar bagi bangsa Israel untuk masuk ke dalam ketetapan Allah dan syarat untuk dapat menghayati perjanjian antara Allah dengan mereka (ayat 6b-11). Sejarah perjanjian antara Allah dengan mereka diawali dengan perintah untuk mendengar (Ul. 6:4), tetapi di sepanjang sejarah Israel secara berulang-ulang terjadi penolakan untuk mendengar (ayat 12). Bagi bangsa Israel, menolak untuk mendengarkan Tuhan adalah sama dengan menolak kuasa Tuhan, dan itu berarti menolak keselamatan yang Tuhan berikan bagi mereka (ayat 13-17).

Mazmur ini merupakan bukti kasih setia Tuhan yang tidak berkesudahan bagi mereka, sehingga Ia terus-menerus memanggil mereka untuk mendengar (ayat 9, 12, 14). Ini merupakan seruan keprihatinan Tuhan yang sangat mendesak. Tuhan tidak ingin umat-Nya terus- menerus berada dalam kesesatan karena menolak untuk mendengarkan Tuhan, dengan menyediakan telinganya bagi suara-suara lain yang mengacaukan, membelenggu, dan menjebak mereka ke dalam perangkap perbudakan (ayat 12-13). Dia mengajak umat-Nya bergerak maju bersama-Nya menuju hidup yang baru (ayat 14-17). Yang diperlukan untuk pemulihan ini hanya suatu ketaatan untuk mendengar.

Hidup baru buah pertobatan telinga ini akan berdampak pada pembaharuan sukacita umat-Nya untuk memuji (ayat 2-6a), perombakan komunitas yang rusak menjadi komunitas yang mempraktikkan keadilan dan terbebas dari tekanan (ayat 15-16), dan pemulihan kondisi ekonomi mereka sehingga tidak lagi mengalami kekurangan (ayat 17).

Renungkan: Pemulihan hidup diawali dengan pertobatan telinga. Sudahkah telinga Anda dipertajam oleh kebenaran sehingga dapat membedakan antara firman Tuhan dengan suara-suara lain yang menyesatkan? Bagaimanakah Anda berkomitmen pada kebenaran dan mempertajam telinga Anda bagi kebenaran?



TIP #23: Gunakan Studi Kamus dengan menggunakan indeks kata atau kotak pencarian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA