Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 81 - 100 dari 136 ayat untuk beroleh (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.21) (Mzm 57:1) (sh: Nyanyian dari dalam gua (Jumat, 11 Juni 2004))
Nyanyian dari dalam gua

Ketika kita berada dalam kesulitan dan pergumulan yang berat, reaksi spontan kita adalah mengeluh dan putus asa bahkan sering pula kita menjadi marah kepada Tuhan. Tetapi hal ini tidak kita temukan dalam diri Daud.

Mazmur ini ditulis ketika Daud sedang lari dari Saul dan harus bersembunyi di dalam gua (ayat 1). Saul iri melihat kesuksesan Daud dan ia ingin membunuh Daud (ayat 1Sam. 22:1; 24:3). Dalam keadaan yang terjepit, Daud berseru kepada Allah. Dia tidak larut dalam kesedihan dan ketakutan, melainkan berusaha tetap memfokuskan dirinya pada Allah.

Ada beberapa hal yang bisa kita teladani dari Daud: Pertama, ia berseru kepada Allah dan mempercayakan hidupnya di dalam tangan Allah (ayat 2-4). Daud mengumpamakan dirinya seperti seekor anak burung elang yang tidak berdaya yang berlindung di bawah naungan sayap induknya. Dalam situasi demikian ia beroleh kekuatan baru.

Kedua, ia memfokuskan perhatiannya pada kemuliaan Allah (ayat 6, 12). Daud mengakui keadaannya yang lemah dan tidak berdaya di tengah-tengah serangan musuh-musuhnya (ayat 5, 7). Tetapi ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh keadaannya. Perhatian Daud yang terutama, bahkan ketika ia memohon pertolongan dari Tuhan, adalah agar nama Tuhan ditinggikan dan dimuliakan, bukan semata-mata keselamatan pribadinya.

Ketiga, ia bersukacita menantikan pertolongan Tuhan (ayat 8-11). DR. Martin Lloyd-Jones menyatakan bahwa kita harus membedakan antara bersukacita dan merasa bahagia. Jelaslah bahwa Daud tidak merasa bahagia dengan keadaannya, tetapi ia tidak pernah kehilangan sukacitanya sementara ia menantikan pertolongan Tuhan, karena sukacitanya itu didasarkan pada kasih setia Tuhan dan kebenaran-Nya (ayat 11).

Renungkan: Penderitaan kita adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa orang beriman tetap bersukacita dan memuji Allah.

(0.21) (Mzm 69:19) (sh: Sisi gelap cinta (Rabu, 17 Oktober 2001))
Sisi gelap cinta

Mencintai sesuatu atau seseorang kadangkala merupakan tindakan barbar, karena dilakukan dengan mengorbankan pihak lain. Seorang anak bisa sangat membenci orang-orang yang mencoba menyakiti orang-tua yang dicintainya. Cinta harus memilih. Demikian pula halnya dengan cinta kita kepada Allah. Apakah ketika kita memilih Allah, pihak-pihak lain yang mencoba melawan Dia harus dikorbankan?

Pemazmur sadar bahwa ia bukan orang yang sempurna tanpa dosa (ayat 6). Meskipun demikian, ia tidak merelatifkan dosa dan toleransi terhadap orang-orang jahat. Maka kita dihadapkan kepada satu doa yang seakan-akan amat kejam. Pemazmur ingin agar kecelakaan menimpa musuh-musuh kebenaran dalam bentuk-bentuk terburuk yang dapat dibayangkan (ayat 23-29). Itu semua merupakan satu seruan di dalam keputusasaan dan penindasan (ayat 20-22, 30). Adakalanya Tuhan melindungi orang benar dengan cara mendatangkan celaka bagi orang fasik.

Yang ingin disampaikan oleh pemazmur di sini adalah suatu sikap hati yang menolak dengan tegas segala ketidakbenaran. Kelaliman harus dibasmi tuntas dan tidak boleh diberi kesempatan untuk bersemi kembali. Tentunya hal ini tidaklah bertentangan dengan ajaran kasih Yesus, yang menasihati agar kita mendoakan orang-orang yang menganiaya kita. Dengan demikian, mengatasnamakan Allah untuk 'menggolkan' kepentingan pribadi jelas bukan maksud pemazmur. Celakalah mereka yang mempermainkan Allah, agama, dan pelayanan demi maksud terselubung!

Doa pemazmur ditutup dengan puji-pujian kepada Allah yang menyelamatkan (ayat 30-37). Puji-pujian lebih dikenan Allah daripada persembahan yang hanya lahiriah sifatnya. Ini berarti pemazmur memuji bukan hanya dengan mulutnya, melainkan dengan seluruh hidupnya. Dengan iman, pengharapan, dan kasihnya kepada Allah, pemazmur memuliakan Dia, lalu mengajak semua ciptaan-Nya bersukacita.

Renungkan: Cinta kepada kebenaran menuntut penyingkiran musuh-musuh kebenaran sampai tuntas. Tetapkanlah hati untuk melawan segala ketidakbenaran. Mintalah agar Tuhan memurnikan dan membuat kita rendah hati, agar tidak menjadi orang-orang yang memanipulasi kebenaran demi ambisi kita. Kemudian, bersyukurlah kepada Allah!

(0.21) (Mzm 75:1) (sh: Keadilan Allah sumber harapan kita (Jumat, 22 April 2005))
Keadilan Allah sumber harapan kita


Mengeluh, mencurahkan gejolak hati saat mengalami kesulitan hidup (pasal 74), adalah wajar. Memuji Tuhan, bersaksi tentang kebesaran-Nya dalam situasi hidup sulit yang sama, wajarkah? Bila Anda menjawab tidak, bersiaplah untuk berubah sesudah merenungkan Mazmur ini!

Situasi dan kondisi boleh sama sukar dan muskil, namun orang beriman bisa maju lebih daripada sekadar bersikap jujur mencurahkan isi hati di hadapan Tuhan. Doa adalah perjumpaan riil dengan Allah. Selain mengakui keberadaan diri secara jujur, doa juga menjumpai dan mengakui keberadaan Allah secara jujur. Bila itu terjadi, firman yang Allah ucapkan akan terdengar ulang secara baru (ayat 3). Prinsip kebenaran dan penghakiman Allah atas orang berdosa dan kenyataan bahwa Allah tak akan membiarkan dunia yang dikasihi-Nya diluluhlantakkan oleh para pelaku kejahatan, bukan lagi teori. Dalam perjumpaan nyata dengan Allah, kebenaran itu akan menjadi kenyataan seturut waktu Allah (ayat 3a). Dari perjumpaan itu, mengalirlah syukur dan kesaksian akan kedahsyatan Allah dan keajaiban karya-karya-Nya (ayat 2).

Sumber harapan kita bukan beberapa aspek diri dan sifat Allah, tetapi keseluruhan-Nya. Kita cenderung hanya menekankan sifat pemurah dan kasih Allah. Padahal Allah menyatakan banyak lagi sifat diri-Nya yang harus kita kenali dan imani penuh. Apabila kita hanya mengimani kebaikan-Nya dan tidak percaya pada keadilan dan penghakiman-Nya, bagaimana kita beroleh penghiburan dan pengharapan menghadapi berbagai kejahatan dalam hidup ini? PeMazmur mampu bersyukur dan bersaksi kendati kesulitan masih menekannya, sebab ia menatap kepada kedaulatan dan keadilan Allah. Kekuatan sejahat sedahsyat apa pun, tunduk ke bawah perintah Allah (ayat 7-8). Kejahatan merajalela segila apa pun, pasti harus menenggak cawan murka Allah (ayat 9).

Renungkan: Perhitungkan Allah sepenuh yang Ia nyatakan dalam firman-Nya, baru Anda dapat memperlakukan kondisi hidup macam apa pun sebagai seorang pemenang.

(0.21) (Mzm 87:1) (sh: "Warna-warni" dalam Gereja (Jumat, 30 September 2005))
"Warna-warni" dalam Gereja

Saya bersyukur dan bangga terhadap gereja saya. Bukan karena gedungnya megah, bukan juga karena warganya terdiri dari orang-orang berpengaruh, berekonomi mapan, dsb. Justru saya bersyukur kepada Tuhan karena gedung gereja saya biasa-biasa saja, dan warganya terdiri dari berbagai tingkat pendidikan, jenjang ekonomi, suku yang berbeda.

Dalam mazmur yang termasuk salah satu mazmur Sion ini, pemazmur memaparkan bagaimana cara pandang Allah terhadap kota Sion, tempat Ia berkenan hadir dan menyatakan kemuliaan-Nya. Cara pandang Allah itu juga sama dengan penilaian pemazmur tentang kondisi kota Sion pada zamannya. Kota Sion dicintai Tuhan lebih dari kota-kota lainnya di Israel sebab Allah sendiri telah memilih kota itu menjadi tempat Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Kehadiran dan kemuliaan Allah sendirilah yang membuat kota itu penuh pesona. Ia memilih Sion bukan agar Sion menghisap segala kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi agar Sion menarik bangsa-bangsa berziarah mencari Tuhan ke kota itu (ayat 4). Pancaran cahaya kemuliaan Allah yang kuat itu me-narik berbagai bangsa yang tidak mengenal Allah untuk beroleh pengenalan akan Dia dan mensyukuri fakta kemurahan-Nya itu (ayat 5-7).

Apabila kita merasa betah dan bangga akan gereja kita sebab adanya kesamaan golongan, tingkat sosial, dan hal lain yang seperti itu, kita justru sedang salah mengartikan jati diri dan panggilan Gereja. Apabila kita menjadikan pengalaman rohani kita sebagai alasan untuk memfokuskan acara-acara gerejawi kita bagi kelompok kita sendiri saja, berarti kita sudah membelokkan maksud Kristus menempatkan kita dalam dunia ini. Banggalah, dan berjuanglah agar gereja Anda penuh warna-warni golongan dan kelas dalam masyarakat sebab Injil keselamatan dalam Yesus Kristus yang tak pandang bulu itu menjadi daya tarik kuat gereja Anda.

Responsku: ---------------------------------------------------------------- ----------------------------------------------------------------

(0.21) (Mzm 88:1) (sh: "Malam" yang pekat (Sabtu, 1 Oktober 2005))
"Malam" yang pekat

Bila mazmur 84 disebut mazmur terindah maka mazmur ini lebih tepat disebut mazmur tersedih karena menceritakan tentang lembah kehidupan yang gelap. Menjalani lembah kehidupan yang gelap pada tepian maut, bukan merupakan pengalaman kebanyakan orang beriman. Meski demikian, mempelajari mazmur ini berguna bagi kita untuk beroleh pegangan, bila suatu saat kelak kita diizinkan Tuhan mengalami masa sulit bagaikan "malam" yang teramat pekat.

Peristiwa yang melatarbelakangi mazmur ini tidak jelas. Ungkapan pemazmur seolah menunjukkan ia sedang berpenyakit yang hampir membuatnya mati (ayat 4b-10) dan kondisi itu diartikannya sebagai murka Allah (ayat 8). Mazmur ini juga hanya berisikan sedikit permohonan (ayat 2-3) dan tidak ada pernyataan iman atau tekad pemazmur memuji Tuhan. Ia hanya mengeluh saja, hal itu ditegaskannya dengan menggunakan kata-kata bahasa Ibrani untuk itu, yakni: "berseru-seru" (ayat 2), "teriak" (ayat 3), dan "teriak minta tolong" (ayat 14). Semua cara berdoa untuk memohon kemurahan Allah telah ia pakai, namun semua itu seolah sia-sia. Akhirnya yang pemazmur rasakan sebagai sahabat akrabnya adalah "malam" pekat itu saja.

Kondisi penyakit yang sangat parah bisa membuat orang beriman menaikkan ratapan dengan iman yang kurang ber-bobot. Namun, mengatakan bahwa pemazmur kurang beriman tidaklah benar sebab ia menyebut Allah sebagai "Allah yang menyelamatkan aku" (ayat 2), dan ia mengungkapkan tentang kasih dan kesetiaan Allah (ayat 12). Mazmur ini memberikan penghiburan bagi kita tatkala kita mengalami "malam" yang teramat pekat yang ingin membinasakan kita. Doa yang jujur tanpa harus dikemas dengan banyak istilah dan konsep teologis tetap merupakan doa yang benar di hadapan Allah. Tatkala kita tidak sanggup lagi membahasakan konsep-konsep teologis dalam rintihan kita, Allah tetap menyambut doa itu dalam kemurahan dan hikmat-Nya.

Responsku: ---------------------------------------------------------------- ----------------------------------------------------------------

(0.21) (Mzm 109:1) (sh: Masalah kejahatan (Minggu, 28 April 2002))
Masalah kejahatan

Penderitaan sering dijadikan alasan untuk tidak beriman dan menolak keberadaan Allah. Untuk kita yang beriman pun, penderitaan menimbulkan masalah sebab kita percaya bahwa Allah ada, baik, berkuasa. Masalah lain adalah pergumulan bagaimana kita meresponi pihak yang darinya datang kejahatan yang membuat kita menderita.

Mazmur ini mengajarkan kita tentang respons orang beriman terhadap masalah kejahatan. Allah disapa sebagai Tuhan Allah perjanjian (Yahwe, 20-28). Keyakinan ini mengakrabkannya dengan Allah dan mengingatkan Allah agar membelanya (ayat 1). Dengan berkata, “tetapi Engkau, ya Yahwe, Tuhanku” (ayat 21) dan rangkaian permintaan, “bertindaklah bagiku”, “lepaskanlah aku”, “tolonglah aku”, “selamatkanlah aku”, pemazmur kini menempatkan dirinya di dalam tanggung jawab Allah yang memelihara dan yang setia pada perjanjian-Nya.

Dengan melandaskan permohonan dan klaimnya atas nama Allah (ayat 21) dan kasih setia Allah (ayat 26), isi permohonan pemazmur ini tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi kemuliaan Allah. Memang kita dikejutkan oleh permohonannya yang penuh dengan penghukuman dan penghakiman (ayat 6-20). Tetapi, semua itu merupakan ungkapan normal manusia yang diperlakukan tidak adil oleh sesamanya, juga ungkapan percaya bahwa Allah tidak akan berdiam diri dengan kejahatan. Di akhir mazmur ini, gema kerinduan mengalami kebenaran dan keadilan Allah itu makin kuat. Ia tidak sekadar ingin melihat punahnya orang-orang jahat, tetapi ia ingin memuji- muji Allah karena kemuliaan-Nya telah dinyatakan.

Renungkan: Jangan menutup mata terhadap kejahatan. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan. Sebaliknya, berdoalah agar kejahatan yang mengakibatkan penderitaan beroleh pembalasan setimpal.

Bacaan untuk Minggu Paskah 5

Kisah Para Rasul 14:19-28

Wahyu 21:1-5

Yohanes 13:31-35

Mazmur 145:1-13

Lagu:

Kidung Jemaat 343

PA 8 mazmur 108

Mazmur 108 ini merupakan gabungan Mazmur 57:7-11 (bdk. 1-5) dan Mazmur 60:5-12 (bdk. 6-13). Penggabungan kedua mazmur ini rupanya ditujukan untuk meresponi situasi yang muncul dalam kitab III (lihat pengantar Mazmur 93-111). Konteks dekatnya, ps. 107, adalah perayaan atas karya Allah yang telah menyelamatkan umat- Nya dan mengembalikan mereka dari pembuangan (ayat 107:2-3), dan berisi undangan agar umat mensyukuri kasih setia kekal Allah dengan ucapan syukur. Menimbang kedua konteks ini, kita dapat menyimpulkan bahwa mazmur ini adalah respons terhadap ajakan dalam ps. 107, yaitu ucapan syukur umat yang kembali dari pembuangan sambil terus mengarahkan tatapan harapan mereka ke depan kepada tindakan-tindakan Allah selanjutnya.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

Apa isi tekad pemazmur kepada Allah (ayat 1-3)? Mengapa pemazmur terdorong untuk memuji Allah (ayat 4)? Mengapa ia seolah berbicara kepada dirinya sendiri, sesudah mengungkapkan tekadnya kepada Allah (ayat 1b)? Apa saja yang akan dilakukannya dalam memuji Allah? Apa hubungan tindakan itu dengan jiwanya? Mengapa tidak cukup memuji Tuhan dalam batin saja?

Situasi apa yang membuat pemazmur mengiringi pujiannya dengan permohonan (ayat 5-6,10-13)? Apabila pendapat bahwa mazmur ini ditulis sesudah pembuangan benar, apa maksud permintaan pemazmur ini (bdk. 7-13)? Pelajaran apakah yang dapat kita petik tentang hubungan pujian dan situasi kehidupan? Tepatkah pendapat bahwa kita hanya dapat memuji Tuhan sesudah kita sepenuhnya lepas dari berbagai masalah?

Dalam mazmur ini, alasan pujian bukan saja perbuatan nyata Allah yang telah dialami, tetapi juga firman Allah yang berisi janji-janji- Nya (ayat 7-9). Janji-janji apakah yang diingat oleh pemazmur kini? Bagaimana hal tersebut relevan untuk situasinya saat itu?

Perhatikan bagaimana pemazmur meresponi firman itu dengan permohonan (ayat 10-11). Pikirkan hubungan pujian, mengingat firman, dan keyakinan iman dalam memohon sesuatu kepada Tuhan. Mungkinkah kurang bersyukur menyebabkan orang lemah iman?

(0.21) (Mzm 119:145) (sh: Permohonan terus-menerus (Minggu, 29 Agustus 1999))
Permohonan terus-menerus

Bila firman Tuhan dipegang dan dilaksanakan dengan setia dan bertanggungjawab, pasti hidup ini diwarnai dengan penuh keadilan, kebenaran dan kesetiaan. Pemazmur sungguh menyakini bahwa unsur-unsur inilah yang sangat merupakan kebutuhan untuk merasakan, menikmati hidup berbahagia dalam dunia yang serba tidak adil, tidak benar dan tidak setia. Untuk dapat mewujudkan masyarakat yang sesuai dengan kehendak Allah, yaitu suatu komunitas Ilahi, seperti halnya yang dilakukan oleh pemazmur, yaitu tiada henti, terus-menerus memohon pertolongan Tuhan, agar kita dimampukan melaksanakan hukum-hukum Tuhan dengan baik dan benar.

Pergumulan untuk setia. Sekalipun permohonan terus-menerus dipanjatkan, tetapi godaan di sekitar pun semakin gencar mempengaruhi. Salah satu pepatah mengatakan: "Lebih mudah melakukan sesuatu yang buruk dari pada yang baik". Demikianlah, setia pada hukum-hukum Tuhan akan banyak pergumulan. Tantangan dari diri sendiri berarti godaan, tetapi juga ancaman dari luar, dari sesama kita. Karena Taurat Tuhan, pemazmur ada dalam sengsara. Justru dalam keadaan ini, maka ia memerlukan pertolongan. Ia sadar bahwa bantuan itu bukan dari dirinya sendiri, bukan pula dari orang-orang sekitarnya, melainkan dari Tuhannya. Karena itu tidak putus-putusnya ia berseru kepada Tuhan, minta pertolongan-Nya. Betapa teguh pegangannya dan kuat imannya, sehingga tidak satu hal pun dapat menceraikannya dari Tuhan dan hukum-hukum-Nya.

Mengikuti jejak langkah pemazmur. Hidup di tengah-tengah tantangan dan ancaman membutuhkan kerendahan hati, kesetiaan pada firman Tuhan, dan tekad untuk berlapang dada. Berbagai cara akan dilakukan dunia agar Kristen menderita. Mengatasi keadaan seperti ini, marilah kita berusaha untuk mengikuti jejak langkah pemazmur dengan penuh keyakinan bahwa orang yang setia sampai tamat, pasti beroleh kemenangan.

Doa: Hadirlah ya Allah dalam hatiku, penuhilah hatiku dengan firman-Mu yang penuh kasih, agar aku dapat mengatasi pergumulanku.

(0.21) (Pkh 12:1) (sh: Menjadi berkat bagi orang lain (Minggu, 21 Juni 1998))
Menjadi berkat bagi orang lain

Ada sementara orang yang banyak belajar namun tidak pernah sampai kepada kebenaran. Hal yang diperingatkan tegas oleh Paulus dalam Perjanjian Baru itu (3:7">2Tim. 3:7). Bila demikian, besar kemungkinan orang itu bukan belajar kebenaran tetapi belajar hal-hal yang salah. Ada pula orang yang belajar hanya pengetahuan otak belaka, namun hidup dan kelakuan tidak mengalami perubahan. Itu pun bukan tujuan belajar yang sejati sebab hakikat belajar adalah terbuka untuk dirubah oleh hal (kebenaran) yang telah dipelajari. Ada pula orang yang belajar hanya untuk membanggakan diri, tetapi tidak menjadi berkat bagi orang lain. Sebagai hamba Tuhan, pengkhotbah memberi kita teladan bahwa apa yang secara pribadi telah diselidiki dan dipelajarinya, ia bagikan kepada orang lain dalam catatan perenungannya ini.

Akhir kata. Bila kita membaca sebuah buku bagian penting yang harus kita lihat lebih dulu ialah kata pendahuluan dan daftar isinya. Di sana kita beroleh alasan dan tujuan dan kerangka pikiran penulis. Bagian lain yang lebih penting lagi ialah bagian kesimpulan. Di sana kita melihat nilai-nilai apa yang hendak dibagikan penulis kepada pembacanya. Dengan membaca cermat beberapa hal tadi, kita dapat memutuskan apakah karangan orang itu patut dibeli dan dibaca atau tidak. Pengkhotbah kini tiba di kesimpulan akhir. Apa pesan terpenting dari begitu banyak perenungan hidup yang ke dalamnya kita telah diajak untuk mengarungi? Takutlah akan Allah. Berpeganglah pada perintah-perintah-Nya. Allah akan membuat perhitungan tentang hidup semua orang, baik yang tersembunyi maupun yang terbuka di hadapan publik. Jika saja semua kita menyimak pesan akhir yang penting itu, kita pasti tak akan hidup sia-sia.

Renungkan: Hiduplah di dalam Yesus, andalkan kuasa penebusan-Nya. Anda pasti akan dimampukan-Nya membangun hidup yang sampai kelak akan membangkitkan syukur kepada Tuhan.

(0.21) (Am 2:4) (sh: Hukuman juga atas umat Allah sendiri (Kamis, 17 Juli 2003))
Hukuman juga atas umat Allah sendiri

Bayangkan bagaimana perasaan orang Israel ketika mendengar nubuat Amos menuding kejahatan bangsa-bangsa sekitar mereka yang jahat (ps. 1), juga kemudian menelanjangi kejahatan Yehuda saudaranya sendiri (ayat 2:4-5). Pasti senang dan mendukung penuh. Namun betapa terperangah mereka ketika panjang lebar teguran keras Tuhan pun ditujukan kepada mereka. Memang mereka adalah umat Allah, namun itu tidak berarti mereka beroleh perkecualian untuk segala kejahatan mereka.

Dosa pertama yang Allah bongkar menyangkut ketidakadilan para elit terhadap orang lemah (ayat 6-7a). Pemimpin dan orang yang berlebih harta atau kuasa tidak memperlihatkan kesadaran bahwa mereka adalah pelayan Tuhan. Kedua, percabulan dibiarkan merajalela bahkan sampai merasuki upacara keagamaan (ayat 7b-8). Hal ini membuat Israel sama melakukan dosa bangsa kafir yang menjadikan kesuburan menjadi objek ibadah. Ketiga, menyembah kekuatan alam berarti melupakan Allah sumber hidup dan segala keberhasilan (ayat 9-10). Keempat, semua dosa itu memuncak dalam kebebalan rohani. Tidak lagi ada keinginan untuk mendengarkan firman. Para nabi disuruh bungkam (ayat 11).

Allah tidak akan membuat perkecualian apabila umat-Nya sendiri berbuat dosa. Allah tidak menggunakan standar ganda. Justru keberadaan sebagai umat harus membuat Israel berjuang agar sifat- sifat dan kehadiran Allah tampak dalam seluruh kehidupan mereka. Begitu pun kini, justru di tengah kondisi masyarakat yang semakin anarkis dan bebal rohani orang Kristen harus memiliki cap kehadiran dan kemuliaan Allah di dalam tingkah lakunya sehari- hari.

Renungkan: Apa istimewanya berbagai kebangunan dan penyegaran rohani, apabila Kekristenan tidak gigih menegakkan kebenaran dan kekudusan dalam masyarakat mulai dari diri sendiri?

(0.21) (Am 6:1) (sh: Jaminan semu (Selasa, 22 Juli 2003))
Jaminan semu

Teguran Allah mengaum lebih keras dan kini ditujukan kepada para pemimpin umat. Mereka biasa dikenal sebagai yang terkemuka dan utama (ayat 1) dan yang beroleh kesempatan istimewa menikmati hal-hal terbaik (harfiah: utama) dalam hidup (ayat 6; bdk. ayat 4-5). Di tengah-tengah krisis bangsa seharusnya para pemimpin yang pertama prihatin, tetapi justru mereka larut dalam kehidupan gemerlap dan menganggap kekelaman dari Allah itu jauh dari mereka (ayat 3,6). Mata mereka telah dibutakan oleh kekayaan hasil rampasan dan penindasan terhadap yang lemah. Bahkan mereka masih terus menyelenggarakan pemerintahan dengan tangan besi dan memutarbalikkan keadilan (ayat 3,12). Untuk semua yang mereka lakukan, Tuhan bersumpah demi diri-Nya untuk menghukum (ayat 8) juga memusnahkan bangsa itu (ayat 9). Allah akan membangkitan suatu bangsa untuk menindas mereka (ayat 14).

Tindakan penghukuman Allah untuk bangsa Israel menjadi peringatan keras bagi kita, orang percaya masa kini. Sering kita merasa kuat dan mampu melakukan segala sesuatu tanpa Allah. Bahkan sering pula kita menutup mata terhadap berbagai krisis atau bencana yang terjadi di sekitar kita, karena kita tidak tanggap membaca tanda- tanda zaman. Kita sering bersyukur karena tidak mengalami bencana, tetapi bersikap masa bodoh terhadap orang lain yang mengalami bencana. Sikap-sikap seperti ini tidaklah patut dilakukan oleh umat Allah.

Berbagai bencana atau peristiwa pasti mempunyai hikmat tersendiri yang dapat memberi petunjuk atau tuntutan bagi langkah hidup kita. Walaupun kita memiliki kuasa dan kekuatan, harta dan kekayaan, kita tidak boleh menggantungkan hidup kita pada hal-hal itu. Karena hal-hal itu bukan allah tetapi pemberian Allah untuk diabdikan kepada Allah dan sesama.

Renungkan: Harta dan kedudukan tidak lebih adalah alat-alat agar kita mengabdi Allah dan menjadi saluran berkat-Nya bagi sesama.

(0.21) (Am 7:1) (sh: Indikator kesungguhan kenabian (Rabu, 23 Juli 2003))
Indikator kesungguhan kenabian

Nabi Amos memperoleh inspirasi ilahi lewat berbagai penglihatan (ayat 1:2,4,7,8). Berulang kali Amos beroleh penglihatan akan datangnya hukuman Allah yang dahsyat. Berulangkali pula Amos menempatkan diri di tempat umat-Nya. Ia mengajukan permohonan agar Allah mengasihani dan tidak menjatuhkan hukuman sedahsyat itu. Inilah indikator pertama kesungguhan kenabian. Seorang nabi sejati tidak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Nabi sejati peka terhadap suara dan kehendak Tuhan tetapi juga prihatin akan keadaan umat.

Sesudah dua kali berturut-turut Amos bersyafaat di hadapan Allah, pada penglihatan ketiga dan selanjutnya (ps. 8), Allah tidak lagi memberi kesempatan kepada umat-Nya untuk luput dari hukuman. Kesabaran Allah ada batasnya. Masa penghukuman itu pasti akan datang. Tidak ada waktu berbalik. Amos pun tidak lagi memohon kepada Allah untuk mengubah rencana-Nya. Amos adalah hamba Allah, maka ia tidak boleh membela umat yang berdosa lebih dari ia "membela" kebenaran Allah. Penghukuman akan terjadi, tragedi peperangan akan menghancurkan: [1] ibadah Israel yang penuh dengan kemunafikan (ayat 9; bdk. 4:4,5); [2] para penguasa dan keluarga mereka yang berlaku lalim terhadap rakyat (ayat 9,11).

Lain halnya dari Amos adalah Amazia, imam palsu yang melayani Yerobeam. Yang imam ini lakukan adalah ciri nabi palsu. Untuknya kenabian atau keimaman adalah soal "cari makan" (ayat 12). Urusannya bukanlah membela umat dan menaati Tuhan tetapi memberi keyakinan-keyakinan palsu kepada raja (ayat 12). Kepalsuan membuatnya siap mengusir Amos sebab pemberitaan Amos tentang kematian Raja Yerobeam dan pembuangan Israel membahayakan (ayat 11). Semua nabi profesional hanya menubuatkan hal-hal yang menyenangkan.

Renungkan: Kita pun dipanggil untuk menyatakan dan mempraktikkan kebenaran kepada keluarga dan orang-orang sekitar kita.

(0.21) (Mat 3:13) (sh: Diteguhkan melalui baptisan (Rabu, 29 Desember 2004))
Diteguhkan melalui baptisan

Apa makna sakramen baptisan dalam tradisi orang Yahudi zaman Yesus? Zaman itu, menerima baptisan adalah tanda orang bersedia meninggalkan dosa-dosanya dan bertobat kepada Tuhan.

Untuk apa Tuhan Yesus dibaptis? Yohanes merasa tidak pantas membaptis Yesus. Yesus tidak berdosa. Ia tidak memerlukan pertobatan. Bahkan, sebelumnya Yohanes sudah memberitakan bahwa baptisan air yang ia lakukan itu menunjuk kepada baptisan Roh Kudus yang akan Yesus berikan kepada orang yang sungguh bertobat (ayat 11).

Mengapa Yesus meminta Yohanes membaptis diri-Nya? Pertama, sebagai tanda pengidentifikasian-Nya dengan orang berdosa. Yesus tidak berdosa tetapi Ia datang untuk menjadi Juruselamat orang berdosa. Untuk itu Ia perlu menempatkan diri-Nya di posisi orang berdosa. Ia dibaptis untuk mewakili orang berdosa (ayat 15). Sebagai bukti bahwa Ia telah menjadi sama dengan manusia lainnya, kita melihat perikop sesudah ini Yesus bisa dicobai (ayat 4:1-11). Kedua, pembaptisan Yesus merupakan peneguhan diri-Nya dari Allah Tritunggal bahwa Dialah Yang Diperkenan Bapa, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan" (ayat 16b). Dialah Yang Diurapi Roh untuk melaksanakan misi penebusan (ayat 16a). Bagi Tuhan Yesus peneguhan itu penting karena Ia sadar pelayanan-Nya sebagai Juruselamat manusia bukan pelayanan biasa. Pelayanan itu adalah pelayanan yang menuntut pengorbanan hidup-Nya. Ia harus mati agar umat manusia memperoleh hidup. Oleh sebab itu perkenan Allah dan pengurapan Roh menjadi kekuatan bagi Yesus memulai pelayanan-Nya.

Melalui baptisan Tuhan Yesus, kita beroleh jaminan sekaligus teladan. Jaminan bahwa Yesus sungguh datang dari Allah dan telah menyetarakan diri dengan manusia agar dapat menjadi Juruselamat yang sejati. Teladan bahwa kita memiliki Tuhan yang taat kepada Allah dan karena itu kita pun harus taat.

Renungkan: Tuhan tidak membiarkan anak-anak-Nya melayani sendirian. Dia menyertai dan Roh-Nya mengurapi kita supaya kita kuat, setia, dan berhasil.

(0.21) (Mat 6:1) (sh: Tuhan menolak "sandiwara" rohani (Minggu, 9 Januari 2005))
Tuhan menolak "sandiwara" rohani

Penyiar teve itu tampil meyakinkan. Berstelan dasi dan jas, ia menyampaikan berita dengan mantap. Siapa sangka bahwa sebenarnya ia memakai baju, dasi, dan jas pinjaman. Dan … hanya bercelana pendek. Ia ternyata salah seorang teknisi teve yang terpaksa menggantikan penyiar yang jatuh sakit.

Tuhan Yesus memberi peringatan keras terhadap kerohanian yang mirip dengan kisah tadi. Ia tidak ingin kerohanian para murid-Nya hanya untuk menimbulkan kesan positif orang banyak (ayat 1, 5), padahal keadaan hidup sebenarnya lain (baca: munafik) dan tidak sungguh terarah ke Tuhan. Godaan untuk bersandiwara rohani waktu itu memang sangat besar di kalangan orang Yahudi yang legalistis. Legalisme adalah sikap mementingkan pelaksanaan aturan-aturan dalam agama. Boleh jadi sikap itu bertujuan menyenangkan hati Allah, tetapi ujung-ujungnya bermuara pada mencari pujian manusia. Para murid Yesus tidak boleh berbuat benar, hidup saleh, memberi sedekah, dan berdoa agar dipuji orang. Sebaliknya, kerohanian yang sejati adalah yang ditujukan kepada Allah semata. Orang yang mencari pujian manusia tidak akan mendapat perkenan Allah dari kehidupan ibadahnya sebab motivasinya untuk beroleh pujian manusia telah terpenuhi.

Orang Kristen masa kini pun perlu hati-hati tentang hidup kerohaniannya. Kita perlu memeriksa diri jangan sampai kita bergereja dan melakukan kegiatan gerejawi supaya dipuji orang. Atau, menjadikan kegiatan ibadah kita seperti doa sebagai cara untuk memaksakan kehendak kita kepada Allah (ayat 7). Kita perlu belajar memiliki hidup ibadah yang utuh dan bertujuan hanya menyukakan hati Allah, Bapa kita di surga. Meski banyak kegiatan ibadah kita yang tak dapat tidak akan diketahui orang, kita perlu menjaga agar motivasi kita murni, yaitu untuk kemuliaan dan perkenan Tuhan semata.

Ingat: Bapa di surga melihat ke hati. Ia tahu entah ibadah kita sekadar pameran atau tulus untuk memuliakan Dia.

(0.21) (Mat 13:10) (sh: Percaya dan mengerti (Selasa, 1 Februari 2005))
Percaya dan mengerti

Proses beriman mirip proses belajar. Di sekolah kita belajar banyak hal yang belum kita mengerti. Ketika kita tidak mengerti suatu pelajaran, seharusnya respons kita adalah bertanya. Jadi, orang yang tumbuh dalam pengertiannya adalah orang yang memelihara sikap haus belajar dan berani bertanya.

Para murid tidak mengerti mengapa Yesus mengajar dengan perumpamaan (ayat 10). Yesus memakai perumpamaan untuk beberapa fungsi. Pertama, untuk menegaskan sifat rahasia Kerajaan Surga. Untuk masuk Kerajaan Surga, perlu pembukaan yang datang dari pihak Allah yang harus ditanggapi dengan iman (ayat 11). Jadi, inisiatif Allah mutlak diperlukan, baik untuk menyatakan rahasia Kerajaan Allah maupun untuk membimbing orang agar merespons pewartaan Kerajaan Allah itu dengan iman. Kedua, perumpamaan berakibat ganda. Kepada orang yang dikaruniai hati responsif akan terjadi proses bertanya, mencari, beroleh tuntunan, dan aktif mengimani. Orang itu akan mengalami pertumbuhan rohani. Untuk orang yang bebal, perumpamaan akan membuat Kerajaan Surga semakin tertutup baginya bahkan membuat orang itu mengalami proses pembutaan rohani lebih lanjut (ayat 14-15).

Dampak perumpamaan yang memisahkan pendengar ke dalam dua kelompok itu kini terjadi. Para murid langsung menyatakan ketidakmengertian mereka kepada Yesus. Ini adalah langkah iman. Akibatnya, Yesus memberikan penjelasan dan menerangi hati mereka. Orang banyak tidak demikian. Mereka bertahan dalam kegelapan pikiran dan hati mereka. Karena mereka tidak percaya, maka arti dan makna Kerajaan Allah tertutup bagi mereka. Bahkan, itu menjadi pesan penghukuman bagi mereka. Akan tetapi, bagi yang percaya perumpamaan menyingkapkan arti dan makna Kerajaan Allah.

Ingat: Peliharalah sikap terbuka untuk belajar dan diajar Tuhan, sebab itulah tanda iman yang bertumbuh.

(0.21) (Mat 19:13) (sh: Motivasi mengikut Yesus (Jumat, 18 Februari 2005))
Motivasi mengikut Yesus

Pada umumnya, orang datang ke gereja dengan kerinduan ingin bertemu Tuhan. Namun, ada juga mereka yang mengikut Tuhan karena kepentingan tertentu.

Terdapat tiga motivasi mengikut Yesus yang tampil di nas ini. Pertama, menganggap diri paling layak mengikut Tuhan, yang diwakili oleh sikap para murid Yesus. Mereka menganggap diri sebagai pengikut-Nya yang paling baik, paling tinggi rohaninya, paling berkuasa, sampai-sampai merasa berhak menentukan siapa yang boleh mendekati Yesus (ayat 13-15). Kedua, menganggap diri paling baik. Ini diwakili oleh seorang muda yang kaya. Pemuda ini merasa dirinya telah menjalankan semua perintah Allah dan mengikuti tata peraturan agama (ayat 16, 18, 20). Oleh karena itu, ia ini yakin bahwa dia pasti masuk surga. Pertanyaannya kepada Yesus bukan lahir dari ketulusan melainkan pameran kebaikan di hadapan orang lain. Ketiga, merasa paling banyak berkorban, diwakili Petrus. Bukankah harga sudah dibayar, tentu hasil melimpah harus diraup dan dinikmati (ayat 27).

Terhadap motivasi keliru ini Yesus menjawab tegas bahwa Dia melihat hati! Dia mengetahui siapa yang tulus hati seperti anak kecil sehingga beroleh anugerah Kerajaan Surga (ayat 14). Orang yang rendah hati, tidak terikat pada kekayaan adalah orang yang dikaruniai Kerajaan Surga (ayat 21). Sedangkan orang yang telah meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Yesus, akan mendapatkan dirinya diperkaya dengan keluarga besar Allah (ayat 28-29). Sebaliknya mereka yang bertahan dalam motivasi keliru, kehilangan semuanya (ayat 30).

Gereja banyak berisikan orang-orang yang bermotivasi keliru dalam mengikut Yesus. Yang dicari bukan kemuliaan Tuhan, tetapi nama, kehormatan, dan keuntungan pribadi. Tuhan mengenal hati setiap anak-Nya. Hanya mereka yang tulus di hadapan-Nya akan menerima kasih karunia menikmati Kerajaan Surga.

Yang kulakukan: Menjaga motivasi diri tetap murni mengikut Tuhan.

(0.21) (Mat 23:1) (sh: Yesus membongkar kepalsuan (Jumat, 4 Maret 2005))
Yesus membongkar kepalsuan


Tuhan Yesus kini mempertentangkan orang Farisi dan para pemimpin agama dengan fakta-fakta kebobrokan mereka. Ia sebenarnya menghargai posisi ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Ia bahkan menganjurkan para murid-Nya untuk menerima dan melakukan ajaran mereka (ayat 3). Yang Ia persoalkan di sini adalah sikap hidup mereka. Pengajar yang benar di hadapan Tuhan adalah mereka yang bukan hanya mengajar orang lain melainkan juga mengajar diri sendiri, sehingga totalitas kehidupan mereka menjadi pengajaran yang hidup. Pengajar yang baik bersedia menanggung beban yang berat di atas bahu sendiri, bukan justru meletakkannya pada bahu orang lain.

Orang-orang Farisi itu bukan hanya tidak melakukan apa yang mereka ajarkan (ayat 4), mereka menjalankan segala kegiatan rohani bukan untuk Allah, melainkan untuk dipuji manusia (ayat 5-7). Di balik kegiatan rohani mereka terselubung keinginan untuk beroleh hormat dan pujian (ayat 8). Sikap demikian merusak hakikat agama. Kerohanian dan kegiatan ibadah masih mereka lakukan, namun motivasinya adalah penyembahan diri sendiri. Seharusnya keagamaan yang sejati adalah hidup di hadapan Allah, entah dilihat manusia atau tidak. Hidup demikian menghasilkan penghormatan sejati kepada Allah. Orang demikian tidak akan menyesuaikan kerohanian dengan pendapat manusia.

Pemimpin rohani tidak boleh menuntut disebut Rabi (ayat 8) dan orang yang dipimpin harus menjauhi pemberian hormat berlebihan kepada pemimpin (ayat 9). Pemimpin sejati harus belajar menjadi murid, rendah hati, serta tunduk ke bawah otoritas Allah sebagai kekuatan kepemimpinannya. Kultus individu tidak saja mengancam dunia politik, lebih lagi ia merupakan bahaya laten dalam kerohanian.

Renungkan: Baik pemimpin maupun umat harus menjaga bahwa kehormatan adalah milik Tuhan dan pengaruh dalam kepemimpinan adalah karunia Allah yang harus dijalani dalam sikap hamba bukan sikap tuan.

(0.21) (Yoh 3:22) (sh: Dia harus semakin bertambah, aku harus semakin berkurang (Senin, 31 Desember 2001))
Dia harus semakin bertambah, aku harus semakin berkurang

Dalam narasi sebelumnya, Yohanes dengan konsisten menggambarkan dirinya sebagai saksi. Kesaksian Yohanes dan Tuhan Yesus sendiri menyebabkan Yesus semakin dikenal banyak orang (ayat 26). Popularitas Yesus yang semakin tinggi membuat beberapa orang menjadi bertanya-tanya. Tetapi, Yohanes menyadari bahwa akhir kesaksiannya sudah semakin dekat. Ia menegaskan bahwa dirinya bukanlah seorang mesias, melainkan hanya seorang saksi (ayat 28). Popularitas Yesus, menurut Yohanes, adalah pekerjaan Allah (ayat 27). Sama sekali tidak ada nada cemburu atau iri hati dalam perkataannya. Bahkan, Yohanes memberikan pesan kepada murid- muridnya untuk mengikuti Yesus. Mengapa? Karena dalam hal popularitas dan jumlah pengikut, Tuhan Yesus harus semakin besar, sementara ia harus semakin surut dan hilang.

Guna menegaskan kesaksian dirinya kepada murid-murid, Yohanes dengan tajam membedakan orang yang percaya dan yang tidak percaya. Dengan kontras yang tajam ini, ia mengharapkan murid-muridnya segera memahami apa arti dan akibat percaya pada Yesus. Orang percaya adalah orang yang menerima kesaksian Yesus (ayat 33) dan percaya pada Anak (ayat 36). Orang yang percaya pada Yesus beroleh hidup kekal (ayat 36). Sebaliknya, orang yang tidak percaya adalah orang tidak taat pada Anak (ayat 36). Orang yang tidak percaya tidak akan memperoleh hidup dan akan mengalami murka Allah (ayat 36). Meski kesaksian Yohanes sudah begitu kuat, tidak jelas apakah ada muridnya yang kemudian pergi meninggalkannya untuk mengikut Yesus.

Renungkan: Kita bukan sedang membangun kerajaan yang berpusat pada diri sendiri. Jika kita ingin lebih populer dibandingkan Tuhan Yesus yang diberitakan, maka kita perlu segera bertobat. Kita harus mendorong orang untuk menjadi pengikut Tuhan Yesus, bukan untuk menjadi pengikut kita yang fanatik. Pada penghujung tahun ini, coba kita jujur di hadapan Allah dan diri kita sendiri. Segala pekerjaan dan pelayanan kita mungkin sekali dilatarbelakangi motivasi untuk memegahkan diri. Mari kita meminta pada Tuhan agar Ia memurnikan kita dan memakai kita semata-mata untuk kemuliaan nama-Nya!

(0.21) (Yoh 18:38) (sh: Tak ada kesalahan (Kamis, 28 Maret 2002))
Tak ada kesalahan

Pilatus tak menemukan kesalahan pada Yesus karena Dia memang tak bersalah (ayat 38). Tetapi, orang Yahudi tetap meminta supaya Dia dihukum mati (ayat 40). Karena untuk Pilatus pertimbangan keamanan dan stabilitas politik jauh lebih utama maka ia rela mengambil keputusan yang bertentangan dengan kebenaran, bahkan menumpas hati nuraninya sendiri. Itulah jahatnya kuasa bila tidak dikontrol oleh kebenaran.

Maka, mulailah penyesahan itu. Yesus dicambuki, dicaci, dipermalukan. Pernahkah Anda dipermalukan dengan cara ini? Pernahkah muka Anda diludahi? Tuhan pernah! Itu semua demi untuk menyelamatkan kita. Itulah pengorbanan-Nya demi kasih-Nya kepada kita. Kita mendapatkan selamat, Tuhan yang menderita. Padahal sebenarnya tak satu pun dari kita layak beroleh kebaikan Tuhan itu. Dia rela berkorban menebus hidup orang-orang jahat seperti kita dengan sengsara-Nya. Dari kerelaan berkorban pada Yesus inilah mengalir keajaiban sikap Kristen yang bersedia berkorban untuk kepentingan dan kebaikan orang lain.

Memilih yang salah. Barabas yang salah dibebaskan, tetapi Yesus yang tidak salah harus disalibkan. Sulit dipahami, mengapa orang lebih suka memilih yang salah daripada yang benar. Tetapi, itulah kenyataan dunia. Yang salah, namun memuaskan diri, lebih disenangi daripada yang benar, tetapi tidak memuaskan nafsu angkara murka. Pilihan yang salah memang mungkin membuat kita senang, cuma kesenangannya hanya sesaat. Setelah itu kehancuran hebat akan segera menyusul. Pilihan untuk memuaskan kebanggaan diri dan pembalasan dendam selalu membawa pada pilihan yang salah.

Tetapi, di sinilah indahnya dan ajaibnya rencana dan karya Allah. Keputusan salah manusia menjadi pelaksanaan dari rencana dan keputusan Ilahi. Bila demikian halnya, apakah pengkhianatan Yudas dan keputusan jahat para pemimpin Israel dan Pilatus menjadi benar karena melalui mereka rencana Allah telah digenapi? Tidak! Rencana Allah berjalan melalui mereka, tetapi mereka sadar ketika melakukan kejahatan itu dan bertanggung jawab atasnya sebab manusia bukan boneka.

Renungkan: Kita harus menyambut rencana Allah secara aktif supaya kita menjalani rencana-Nya di pihak-Nya.

(0.21) (Kis 14:1) (sh: Prinsip tegas, luwes, lentur dalam misi (Rabu, 18 Mei 2005))
Prinsip tegas, luwes, lentur dalam misi


Dalam bersaksi kita harus mengetahui dengan jelas apa yang ingin kita bagikan dan bagaimana menyampaikannya. Akan tetapi, itu saja tidak cukup. Kita juga harus peka terhadap beragam kebutuhan pendengar serta berbagai kemungkinan respons mereka terhadap Injil. Kita dapat menemukan prinsip dan contoh penting tentang bagaimana berinteraksi dengan respons tersebut dalam kisah penginjilan Paulus ini.

Kemajuan misi Paulus di Ikonium berhubungan dengan reaksi negatif para pemimpin Yudaisme di Antiokhia. Sesudah memantapkan iman mereka yang menyambut Injil, Paulus dan timnya tidak meladeni para musuh Injil (ayat 13:51). Mereka mengalihkan usaha penginjilan mereka ke Ikonium. Hal yang sama ternyata terulang lagi di Ikonium. Di Ikonium kedua rasul itu beroleh respons dari banyak orang untuk menerima Injil karena pelayanan yang disertai mukjizat Allah terjadi (ayat 14:1,3). Namun, banyak juga mereka yang merespons Injil secara negatif. Akibatnya, penduduk Kota Ikonium pun terbagi ke dalam mereka yang menyambut Injil dan mereka yang menolak Injil (ayat 4). Bahkan para penolak Injil itu bertindak lebih jauh lagi menjadi para pembenci Injil yang menciptakan gerakan untuk menganiaya pemberita Injil (ayat 5).

Penginjilan dan kesaksian kita harus mengandung unsur-unsur seperti yang dimiliki Paulus dan Barnabas. Yaitu, kasih Yesus yang menjadi sumber pendorong sekaligus isi kesaksian kita; Roh Kudus yang menjadi sumber kekuatan, ketahanan, semangat, dan keberanian kita dalam bersaksi. Roh Kudus juga jaminan yang akan membuat kesaksian kita mendapatkan respons. Oleh karena itu, Roh Kudus perlu menjadi pemimpin agar kita peka bagaimana harus menanggapi respons negatif dan kapan saatnya beralih ke orang/tempat lain demi perluasan kesaksian.

Doakan: Orang-orang di sekitar kita yang belum merespons Injil. Mintalah Roh Kudus bekerja dalam hatinya agar sadar dan terbuka terhadap kebutuhan akan keselamatan.

(0.21) (Rm 7:13) (sh: Perbuatan daging atau Allah? (Minggu, 24 Mei 1998))
Perbuatan daging atau Allah?

Hukum Taurat hanya berguna untuk menunjukkan dosa manusia. Bila kita mengandalkan Taurat, justru sifat dosa di dalam kita akan dirangsangnya. Jadi, apakah Taurat itu jahat? Bukan, kenyataan itu hanya membuktikan dosa telah sedemikian rupa merusak manusia hingga Taurat yang baik itu malah berbalik membuat manusia justru terpancing untuk melakukan yang dilarang Taurat. Jadi yang salah adalah sifat dosa di dalam tiap manusia yang merangsang timbulnya perbuatan-perbuatan daging. Jadi sifat dosa telah membuat dirinya tak tertolong oleh Taurat baik untuk beroleh keselamatan atau pun untuk menjalani hidup yang telah diselamatkan itu dalam kekudusan. Dari awal, seterusnya sampai pada kesempurnaan kelak, kita harus sepenuhnya bergantung pada karya Kristus oleh kuat Roh Kudus.

Pengalaman siapa? Pengalaman siapakah yang Paulus tuturkan ini? Paulus memang menggunakan sebutan "aku" dan dalam bentuk waktu sedang berlangsung. Namun itu dipakainya bukan karena ia sedang menyaksikan pengalaman rohaninya, tetapi karena ia sedang menempatkan diri di dalam pengalaman banyak Kristen yang ingin dibimbingnya untuk lepas. Banyak Kristen yang sudah lahir baru (ayat 19: menghendaki yang baik, 22: suka akan hukum Allah) namun masih terus menerus kalah melawan dosa, bahkan "terjual di bawah kuasa dosa" (ayat 15). Artinya Paulus sedang bicara tentang Kristen yang sudah diperbarui Kristus namun kurang menyadari dan bertindak konsisten dengan kebenaran anugerah Injil Yesus Kristus. Maksud Tuhan menebus kita bukan agar kita sekadar diampuni namun jatuh bangun terus dalam dosa. Ia ingin agar kita sepenuhnya menikmati kesukaan hidup Kristen di dalam Yesus Kristus. Bukan seperti Kristen yang masih sebagian berprinsip Taurat dalam kondisi perbudakan tetapi merdeka penuh dalam Kristus.

Doa: Aku ingin melayaniMu dan kebenaranMu hanya oleh kuasa kemenanganMu, ya Tuhan Yesus.



TIP #16: Tampilan Pasal untuk mengeksplorasi pasal; Tampilan Ayat untuk menganalisa ayat; Multi Ayat/Kutipan untuk menampilkan daftar ayat. [SEMUA]
dibuat dalam 0.16 detik
dipersembahkan oleh YLSA