Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 361 - 380 dari 441 ayat untuk keras (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.18) (Luk 7:24) (sh: Penolakan, sekali lagi penolakan (Jumat, 23 Januari 2004))
Penolakan, sekali lagi penolakan

Penolakan terhadap seseorang kerapkali terjadi dalam realita kehidupan kita. Penolakan terjadi karena sikap atau karakter dari orang tersebut. Namun, sangatlah janggal kalau kehadiran yang menjadi utusan Allah ditolak oleh manusia. Siapakah yang ditolak oleh manusia di bumi ini?

Yohanes sebagai nabi terbesar sebelum Kristus, adalah pelopor tentang kedatangan Mesias dalam dunia. Sebagai pelopor, Yohanes pembaptis memiliki tugas untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Melalui sikapnya yang tegas dan kata-katanya yang keras di sungai Yordan, banyak orang yang bertobat dan dibaptis. Orang-orang tersebut ada yang berasal dari kelompok pemungut cukai (ayat 29).

Kehadiran Yohanes pembaptis yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan, mendapat kecaman dan penolakan dari orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka mengatakan, Yohanes sebagai seorang pertapa yang makan belalang dan madu hutan, adalah orang yang kerasukan setan (ayat 33).

Kehadiran Yesus pun tidak luput dari cemoohan dan penolakan. Padahal, Yesus melakukan hal yang sebaliknya dari Yohanes. Yesus yang adalah Mesias, yang datang untuk menyelamatkan orang yang hilang, dicela karena makan dan minum serta bersahabat dengan pemungut cukai dan orang berdosa. Oleh sebab itu orang Farisi dan Ahli Taurat menamakan Yesus pelahap dan peminum (ayat 34). Sebutan ini merupakan sebutan bagi anak yang durhaka, yang menurut hukum Musa, harus dilempari batu sampai mati (Ul 21:20-21).

Yesus memberikan ilustrasi mengenai penolakan ini melalui perumpamaan di ayat 32. Intinya adalah, utusan Tuhan datang tetapi mereka tidak menanggapi dengan baik bahkan mencela dan menolak.

Renungkan: Kita harus mendoakan orang-orang yang telah berkeras hati menolak Yesus sebagai Mesias dalam kehidupan mereka sebelum waktunya habis!

(0.18) (Luk 9:37) (sh: Yesus turun tangan (Selasa, 3 Februari 2004))
Yesus turun tangan

Seorang pelukis berkebangsaan Italia pernah menghasilkan suatu karya seni yang luar biasa indah. Rafael, nama pelukis itu, menuangkan peristiwa pemuliaan di atas gunung sekaligus dengan tindakan Yesus menyembuhkan seorang anak yang kerasukan roh jahat. Lukisan itu dibagi dalam tiga bagian. Bagian paling atas adalah bagian yang penuh dengan cahaya (ayat 29-31). Bagian tengah menampilkan keadaan tiga orang murid yang sedang tidur (ayat 32). Bagian paling bawah diberi warna agak gelap. Dalam bagian yang gelap itu ada seorang ayah dan anaknya yang sedang sakit (ayat 38) dan murid-murid lainnya bersama dengan orang banyak. Banyak yang menilai bahwa lukisan ini dibuat sesuai dengan maksud Lukas.

Lukisan ini memaparkan tentang suatu keadaan yang berbeda antara dunia ilahi, dunia penuh kemuliaan yang dialami Kristus di atas gunung, dengan dunia manusia. Teguran keras Yesus sebenarnya merupakan cetusan hati yang merasa bahwa diri-Nya seorang diri menghadapi kesengsaraan dan keputusasaan, ketakutan dan kebingungan, ketidakkuasaan dan ketidakpercayaan dunia manusia. Tidak ada seorang murid pun yang turut merasakan beban penderitaan yang harus ditanggung-Nya.

Namun, kita menarik pelajaran penting dari sikap Yesus, yaitu bahwa keadaan tersebut tidak lantas menumpulkan kepekaan hati-Nya terhadap penderitaan orang lain. Ia peka terhadap kebutuhan seorang ayah yang menginginkan kesembuhan anak tunggalnya. Dalam “kesendirian” Yesus menyembuhkan anak yang kemasukan roh jahat dengan perkataan-Nya yang penuh dengan kekuatan yang dikaruniakan Allah kepada-Nya. Semua yang menyaksikan karya agung Allah itu serentak memuji kebesaran Allah.

Renungkan: Peringatan buat kita, apakah rasa kagum dan takjub pada kuasa Allah baru timbul setelah kita menyaksikan kuasa-Nya dengan mata kepala sendiri?

(0.18) (Luk 9:51) (sh: Fokus pada tujuan (Kamis, 5 Februari 2004))
Fokus pada tujuan

Ayat 51 dengan jelas menekankan bahwa Tuhan Yesus kini melangkah menuju kegenapan seperti yang telah diajarkan-Nya kepada para murid. Ia tahu Ia datang dari siapa, untuk apa, dan harus melalui jalan hidup yang bagaimana. Bahwa misi-Nya akan ditolak oleh sementara orang, adalah sesuai dengan rencana Allah yang telah dinubuatkan sejak zaman Perjanjian Lama dan selaras dengan tekanan ajaran-Nya bahwa Ia harus menderita (bdk. Yes. 53).

Dalam bacaan ini Lukas memaparkan kepada kita bahwa ada masalah yang mengganjal Yesus, yaitu reaksi murid-murid-Nya, Yakobus dan Yohanes terhadap orang Samaria yang menolak memberikan bantuan setelah tahu bahwa Yesus dan rombongan-Nya menuju ke Yerusalem (ayat 53). Memang Kerajaan Israel bersatu terpecah menjadi Israel Utara (Samaria) dan Israel Selatan (Yehuda=Yerusalem). Hubungan antara Samaria dan Yehuda semakin memburuk. Bahkan orang-orang Samaria digolongkan sebagai orang-orang yang harus dimarginalkan oleh orang-orang Yerusalem. Lukas menggambarkan penolakan ini sebagai bagian dari penggenapan nubuat Allah sebagai tanda bahwa Mesias akan menderita penolakan. Bagaimana rombongan Yesus bersikap terhadap penolakan tersebut? Yakobus dan Yohanes, khususnya, menganggap bahwa penolakan itu lebih merupakan penghinaan terhadap Yesus, yang seharusnya diperlakukan dengan segala hormat. Itulah sebabnya mereka mengusulkan untuk bertindak keras terhadap mereka (ayat 54)—mungkin seperti yang pernah dilakukan Elia dalam 2Raj. 1:10,12.

Reaksi Yesus sama sekali berbeda (ayat 55)! Justru Ia menilai bahwa reaksi yang ditunjukkan oleh Yakobus dan Yohanes ternyata belum menghayati bahwa salib adalah keharusan bukan saja bagi Yesus tetapi juga dalam misi dan kehidupan para pengikut-Nya.

Renungkan: Mengikut Yesus adalah satu-satunya yang harus secara serius dijalani dengan segala konsekuensinya.

(0.18) (Luk 12:22) (sh: Murid dan hartanya bag. II (Kamis, 26 Februari 2004))
Murid dan hartanya bag. II

Kadang muncul kesan dari pembacaan sepintas dwivolume Lukas dan Kisah Para Rasul karyanya (mis. Luk. 1:53, 6:24, 16:19-31; 18:18-26; 21:1-4; Kis. 8:20 dll.), bahwa Lukas sangat antikekayaan (sekaligus antipemiliknya) Apalagi, seperti pada nas ini, kita juga membaca di dalamnya pengajaran tentang menjual harta pribadi (ayat 33; bdk. 18:22; Kis. 4:32-5:1, dan Luk. 10:4). Inikah yang harus kita lakukan: membenci semua bentuk harta kepemilikan dan menjual semua milik kita?

Zaman Tuhan Yesus adalah zaman yang keras. Peristiwa seperti peperangan atau bencana alam dapat dalam sekejap mencampakkan keadaan seseorang dari pas-pasan menjadi tidak memiliki apa-apa. Jika ini terjadi, lembaga keluarga besar dan kekerabatan marga ala Yahudi menjadi semacam JPS (Jaring Pengaman Sosial) dalam keadaan ini. Namun, JPS ini sirna bila seseorang melakukan sesuatu yang ditentang keluarga besar dan kerabatnya, misalnya: mengikut Yesus dan menjadi Kristen. Karena itu, seorang murid kala itu dihadapkan pada pertanyaan: apa JPS-nya bila ia mengikut Yesus? Bagaimana bila panennya gagal, atau alat bertaninya (bentuk “kekayaan” yang mungkin dimiliki petani Palestina) dirampok?

Yesus menjawab “jangan kuatir!” (ayat 22). Allah Bapa mahakuasa (ayat 31-32). Sang murid tidak diajak untuk membenci kekayaan, tetapi agar ia beriman kepada Allah yang setia menyediakan providensi dan “jaring pengaman”-Nya, serta menolak cara-cara “wajar” yang justru menjauhkannya dari Allah (ayat 30). Beriman bukanlah sekadar percaya, tetapi menunjukkan bagaimana kedaulatan Allah nyata dalam diri sang murid (ayat 31). Allah memelihara melalui karya kasih-Nya yang “alamiah” (ayat 24,28) maupun yang luar biasa, dan melalui jaringan kasih sesama murid ketika mereka saling berbagi (ayat 33a).

Renungkan: Andalah sang murid itu! Gumulkan terus bagaimana pekerjaan dan harta Anda dapat menunjukkan kemuridan Anda, dan dapat menjadi alat bagi Allah untuk mengasihi sesama Anda!

(0.18) (Luk 20:41) (sh: Peringatan dan kecaman untuk para pemimpin (Jumat, 26 Maret 2004))
Peringatan dan kecaman untuk para pemimpin

Kini giliran Yesus untuk memperingatkan dan mengecam sikap para imam, ahli Taurat dan tua-tua Yahudi. Memang semua orang Yahudi sedang mengharapkan hadirnya Sang Mesias dari turunan Daud. Tetapi mereka tidak mengerti bagaimana Mesias itu datang dalam rupa insan manusia? Yesus mengutip Mazmur 110:1, untuk menunjukkan bahwa Mesias yang mereka nantikan itu lebih besar kuasa-Nya daripada Daud.

Betapa memalukan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh para ahli Taurat dan Saduki. Mereka mengambil kesempatan dalam kesempitan karena memanfaatkan kedudukan mereka sebagai pemimpin agama untuk menarik keuntungan dan kehormatan bagi diri mereka sendiri (ayat 41-44). Yesus menegaskan bahwa konsekuensi dari tindakan tersebut adalah bahwa mereka tidak akan luput dari hukuman (ayat 45-47). Ini adalah kecaman Yesus yang sangat keras terhadap para imam, ahli Taurat dan tua-tua Yahudi.

Mengapa peringatan dan kecaman Yesus terhadap para pemimpin agama Yahudi ini dikaitkan dengan persembahan seorang janda miskin? Di mata manusia siapa sebenarnya yang kaya? Seseorang yang dikatakan kaya harta adalah orang yang memberi persembahan yang banyak. Tetapi penilaian tersebut berbeda dari sudut pandang Allah. Pada penilaian Allah sang janda miskin itulah yang kaya. Bila kita bandingkan dengan Lukas 19:46, maka para pemimpin yang disebutkan sebagai penyamun, mereka secara tidak lang-sung telah merampas hak orang-orang miskin. Dari situlah mereka merasa kaya karena kedudukan dan jabatan mereka. Sedangkan perempuan janda miskin ini memberi sebagai ungkapan kemurahan hatinya dan pengorbanannya dalam melayani Tuhan, sebab ia memberi seluruh nafkahnya (ayat 21:1-4).

Camkan: Pemimpin yang mengorbankan orang lain demi dirinya sendiri tidak akan luput dari hukuman Tuhan.

(0.18) (Luk 22:39) (sh: Yesus berdoa (Sabtu, 3 April 2004))
Yesus berdoa

Apa yang akan Anda lakukan ketika muncul masalah pelik dalam hidup Anda? Panik? Susah? Sedih? Reaksi demikian sangat manusiawi. Yesus juga demikian. Namun, Tuhan Yesus menghadapi masalah dan persoalan itu dengan doa (ayat 41). Akan tetapi, ketika Yesus menghadapi kematian, Ia begitu takut sampai-sampai Ia melukiskan peristiwa kematian-Nya sebagai 'cawan' (ayat 42). Apa maksudnya? Di dalam Perjanjian Lama cawan atau piala adalah simbol murka (Mzm. 11:6; 75:9; Yes. 51:17,22; Yer. 25:15-16; 49:12; Yeh. 23:31-34). Jadi, Yesus tidak takut kepada paku dan tombak atau salib. Yang Yesus takutkan adalah kematian-Nya berarti perpisahan dengan Allah.

Meski demikian Yesus lebih mengutamakan kehendak Allah di atas kehendak atau keinginan-Nya (ayat 42). Yesus menaklukkan kehendak-Nya ke bawah kehendak Allah Bapa. Sebab hanya dengan cara ini persekutuan manusia berdosa dan Allah dipulihkan. Tindakan Yesus ini patut diteladani: Yesus taat kepada kehendak Bapa, maka kita pun belajar taat, bahkan untuk mati dan menderita demi Dia.

Ketakutan Yesus yang selalu memikirkan perpisahan dengan Allah, semakin mendorong Dia berdoa dengan lebih keras dan serius. Yesus berdoa hingga cucuran keringat-Nya dilukiskan seolah seperti darah. Ini suatu pergumulan paling berat yang Yesus alami sebelum Ia naik ke kayu salib, dan mati di sana.

Bagaimana dengan murid-murid? Mereka juga berdoa? Tidak. Mereka tidur (ayat 45). Meski sudah sering melihat pentingnya doa dan sudah sering diajar berdoa, dalam situasi yang sangat genting mereka bukan berdoa, malah tidur. Reaksi Yesus? Ia tidak marah kepada mereka. Ia mengingatkan mereka untuk berdoa (ayat 46). Yesus mengingatkan mereka tujuan berdoa. Pengikut Yesus perlu berdoa agar tidak jatuh ke dalam pencobaan.

Renungkan: Jika doa begitu penting bagi Yesus, mengapa kita masih malas berdoa?

(0.18) (Luk 22:54) (sh: Penyangkalan Petrus (Senin, 5 April 2004))
Penyangkalan Petrus

Yesus ditangkap dan dibawa ke rumah imam besar (ayat 54). Petrus yang sebelumnya mengatakan berani mati bersama Yesus (ayat 22:33), hanya berani mengikuti Yesus dari jauh. Jangankan mati bersama Yesus berada dekat dengan Yesus saja tidak berani. Lukas melaporkan bahwa peristiwa penyangkalan Petrus tidak berlangsung lama, kira-kira satu jam (ayat 59). Peristiwa tersebut terjadi di halaman rumah di tengah suasana api unggun (ayat 55). Ada tiga orang yang mengenali Petrus. Pertama, seorang hamba perempuan menyatakan Petrus adalah seorang yang bersama Yesus (ayat 56). Petrus menyangkal. Kedua, seorang laki-laki mengenali Petrus sebagai salah seorang murid Yesus (ayat 58). Apa yang dikatakan hamba perempuan mendapat perhatian dari orang-orang yang berada di halaman rumah tersebut. Jika hamba perempuan mengenali Petrus sebagai orang yang bersama Yesus, maka orang kedua mengenali Petrus sebagai salah seorang murid-Nya. Orang kedua menekankan bahwa Petrus adalah salah satu murid Yesus. Sekali lagi Petrus menyangkal. Ketiga, seorang lain datang mendekati Petrus dan menegaskan bahwa Petrus adalah murid Yesus. Jika orang pertama dan kedua tidak dapat memberikan bukti, maka orang ketiga ini memberi pernyataan dengan bukti. Dari tutur kata Petrus jelas sekali terlihat bahwa ia berasal dari Galilea (ayat 59). Orang Galilea berbicara dengan aksen yang khas. Ini tidak dapat disangkal.

Meski sudah terbukti bahwa Petrus berasal dari Galilea yang berarti sedaerah dengan Yesus, Petrus tetap menyangkal. Bahkan kali ini ia lebih keras menyangkal. Kerasnya penyangkalan Petrus direkam oleh Matius (ayat 26:74). Ayam berkokok. Segera Petrus mengingat apa yang telah dikatakan Yesus sebelumnya (ayat 61). Petrus menyadari kegagalannya. Petrus menangis dengan sedih (ayat 62). Penyesalan selalu terlambat datangnya.

Renungkan: Mudah sekali menyatakan setia sampai mati kepada Yesus semudah menyangkal-Nya mati-matian.

(0.18) (Luk 23:13) (sh: Pengadilan rakyat (Kamis, 8 April 2004))
Pengadilan rakyat

Pilatus menyadari bahwa Yesus berasal dari Galilea. Kebetulan pada saat itu Herodes sedang berada di Yerusalem (ayat 7). Pilatus mengirim Yesus kepada Herodes. Ini tindakan untuk lepas tangan. Namun tindakan ini sekaligus juga mendamaikan permusuhan Pilatus dan Herodes (ayat 12). Setelah diperiksa, Herodes mengirimkan Yesus kembali kepada Pilatus karena tidak ada bukti yang dapat menghukum Yesus (ayat 14-15).

Di hadapan massa Pilatus memutuskan untuk mencambuk Yesus dan kemudian melepaskan-Nya (ayat 16). Ia berharap tindakan demikian akan memuaskan hati pemimpin agama Yahudi dan rakyat, dan simpati mereka kepada Pilatus tidak luntur. Namun, massa kembali bereaksi ketika Pilatus menyatakan bahwa sama sekali tidak ada alasan untuk menghukum Yesus. Massa menyadari bahwa Pilatus hendak melepaskan Yesus. Suasana menjadi tidak terkendali (ayat 18). Massa memutuskan untuk menempuh jalur di luar hukum. Tindakan massa ini tidak membuat Pilatus mengubah paradigmanya bahwa Yesus tidak bersalah (ayat 20). Kembali massa berteriak menolak tawaran Pilatus (ayat 21). Untuk ketiga kalinya Pilatus menyatakan bahwa tidak ada dasar hukum untuk mengadili dan menghukum Yesus (ayat 22), tetapi tetap mendapatkan respons yang sama (ayat 23). Kali ini mereka lebih keras berteriak mendesak Pilatus. Akhirnya Pilatus menyerah. Pilatus menyerah kepada teriakan bukan kepada aturan hukum. Apa teriakan mereka? Salibkan Yesus dan bebaskan Barabas! Siapa Barabas? Lukas menjelaskan bahwa Barabas adalah seorang pembunuh. Atas dasar teriakan massa Barabas sang pembunuh dilepaskan sementara Yesus sang Sumber Hidup dibunuh. Hukum dan keadilan tidak berlaku. Teriakan massa menjadi hukum (ayat 25). Inilah pengadilan rakyat. Tidak ada hukum. Yang ada hanya teriakan.

Renungkan: Jalan yang kelihatannya tidak adil dan merupakan kekalahan bagi manusia ternyata merupakan jalan kemenangan bagi Allah.

(0.18) (Yoh 8:1) (sh: Upaya menjebak Yesus gagal (Rabu, 16 Januari 2002))
Upaya menjebak Yesus gagal

Pemimpin-pemimpin agama tetap menolak untuk percaya kepada Yesus. Tetapi, mereka tidak punya alasan yang kuat untuk menyingkirkan Yesus. Ketika mereka menangkap basah pasangan yang berzinah, mereka segera membawa perempuannya. Tidak dapat dipastikan apakah perempuan ini sudah bersuami atau belum. Kita juga tidak diberi tahu mengapa mereka tidak membawa laki-lakinya. Tetapi, dari ayat 6, jelas sekali bahwa tujuan pemimpin-pemimpin agama bukanlah untuk menghukum pasangan yang berzinah ini, melainkan untuk menjebak Tuhan Yesus.

Mengapa? Jika Yesus menolak untuk melempari perempuan ini dengan batu, maka pemimpin agama dapat menuduh Yesus menentang hukum Musa. Dengan demikian, mereka dapat membawa Yesus ke pengadilan agama Yahudi. Sebaliknya jika Yesus setuju agar perempuan ini dilempari dengan batu hingga mati, maka mereka akan membawanya ke hadapan pemerintah Romawi. Bangsa Yahudi sebagai jajahan Romawi tidak berhak menghukum mati manusia. Hak ini hanya ada pada pemerintah Romawi. Jebakan seperti ini mirip dengan yang dicatat dalam Markus 12:13-17. Bagaimana Tuhan Yesus harus menjawab mereka? Ia mengatakan perempuan ini boleh dilempari batu oleh orang-orang yang tidak berdosa (ayat 7). Tuhan Yesus tidak bermaksud bahwa hakim-hakim yang mengadili di pengadilan harus tanpa dosa. Bila prinsip ini diterapkan maka tidak ada yang dapat menjadi hakim. Tuhan Yesus mengatakan pernyataan yang keras ini karena Ia menuntut agar mereka yang hendak melempari perempuan ini dengan batu jangan pernah terlibat dalam dosa seksual. Mendengar tuntutan ini, mereka yang menuduh perempuan itu pulang meninggalkan perempuan tersebut sebagai tertuduh.

Dalam narasi ini kita mendapatkan dua pelajaran penting. Pertama, semua manusia berdosa, tidak terkecuali bangsa Yahudi yang menganggap diri sebagai umat pilihan Allah. Kedua, Yesus sama sekali tidak berdosa. Ia tidak meremehkan dosa perempuan itu, melainkan Ia memberikan kesempatan kedua kepada perempuan itu. Yesus yang tanpa dosa menampakkan diri sebagai orang yang penuh rahmat dan anugerah.

Renungkan: Jangan sia-siakan jika Tuhan Yesus memberikan kesempatan kedua bagi kita. Segeralah bertobat.

(0.18) (Yoh 12:44) (sh: Firman Tuhan yang menghakimi manusia (Minggu, 10 Maret 2002))
Firman Tuhan yang menghakimi manusia

Sabda Yesus yang sangat tajam disampaikan pada penampilan terakhir-Nya di muka umum. Mulai pasal 13, Ia hanya bertemu dan berbicara eksklusif dengan para murid-Nya. Seluruh ucapan terakhir-Nya ini bukan lagi undangan agar percaya, tetapi peringatan akan penghukuman Ilahi bagi mereka yang menolak Dia. Dalam bagian ini, Yesus menelanjangi dua kelompok orang tidak beriman. Pertama, mereka yang mendengar sabda-Nya, namun tidak menaatinya (ayat 47). Contohnya adalah kelompok yang mengizinkan dorongan untuk beriman dikalahkan oleh dorongan untuk diterima manusia (ayat 42-43). Kedua, mereka yang terus-menerus menolak Yesus dan ajaran-Nya (ayat 48). Mereka akan dihakimi oleh firman Yesus sendiri di akhir zaman.

Janji dan firman yang sama yang mengandung hidup adalah juga peringatan dan hakim bagi mereka yang tidak hidup di dalam-Nya. Ucapan ini sebenarnya bukan saja peringatan keras, tetapi juga menegaskan wibawa Ilahi dan kuasa kekal firman yang Yesus ucapkan. Dengan kata lain, kini penegasan akan ke-Allah-an Yesus dinyatakan di dalam peringatan tentang hukuman ini. Di akhir zaman kelak setiap mulut akan mengaku, setiap lutut akan bertelut bahwa Yesus sungguh Tuhan (Flp. 2:10), entah pengakuan itu lahir dari kesukaan iman atau karena ketakutan orang tanpa iman.

Peringatan ini bukan saja berlaku bagi orang-orang bukan Kristen. Wajib kita memeriksa diri apakah kita sudah sungguh hidup sepenuhnya dalam ketaatan pada firman-Nya.

Renungkan: Kesatuan Kristus dengan Allah membuat-Nya memiliki hak dan wibawa mengucapkan firman yang menuntut pengambilan sikap yang jelas oleh para pendengar-Nya.

Bacaan untuk Minggu Sengsara 5

Yesaya 43:16-21

Filipi 3:8-14

Lukas 22:14-30

Mazmur 28:1-3,6-9

Lagu:

Kidung Jemaat 362

PA 1

Yohanes 12:20-26

Perikop ini adalah kelanjutan dari peristiwa yang menggemparkan saat Yesus masuk kota Yerusalem. Di antara orang-orang yang akan ke Yerusalem untuk beribadah terdapat orang-orang Yunani. Mereka adalah orang-orang non-Yahudi yang sudah memeluk agama Yahudi, percaya kepada Yahweh, Allah yang hidup, dan menaati hukum Taurat. Mereka telah meninggalkan kepercayaannya yang lama, tidak lagi menyembah berhala nenek moyang mereka. Kelompok orang seperti ini dapat ditemui di PB: Kornelius perwira tentara Romawi, yang takut akan Allah (Kis. 10-11) dan Lidia penjual kain ungu yang bertemu rasul Paulus di Filipi (Kis. 16:14). Kelompok orang Yunani ini ingin sekali bertemu dengan Yesus. Mereka tidak berani langsung bertatap muka dengan-Nya. Tetapi, mereka minta pertolongan Filipus karena Filipus adalah nama Yunani. Ternyata harapan mereka tidak salah. Filipus meresponi dan menyampaikan maksud baik itu kepada Andreas. Mereka berdua lalu datang kepada Yesus.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

Siapakah orang-orang Yunani yang ingin bertemu dengan Yesus? Mengapa mereka tidak langsung bertemu dengan Yesus, tetapi harus melalui perantara, yaitu Filipus? Mengapa mereka memilih Filipus untuk menjadi penyambung lidah mereka (ayat 21)?

Bagaimana sikap Yesus terhadap permohonan orang Yunani yang disampaikan oleh Filipus dan Andreas (ayat 23-24)? Apa maksud Yesus dengan ucapan-Nya tentang sebiji gandum yang jatuh ke tanah, mati, dan berbuah banyak (ayat 24)? Apa hubungan ucapan itu dengan keberhasilan dan perluasan misi-Nya? Dengan syarat menjadi murid-Nya?

Dengan memperhatikan peristiwa-peristiwa sebelum ini, mengapa orang banyak tetap tidak paham dan tidak mengakui Yesus? Mengapa Yesus tidak memenuhi keinginan mereka agar Dia bicara lebih jelas? Pelajaran apa yang kita lihat di sini tentang prinsip pertumbuhan rohani? Tentang prinsip menghadapi penyoalan orang terhadap Injil?

Kemuliaan macam apakah yang Yesus terima? Jelaskan konsep kemuliaan dari ucapan Yesus dalam bagian ini! Apa dampak memiliki konsep seperti itu ke dalam hidup kita?

(0.18) (Kis 8:4) (sh: Masih ada manusia lama (Sabtu, 28 Juni 2003))
Masih ada manusia lama

Kitab Kisah Para Rasul dapat pula kita sebut Kisah Karya Roh Kudus sebab pemeran utama kisah dalam kitab ini sebenarnya adalah Roh Kudus, bukan para rasul. Roh Kudus memakai para rasul untuk melaksanakan pekerjaan-Nya dan bukan sebaliknya. Para rasul tidak memakai Roh Kudus untuk mencapai tujuannya. Sangat disayangkan karena Simon, salah seorang petobat baru di Samaria, tidak memahami hal ini. Ia mengira, ia bisa membeli karunia Roh Kudus agar ia pun dapat melakukan mukjizat seperti para rasul. Simon sangat keliru!

Walau Simon telah bertobat dan mengikut Filipus dalam pelayanannya, ia masih membawa manusia lamanya. Alkitab mencatat bahwa sebelum pertobatannya, Simon adalah seseorang yang merasa diri "sangat penting" (Kis. 8:9). Bahkan orang lain pun memandangnya dengan takjub dan memanggilnya, "Kuasa Besar" (Kis. 8:10), berhubung kekuatan sihir yang dimilikinya. Dengan kata lain, sebelum bertobat, Simon terbiasa menjadi pusat perhatian dan kekaguman orang di sekelilingnya. Sudah tentu setelah bertobat, Simon tidak lagi bisa dan tidak boleh bergaul dengan kuasa gelap dan itu berarti tamatlah riwayat sihirnya. Sekarang Simon tidak lagi "berkuasa" dan rupanya di sinilah letak persoalannya. Ia tidak terbiasa menjadi orang biasa dan tetap rindu menjadi orang besar sampai-sampai ia berani membayar para rasul untuk memberinya kuasa Roh Kudus. Syukurlah, ia masih mau mendengar teguran Petrus yang keras itu.

Perjalanan hidup kita, dari titik pertobatan sampai berjumpa kembali dengan Kristus kelak, merupakan sebuah proses pengudusan yang panjang. Tuhan akan terus membentuk kita agar makin serupa dengan-Nya.

Renungkan: Orang yang kudus adalah orang yang menyadari bahwa rohnya penurut namun dagingnya lemah; itu sebabnya ia terus berdoa dan berjaga-jaga.

(0.18) (Kis 9:10) (sh: Peranan di belakang layar (Selasa, 1 Juli 2003))
Peranan di belakang layar

Peranan Paulus dalam karya pelayanan sangat menentukan terobosan- terobosan yang mengeutkan dengan pengorbanan dan dedikasi yang mengagumkan. Paulus menjangkau tempat-tempat terpencil, dengan semangat yang tidak pernah padam. Mempunyai pikiran yang brilian dan ide-ide cemerlang. Ia memberikan fondasi bagi kekristenan bukan saja di zamannya tetapi juga sampai hari ini. Tuhan telah menemukan alat-Nya yang sangat ampuh sehingga warna dan pertumbuhan kekristenan sangat ditentukan oleh karya pelayan-Nya. Kita tentu saja tidak perlu mengidolakan Paulus sehingga Paulus lebih dari Yesus, tetapi dengan jujur kita harus mengakui bahwa Paulus, Rasul Yesus Kristus itu telah memainkan peranan yang sangat menetukan dalam memberitakan Injil Kerajaan Allah dan dalam memuliakan Tuhan.

Tetapi tokoh yang menarik untuk direnungkan hari ini bukan Paulus. Ada seorang tokoh yang juga sangat menentukan berada di belakang layar keberhasilan dan kebesaran Paulus. Tokoh itu adalah Ananias. Ia tenggelam dalam kemashuran dan kebesaran dan kebesaran Paulus tetapi ia memainkan peranan yang sangat menentukan untuk membimbing seorang Paulus menjadi Paulus yang besar dan tenar dalam berkarya bagi kristus. Ia menuntun Paulus yang bisa sampai ke alamat yang sebenarnya. Ia adalah seorang tokoh yang sederhana nyaris terlupakan sepanjang sejarah pelayanan. Tetapi ia yang bertanggungjawab sehingga Paulus menjadi Paulus yang saat ini kita kenal, menjadi seorang tokoh yang besar.

Renungkan: Banyak sekali tokoh-tokoh dibelakang layar yang terlupakan. Ibu- ibu sederhana di desa-desa yang pendidikannya tidak seberapa, tetapi menghabiskan hari-hari kehidupannya dengan doa, pengurbanan, kerja keras. Mereka telah menciptakan pemimpin- pemimpin umat atau pemimpin bangsa yang berguna. Apa peranan Anda dalam pemberitaan Injil Kristus?

(0.18) (Kis 12:11) (sh: Petrus terus mengetuk (Rabu, 9 Juli 2003))
Petrus terus mengetuk

Kegembiraan kadang membuat kita melupakan apa yang seharusnya kita lakukan. Seperti Rode, si pelayan tidak jadi membukakan pintu bagi Petrus dan meninggalkan Petrus di pintu gerbang untuk mengatakan kepada yang lain bahwa Petrus ada. Petrus yang biasanya selalu mengambil inisiatif dan lebih cepat bertindak tidak kehilangan kesabaran. Tetapi dalam teks ini kita melihat bahwa Petrus dengan tekun terus mengetuk sambil menanti kapan pintu itu akan dibukakan.

Di dalam kehidupan ini tidak selalu yang kita inginkan harus menjadi kenyataan secara spontan. Terkadang kita membutuhkan waktu yang cukup lama untuk terus menerus mengetuk pintu, sampai pintu itu dibukakan. Ketenangan dan kesabaran seringkali menjadi kunci penyelesaian bagi banyak persoalan. Begitu banyak karya-karya besar dan monumental, yang mengagumkan tidak terjadi dalam satu malam, melainkan memakan waktu bertahun-tahun.

Seringkali sukacita dan kebahagiaan seperti yang dimiliki Petrus tidak bisa langsung diterima orang lain. Mereka membutuhkan waktu untuk bisa mengerti bahwa Petrus sudah dilepaskan dari penjara. Seringkali berita yang kita sampaikan dianggap orang lain, terlalu indah untuk bisa diterima. Oleh sebab itu kita membutuhkan kesabaran untuk terus mengetuk pintu, sampai pintu itu dibukakan.

Ditengah-tengah dunia yang sibuk dan serba tergesa-gesa ini, di mana setiap orang berusaha keras untuk merebut kesempatan pertama, maka kesabaran sudah menjadi barang langka. Banyak sekali orang- orang yang mau menyelesaikan persoalan secepatnya. Banyak sekali orang yang mau bertumbuh dan menjadi matang hanya dalam satu hari, akibatnya matang sebelum waktunya.

Renungkan: Disaat-saat seperti inilah kita belajar dari Petrus, walaupun pintu tidak dibuka, ia dengan sabar terus mengetuk.

(0.18) (Kis 13:42) (sh: Hasil baik-buruk (Selasa, 17 Mei 2005))
Hasil baik-buruk


Kita cenderung mengukur keberhasilan pelayanan dari jumlah orang yang berespons positif. Bila setiap orang yang kita injili bertobat, kita berpikir bahwa pelayanan kita diberkati Tuhan. Sebaliknya, apabila kebanyakan orang yang kita layani mengeraskan hati, kita beranggapan bahwa Tuhan tidak mengurapi kita.

Seperti halnya kesaksian Injil sekaligus memiliki sisi baik dan buruk demikian pula hasil kesaksian. Bukankah justru ketika kesaksian Injil disampaikan di dalamnya terkandung kabar buruk. Yaitu, peringatan keras Tuhan terhadap mereka yang mendengar, namun mengeraskan hati? Kedua hasil itu terjadi dalam penginjilan yang dilakukan Paulus. Sebagian orang yang takut akan Allah, baik Yahudi maupun bukan merespons Injil (ayat 43). Dengan demikian, mereka menjadi bagian dari umat Allah sejati. Paulus dan Barnabas memperlakukan mereka sebagai kawanan domba Allah. Kedua rasul itu menggembalakan mereka dengan pengajaran dan nasihat agar mereka hidup dalam anugerah. Hasil buruk ternyata tidak kalah banyak. Mereka yang iri melihat penerimaan orang banyak terhadap Injil yang Paulus beritakan tidak saja menolak, tetapi juga menghujat dan membantah (ayat 45). Sikap penolakan mereka terhadap kebaikan Allah ini, berarti mereka lebih mencintai maut kekal daripada hidup kekal (ayat 46).

Orang Kristen dan gereja di Indonesia mengemban panggilan untuk bersaksi. Kita perlu belajar bersaksi yang memperhatikan konteks dan dengan cara yang dialogis bukan konfrontatif. Namun, jika semua faktor itu sudah kita pertimbangkan dan tetap terjadi penolakan bahkan perlawanan, terimalah itu sebagai sifat Injil yang memang selalu membawa akibat positif dan negatif. Jangan merasa gagal, takut, dan malu bila ditolak. Kita harus terus bersaksi kepada lebih banyak orang yang belum berkesempatan mendengar Injil.

Ingat: Tuhan tetap diperkenan oleh kesaksian Injil yang benar terlepas dari bagaimana reaksi orang terhadap pemberitaan tentang-Nya.

(0.18) (Kis 15:1) (sh: Hai gereja, bersatulah! (Minggu, 11 Juni 2000))
Hai gereja, bersatulah!

Kesatuan umat Kristen di Indonesia bisa dikatakan semakin memprihatinkan, karena di tengah tantangan dan penganiayaan, Kristen justru saling berbakuhantam karena perbedaan doktrin/teologi. Kecenderungan gereja hanya peduli untuk mempertahankan warna Kristennya dari 'invasi' warna Kristen lainnya, dibandingkan peduli terhadap ancaman dan tantangan lain yang lebih menakutkan dan bersifat destruktif.

Gereja mula-mula nampaknya juga mengalami hal serupa. Di satu sisi ancaman penyiksaan terus membayangi pertumbuhan gereja, di sisi lain di dalam gereja sendiri timbul konflik teologi. Orang-orang Kristen Yahudi dari Yudea mengajarkan doktrin yang lain kepada Kristen di Antiokhia. Mereka mengatakan bahwa doktrin mereka lebih benar dan membawa kepada keselamatan sejati. Tentu saja teologi ini ditentang keras oleh Paulus dan Barnabas dan akhirnya menimbulkan perdebatan sengit dan menyeret gereja pada keadaan kritis yaitu perpecahan. Untuk mengatasi krisis ini, diadakan pertemuan di Yerusalem.

Di dalam pertemuan inilah dapat ditemukan dasar-dasar persatuan gereja. Tiga rasul, Petrus, Paulus, dan Yakobus yang nampaknya mempunyai teologi saling berseberangan, secara bergiliran berbicara. Dari pembicaraan mereka dapat disimpulkan bahwa pengalaman mereka dan firman Tuhan saling bersesuaian. Hal ini memimpin mereka pada kesimpulan bahwa Injil yang satu yaitu bahwa keselamatan berdasarkan anugerah Allah, berlaku bagi semua manusia. Injil yang satu inilah yang mempersatukan mereka (19-20), mempersatukan gereja. Dengan demikian Kristen tetap utuh dan satu.

Renungkan: Kita bisa mulai mempromosikan kesatuan Kristen di Indonesia dengan mengaplikasikan dalam kehidupan bergereja, apa yang pernah diucapkan oleh John Newton: "Paulus adalah buluh untuk hal-hal yang tidak penting, namun pilar besi untuk hal-hal yang pokok."

Bacaan untuk Hari Pentakosta:

1Korintus 12:4-13 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/1Ko/T_1Ko12.htm#12:4 Kisah Para Rasul 2:1-13 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Kis/T_Kis2.htm#2:1 Yohanes 14:15-26 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Yoh/T_Yoh14.htm#14:15 Mazmur 104:1-4,24-33 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Maz/T_Maz104.htm

Lagu: Kidung Jemaat 256

(0.18) (Kis 15:1) (sh: Mengelola konflik (Sabtu, 21 Mei 2005))
Mengelola konflik


Gereja yang sedang bertumbuh dan mulai menata diri biasanya akan bertemu dengan permasalahan internal gereja, misalnya: masalah kepemimpinan, organisasi, bentuk pelayanan, dan pengajaran. Tak jarang pula perselisihan ini akan berakhir pada perpecahan jemaat. Prinsip apa yang seharusnya kita pakai untuk menyelesaikan persoalan ini?

Paulus menerima kedatangan beberapa orang Kristen Yahudi dari Yudea dengan baik meski mereka datang dengan membawa pengajaran yang tidak benar (ayat 1). Kemungkinan isu ini berasal dari kalangan orang Farisi yang telah menjadi Kristen (ayat 5). Walaupun Paulus menentang dengan keras pandangan keliru ini, namun ia tidak memaksakan pendapatnya kepada jemaat Antiokhia. Ia justru menyetujui usulan jemaat Antiokhia untuk menyelesaikan masalah ini dengan melibatkan pimpinan gereja lainnya yakni para rasul dan penatua jemaat di Yerusalem (ayat 2). Dalam perjalanannya menuju Yerusalem, ia berkesempatan menjumpai jemaat Tuhan di Fenisia dan Samaria. Paulus tidak memakai kesempatan itu untuk mempengaruhi jemaat tersebut dan mencari dukungan suara bagi pendapatnya melainkan ia menyaksikan anugerah Allah yang dicurahkan kepada orang nonyahudi sehingga mereka menyambut Injil (ayat 3). Hal yang sama pun ia lakukan ketika berjumpa dengan pimpinan gereja di Yerusalem (ayat 4).

Gereja-gereja di Indonesia masa kini sering menghadapi masalah serupa. Salah satu penyebabnya adalah tradisi-tradisi yang kedudukannya disamakan dengan firman Tuhan. Kita harus tegas menolak pandangan yang tidak alkitabiah dengan meneladani sikap Paulus. Yaitu, tidak memperuncing perbedaan pendapat yang dapat memecah-belah jemaat, melibatkan pemimpin gereja yang kompeten untuk menyelesaikan masalah, dan tidak memanfaatkan posisi dalam gereja untuk mencari dukungan.

Tekadku: Tegas dalam mempertahankan kebenaran, arif dalam menyelesaikan perbedaan pendapat.

(0.18) (Kis 18:1) (sh: Pemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil (Rabu, 1 Juni 2005))
Pemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil


Pengabaran Injil bisa dihalangi dengan keras. Pengabar Injil bisa ditentang dan ditolak. Akan tetapi, rencana Allah tidak bisa gagal. Ia akan memakai berbagai cara untuk memelihara misi penyelamatan tak terhenti.

Allah memelihara misi pengabaran Injil yang dilakukan Paulus melalui beberapa cara. Pertama, Allah memberikan Paulus kepekaan untuk mengetahui kebutuhan orang-orang di sekelilingnya. Kepekaan Paulus juga terlihat saat ia sendiri yang menanggung biaya pelayanannya. Ia tidak membebankannya kepada orang-orang percaya yang pernah ia layani. Sungguh teladan yang luar biasa! Untuk itu, ia bekerja sebagai tukang kemah yang juga dilakukan oleh Akwila dan Priskila (ayat 2-3). Kedua, Roh Kudus menguatkan Paulus dengan visi adanya umat pilihan yang harus diselamatkan di kota Korintus. Visi ini membuat ia tidak meninggalkan kota tersebut, walaupun Injil Kristus ditentang oleh orang-orang Yahudi yang ada di Korintus (ayat 6-8,12-17). Ketiga, Allah melindungi Paulus dari ancaman para musuhnya sehingga ia dapat tinggal delapan belas bulan lamanya untuk mengajar umat dan melayani pekerjaan Tuhan (ayat 10-11).

Ada dua teladan Paulus yang dapat kita ikuti. Pertama, bergantung penuh kepada pemeliharaan Tuhan untuk mencukupi kebutuhan pelayanan, bukan kepada manusia. Akibatnya, pelayanan kita tidak dikendalikan orang lain. Kedua, kita perlu belajar peka akan kebutuhan orang lain. Jangan sampai pelayanan kita dikendalikan oleh rasa suka atau tidak suka terhadap sikap atau jenis orang tertentu. Hal yang paling penting adalah senantiasa meminta pimpinan Tuhan yang jelas melalui firman dan doa untuk visi pelayanan. Kalau Tuhan sudah menetapkan pimpinan-Nya, kita boleh meyakini bahwa rintangan apa pun akan dapat kita atasi.

Renungkan: Hati yang tulus untuk dipakai Tuhan, kepekaan akan kebutuhan di sekitar kita, dan ketaatan pada pimpinan Roh Kudus adalah kunci kesuksesan pelayanan kita.

(0.18) (1Kor 7:25) (sh: Menjaga keseimbangan (Sabtu, 13 September 2003))
Menjaga keseimbangan

Masalah percabulan adalah masalah yang harus disikapi dengan serius pula. Karenanya Paulus begitu keras menegur jemaat yang terlibat dalam masalah ini. Pada perikop ini Paulus kembali menyoroti masalah tersebut, hanya saja saat ini lebih diarahkan kepada tanggung jawab sebagai umat pilihan Allah. Paulus menyoroti empat hal: [1] jika seorang pria memilih untuk tidak terikat perkawinan dengan gadisnya, ia harus memusatkan perhatian pada Tuhan (ayat 32); [2] jika seorang pria memilih untuk terikat dalam lembaga perkawinan, ia harus menyenangkan isterinya (ayat 33); [3] bagi gadis yang tidak menikah, sebaiknya mereka memusatkan perhatian kepada perkara Tuhan supaya tubuh dan jiwa mereka tetap kudus (ayat 34a); [4] bagi yang ingin terikat dalam perkawinan mereka harus dapat menyenangkan suaminya (ayat 34b).

Dalam kondisi yang dikatakan darurat ini, Paulus terus berusaha mengimbau agar jemaat tetap menjalankan tanggung jawab yang Tuhan percayakan, karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi. Imbauan Paulus di ayat 29 dan 30 ini sebenarnya paradoks: orang- orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri; orang-orang yang menangis, seolah-olah tidak menangis, dst. Sebenarnya Paulus sedang tidak membingungkan kita, karena ayat-ayat ini diucapkan agar jemaat Korintus selalu mengingat bahwa tugas utama mereka adalah melayani Tuhan atau memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan. Kita melihat dua pelajaran penting: [1] orang percaya dituntut untuk memikirkan pelayanan secara serius, bukan hanya kepentingan pribadi saja; [2] mereka yang serius dalam pelayanan harus juga perlu memperhatikan keseimbangan antara pelayanan dan keluarga, sehingga tanggung jawabnya dapat terlaksana dengan baik.

Renungkan: Tiap kita mempunyai kebutuhan dan pergumulan pribadi yang berbeda-beda. Bagaimana kita menjaga keseimbangan antara keduanya?

(0.18) (1Kor 13:1) (sh: Kasihlah yang terutama! (Rabu, 24 September 2003))
Kasihlah yang terutama!

Di balik setiap tindakan yang manusia lakukan, pasti ada motivasi. Tentu saja masing-masing orang bertindak dengan motivasi yang berbeda-beda. Namun, dalam kehidupan kekristenan, setiap tindakan orang harus didasari oleh motivasi yang sama, yaitu kasih. Mengapa? Paulus menjelaskan bahwa dalam kehidupan orang Kristen kasih bukan sekadar identitas atau ciri kekristenan tetapi jiwa dan jati diri Kristen dan kekristenan. Dengan demikian, kasih adalah sesuatu yang mutlak ada dalam kehidupan orang Kristen. Penjelasan Paulus tidak berhenti sampai di situ. Selanjutnya ia mengatakan bahwa semua karunia yang orang Kristen miliki, tidak berarti apa-apa jika tidak didasari oleh kasih. Paulus memberikan suatu pengajaran yang sangat keras kepada orang Kristen karena menyangkut keberadaan mereka sebagai milik Kristus, dan hidup di dalam Kristus.

Penekanan Paulus tentang kasih sebagai jiwa dan jati diri kekristenan kepada orang-orang Kristen di Korintus saat itu merupakan salah satu bentuk ungkapan yang memprihatinkan dirinya. Jemaat Korintus yang merasa dirinya memiliki karunia dari Tuhan, menjadi sombong dan mulai menganggap bahwa diri mereka lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan jemaat yang tidak memiliki karunia tersebut. Karena itu Paulus memberikan ketegasan bahwa kepandaian berbicara, bernubuat, memiliki hikmat dan pengetahuan manusia jika tidak disertai kasih hanya akan menciptakan kegaduhan, dan membuat dirinya tidak berharga (ayat 1,2,3). Penekanan Paulus ini memberikan pelajaran penting untuk kita, orang-orang Kristen masa kini, yaitu bahwa kita adalah orang yang dihidupkan oleh Kristus dan bagi Kristus. Karena itu kitalah orang-orang yang akan memiliki dan menyatakan kasih Kristus itu dalam segala aspek kehidupan kita.

Renungkan: Lakukan dan landasilah segala aktivitas hidup kekristenan Anda dengan kasih yang dari Kristus asalnya.

(0.18) (1Kor 15:1) (sh: Inti pemberitaan Injil (Selasa, 30 September 2003))
Inti pemberitaan Injil

Paulus menganggap penting untuk mengingatkan kembali jemaat Korintus akan Injil yang telah diberitakannya. Jemaat Korintus telah menerima Injil dan hidup di dalamnya. Karena itu tak dapat disangkal bahwa jemaat Korintus telah menerima keselamatan (ayat 1). Namun ada catatan penting yang bukan hanya harus selalu diingat dan dipegang tetapi juga ditambahkan kepada pengetahuan mereka tentang injil (ayat 2).

Pertama, Injil harus dipahami sebagai suatu kesatuan berita tentang kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Paulus menekankan bahwa kematian dan kebangkitan-Nya adalah rangkaian peristiwa yang menjadi inti Injil. Ia mati karena dosa-dosa manusia, dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga sesuai Kitab Suci (ayat 3,4; bdk. Yes. 53:4-6,8,11-12; Hos. 6:2; Yun. 1:17). Fakta kebangkitan-Nya, sebagaimana kesaksian saksi mata, antara lain: Kefas, kedua belas murid, lebih dari lima ratus saudara, Yakobus, semua rasul dan yang paling akhir Paulus sendiri (ayat 5-8), menggagalkan keraguan beberapa orang terhadap kebangkitan orang mati.

Kedua, Injil harus menjadi motivasi pembawa berita. Paulus telah dipilih sebagai saksi kebangkitan Yesus dan dipanggil menjadi rasul -- meskipun ia menganggap dirinya rasul yang paling hina karena ia menganiaya jemaat Allah (ayat 9). Namun, ia menganggap kasih karunia Allah yang telah dianugerahkan kepadanya, yaitu Injil keselamatan menjadi motivasi kuat untuk bekerja lebih keras dari rasul yang lain (ayat 10-11).

Hendaknya gereja tidak melupakan fondasi yang mengokohkannya yaitu Injil Yesus Kristus karena gereja ada karena pemberitaan Injil disambut dalam iman. Bila hal yang sangat penting ini dilupakan, gereja dan kehidupan Kristen kita terancam bahaya. Renungkan: Oleh Injil kita diselamatkan. Oleh Injil kita mengetahui bahwa kematian dan kebangkitan-Nya telah melepaskan kita dari kuasa dosa dan dari murka Allah.



TIP #01: Selamat Datang di Antarmuka dan Sistem Belajar Alkitab SABDA™!! [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA