Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 221 - 240 dari 294 ayat untuk menyebut (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.22) (Ayb 18:1) (sh: Memori adalah warisan yang tak ternilai (Selasa, 30 Juli 2002))
Memori adalah warisan yang tak ternilai

Paul Johnson mengingatkan kita akan fakta sejarah bahwa pada 1882 seorang filsuf berkebangsaan Jerman, Friedrich Nietzsche, memproklamasikan bahwa Tuhan sudah mati! Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa yang mati adalah Nietzsche, bukan Tuhan. Paul Johnson menunjukkan bahwa kekristenan terus berkembang dan tidak pernah berhenti berkembang di bekas negara-negara komunis, di Amerika Serikat, Afrika Selatan, Tiongkok, dan tempat lainnya.

Sekali lagi Bildad berbicara dan menegur Ayub, namun sayangnya, tegurannya - bahwa Ayub sesungguhnya orang yang fasik salah alamat. Namun, di dalam teguran yang salah alamat itu terkandung satu kebenaran abadi, yakni, "Ingatan kepadanya (orang fasik) lenyap dari bumi, namanya tidak lagi disebut di lorong-lorong." (ayat 18:17). Orang fasik hanya dikenang untuk sementara dan kalau pun dikenang untuk kurun yang panjang - seperti Hitler - itu pun hanyalah untuk mengingatkan kita akan kejahatannya. Kita lebih suka tidak mengingat-ingat orang yang jahat.

Sebaliknya, orang yang benar akan dikenang dan kenangan akan orang yang benar memberi kita kekuatan dan dorongan untuk hidup benar pula. Kita hidup hanya sekali dan kita hanya memiliki satu kesempatan untuk meninggalkan kenangan kepada penerus kita. Jika hidup kita bengkok, dalam arti banyak melakukan kejahatan di mata Tuhan, maka menyebut nama kita saja anak cucu kita akan malu, apalagi mengingat apa yang telah kita lakukan. Sebaliknya, bila hidup kita benar dan menjadi berkat bagi banyak orang, mereka akan bangga mengingat kita dan bahkan termotivasi untuk hidup benar seperti kita pula.

Janganlah sampai kita berpikiran pendek dan mementingkan kepuasan sesaat saja; sadarilah bahwa hidup kita sekarang akan membawa dampak kepada anak cucu kita di kemudian hari. Tinggalkanlah kenangan yang akan memotivasi mereka untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Itulah warisan yang paling berharga yang dapat kita tinggalkan untuk mereka.

Renungkan: Memori seperti apakah yang akan kita tinggalkan kepada anak cucu kita?

(0.22) (Ayb 42:7) (sh: Kemenangan Ayub (Kamis, 22 Agustus 2002))
Kemenangan Ayub

Yahweh kini berbicara kepada teman-teman Ayub, pertama kepada Elifas yang kemungkinan adalah juru bicara mereka, lalu kepada mereka bertiga sekaligus. Meskipun Ayub tidak lagi diajak bicara, namun Yahweh terus menyebut Ayub sebagai "hamba-Ku", sebuah sebutan yang jarang dipakai, yang menunjukkan perkenanan Yahweh kepadanya. Yahweh menghakimi baik Ayub maupun teman-temannya berdasarkan tuduhan yang dilontarkan mereka kepada-Nya (ayat 7-9). Ia murka karena ucapan-ucapan itu (ayat 7) dan menyebutnya "bodoh" (ayat 8). Istilah yang tidak muncul dalam terjemahan bahasa Indonesia ini bukan hanya berarti bodoh, namun kejahatan seksual seperti perkosaan. Mereka yang berbicara dengan "bodoh" telah berbicara bohong dan menyesatkan umat Allah. Karena itu, mereka harus menaikkan kurban pendamaian. Berbicara keliru tentang Allah, bagi penulis kitab Ayub, layak mendapatkan hukuman mati.

Apa kekeliruan sahabat-sahabat Ayub? Mereka merasa tahu tentang Allah dan bahkan membela Allah. Di sini terjadi sesuatu yang ironis: teman-teman Ayublah yang justru disalahkan Allah, dan Ayub yang dibela. Ternyata sahabat-sahabat Ayub belum mengenal Allah dengan lebih dalam. Mereka hanya melihat bahwa orang yang menderita pasti adalah orang jahat yang dihukum Allah. Ini bukan hanya keliru, tetapi juga penghujatan. Mereka yang memiliki pemahaman seperti ini justru adalah orang-orang yang benar-benar berdosa.

Mereka akhirnya minta Ayub mendoakan mereka agar dilepaskan dari hukuman. Yahweh mengabulkan permohonan Ayub. Ayub pun dipulihkan. Kini nyatalah bahwa Allah pun memiliki belas kasihan. Ayub menang, ia tidak seperti yang dituduhkan Iblis kepadanya (ps. 1-2). Pemulihan Ayub mengandung hal yang ironis (ayat 11-17). Kini semua yang telah meninggalkannya kembali dan memberikan penghiburan dan bantuan. Hal ini sebenarnya keliru karena ia tidak lagi memerlukannya. Ayub digambarkan memiliki kebahagiaan ganda, lebih dari sebelumnya.

Renungkan: Anda dapat menemukan hidup Anda kembali melalui kehilangan dan sikap rendah hati di hadapan Allah.

(0.22) (Mzm 47:1) (sh: Allah adalah Raja! (Rabu, 11 Februari 2004))
Allah adalah Raja!

Raja adalah gelar politis, sama seperti presiden, kaisar dan yang sejenisnya. Oleh karena itu, menyebut Allah sebagai raja membawa kepada implikasi politis. Penyebutan Allah Israel sebagai raja bukan dimulai oleh Israel sendiri, melainkan oleh Allah sendiri. Allah berkenan memakai gelar politis itu untuk menyatakan kehadiran dan kedaulatan-Nya atas Israel di tengah-tengah percaturan politik dunia pada masa Perjanjian Lama.

Pemazmur di sini mengajak semua bangsa di dunia ini mengakui kerajaan Allah atas Israel, tetapi juga melalui Israel atas bangsa-bangsa lain. Pada saat Israel diinaugurasikan sebagai sebuah bangsa, TUHAN, raja Israel sendiri telah menaklukkan bangsa-bangsa ke bawah Israel (ayat 4). Israel sendiri mendapatkan tanah pusaka sebagai milik yang patut dibanggakan (ayat 5). Pada saat itulah Allah memproklamasikan diri sebagai Raja mereka.

Mazmur ini tidak berhenti hanya pada pujian bagi Raja Israel, tetapi meneruskannya dengan memanggil semua bangsa lainnya untuk me-Raja-kan Dia, karena sesungguhnya Tuhan adalah Raja atas seluruh bumi (ayat 3, 8, 9). Sekarang ini, pengakuan itu belum datang dari mulut bangsa-bangsa di luar Israel. Akan tetapi, sesuai dengan janji Allah kepada Abraham, semua bangsa akan diberkati melalui Israel. Berkat itu yang paling terutama adalah Allah sebagai Raja mereka.

Implikasi politis bagi pengakuan bahwa Allah sebagai Raja adalah pertama, semua bangsa harus membuang ibadah kepada dewa-dewi mereka karena hanya Dia saja Allah mereka. Kedua, semua bangsa harus tunduk kepada Allah sebagai Raja mereka. Ketiga, semua raja bangsa-bangsa harus tunduk kepada Raja diraja mereka (ayat 10).

Renungkan: Beritakan kepada semua orang bahwa Tuhan Yesus adalah Raja atas hidup mereka.

(0.22) (Mzm 88:1) (sh: "Malam" yang pekat (Sabtu, 1 Oktober 2005))
"Malam" yang pekat

Bila mazmur 84 disebut mazmur terindah maka mazmur ini lebih tepat disebut mazmur tersedih karena menceritakan tentang lembah kehidupan yang gelap. Menjalani lembah kehidupan yang gelap pada tepian maut, bukan merupakan pengalaman kebanyakan orang beriman. Meski demikian, mempelajari mazmur ini berguna bagi kita untuk beroleh pegangan, bila suatu saat kelak kita diizinkan Tuhan mengalami masa sulit bagaikan "malam" yang teramat pekat.

Peristiwa yang melatarbelakangi mazmur ini tidak jelas. Ungkapan pemazmur seolah menunjukkan ia sedang berpenyakit yang hampir membuatnya mati (ayat 4b-10) dan kondisi itu diartikannya sebagai murka Allah (ayat 8). Mazmur ini juga hanya berisikan sedikit permohonan (ayat 2-3) dan tidak ada pernyataan iman atau tekad pemazmur memuji Tuhan. Ia hanya mengeluh saja, hal itu ditegaskannya dengan menggunakan kata-kata bahasa Ibrani untuk itu, yakni: "berseru-seru" (ayat 2), "teriak" (ayat 3), dan "teriak minta tolong" (ayat 14). Semua cara berdoa untuk memohon kemurahan Allah telah ia pakai, namun semua itu seolah sia-sia. Akhirnya yang pemazmur rasakan sebagai sahabat akrabnya adalah "malam" pekat itu saja.

Kondisi penyakit yang sangat parah bisa membuat orang beriman menaikkan ratapan dengan iman yang kurang ber-bobot. Namun, mengatakan bahwa pemazmur kurang beriman tidaklah benar sebab ia menyebut Allah sebagai "Allah yang menyelamatkan aku" (ayat 2), dan ia mengungkapkan tentang kasih dan kesetiaan Allah (ayat 12). Mazmur ini memberikan penghiburan bagi kita tatkala kita mengalami "malam" yang teramat pekat yang ingin membinasakan kita. Doa yang jujur tanpa harus dikemas dengan banyak istilah dan konsep teologis tetap merupakan doa yang benar di hadapan Allah. Tatkala kita tidak sanggup lagi membahasakan konsep-konsep teologis dalam rintihan kita, Allah tetap menyambut doa itu dalam kemurahan dan hikmat-Nya.

Responsku: ---------------------------------------------------------------- ----------------------------------------------------------------

(0.22) (Mzm 99:1) (sh: Kuduslah Tuhan (Minggu, 14 April 2002))
Kuduslah Tuhan

Mazmur ini merangkumkan dan mendefinisikan ulang tema kedaulatan Allah. Mengingat situasi dunia yang jauh dari benar, adil dan damai, mazmur ini juga mengarahkan pengharapan umat Tuhan pada kedatangan penghakiman akhir Allah kelak, dan mendorong umat untuk hidup di bawah kendali Allah.

Kebesaran, kedahsyatan, kedaulatan, dan semua sifat Allah yang disoroti sebelumnya dan juga di sini, kini disarikan dengan tegas: “Kuduslah Ia!” (ayat 3,5,9). Penegasan tentang kekudusan Allah ini menyimpulkan tiga bagian yang mengulas tentang Allah. Pertama, Allah adalah Raja yang besar, agung, dan misteri-Nya ada di luar jangkauan manusia (ayat 1-3). Kedua, Allah adalah Raja yang kuat, mencintai hukum, melakukan keadilan, menegakkan kebenaran (ayat 6-9). Ketiga, Allah adalah Raja yang menjawab umat-Nya dengan anugerah dan tuntutan ketaatan (ayat 6-9).

Meskipun kedaulatan Allah bersifat universal, namun kedaulatan itu mulai dari pusatnya, yaitu di tengah umat Allah (ayat 1-3). Ini dinyatakan dengan menyebut “Sion’ dan “kerub-kerub” (menunjuk pada tabut perjanjian yang di atasnya dibuat patung kerub). Kekudusan Allah dinyatakan di dalam dan dipancarkan ke seisi dunia mulai dari umat-Nya sendiri. Kekudusan Allah itu menjelaskan kebesaran Allah sebagai hal mencintai hukum dan menegakkan keadilan (ayat 4-5). Dengan demikian, kekudusan yang dalam arti harfiahnya adalah terpisah, kini mendapatkan definisi baru. Allah juga terlibat di dunia dan mewujudkan kebenaran agar manusia berelasi dengan-Nya. Bagi Allah yang demikian, kegentaran bersanding dengan ketaatan dan kasih kepada-Nya. Dari sini lahir kehidupan yang selalu ingin memuliakan Allah (ayat 8-9).

Renungkan: Kristus datang tidak saja untuk mengampuni dosa, tetapi untuk mewujudkan kebenaran dan kekudusan Allah di dalam dan melalui kita di dunia.

Bacaan untuk Minggu Paskah 3

Kisah Para Rasul 5:27-32

Wahyu 5:11-14

Yohanes 21:15-19

Mazmur 30

Lagu:

Kidung Jemaat 405

PA 6 Mazmur 96

Pemahaman mengenai konteks sebuah mazmur perlu, agar kita pembaca masa kini dapat menempatkan diri secara tepat dengan pergumulan pemazmur waktu itu. Demikian pula ketika kita membaca Mazmur 96 ini. Versi Alkitab Perjanjian Lama berbahasa Yunani (Septuaginta atau LXX) memberikan judul “Ketika rumah itu telah selesai dibangun setelah pembuangan. Nyanyian Daud.” Jika ini benar, maka Mazmur 96 dinyanyikan setelah Bait Allah dibangun kembali, setelah bangsa Israel kembali dari pembuangan di Babel. Tema utama dari mazmur ini adalah Yahweh itu Raja (ayat 10) yang memelihara umat-Nya sekaligus hakim yang akan datang menuntut pertanggungjawaban setiap orang. Kepada-Nyalah pujian harus dilantunkan dan perayaan diadakan.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

Perintah-perintah apa yang disampaikan pemazmur (ayat 1-3)? Apa yang dirayakan oleh pemazmur dan bangsa Israel waktu itu? Mengapa “segala suku bangsa” harus mendengar kabar baik ini (ayat 4-6)? Apakah “pesan” yang terkandung dalam tindakan yang dianjurkan kepada umat?

Dalam hal-hal apakah Allah Israel berbeda dengan allah-allah lain? Hal apa saja merupakan ciri sifat dan perbuatan Allah Israel (ayat 4-6)? Adakah pengalaman Anda yang melaluinya Anda lebih mengenal sifat dan perbuatan Allah? Bagikan!

Apakah tujuan dari ibadah? (perhatikan kata yang diulang-ulang dalam ayat 7-8). “Persembahan” dalam bahasa aslinya berarti pemberian kepada Allah apa yang sebenarnya berasal dari Dia. Jika Allah memang mulia dan sumber segala berkat, mengapa kita masih harus memuliakan Dia dan memberi persembahan kepada-Nya? Apakah ibadah gerejawi Anda didasarkan atas motivasi seperti ini? Bagaimana agar ibadah gerejawi kita lebih dekat lagi kepada prinsip ini?

Puncak pujian ada di dalam pengakuan bahwa Tuhan itu Raja yang datang menyertai sekaligus menjadi hakim (ayat 10-13). Bagaimana Anda mengaitkan harta rohani kita di dalam Yesus Kristus dengan tanggung jawab kita untuk memberitakan penghakiman Allah dan penyelamatan Allah untuk sesama kita?

(0.22) (Mzm 105:1) (sh: Kebaikan Allah yang berlimpah (Kamis, 20 Oktober 2005))
Kebaikan Allah yang berlimpah

Mazmur sejarah ini unik karena tidak menyebut-nyebut sama sekali Daud dan keturunannya sebagai raja Israel. Mazmur ini ditulis pada permulaan masa sesudah pembuangan, ketika kerajaan Israel sudah hancur, tetapi umat Allah diizinkan oleh penjajah mereka kembali ke Tanah Perjanjian. Ada perasaan ketidakpastian dari umat, apakah Allah akan memimpin mereka pulang ke negeri mereka?

Pemazmur mengajak umat yang berada di persimpangan jalan itu untuk mengarahkan hati, pikiran, dan ibadah mereka kepada Allah. Dengan menggunakan berbagai kata kerja yang mengungkapkan aspek-aspek ibadah, seperti bersyukur, mengingat, bermegah, mencari, dst. (ayat 1-5), pemazmur ingin menggugah hati umat kepada perbuatan-perbuatan Allah pada masa lampau dalam hidup mereka. Betapa Allah telah menyatakan anugerah-Nya tak henti-hentinya kepada mereka sejak permulaan sejarah bangsa mereka (ayat 16-45), bahkan sejak cikal bakal mereka, yaitu Abraham, Ishak, dan Yakub (ayat 7-15). Satu hal yang ditekankan berulang adalah dalam setiap tahapan sejarah hidup umat, Allah terus memberkati, melindungi, dan menyertai mereka (ayat 12-15).

Sejak awal, Allah telah mengikatkan diri-Nya dengan perjanjian kekal kepada umat-Nya melalui Abraham, bahwa merekalah pewaris Tanah Kanaan (ayat 7-11). Perjanjian itu menempatkan Israel bukan hanya sebagai umat pilihan, tetapi juga yang diurapi (ayat 15), yaitu yang diutus untuk menjadi agen Allah menyatakan keselamatan bagi bangsa-bangsa. Itu sebabnya, salah satu aspek ibadah adalah memperkenal-kan Allah dan perbuatan baik-Nya kepada mereka (ayat 1b).

Melalui penyembahan yang benar, kita diingatkan akan kebaikan dan kemurahan-Nya atas hidup kita. Kita akan di-mampukan untuk menyerahkan seluruh hidup kita kepada tangan Allah yang berkuasa. Tangan yang berlubang paku itulah yang akan terus menopang hidup kita.

Responsku: ---------------------------------------------------------------- ----------------------------------------------------------------

(0.22) (Pkh 4:1) (sh: Harus melakukan firman-Nya (Sabtu, 2 Oktober 2004))
Harus melakukan firman-Nya

Di dalam hidup ini ada tiga hal yang harus kita perhatikan dan bedakan dengan tepat: (a) apa yang ingin kita lakukan, (b) apa yang dapat kita lakukan, dan (c) apa yang harus kita lakukan. Kadang kita gagal membedakan ketiganya dan justru menggabungkannya. Kita lalai melakukan apa yang harus kita lakukan dan hanya memimpikan apa yang ingin kita lakukan (namun tidak dapat kita lakukan).

Iri hati dan ketidakpuasan bersumber dari selisih antara apa yang ingin kita lakukan dan apa yang dapat serta harus kita lakukan. Kita menggerutu karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa inilah yang dapat dan harus kita lakukan; kita tidak puas sebab kita membandingkannya dengan apa yang ingin kita lakukan. Firman Tuhan menyebut sikap seperti itu, "mengejar angin" yaitu suatu kesia-siaan (ayat 4). Pengkhotbah mencatat suatu tindakan kesia-siaan yang lainnya di bawah kolong langit (ayat 7). Yaitu, seseorang yang "mengejar harta benda" (ingin kaya). Namun, ketika tua ia sadar bahwa ia tidak dapat menikmati kekayaannya itu. Sayang sekali, karena yang harus ia kerjakan di masa mudanya mungkin justru tidak dilakukannya. Sebenarnya semua ini bisa diubah. Kita mulai dari apa yang harus kita kerjakan. Yaitu, melakukan kehendak Tuhan. Saat kita bersedia mengerjakan kehendak Tuhan maka Tuhan akan memampukan kita melaksanakannya. Sehingga kita dapat mengerjakan kehendak Tuhan itu oleh karena, kita terus-menerus mencari kehendak-Nya.

Sewaktu muda seorang pendeta terkenal dari Amerika, Billy Graham menerima banyak tawaran untuk bekerja di bidang umum dan adakalanya beliau tergoda untuk mengalihkan hatinya dari panggilan Tuhan dalam hidupnya. Namun puji Tuhan, beliau setia pada panggilan-Nya dan akhirnya beliau menyadari bahwa tugas yang Tuhan embankan padanya adalah menjadi pemberita Injil. Itulah yang harus, dapat, dan, ingin dilakukannya! Bagaimana dengan kita?

Renungkan: Mulailah dari yang harus dilakukan, yaitu melaksanakan firman-Nya. Anda pasti dapat dan ingin melakukan yang terbaik.

(0.22) (Yes 23:1) (sh: Kesombongan manusia (Kamis, 9 September 2004))
Kesombongan manusia

Pasal ini merupakan nubuat Nabi Yesaya tentang apa yang akan terjadi pada Tirus dan Sidon. Tirus ialah sebuah kota yang kaya terletak di pesisir Laut Tengah dan selama berabad-abad menjadi kota yang diagungkan karena perdagangannya yang terkenal di belahan dunia pada waktu itu. Keterangan tentang Tirus dapat dibaca dari kitab Yosua yang menyebutkan Tirus sebagai kota yang kuat (Yos. 19:29). Selain itu, Tirus menjadi musuh Israel pada pemerintahan Daud dan Salomo. Pada awalnya Tirus ialah sebuah kota jajahan dari Sidon, tapi kemudian Tirus lebih terkenal melebihi Sidon.

Sedangkan, Sidon adalah kota pelabuhan yang terkenal pada waktu itu. Sidon memiliki dua pelabuhan utama yang menguasai rute pelayaran kapal-kapal dagang melalui laut. Pada waktu itu, Sidon merupakan kota pertahanan bangsa Kanaan (ayat 2-4). Tetapi, ketenaran, kekuatan dan kesombongan yang dimiliki oleh Tirus dan Sidon akan dihapuskan oleh Allah, karena mereka telah menjadi sombong atas kemampuan mereka itu (ayat 6-9). Tirus dan Sidon akan hancur, dan tempat kebanggaan mereka yaitu benteng dan pelabuhan tidak terlihat lagi (ayat 10,11). Tirus akan diserahkan kepada binatang-binatang gurun untuk dimusnahkan (ayat 13b). Benteng-benteng pertahanan Tirus sebagai lambang kekuatan mereka akan hancur (ayat 14). Kesombongan manusia akan luntur oleh keMahakuasaan Allah. Meskipun begitu, Allah akan menyediakan pemulihan Tirus kembali setelah lewat masa yang ditentukan-Nya yaitu tujuh puluh tahun (ayat 17). Inilah janji pemulihan yang Allah berikan kepada Tirus dan Sidon.

Manusia diciptakan penuh potensi oleh Tuhan bukan untuk menyombongkan dirinya, tapi untuk memuliakan nama-Nya. Kitab Mazmur menyebut orang-orang yang sombong sebagai musuh Allah (Maz. 22:30). Kita dipanggil menjadi anak-Nya untuk mengakui Tuhan di setiap bidang kehidupan kita (Ams. 3:6) maka Ia akan menunjukkan jalan-Nya kepada kita.

Renungkan: Kesombongan mengakibatkan kehancuran. Anak Tuhan juga tidak luput dari hukuman Tuhan kalau menyombongkan diri.

(0.22) (Yes 38:1) (sh: Kedaulatan Allah (Senin, 27 September 2004))
Kedaulatan Allah

Sakit yang dialami oleh Hizkia karena barah (bisul)(ayat 21) menyebabkan ia semakin mengenal Allah. Sebelumnya Hizkia diizinkan melihat kedaulatan Allah melalui peristiwa serangan raja Asyur atas Yerusalem (ayat 36:1-22) dan melalui penyertaan-Nya sehingga Israel terluput dari kehancuran (ayat 37:1-38). Kini Hizkia mengalami lagi kebaikan Allah atas tubuhnya sendiri. Peristiwa-peristiwa ini jelas menunjukkan betapa sayang Allah kepada orang yang dikasihi-Nya.

Dalam nas ini, Hizkia mempelajari kedaulatan Allah atas hidup manusia (ayat 1-2). Kerendahan hatinya adalah dasar dari kehidupan doa Hizkia yang berinti permintaan belas kasih Allah. Bahwa ia menyebut keberaniannya menghapuskan penyembahan berhala dari tanah Israel (ayat 2Taw. 29-32) bukan suatu kesombongan atau menuntut upah, tetapi ungkapan kesungguhan imannya. Peristiwa ini juga menyatakan Allah sebagai penjawab doa. Allah berkenan menyembuhkan Hizkia dan menambahkan usianya (ayat 4-5) bahkan juga memberikan kebebasan Israel dari raja Asyur (ayat 6). Untuk janji pelepasan Israel, Allah memberi tanda yaitu bayang-bayang matahari pada penunjuk matahari buatan Raja Ahas akan mundur sepuluh tapak. Untuk janji kesembuhan dirinya, Hizkia meminta tanda lain (ayat 22). Dari pergumulan mati-hidup yang dahsyat ini lahirlah sebuah pujian yang indah dan sarat kebenaran (ayat 9-20). Di dalamnya Hizkia mengungkapkan pengalamannya menghadapi maut dan fakta bahwa dirinya fana adanya (ayat 10-12). Dalam mazmur doa ini, Hizkia menunjukkan sikap tunduk kepada kehendak dan keputusan Allah (ayat 13-16). Sementara menggumuli masalahnya dengan Allah itu, Hizkia mengalami peneguhan dalam imannya (ayat 17-20).

Kesembuhan Hizkia menjadi bukti total kedaulatan Allah. Ia bukan hanya berdaulat atas bangsa-bangsa di dunia, tetapi Ia juga berkuasa atas penyakit dan hidup umat-Nya. Apa yang menjadi masalah Anda? Ambillah sikap seperti Hizkia yang memercayai Allah sepenuhnya.

Ingat: Allah berdaulat atas segala sesuatu. Kedaulatan Allah memampukan kita bersikap tenang menghadapi hidup ini.

(0.22) (Yer 42:1) (sh: Ketidaktaatan yang wajar pun melenyapkan harapan (Minggu, 13 Mei 2001))
Ketidaktaatan yang wajar pun melenyapkan harapan

Setelah berhasil menghentikan sepak terjang Ismael, mereka menghadapi masalah yang lebih besar yaitu ancaman penghukuman dari Babel. Kebrutalan Babel kembali terbayang di pelupuk mata. Karena itu wajar jika mereka memohon kepada Yeremia agar berdoa supaya Allah memberikan petunjuk-Nya. Namun adalah wajar juga jika akhirnya mereka tidak menaati perintah Allah. Mengapa?

Sejak awal mereka memang tidak mau kembali ke Yehuda dan membangun kehidupan di sana. Bukankah itu inisiatif dan bujukan Gedalya (lih. 40:9-10)? Sekarang ketika Gedalya sudah mati, keinginan mereka yang sebenarnya muncul lagi yaitu mereka tidak mau tunduk kepada Babel. Peristiwa ini mereka pandang sebagai momen yang tepat untuk merealisasikan pengharapan mereka di tanah lain yaitu Mesir. Jadi pada dasarnya mereka tidak mau tinggal di Yehuda. Permohonan kepada Yeremia tidak memperlihatkan bahwa mereka masih beriman kepada Allah sebab mereka tidak menyebut Tuhan Allah ‘kita’ tapi Tuhan ‘Allahmu’ (2-3). Fakta ini paling tidak menandakan bahwa mereka sudah mulai menjauhkan diri dari Allah. Permohonan mereka adalah usaha untuk memberdayakan Allah bagi kepentingan pribadi. Karena itu betapa wajarnya jika mereka tidak menaati Allah. Kemanakah ketidaktaatan ini membawa mereka? Kepada kehancuran, bukan pengharapan (22). Tidak ada pengharapan di Mesir kecuali dalam ketaatan kepada Allah.

Ketidaktaatan berdasarkan niat hati untuk tidak taat, memimpin kepada puncak penghukuman. Walau harus diakui taat dengan menjadi orang buangan di Babel memang mengerikan, namun berujung pengharapan.

Renungkan: Ketidaktaatan awalnya memang tidak mengerikan namun berujung maut. Pilihan Anda?

Bacaan untuk Minggu Paskah 5

Kisah Para Rasul 9:26-31

I Yohanes 3:18-24

Yohanes 15:1-8

Mazmur 22:25-31

Lagu: Kidung Jemaat 366

(0.22) (Mat 3:1) (sh: Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat (Selasa, 28 Desember 2004))
Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat

Berita tentang Kerajaan Surga mungkin sering kita dengar. Akan tetapi, pernahkah Anda turut memberitakan Kerajaan Surga itu?

Berita tentang Kerajaan Surga dicetuskan pertama kali oleh Yohanes yang kita kenal sebagai Yohanes Pembaptis. Pernyataan Yohanes ini dicatat oleh penulis ketiga Injil dalam Alkitab, kecuali Injil Yohanes. Yohanes Pembaptis dan penulis Injil Yohanes adalah orang yang berbeda. Siapakah Yohanes Pembaptis? Ia adalah anak Zakaria dan Elizabeth. Ketidakpercayaan Zakaria terhadap berita kelahiran Yohanes menyebabkan Zakaria bisu (Lukas 1:18-21). Setelah Yohanes dewasa, ia mengembara di padang gurun Yudea. Kehadiran Yohanes di hadapan umum menimbulkan kegemparan dan dibicarakan (ayat 5).

Tampaknya Yohanes menarik perhatian banyak orang karena beberapa hal: cara berpakaiannya yang unik (Mat. 3:4a), jenis makanan yang disantapnya (ayat 4b), pemberitaannya tentang Kerajaan Surga (ayat 2), dan teguran kerasnya terhadap orang Farisi dan orang Saduki dengan menyebut mereka sebagai keturunan ular beludak. Ajaran Yohanes tentang Kerajaan Surga merupakan berita baru. Pada waktu itu kehidupan agama masyarakat Yahudi menekankan segi lahiriah saja, yaitu hanya mengandalkan status lahiriah keturunan Abraham (ayat 8-9). Oleh sebab itu, Yohanes mengingatkan mereka bahwa penghakiman Tuhan akan berlaku bagi semua orang yang tidak bertobat tanpa terkecuali! (ayat 10, 12; band. Mat. 5:20).

Berita Kerajaan Surga sering dianggap "angin lalu" karena orang Kristen menganggap menjadi warga gereja berarti otomatis masuk Kerajaan Surga. Padahal, masuk Kerajaan Surga terjadi karena percaya pemberitaan firman dan mengizinkan Tuhan Yesus merubah kehidupannya. Jika Anda tidak bersedia untuk menanggalkan kehidupan rohani yang tidak berbuah kapak telah disediakan Tuhan untuk menebang pohon yang tidak menghasilkan buah-buah Roh (Gal. 5). Jangan mengaku pengikut Kristus kalau kehidupan Anda tidak mau berubah.

Yang kulakukan: Aku mau berubah dengan mempersilahkan Roh Allah memperbarui seluruh segi kehidupanku.

(0.22) (Mat 5:33) (sh: Antara kata dan hati (Minggu, 4 Januari 1998))
Antara kata dan hati

Sumpah bertujuan untuk mengukuhkan kebenaran dan meneguhkan kebohongan. Manusia Yahudi menggolongkan sumpah ke dalam dua hal. Pertama, kalau menyebut nama Allah, sumpah itu mengikat dan mengharuskan orang yang bersumpah untuk menepatinya. Kedua, kalau sumpah itu tidak atas nama Yerusalem atau nama Allah -- misalnya atas nama langit dan bumi, atau atas nama kepalanya sendiri disebut tidak mengikat, sehingga orang itu tidak harus menepatinya. Tuhan Yesus menentang anggapan tersebut. Hidup tidak dapat dibagi dalam dua bagian: bagian yang di dalamnya ada Allah dan bagian yang di dalamnya tidak ada Allah. Allah selalu ada dan hadir. Bersumpah atau tidak bersumpah Allah terlibat menyaksikan semua tingkah laku manusia. Karena itu kata dan hati tidak boleh dipisah. Pengikut Kristus harus memiliki integritas hati dan kata.

Keadilan dan kasih. Kehidupan orang percaya, sering terjebak dalam dualisme, di gereja kudus dan di luar gereja boleh semaunya. Dualisme seperti ini salah total sebab manusia yang dualistis hidup dalam kepalsuan. Sikap demikian bisa jadi berhubungan erat dengan kesalahan menafsirkan arti perintah Tuhan. Hukum mata ganti mata, gigi ganti gigi seringkali ditafsirkan seolah Allah menginginkan balas membalas dalam kehidupan manusia. Tetapi maksud firman itu ialah agar orang yang bersalah diperlakukan dengan adil, tidak dijatuhi hukuman lebih berat atau lebih ringan. Di lain pihak, pengikut Kristus sadar bahwa kejahatan tidak dapat diatasi oleh kekerasan hukum tetapi oleh kekuatan kasih. Sambil berusaha menegakkan hukum, pengikut Kristus berupaya untuk mengalah menahan diri (ayat 39), bermurah hati (ayat 40-42), bergantung pada kasih karunia Allah (ayat 43-44). Kelakuan sosial Kristen adalah kelakuan yang memberlakukan sikap Kristus sendiri.

Renungkan: Bukankah kita yang telah menerima kasih Allah dalam Kristus sadar bahwa hanya kasih dapat merubah hidup?

Doa: Di tengah hidup yang penuh kepalsuan dan kekerasan, berilah kekuatan untuk hidup benar dan mengasihi.

(0.22) (Mat 7:1) (sh: Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu! (Kamis, 13 Januari 2005))
Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu!

Tuhan Yesus tidak saja mengajar para pengikut-Nya tentang relasi dengan Allah dan sikap terhadap harta. Ia ingin para murid-Nya memiliki relasi yang benar dengan sesamanya.

Tuhan Yesus melarang kita menghakimi (ayat 1). Maksud Tuhan bukan berarti kita tidak usah memedulikan kesalahan orang lain dan membiarkan ia hidup dalam kesalahan. Ia juga tidak bermaksud bahwa Allah melarang adanya lembaga peradilan. Maksud Tuhan, kita tidak boleh menghakimi dengan menggunakan ukuran yang keras dan tidak bertujuan untuk memulihkan. Ia juga melarang kita menghakimi dengan standar ganda: ukuran yang lunak dan rendah untuk diri sendiri, ukuran yang keras dan terlalu tinggi untuk orang lain (ayat 3-4). Ayat 5 jelas menunjukkan bahwa kita perlu menggunakan kapasitas penilaian kita dengan baik, asal tidak munafik.

Tuhan Yesus juga realistis tentang keinginan baik kita dalam membangun relasi dengan sesama. Bila tadi Ia menentang orang yang terlalu membesarkan masalah orang akibat mengenakan standar terlalu berat, kini Ia menentang orang yang terlalu menganggap enteng masalah sebab menggunakan ukuran yang terlalu rendah. Tuhan keras sekali menyebut bahwa ada orang yang bagaikan anjing atau babi (ayat 6) keduanya menekankan kondisi najis dan bebal yang tidak responsif kepada-Nya.

Penggunaan standar ganda sering kita jumpai masa kini, baik dalam masyarakat luas maupun dalam kalangan gereja. Entah kita cenderung meringankan kesalahan diri sendiri dan memberatkan kesalahan orang lain, atau kita menilai orang dengan memandang kedudukannya. Keduanya tidak Tuhan perkenan atau izinkan. Tuhan Yesus ingin agar kita bertindak sebagai saudara terhadap sesama kita, bukan menjadi hakim apalagi algojo.

Responsku: Aku harus menjadikan sifat dan sikap Allah mengujud penuh dalam sikapku terhadap sesamaku.

(0.22) (Mat 13:24) (sh: Kebaikan dan kejahatan. (Minggu, 8 Maret 1998))
Kebaikan dan kejahatan.

Di daerah Galilea tumbuh semacam lalang yang daunnya hampir sama dengan daum gandum; tetapi bulir lalang itu sangat berlainan dengan bulir gandum; dan orang baru dapat membedakan antara lalang dan gandum ketika gandum dan lalang itu mulai berbulir (ayat 26). Para petani menyebut lalang itu musuh karena mengganggu pertumbuhan gandum. Celakanya, bulir lalang yang mengandung zat beracun itu selalu tumbuh bersama gandum. Namun dalam perumpamaan itu lalang tersebut dibiarkan tumbuh bersama gandum. Apa maksud Yesus memakai perumpamaan ini? Selama firman Tuhan masih ditaburkan di dunia, selama itu pula Iblis terus berusaha menghancurkannya. Artinya, kebaikan itu akan terus bersama-sama dengan kejahatan. Tetapi bila saat menuai tiba, gandum akan dipisahkan dari lalang. Lalang akan diikat berberkas-berkas lalu dibakar. Fokus pengajaran Yesus melalui perumpamaan ini ialah penghakiman akhir. Yesus Kristus sendiri yang akan memisahkan gandum dari lalang, kebaikan dari kejahatan. Gereja Tuhan adalah benih gandum yang tumbuh hasil taburan tuan pemiliknya, Yesus Kristus. Tetapi meskipun Gereja Tuhan adalah hasil karya penebusan-Nya, Iblis tidak tinggal diam. Ia juga menabur benih yang membuat gereja Tuhan terisi orang-orang yang bukan umat sejati. Artinya, gereja Tuhan tidak terlepas dari kenyataan bahwa ada dua sifat manusia yang tak dapat dihindarkan hadir di dalamnya, yaitu manusia baik dan jahat.

Setialah! Inti pengajaran Yesus dalam perumpamaan ini menuntut Kristen untuk waspada dan berhati-hati. Dalam situasi dan keadaan tertentu mungkin sulit membedakan mana teman, mana lawan; mana yang beriman sejati, mana yang beiman semu. Namun itu hanya sampai batas tertentu. Sebab yang pasti kelak dalam penghakiman-Nya, semua dibukakan. Karena itu setialah!

Renungkan: Kesetiaan pada firman Allah berdampak positif dalam kehidupan beriman. Daya ilahi akan mendorong kita untuk bertumbuh, berkembang, dan membawa pengaruh baik ke sekitar.

(0.22) (Mat 16:1) (sh: Buta karena ketidakpercayaan (Kamis, 10 Februari 2005))
Buta karena ketidakpercayaan

Orang yang tidak percaya karena tidak mengerti bisa ditolong dengan membuat mereka mengerti. Akan tetapi, kalau ketidakpercayaan itu disebabkan oleh ketidakmauan untuk menerima kebenaran, tidak ada yang bisa menolong. Hal itu sama dengan sengaja membutakan diri.

Orang Farisi dan Saduki sangat berbeda dalam pandangan teologi dan politik mereka (lihat artikel di hal. 39,40). Hanya dalam satu hal mereka sama, yaitu tidak percaya Tuhan Yesus. Sebenarnya mereka sudah mengikuti Tuhan Yesus sejak lama dan melihat tanda-tanda ajaib yang dilakukan-Nya. Di depan mereka terpampang bukti-bukti ke-Mesiasan-Nya. Sayang, mereka membutakan mata supaya tidak perlu percaya dan menerima Dia. Jadi, permintaan mereka kepada Tuhan Yesus akan tanda bukanlah permintaan tulus. Kalaupun tanda diberikan, mereka tetap tidak akan percaya. Oleh sebab itu, Tuhan Yesus menjawab dengan keras. Mereka tahu membaca tanda-tanda alam, tetapi buta terhadap tanda-tanda zaman. Tuhan menyebut mereka angkatan yang jahat dan tidak setia. Maksudnya adalah mereka sengaja menolak percaya walaupun tanda-tanda untuk itu sangat jelas. Tuhan Yesus berkata bahwa mereka hanya akan mendapatkan satu tanda, yaitu tanda Yunus!

Itu sebabnya juga, Tuhan Yesus mengingatkan para murid-Nya supaya waspada kepada pengajaran orang Farisi dan Saduki (ayat 12). Walaupun mereka pengajar-pengajar agama Yahudi, kebenaran tidak ada pada mereka karena mereka menolak percaya kepada Sumber Kebenaran.

Masa kini, orang lebih suka memilih hal-hal yang menyenangkan hati, bukan kebenaran yang menyelamatkan dan mengubah hidup. Berpegang pada kebenaran tidak saja membuat kita menolak kompromi, tetapi juga berani menegor kekerasan hati sesama kita.

Renungkan: Kita perlu memupuk kasih kita kepada Tuhan dan firman-Nya agar kehidupan kita jernih memancarkan kemuliaan Tuhan.

(0.22) (Mat 23:16) (sh: Yesus membongkar kesesatan (Sabtu, 5 Maret 2005))
Yesus membongkar kesesatan


Mulai ayat 13 Tuhan Yesus menujukan tujuh kata-kata celaka-Nya kepada para pemimpin rohani waktu itu. (Ayat 14 tidak terdapat dalam naskah yang dianggap lebih awal). Bila di pasal 22 Tuhan Yesus mematahkan taktik licik mereka dengan jawaban-jawaban yang tepat dan berkuasa, dalam pasal ini Tuhan secara langsung melawan dan membongkar kesalahan dan kejahatan mereka.

Yesus menyebut mereka celaka sebab mereka buta rohani (ayat 16) dan munafik (ayat 23,25,27). Mereka buta sebab berpikir salah tentang hal apa yang mendasari pengudusan. Yang lebih penting dan yang menguduskan, yaitu Allah dan hal-hal dari Allah (ayat 20-22) mereka tempatkan lebih rendah daripada tata cara atau alat yang sesungguhnya justru perlu dikuduskan. Yesus juga menelanjangi tiga macam kemunafikan mereka. Pertama, mereka melaksanakan aturan ibadah secara rinci, tetapi mengabaikan hakikat ibadah, yaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan (ayat 23). Kedua, mereka kudus lahiriahnya saja, hati mereka serakah dan rakus (ayat 25). Ketiga, mereka kudus di hadapan manusia, tetapi hati mereka busuk penuh berbagai manifestasi maut (ayat 27). Di mata Allah mereka seperti kubur berkapur indah, namun berisikan bangkai.

Mudah sekali kita terjebak berpikir bahwa ucapan tajam Yesus ini hanya untuk para pemimpin agama waktu itu. Memang konteks historis ucapan ini perlu kita terima, namun ucapan celaka ini harus juga dengan serius kita camkan. Ini merupakan kebalikan dari ucapan bahagia Yesus di pasal 5. Ini memperingatkan kita bahwa Juruselamat yang penuh kasih dan mengampuni kita melalui kematian-Nya juga adalah Tuhan yang kudus yang menuntut bahwa karya keselamatan-Nya berdampak nyata dalam kehidupan sehari-hari kita. Iman kita harus disertai perbuatan serasi. Ibadah kita harus disahkan oleh sikap hati dan perbuatan sosial yang sepadan.

Camkan: Yesus yang berkata "bahagialah…" juga adalah Ia yang tegas berkata "celakalah…" Kata-kata mana ingin kita dengar dari Dia tentang kita?

(0.22) (Mat 26:26) (sh: Yesus memaknai Paskah secara baru (Kamis, 17 Maret 2005))
Yesus memaknai Paskah secara baru


Untuk orang Yahudi merayakan Paskah berarti merayakan kemerdekaan mereka dari perbudakan Mesir. Keluarga berkumpul, menceritakan ulang kisah itu, dan makan bersama untuk merayakan pembebasan Allah tersebut. Dengan berbuat demikian mereka menemukan ulang jati diri mereka sebagai umat Tuhan pada tindakan kuasa pembebasan Allah.

Dalam kisah ini Yesus dan para murid-Nya pun merayakan Paskah. Akan tetapi, dari pemaparan rinci yang penulis Injil Matius lakukan dalam perikop ini terdapat unsur-unsur yang membedakannya dari Paskah Perjanjian Lama. Tuhan Yesus tidak memfokuskan Paskah pada tindakan pembebasan dari Allah dalam Perjanjian Lama, tetapi pada tindakan pembebasan yang akan dilakukan Tuhan Yesus melalui kematian-Nya. Dalam perjamuan akhir bersama murid-murid-Nya, Ia menyebut roti itu sebagai tubuh-Nya (ayat 26) dan anggur itu sebagai darah-Nya (ayat 27-28). Pembebasan yang akan dikerjakan Tuhan Yesus itu adalah pembebasan yang membuat orang lepas dari kuasa dan konsekuensi dosa (ayat 28). Hanya orang yang sudah menerima arti Paskah baru ini yang akan ambil bagian dalam perjamuan kekal dengan Yesus dan Allah kelak (ayat 29). Tindakan Yesus ini menciptakan makna dan tradisi baru yaitu perayaan Paskah dan Perjamuan Kudus.

Sekarang kita merayakan Paskah sebagai peringatan kemenangan Yesus yang melalui kematian-Nya telah melepaskan kita dari belenggu dosa dan hukuman terhadap dosa. Setiap kali kita berpartisipasi dalam Perjamuan Kudus, kita mensyukuri tindakan penyelamatan dari Yesus, menegaskan jati diri kita sebagai bagian dari umat yang telah ditebus Allah, dan menyiapkan diri kita menyambut kedatangan-Nya kedua kali kelak.

Doaku: Tuhan, terima kasih Engkau telah menebusku dari dosa dengan mengurbankan tubuh dan darah-Mu sendiri. Tolong aku melihat makna hidupku dan menjalaninya dalam terang pengurbanan-Mu. Amin.

(0.22) (Mrk 12:1) (sh: Karikatur verbal para imam dan ahli Taurat (Kamis, 3 April 2003))
Karikatur verbal para imam dan ahli Taurat

Dalam sejarah berbagai negara, reformasi bahkan revolusi biasanya memakan banyak korban. Cukup sering korban pertama yang jatuh justru di kalangan seniman. Sebabnya simpel, bentuk-bentuk penyampaian pesan yang bersifat nyeni dan tak langsung kadang lebih tajam dan meresap daripada yang langsung. Yesus ahli dalam menggunakan ini.

Perumpamaan pun adalah salah satu media yang tajam, yang ketajamannya sangat terasa melalui perumpamaan pada nas ini. Perumpamaan ini didasari oleh nas Yesaya 5 yang menyebut Israel sebagai kebun anggur Allah (Yes. 5:7). Namun, kini yang menjadi pusat perhatian bukanlah kebun anggur itu sendiri, tetapi para penggarap upahan yang mengurus kebun anggur tersebut. Interaksi antara pemilik kebun anggur, para penggarap dan anak kekasih inilah yang menjadi inti dari perumpamaan ini. Ia mengarahkan perhatian para pendengarnya kepada dua hal. Pertama, pemberitahuan tentang kematian Yesus, yang diumpamakan sebagai anak pemilik kebun anggur yang kekasih, yang diutus kepada para penggarap. Kedua, penolakan serta keputusan penghukuman terhadap para pemimpin keagamaan Yahudi yang diumpamakan sebagai para penggarap penyewa yang tidak bertanggung jawab dan jahat. Perumpamaan ini menjadi karikatur yang suram tetapi mengena tentang para pemimpin keagamaan Yahudi zaman Yesus.

Karikatur verbal ini makin lengkap ketika mereka marah dan berusaha menangkap Yesus, tetapi takut kepada orang banyak. Peringatan bagi kita, bahwa selalu ada godaan untuk menyalahgunakan otoritas yang diberikan Allah. Penyalahgunaan adalah penolakan terhadap Allah, yang akan diikuti oleh penghukuman.

Renungkan: Kristus diutus dan mati bagi kita. Pementingan diri sendiri adalah penolakan terhadap kedatangan dan pengorbanan-Nya.

(0.22) (Luk 3:1) (sh: Pertobatan sejati (Jumat, 2 Januari 2004))
Pertobatan sejati

Zaman sekarang banyak orang yang mencari-cari pengalaman-pengalaman agamawi yang spektakuler. Kalau ada klaim pengalaman supranatural, pastilah banyak orang berbondong untuk menyaksikannya bahkan kalau boleh ikut mengalaminya. Apa motivasi mereka? Beragam. Ada yang sekadar ingin melihat sensasi. Ada yang memang haus akan hal-hal rohani. Namun, ada juga yang merasa dirinya memang berdosa, dan mencari cara untuk mendapatkan kelepasan.

Pelayanan Yohanes memang spektakuler. Dia dengan lantang memberitakan pertobatan sebelum Tuhan datang. Yohanes memanggil orang banyak untuk menyerahkan diri mereka kepada belas kasih Allah dan membiarkan diri mereka dibaptis sebagai tanda pertobatan. Namun Yohanes melihat kemunafikan orang banyak yang datang untuk bertobat. Mereka memberi diri dibaptis bukan untuk mendapatkan pengampunan dosa.

Itu sebabnya Yohanes menyebut mereka ular beludak. Ular beludak adalah sejenis ular berbisa yang terkenal menembus kandungan ibunya dengan memakannya. Ular beludak melambangkan kekejaman dan kekerasan hati orang banyak. Mereka tidak akan dapat menghindar dari hukuman Allah apabila tidak sungguh-sungguh bertobat (ayat 7).

Penghakiman Allah sungguh adil. Allah tidak pandang bulu. Tidak penting apakah mereka keturunan Abraham atau bukan. Yang penting adalah kalau mereka tidak sungguh-sunguh bertobat dan menghasilkan buah-buah pertobatan, maka mereka akan dihukum dengan keras (ayat 8-9).

Renungkan: Seharusnya kita memeriksa diri sebelum melanjutkan hari-hari di tahun baru yang masih terbentang luas di hadapan kita. Apakah kita sungguh-sungguh sudah bertobat dan meninggalkan dosa-dosa kita? Jangan sampai kita membawa murka dan penghukuman Allah masuk ke dalam tahun yang baru ini!

(0.22) (Luk 6:43) (sh: Tuhan mengenal umat-Nya (Selasa, 20 Januari 2004))
Tuhan mengenal umat-Nya

Tanpa disengaja, sebutir telur ayam tercampur di antara butir-butir telur bebek yang dierami. Ketika telur-telur itu menetas si anak ayam mendapatkan dirinya dalam pelukan dan kasih sayang induk bebek. Namun ketika waktunya induk bebek mengajar anak-anaknya berenang akhirnya ketahuanlah bahwa ‘anak’ yang satu itu bukan bebek. Ayam adalah ayam, bebek adalah bebek. Perbedaannya keduanya sangat mendasar. Ayam bisa meniru gaya bebek, tetapi ia tidak dapat menjadi bebek.

Yesus memakai ilustrasi pohon untuk membedakan manakah orang Kristen sejati dan manakah yang palsu (ayat 43-44). Pohon yang baik pasti mengeluarkan buah-buah yang baik. Sebaliknya, pohon yang tidak baik akan menghasilkan buah-buah yang buruk. Demikian juga orang baik akan melakukan perbuatan baik karena di dalamnya (hatinya) hanya ada kebaikan, sedangkan orang jahat hanya melakukan kejahatan karena di dalamnya (hatinya) penuh kejahatan.

Yesus melanjutkan pula pengajaran-Nya dengan berkata bahwa orang baik adalah orang yang melakukan kehendak Allah, dan bukan sekadar menyebut-nyebut nama Allah (ayat 46). Orang yang baik itu adalah pelaku-pelaku firman Allah. Mereka diumpamakan sebagai orang-orang yang mendirikan rumah dengan fondasi batu. Rumah sedemikian akan bertahan menghadapi banjir air bah. Orang yang jahat, adalah orang-orang yang tidak melakukan firman Allah. Mereka seperti rumah yang dibangun di atas tanah tanpa fondasi yang baik. Rumah itu akan rubuh ketika banjir melanda (ayat 48-49).

Tuhan mengenal umat-Nya. Dia tahu mana yang sejati dan mana yang palsu. Yang palsu pada suatu hari akan terbongkar kepalsuannya, sama seperti rumah yang roboh. Yang sejati pada suatu hari akan nampak kesejatiannya, sama seperti rumah yang tegak berdiri.

Renungkan: Ukuran kesejatian seorang anak Tuhan terletak pada kesetiaan untuk terus menerus menghasilkan buah-buah kebenaran.



TIP #21: Untuk mempelajari Sejarah/Latar Belakang kitab/pasal Alkitab, gunakan Boks Temuan pada Tampilan Alkitab. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA