Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Ende -> Mat 19:1-3
Ende: Mat 19:1-3 - -- Beralasan soal chusus jang diadjukan oleh parisi tentang pertjeraian
perkawinan, maka Jesus membitjarakan soal itu tertindjau hanja dari segi chusus
i...
Beralasan soal chusus jang diadjukan oleh parisi tentang pertjeraian perkawinan, maka Jesus membitjarakan soal itu tertindjau hanja dari segi chusus itu pula. Berdasarkan wahju lama dalam I Mos. (Kej 2:24) Jesus menerangkan, bahwa tiap-tiap pertjeraian perkawinan jang sah adalah bertentangan dengan maksud Pentjipta. Dan dengan kewibawaanNja sendiri Ia menafsirkan dan menetapkan, bahwa orang jang telah bertjerai, lalu kawin dengan seorang lain, berbuat zinah. Djadi hal itu terlarang setjara mutlak. Dari penetapan Jesus ini pula harus disimpulkan, bahwa perkawinan dimaksudkan Allah sebagai monogam, artinja seorang laki-laki boleh beristeri hanja seorang sadja.
Ref. Silang FULL -> Mat 19:3
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry -> Mat 19:3-12
Matthew Henry: Mat 19:3-12 - Hukum mengenai Perceraian Hukum mengenai Perceraian (19:3-12)
Dalam perikop ini kita menemukan hukum Kristus mengenai masalah perceraian. Perbincangan mengenai hukum ini mun...
Hukum mengenai Perceraian (19:3-12)
- Dalam perikop ini kita menemukan hukum Kristus mengenai masalah perceraian. Perbincangan mengenai hukum ini muncul, seperti halnya dengan beberapa pernyataan kehendak-Nya yang lain, karena perdebatan-Nya dengan kaum Farisi. Betapa sabarnya Dia berurusan dengan perlawanan orang-orang fasik, sampai-sampai kesempatan tersebut pun dijadikan-Nya sebagai bahan pengajaran bagi murid-murid-Nya!
- Perhatikanlah di sini:
- I. Pokok masalah yang dipertanyakan oleh kaum Farisi (ay. 3) adalah, Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya? Hal ini mereka kemukakan untuk mencobai Dia, bukan untuk mendapatkan pengajaran dari-Nya. Sebelumnya di Galilea, Dia telah mengemukakan pandangan-Nya mengenai masalah tersebut, bahwa Ia sangat menentang kebiasaan umum pada masa tersebut (5:31-32). Kaum Farisi ingin menjebak Dia dengan membuat-Nya mengemukakan pandangan-Nya mengenai masalah perceraian, sehingga mereka dapat menggunakan perkataan-Nya untuk menyerang-Nya dan menghasut orang-orang untuk menentang-Nya. Hal ini mereka lakukan karena menganggap Dia telah mengekang kebebasan mereka dalam hal-hal yang sudah menjadi kesukaan mereka. Mereka berharap Dia bisa bersikap lunak mengenai hukum-hukum-Nya terhadap cita rasa orang-orang itu, misalnya dalam hal perceraian. Dalam akal bulus mereka: jika Kristus berkata bahwa perceraian bertentangan dengan hukum Taurat, maka mereka akan menyebut-Nya sebagai penentang hukum Musa, karena dalam hukum Musa hal tersebut diperbolehkan. Sebaliknya, jika Dia berkata perceraian itu diperbolehkan, maka mereka dapat menyerang ajaran-Nya sebagai hal yang cacat, karena ajaran semacam ini bukan berasal dari Mesias, karena walaupun perceraian diperbolehkan, bagi sebagian orang yang lebih ketat dalam hal hukum, tindakan tersebut dianggap tercela. Sebagian orang berpikir bahwa, walaupun hukum Musa memperbolehkan perceraian, masih ada beda pendapat di antara kaum Farisi sendiri mengenai pembenaran atas perbuatan tersebut, sehingga mereka ingin mendengar bagaimana pandangan Kristus sendiri mengenai hal tersebut. Ada banyak masalah yang berkaitan dengan perkawinan, dan terkadang sifatnya rumit dan membingungkan. Tetapi ini semua tidak disebabkan oleh hukum Allah, melainkan oleh karena nafsu dan kebodohan manusia itu sendiri, dan sering kali dalam menyelesaikan masalah-masalah ini, orang tidak mau bertanya lebih dulu apa yang sebaiknya mereka lakukan.
- Pertanyaan yang diajukan kaum Farisi adalah, Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja? Untuk alasan tertentu perceraian itu bisa saja diperbolehkan, terutama yang disebabkan oleh karena terjadinya hubungan badan di luar nikah. Tetapi masalahnya, apakah perceraian itu bisa diperbolehkan untuk alasan apa saja, seperti yang dewasa ini dilakukan oleh orang-orang yang hidupnya bebas? Apakah diperbolehkan dengan alasan apa saja yang sesuai dengan kehendak hati seorang laki-laki walaupun sifatnya hanya sepele saja? Oleh karena laki-laki itu sudah tidak suka atau tidak senang lagi? Mengenai hal ini, hukum memperbolehkan adanya perceraian: jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya (Ul. 24:1). Ayat inilah yang ditafsirkan secara luas sekali oleh kaum Farisi itu dengan memakai alasan-alasan yang tidak berdasar untuk mengadakan perceraian.
- II. Jawaban Kristus terhadap pertanyaan ini. Walaupun pertanyaan tersebut diajukan untuk mencobai Dia, Ia tetap memberikan jawaban kepada mereka, karena ini menyangkut masalah hati nurani dan penting sifatnya. Jawaban-Nya tidak langsung, tetapi sangat mengena, karena mengemukakan prinsip-prinsip yang tidak dapat disangkal bahwa perceraian yang dilakukan dengan sesuka hati, sehingga membuat ikatan perkawinan menjadi tidak keruan pada masa itu, sama sekali tidak dapat dibenarkan menurut hukum Taurat. Kristus tidak pernah memberikan peraturan tanpa alasan yang masuk akal atau menjatuhkan suatu penilaian tanpa landasan Kitab Suci untuk mendukungnya. Nah, pokok pikiran yang dikemukakan Kristus di sini adalah: "Jika suami dan istri telah dipersatukan menurut kehendak dan penentuan Allah, maka mereka tidak boleh dipisahkan begitu saja dengan alasan apa pun. Jika mereka tahu bahwa ikatan itu suci adanya, ikatan itu tidak mudah dilepaskan begitu saja. Nah, untuk membuktikan bahwa ikatan demikian antara laki-laki dan perempuan memang ada, Kristus mengemukakan tiga bukti untuk menopang pernyataan-Nya.
- . Penciptaan Adam dan Hawa. Dengan ini Kristus mengajak mereka untuk berpikir berdasarkan pengetahuan mereka akan Kitab Suci. Ia bertanya, "Tidakkah kamu baca?" Ada suatu keuntungan tertentu dalam beradu pendapat dengan mereka yang memiliki dan telah membaca Kitab Suci. Kamu sudah membaca (tetapi tidak mempertimbangkannya) bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan (Kej. 1:27, 5:2). Perhatikanlah, banyak kali, penting bagi kita untuk memikirkan mengenai penciptaan kita sebagai manusia, bagaimana dan oleh siapa, apa dan mengapa kita diciptakan. Tuhan menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, satu wanita untuk satu laki-laki, supaya Adam tidak dapat menceraikan Hawa dan mengawini wanita lain, karena memang tidak ada wanita lain. Hal ini juga menyiratkan adanya ikatan yang tidak terpisahkan di antara mereka. Hawa diambil dari sepotong tulang rusuk Adam sendiri. Jadi, kalau ia menceraikan Hawa, itu berarti dia membuang bagian tubuhnya sendiri dan menentang maksud penciptaan Hawa. Walaupun Kristus hanya menyinggung hal ini sekilas saja, Ia berusaha menghubungkan pengetahuan kaum Farisi itu dengan kutipan langsung dari Kitab Suci mengenai hal tersebut, dengan menekankan bahwa, walaupun semua makluk hidup diciptakan secara berpasang-pasangan, hanya pada manusialah ditemukan adanya ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang didasarkan atas akal budi, yang dimaksudkan untuk tujuan yang jauh lebih mulia daripada hanya sekadar memuaskan hawa nafsu dan mempertahankan keturunan. Oleh karena itu, ikatan di antara laki-laki dan perempuan, seperti halnya ikatan di antara Adam dan Hawa, lebih dalam dan kuat dibandingkan dengan hewan yang tidak berakal budi. Karena itu, dalam Kitab Suci ikatan ini diungkapkan secara agak khusus (Kej. 1:27): Menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Di sini kata dia dan mereka tidak digunakan untuk hanya satu jenis kelamin saja, tetapi kedua-duanya. Mereka diciptakan satu, sebelum menjadi dua, dan menjadi satu kembali lewat janji perkawinan. Kesatuan itu selalu sangat dekat dan tidak mungkin dapat terceraikan.
- . Hukum perkawinan yang paling mendasar adalah bahwa laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya (ay. 5). Hubungan di antara suami dan istri lebih dekat dibandingkan dengan hubungan di antara orangtua dan anak-anaknya. Karena itu, jika hubungan antara orangtua dan anak-anak saja tidak mudah dipisahkan, lebih-lebih lagi ikatan perkawinan itu sendiri. Dapatkah seorang anak meninggalkan orangtuanya atau dapatkah orangtua mencampakkan anaknya begitu saja sesuka hati tanpa alasan yang jelas? Tentu saja tidak! Jadi, lebih-lebih lagi, seorang suami tidak boleh meninggalkan istrinya, karena hubungan di antara mereka didasarkan atas kehendak ilahi, bukan oleh alam. Hubungan itu lebih dekat dan ikatan perkawinan lebih kuat sifatnya dibandingkan dengan hubungan di antara orangtua dan anak karena seorang laki-laki harus meninggalkan orangtuanya untuk bersatu dengan istrinya. Lihatlah di sini betapa kuatnya suatu ketetapan ilahi itu sehingga penyatuan yang dihasilkannya jauh lebih kuat daripada ketentuan-ketentuan alam yang paling tinggi sekalipun.
- . Sifat dari ikatan perkawinan adalah persatuan antara dua manusia, keduanya itu menjadi satu daging, sehingga mereka bukan lagi dua, melainkan satu (ay. 6). Anak adalah bagian dari seorang laki-laki, tetapi istri adalah dirinya sendiri. Ikatan dalam perkawinan lebih dekat daripada ikatan antara orangtua dan anak-anaknya, dan kedekatan hubungan dari ikatan perkawinan ini dalam cara tertentu sepadan dengan hubungan antara anggota tubuh yang satu dan anggota tubuh yang lainnya. Selain menjadi landasan cinta kasih di antara suami dan istri, hal ini juga menjadi landasan mengapa seseorang tidak boleh menceraikan istrinya, karena tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri atau menyingkirkan bagian tubuhnya sendiri. Sebaliknya, ia akan mengasuhnya dan merawatinya serta melakukan apa pun untuk menjaganya. Suami dan istri akan menjadi satu, karena itu harus hanya ada satu istri saja, sebab Allah hanya menciptakan satu Hawa untuk satu Adam (Mal. 2:15).
- Dari penjelasan di atas, Kristus menyimpulkan, "Apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia."
- Perhatikanlah:
- (1) Suami dan istri dipersatukan oleh Allah sendiri; synezeuxen -- Ia telah menyatukan mereka dengan tali kekang, demikianlah kata yang dipakai untuk itu, dan ini luar biasa penting. Allah sendiri yang menetapkan hubungan suami dan istri dalam ikatan perkawinan sebagai sesuatu yang suci. Perkawinan dan Hari Sabat adalah dua hukum Allah yang paling tua. Walaupun perkawinan itu bukan khusus milik gereja saja, tetapi merupakan hal yang umum bagi dunia, namun, hal ini disahkan melalui suatu ketetapan ilahi, dan diteguhkan di sini oleh Yesus, Tuhan kita. Oleh karena itu, perkawinan itu hendaknya diatur menurut cara-cara yang sesuai dengan kehendak Allah dan dikuduskan oleh firman Allah dan doa. Kalau kita menjalankan hukum perkawinan ini dengan hati nurani yang tertuju kepada Allah, maka ini akan mendatangkan pengaruh yang baik bagi kita dalam melaksanakan kewajiban kita satu sama lain dalam hubungan perkawinan ini, dan kita akan memperoleh penghiburan dalam hubungan ini.
- (2) Suami dan istri, yang dipersatukan oleh hukum Allah, tidak boleh diceraikan oleh hukum manusia mana pun. Hendaklah manusia tidak menceraikan, suami sendiri pun tidak, atau siapa pun yang mewakilinya; hakim juga tidak, karena Allah tidak pernah memberikannya wewenang atas hal tersebut. Allah bangsa Israel telah berkata, "Aku membenci perceraian" (Mal. 2:16). Sudah merupakan suatu aturan umum bahwa manusia tidak boleh menceraikan apa yang telah dipersatukan Allah.
- III. Keberatan yang dikemukakan oleh kaum Farisi terhadap hal ini.
- Keberatan mereka ini tampaknya beralasan (ay. 7), Apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai, jika seseorang menceraikan istrinya? Kristus menekankan alasan alkitabiah yang menentang perceraian, namun mereka juga menggunakan wewenang Alkitab yang menyetujui perceraian itu. Perhatikanlah, pertentangan-pertentangan yang tampaknya ada dalam firman Allah merupakan batu sandungan yang besar bagi orang-orang yang akal budinya rusak. Tidak dipungkiri lagi bahwa Musa setia kepada Dia yang telah menetapkannya, dan tidak memberikan perintah lain selain apa yang diterimanya dari Tuhan. Namun dalam hal ini, apa yang mereka anggap perintah sesungguhnya hanyalah sebuah kelonggaran (Ul. 24:1), yang lebih dimaksudkan untuk menahan supaya tindakan perceraian itu tidak dilakukan secara berlebihan, dan bukannya untuk membenarkan tindakan tersebut. Para ahli Taurat Yahudi sendiri menyadari adanya batasan-batasan dalam hukum tersebut, yaitu bahwa perceraian tidak dapat dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Harus ada alasan tertentu yang dikemukakan, surat cerai harus ditulis dan, sebagai suatu tindakan hukum, surat cerai itu harus ditetapkan dan didaftarkan dengan segala tata cara resmi. Surat itu harus diserahkan langsung ke dalam tangan sang istri itu sendiri, dan mereka secara terbuka dilarang untuk berkumpul bersama lagi selamanya (karena itu laki-laki diwajibkan untuk mempertimbangkan dulu keputusan mereka itu).
- IV. Jawaban Kristus terhadap keberatan mereka ini, di mana.
- . Ia mengoreksi kesalahan mereka berkenaan dengan hukum Musa. Mereka menyebutnya perintah, namun Kristus menyebutnya suatu izin atau kelonggaran saja. Hati yang penuh kedagingan akan mengambil sehasta jika diberikan seinci. Hukum Musa, dalam hal ini, adalah hukum politis yang diberikan oleh Allah kepadanya sebagai pemimpin bangsa Yahudi, dan alasan perceraian diperbolehkan adalah demi bangsa tersebut. Eratnya ikatan perkawinan adalah hasil dari hukum positif, bukan hukum alam. Hikmat Allah memberikan kelonggaran untuk perceraian dalam beberapa hal, tanpa meniadakan kesucian-Nya.
- Akan tetapi, Yesus memberi tahu mereka bahwa ada alasan mengapa kelonggaran ini diberikan. Hal ini sama sekali bukan untuk menghormati mereka, melainkan karena ketegaran hatimu, kamu diperbolehkan untuk menceraikan istrimu. Musa pernah berkeluh kesah mengenai bangsa Israel pada zamannya, bahwa mereka degil dan tegar tengkuk (Ul. 9:6, 31:27), suka menentang Allah, mengeraskan hati dalam hubungan mereka dengan Dia; mereka umumnya kejam dan liar, baik dalam nafsu maupun kesenangan mereka. Oleh karena itu, jika mereka tidak diperbolehkan untuk menceraikan istri mereka ketika mereka sudah tidak menyukai istri mereka lagi, maka mereka mungkin memperlakukan istri mereka dengan kejam. Mereka akan memukul dan menganiaya, bahkan mungkin akan membunuh istri mereka. Perhatikanlah, tidak ada kekerasan hati yang lebih buruk di dunia ini selain daripada orang yang memperlakukan istrinya dengan kasar dan kejam. Orang-orang Yahudi ketika itu tampaknya terkenal buruk dalam hal ini, sehingga mereka diperbolehkan menceraikan istri mereka. Lebih baik mereka menceraikan istri mereka daripada mereka melakukan perbuatan yang lebih buruk. Lebih baik begitu, daripada mezbah Tuhan tertutup oleh air mata (Mal. 2:13). Sedikit kelonggaran untuk menyenangkan hati orang yang kurang waras, atau orang yang kehilangan akal, dapat mencegah celaka yang lebih besar. Hukum positif dapat diberikan kelonggaran demi menjaga hukum alam, karena Allah menghendaki belas kasihan dan bukan persembahan. Akan tetapi, dalam hal ini kelonggaran perlu diberikan, karena kita berurusan dengan orang-orang yang berhati keras dan keji. Tidak ada orang yang menginginkan kebebasan untuk bercerai, kecuali mereka yang hatinya benar-benar keras. Perhatikanlah, Kristus berkata, "Karena ketegaran hatimu," bukan hanya hati mereka yang hidup pada masa tersebut, naun semua keturunan mereka. Perhatikanlah, Allah tidak hanya melihat kekerasan hati manusia pada saat tertentu, namun melihat jauh ke depan. Ia menyesuaikan hukum-hukum dan pemeliharaan-Nya dalam masa Perjanjian Lama dengan perangai orang-orang pada saat itu, dengan menggunakan hal-hal yang mengancam dan menakutkan mereka. Perhatikanlah lebih jauh, hukum Musa mempertimbangkan kekerasan hati manusia, tetapi Injil Kristus menyembuhkannya, dan anugerah-Nya menjauhkan hati yang keras dan memberikan hati yang taat. Melalui hukum, ada pengetahuan tentang dosa, tetapi melalui Injil ada penaklukan terhadap dosa.
- . Yesus mengarahkan perhatian mereka kepada hukum yang mula-mula, bahwa sejak semula tidaklah demikian. Perhatikanlah, kecemaran-kecemaran yang menjalar ke dalam setiap hukum Allah harus disingkirkan dengan mengacu kepada hukum yang ditetapkan mula-mula. Jika ada salinan yang menyesatkan, hal tersebut harus diteliti dan diperbaiki melalui salinan yang asli. Oleh karena itu, saat Rasul Paulus meredakan perselisihan jemaat Korintus mengenai perjamuan Tuhan, ia merujuk kepada penetapan perjamuan itu (1Kor. 11:23), Beginilah yang telah aku terima dari Tuhan. Kebenaran telah ada sejak mula-mula, sehingga kita harus mencari jawaban dari jalan-jalan yang dahulu kala (Yer. 6:16). Kita harus benar-benar berubah seluruhnya, bukan dengan mengikuti pola-pola yang ada kemudian, tetapi melalui aturan-aturan yang mula-mula.
- . Kristus menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan hukum yang langsung keluar dari mulut-Nya, "Aku berkata kepadamu" (ay. 9). Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikatakan-Nya sebelumnya (5:32). Sebelumnya hukum ini disampaikan-Nya ketika Ia berkhotbah, tetapi di sini, ketika Ia sedang berselisih pendapat dengan mereka. Akan tetapi, apa yang disampaikan-Nya itu tetap sama, karena Kristus sendiri tidak pernah berubah.
- Nah, apa yang disampaikan dalam khotbah itu maupun dalam perselisihan ini:
- (1) Ia memperbolehkan perceraian jika terjadi perzinahan.
- Dasar hukum yang melarang perceraian adalah karena keduanya itu menjadi satu daging. Jika sang istri melakukan persundalan dan menjadi satu daging dengan seorang pezinah, maka dasar hukum tersebut tidak berlaku lagi. Menurut hukum Musa, hukuman untuk perzinahan adalah hukuman mati (Ul. 22:22). Akan tetapi, Juruselamat kita sekarang meringankan hukuman yang berat tersebut, dan menjadikan perceraian sebagai hukumannya. Menurut Dr. Whitby, yang dimaksudkan di sini bukanlah perzinahan (karena Juruselamat kita menggunakan kata porneia -- persundalan), melainkan hubungan badan di luar nikah yang baru diketahui setelah perkawinan. Alasannya adalah bahwa jika hubungan badan itu dilakukan setelah kawin, maka ini sudah merupakan tindak kejahatan dengan hukuman mati, dan perceraian tidak diperlukan lagi.
- (2) Ia melarang perceraian untuk semua alasan yang lain: Barangsiapa menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah. Ini adalah jawaban yang tegas terhadap pertanyaan mereka, yaitu bahwa perceraian itu melanggar hukum. Dalam hal ini, seperti halnya dalam hal-hal lainnya, masa Injil adalah masa pembaruan (Ibr. 9:10). Hukum Kristus cenderung mengembalikan manusia ke dalam keutuhan atau integritasnya yang mula-mula. Hukum cinta kasih, cinta kasih dalam perkawinan, bukanlah perintah yang baru, tetapi sudah ada sejak mula-mula. Jika kita mempertimbangkan akibat-akibat buruk yang ditimbulkan oleh perceraian yang dilakukan secara semena-sema terhadap keluarga dan bangsa, serta kebingungan dan kekacauan yang diakibatkannya, maka kita akan melihat betapa bermanfaatnya hukum Kristus ini bagi kita, dan betapa bersahabatnya Kekristenan itu bagi kepentingan-kepentingan duniawi kita.
- Hukum Musa memperbolehkan perceraian karena kekerasan hati manusia, sedangkan hukum Kristus melarangnya. Hal ini menyiratkan bahwa karena orang-orang Kristen hidup di bawah hukum kasih dan kemerdekaan, maka dari mereka diharapkan ada kelembutan hati, dan jangan menjadi keras hati, seperti orang-orang Yahudi, karena Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. Perceraian tidak akan terjadi jika kita berlaku sabar terhadap satu dengan yang lain dan mengampuni satu dengan yang lain dalam kasih, sebagaimana yang dirasakan oleh orang-orang yang telah diampuni dan berharap untuk diampuni, dan yang menyadari bahwa Allah tidak akan mengusir kita (Yes. 50:1). Perceraian tidak diperlukan jika suami mengasihi istrinya dan istri taat kepada suaminya dan mereka hidup bersama sebagai pewaris anugerah kehidupan. Inilah hukum-hukum Kristus yang tidak kita temukan dalam semua hukum Musa.
- V. Inilah pendapat murid-murid Kristus yang tidak setuju dengan hukum-Nya ini (ay. 10), Jika demikian halnya hubungan antara suami dan istri, lebih baik jangan kawin. Kelihatannya murid-murid Kristus sendiri sangat tidak rela melepaskan kebebasan dalam bercerai. Mereka menganggap bahwa perceraian diperlukan untuk mempertahankan kenyamanan dalam kehidupan perkawinan, sehingga mereka, layaknya anak-anak kecil yang merajuk, akan membuang apa yang mereka miliki, jika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Jika mereka tidak diperbolehkan untuk menceraikan istri mereka sesuai dengan kehendak hati mereka, maka mereka memilih untuk tidak beristri sama sekali; padahal pada mulanya, ketika perceraian tidak diizinkan, Allah berfirman, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja," dan Ia memberkati mereka. Ia menyebut mereka yang dipersatukan dengan kukuh sebagai orang-orang yang diberkati. Meskipun begitu, murid-murid Kristus menganggap bahwa lebih baik bagi mereka untuk tidak kawin jika mereka tidak diberikan kebebasan untuk bercerai.
- Perhatikanlah:
- . Sifat yang cemar tidak rela untuk dikekang, dan dengan senang hati akan memutuskan ikatan yang dipersatukan oleh Kristus, supaya memiliki kebebasan dalam memuaskan nafsu-nafsunya.
- . Bagi manusia, bodohlah kalau mau meninggalkan kenikmatan-kenikmatan hidup ini. Bagi mereka, beban-beban salib hanyalah menghambat berbagai kenikmatan itu, membuat mereka seakan seperti telah keluar dari dunia ini karena tidak bisa mendapatkan lagi semua keinginan mereka di dunia ini. Mereka merasa harus masuk ke dalam suatu panggilan atau keadaan yang tidak ada gunanya, dan harus taat di dalamnya.
- Tidak! Apa pun keadaan kita, kita harus peduli untuk memikirkannya, kita harus bersyukur atas berbagai kenikmatannya, tunduk terhadap salibnya, dan seperti yang telah Allah lakukan, hari malang ini pun dijadikan Allah seperti juga hari mujur; jadikanlah yang terbaik dari apa yang ada (Pkh. 7:14). Jika kuk perkawinan tidak dapat disingkirkan sesuka hati kita, ini tidaklah berarti bahwa oleh karena itu kita harus menghindarinya. Sebaliknya, oleh karena itu, bila kita memang berada di bawah kuk itu, kita harus berusaha untuk hidup selaras dengan kuk itu, dengan cinta kasih, kelembutan hati, dan kesabaran, supaya dengan demikian perceraian itu akan menjadi hal yang paling tidak diperlukan dan paling tidak diinginkan lagi.
- VI. Tanggapan Kristus terhadap pendapat murid-murid itu (ay. 11-12):
- . Ia mengizinkan dan menganggap baik adanya bagi beberapa orang untuk tidak kawin, Siapa yang dapat mengerti, hendaklah ia mengerti. Kristus memperbolehkan apa yang dikatakan oleh para murid, lebih baik jangan kawin, bukan sebagai keberatan terhadap larangan perceraian, seperti yang dimaksudkan oleh murid-murid-Nya, melainkan untuk memberikan mereka aturan (yang mungkin masih saja membuat mereka kesal), bahwa mereka yang dikaruniai kemampuan untuk mengekang nafsu berahi dan merasa tidak perlu kawin, baiklah jika mereka tetap lajang (1Kor. 7:1). Alasannya adalah bahwa mereka yang tidak kawin mempunyai kesempatan, jika hatinya memang demikian, untuk lebih peduli terhadap perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya (1Kor. 7:32-34). Mereka lebih tidak dipusingkan oleh kekhawatiran-kekhawatiran hidup, dan lebih dapat memusatkan perhatian dan waktu pada hal-hal yang lebih penting. Bertambahnya anugerah lebih baik daripada bertambahnya jumlah anggota keluarga, dan persaudaraan dengan Bapa dan Anak-Nya Yesus Kristus harus lebih diutamakan dibandingkan ikatan-ikatan persaudaraan lain.
- . Ia tidak membenarkan larangan untuk kawin dan memandangnya sebagai hal yang benar-benar membawa celaka, karena tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu. Hanya sedikit orang yang benar-benar mampu untuk tidak terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, beban salib dari kehidupan perkawinan harus dipikul, karena lebih baik begini daripada manusia jatuh ke dalam percobaan. Lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu.
- Kristus di sini berbicara mengenai dua keadaan yang menyebabkan orang tidak pantas untuk kawin.
- (1) Mereka yang, di bawah pemeliharaan Tuhan, menderita, karena dilahirkan dengan keadaan tidak mampu kawin, atau dijadikan demikian oleh orang lain. Mereka yang terpaksa tidak kawin karena tidak mampu memenuhi tujuan yang agung dari perkawinan. Meskipun demikian, dalam kemalangan ini, biarlah mereka melihat kesempatan bahwa dengan hidup melajang pun orang dapat melayani Allah dengan lebih baik, supaya dengan begitu mereka dapat mengimbangi keadaan mereka.
- (2) Mereka yang melakukannya oleh karena anugerah dari Tuhan, yaitu mereka yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Yang dimaksudkan di sini adalah ketidaklayakan untuk kawin bukan karena faktor jasmaniah (seperti kebodohan dan kejahatan yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap dirinya sendiri karena kesalahan penafsiran Alkitab), melainkan karena masalah batiniah. Mereka yang dalam kekudusan mampu menampik segala kenikmatan kehidupan perkawinan, mereka yang telah membulatkan keputusan mereka dengan kuasa anugerah Tuhan untuk benar-benar menjauhinya, dan yang melalui puasa dan bentuk-bentuk mematikan keinginan daging lainnya telah menekan segala hawa nafsu berkenaan dengan hal tersebut, mereka inilah yang dapat mengerti perkataan itu. Meskipun demikian, semua ini tidak mengikat diri mereka sendiri seperti sumpah bahwa mereka tidak akan pernah kawin. Hanya saja, dalam pemikiran mereka sekarang, mereka berniat untuk tidak kawin.
- Oleh karena itu:
- [1] Keinginan untuk hidup melajang pastilah dikaruniakan dari Allah, karena tidak ada orang yang mampu menerimanya, hanya mereka yang dikaruniai saja. Perhatikanlah, kemampuan untuk menahan diri dari keinginan-keinginan badaniah merupakan karunia khusus dari Allah untuk sebagian orang saja, dan tidak kepada yang lain. Ketika seseorang yang dalam hidup melajangnya menyadari sendiri bahwa ia memiliki karunia ini, maka (seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam 1Kor. 7:37), baiklah ia berteguh hati untuk tidak kawin, dan tetap menguasai keinginan hatinya untuk tetap hidup demikian. Dalam masalah ini, baiklah kita berhati-hati, jangan sampai kita menyombongkan karunia yang tidak ada dalam diri kita (Ams. 25:14).
- [2] Keadaan hidup melajang hendaknya dipilih demi kepentingan Kerajaan Sorga. Mereka yang memutuskan untuk tidak kawin, hanya agar mereka dapat menghindari tuduhan-tuduhan, atau demi memuaskan kehendak mereka sendiri yang mementingkan diri sendiri, atau supaya mereka mendapat kebebasan lebih besar untuk memuaskan nafsu-nafsu dan kenikmatan-kenikmatan lain, jauh dari bertindak bijaksana. Mereka telah melakukan kekejian. Akan tetapi, jika hal tersebut dilakukan demi agama, bukan sekadar upaya mencari pujian (seperti yang dilakukan oleh sebagian pemimpin gereja), melainkan hanya sebagai cara untuk lebih memusatkan pikiran dan niat kita dalam melaksanakan pelayanan-pelayanan keagamaan, dan karena kita tidak memiliki keluarga yang harus dinafkahi, sehingga kita dapat melakukan lebih banyak perbuatan kasih, maka hal ini akan dibenarkan dan diterima oleh Allah. Perhatikanlah, ambillah pilihan yang terbaik bagi jiwa kita, yang menyiapkan kita dan mengarahkan kita untuk mencapai Kerajaan Sorga.
SH: Mat 19:1-12 - Allah yang mempersatukan. (Sabtu, 21 Maret 1998) Allah yang mempersatukan.
Yesus boleh hidup berbeda zaman dari Musa, tetapi tentang apa kehendak Allah bagi pernikahan, mereka sependapat. Kebenaran ...
Allah yang mempersatukan.
Yesus boleh hidup berbeda zaman dari Musa, tetapi tentang apa kehendak Allah bagi pernikahan, mereka sependapat. Kebenaran Allah memang kekal adanya. Menurut Tuhan Yesus, Musa mengijinkan perceraian bukan karena rencana Tuhan, tetapi karena kekerasan hati orang zamannya yang tidak menaati kehendak Tuhan. Allah tidak pernah merencanakan hal yang buruk bagi manusia. Tetapi bila manusia mengeraskan hati, rencana baik Allah itu tidak dapat dialami. Pernikahan yang baik bisa berakhir pada perceraian karena dosa dan keras hati.
Karunia harus dipelihara. Semua hal baik pemberian Tuhan, tidak boleh diterima begitu saja. Ada tanggungjawab tertentu yang harus dipikul oleh tiap orang agar karunia itu boleh tetap dialami. Hal melajang atau menikah, adalah karunia Tuhan khusus. Kedua karunia itu sama-sama dapat dirusak oleh hawa nafsu dan berbagai sikap hati atau kebiasaan seksual lain yang tidak kudus. Bukan saja orang di luar Tuhan dapat menjadi korban, Kristen pun bisa. Namun bila karunia Tuhan itu dipelihara dalam anugerah Tuhan, Kristen dapat memberi harapan bagi sesamanya.
Renungkan: Perilaku seks bebas bukanlah kebebasan tetapi kemerosotan dan perbudakan dosa.
SH: Mat 19:1-15 - Benarkah satu ditambah satu sama dengan satu? (Kamis, 22 Februari 2001) Benarkah satu ditambah satu sama dengan satu?
Menurut
ilmu pasti, hasilnya pasti salah. Tetapi inilah
rumus pernikahan yang menurut beberapa orang ...
Benarkah satu ditambah satu sama dengan satu?
Menurut ilmu pasti, hasilnya pasti salah. Tetapi inilah rumus pernikahan yang menurut beberapa orang sulit dipertahankan. Salah seorang yang menangani hot line service, menanyakan bagaimana memberikan saran kepada seorang ibu yang ingin minta cerai dari seorang lelaki yang telah menjadi suaminya selama 14 tahun, karena tidak tahan menerima perlakuan sadis suaminya? Bagaimana pula dengan seorang istri yang menceritakan betapa sakit hatinya ketika suaminya telah menikah lagi? Bagaimana kita meresponi kasus-kasus tentang ketidakharmonisan hidup pernikahan? Bolehkah kita menyetujui perceraian?
Dalam perikop ini orang Farisi mempertanyakan pendapat Yesus tentang perceraian. Yesus tidak langsung menjawab, tetapi Ia menjelaskan dasar pernikahan. Masalah sesungguhnya bukan perceraian, tetapi makna pernikahan. Kristen akan mengerti arti perceraian, bila sebelumnya telah mengerti makna pernikahan. Allah tidak hanya menciptakan laki-laki atau perempuan saja, supaya suatu saat nanti keduanya meninggalkan keluarga masing-masing untuk menjadi satu keluarga baru dalam hubungan yang sangat intim, lebih dari sekadar hubungan dua manusia. Pernyataan `mereka menjadi satu daging' menegaskan bahwa mereka tidak dapat lagi dipisahkan, karena Allah sendiri yang telah mempersatukan mereka. Kemudian orang-orang Farisi menanggapi lebih jauh tentang masalah surat cerai yang diberikan Musa. Yesus tidak membenarkan bahwa Musa menyetujui perceraian, tetapi surat izin cerai yang diberikan Musa adalah karena kehendak mereka sendiri yang memaksakan perceraian. Sejak kapan pun dan sampai kapan pun, sesungguhnya perceraian tidak pernah diizinkan Allah.
Meresponi masalah perceraian, murid-murid menganggap bahwa orang yang tidak menikah akan hidup lebih mudah. Yesus mengatakan bahwa keputusan tidak menikah bukanlah suatu keputusan untuk menghindari konflik dalam hidup pernikahan, karena kehidupan tidak menikah pun bukanlah hidup yang mudah. Menikah atau tidak menikah tetap harus diputuskan di dalam rencana dan anugerah-Nya.
Renungkan: Mudahkah seorang memilih jalan perceraian, bila ia menyadari makna pernikahan, dimana ia dan pasangannya telah dipersatukan Tuhan menjadi satu, bukan lagi dua insan?
SH: Mat 19:1-12 - Menikah atau selibat? (Kamis, 17 Februari 2005) Menikah atau selibat?
Pertanyaan jebakan orang Farisi kepada Yesus menyiratkan bahwa
perceraian telah juga menjadi suatu dilema pada masa itu (a...
Menikah atau selibat?
Pertanyaan jebakan orang Farisi kepada Yesus menyiratkan bahwa perceraian telah juga menjadi suatu dilema pada masa itu (ayat 3). Di antara masyarakat Yahudi ada yang menyetujui perceraian karena Musa, nabi besar Israel, mengizinkannya (ayat 7). Lalu, bagaimana pandangan Tuhan Yesus tentang perceraian? Pertama, jawaban Tuhan Yesus menyiratkan ketidaksetujuan atas dasar tujuan Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Juga Ia menekankan bahwa Allah merestui adanya lembaga pernikahan (ayat 5-7). Kedua, Tuhan Yesus menyatakan bahwa suami atau istri yang telah bercerai kemudian menikah kembali dianggap telah melakukan perzinaan (ayat 9). Hanya pernikahan kedua kali karena alasan kematian salah satu pasangan yang diperbolehkan.
Bagi murid-murid, syarat Tuhan Yesus itu terlalu berat, sehingga kemungkinan selibat pun terpikirkan (ayat 10). Selibat berarti tidak menikah yang disebabkan beragam motivasi, seperti: ingin melayani Tuhan, pernah merasakan patah hati, takut terhadap perceraian, dsb. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa hidup selibat itu hanya berlaku bagi sebagian orang saja, yakni mereka yang dikaruniai (ayat 11-12). Konsep Kristen tentang pernikahan jelas, yaitu apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak bisa dipisahkan oleh manusia, hanya kematianlah yang menceraikan suami-istri.
Itulah sebabnya, orang Kristen tidak boleh gegabah memilih pasangan hidup. Pertimbangan duniawi harus kita singkirkan. Pertimbangan lahiriah, material dlsb. jangan menjadi prioritas. Pertimbangkan juga segi kesamaan iman dalam Yesus Kristus, kedewasaan iman dan kesamaan visi kehidupan. Menikah atau selibat adalah pilihan. Keduanya mengandung resiko yang berbeda. Menikah berarti siap membagi waktu, kepentingan, prioritas dan diri kita dengan keluarga.
Ingatlah: Pernikahan adalah komitmen bersatu dalam Tuhan. Perceraian bagaikan pisau yang mencabik kesatuan nikah di hadapan Tuhan.
SH: Mat 19:1-12 - Perceraian bukan kehendak Tuhan (Selasa, 23 Februari 2010) Perceraian bukan kehendak Tuhan
Menurut suatu survei yang diadakan di Amerika Serikat, lima di
antara sepuluh pernikahan berakhir dalam perselis...
Perceraian bukan kehendak Tuhan
Menurut suatu survei yang diadakan di Amerika Serikat, lima di antara sepuluh pernikahan berakhir dalam perselisihan dan perceraian yang pahit. Kelima sisanya tetap utuh seumur hidup, tetapi dengan derajat ketidakharmonisan yang berlainan. Lama kelamaan perceraian jadi hal lumrah.
Dengan maksud untuk mencobai Yesus, orang Farisi menanyakan masalah perceraian kepada Yesus. Mereka ingin melibatkan Yesus dalam pertentangan pendapat di antara dua aliran Farisi yaitu Shammai dan Hillel. Shammai ketat mengajarkan bahwa seorang laki-laki hanya boleh menceraikan istrinya bila kedapatan berzina. Hillel lebih kendur mengajarkan bahwa seorang laki-laki boleh menceraikan istrinya dengan alasan apa pun. Yesus tidak masuk ke dalam pertentangan mereka, melainkan Ia membawa mereka kembali kepada tujuan semula Allah mendirikan institusi pernikahan. Yaitu agar laki-laki dan perempuan menjadi satu kesatuan dari dua pribadi yang berbeda latar belakang, kebiasaan, budaya, sifat, konsep berpikir, dan perilaku. Mereka harus meninggalkan dan menyingkirkan segala hal dan ikatan yang dapat menghambat keharmonisan dan kesatuan mereka. Apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan oleh manusia (ayat 6). Musa mengizinkan perceraian (Ul. 24:1) karena ketegaran dan kedegilan hati orang Israel yang suka melawan aturan dan kehendak Tuhan. Padahal sejak awal Tuhan tidak menghendakinya (Mal. 2:16). Perceraian juga akan menimbulkan luka mendalam bagi masing-masing pasangan maupun anak-anak mereka. Lagipula siapa yang bercerai, kecuali karena pasangannya berzina, lalu menikah lagi, sesungguhnya ia sudah berbuat zina.
Dengan anugerah Tuhan dan kesetiaan, kita harus memelihara pernikahan kita. Tuntutan Tuhan terhadap pernikahan memang ketat, tetapi hal ini tidak harus membuat kita memilih hidup membujang saja. Ada karunia khusus untuk seseorang membujang, yaitu agar fokus dalam melayani Tuhan dan membawa orang-orang datang kepada Kristus.
SH: Mat 19:1-15 - Kerajaan Surga dan seksualitas (Sabtu, 23 Februari 2013) Kerajaan Surga dan seksualitas
Sejak dulu, definisi dan peran seks diselewengkan. Seks bukan lagi ekspresi jasmani dari kasih suami dengan istrinya, ...
Kerajaan Surga dan seksualitas
Sejak dulu, definisi dan peran seks diselewengkan. Seks bukan lagi ekspresi jasmani dari kasih suami dengan istrinya, tetapi turun derajat ke berbagai bentuk yang menghina natur manusia sebagai gambar Allah, mulai dari aktivitas rekreasi penuh hawa nafsu di luar lembaga pernikahan, tanda dominasi kekuasaan, bahkan diperjualbelikan. Kondisi ini kian parah karena multimedia menyebarluaskan persepsi sesat ini. Peran seks pun dirancukan: bukan lagi potensi manusiawi yang bisa dinikmati sepenuhnya dalam konteks hubungan suami-istri, tetapi diabsolutkan seakan jadi kebutuhan konsumtif mutlak dan dilepaskan dari pernikahan.
Nas ini tak hanya bicara perceraian, tetapi terutama tentang hubungan ideal antara suami-istri. Yesus mengawali ulasan-Nya dengan menggarisbawahi pengertian dasar tentang pernikahan, bahwa Allah yang menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan (4), bahwa seorang lelaki dan istrinya bersatu jadi satu daging (5), dan bahwa keduanya dipersatukan oleh Allah (6). Frasa "satu daging" (5-6), pertama-tama menunjuk pada hubungan seksual antara suami dengan istrinya, juga pada keintiman relasi antarpribadi yang mewarnai setiap sendi kehidupan keduanya di dalam berkeluarga. Karena alasan ini, apa yang telah Allah persatukan "tidak boleh diceraikan oleh manusia" (6) dan juga, bahwa anak-anak yang lahir dari keluarga seperti ini, mesti disambut dan tidak dihalang-halangi (14-15). Setelah memberi pemahaman dasar ini, Yesus menjelaskan keberadaan provisi tentang perceraian dalam Taurat, yang dikaitkan dengan "ketegaran hati" manusia (8). Lalu Yesus merespons komentar murid-Nya tentang pilihan seksualitas lain selain pernikahan, yaitu selibat. Tak semua orang "dikaruniai" panggilan untuk hidup selibat "oleh karena Kerajaan Sorga".
Seksualitas bukanlah musuh orang Kristen dan bukan elemen hawa nafsu yang perlu dihindari, tetapi bagian kesaksian kita. Kasih kepada suami/istri dan anak jika kita dipanggil untuk berkeluarga, kemurnian pengabdian jika kita dipanggil untuk selibat, adalah media untuk memproklamasikan bahwa Kerajaan Allah hadir kini, di sini.
SH: Mat 19:1-15 - Perkawinan dan Perceraian (Sabtu, 4 Maret 2017) Perkawinan dan Perceraian
Perceraian adalah masalah klasik yang telah berlangsung sejak dahulu sampai sekarang. Pada masa lampau, alasan perceraian a...
Perkawinan dan Perceraian
Perceraian adalah masalah klasik yang telah berlangsung sejak dahulu sampai sekarang. Pada masa lampau, alasan perceraian adalah seorang suami atau istri selingkuh atau melakukan perzinaan. Sedangkan di masa kini, alasan perceraian selalu dikaitkan dengan ketidakcocokan satu dengan lainnya.
Kemana pun Yesus mengajar dan melakukan penyembuhan, Ia selalu diganggu oleh rohaniwan Yahudi. Salah satunya adalah kelompok Farisi. Kaum Farisi yang datang mencobai Yesus berasal dari aliran yang berbeda, yakni: aliran Shammai dan Hillel. Mereka mengajukan pertanyaan yang menjebak tentang perceraian dengan menambah kata "dengan alasan apa saja" (1-3). Dengan kata tersebut seolah-olah perceraian mudah mendapat dasar hukumnya.
Yesus tidak menjawab pertanyaan mereka, melainkan mengembalikan fungsi utama sebuah perkawinan dalam konteks penciptaan (4-6). Di sini, Yesus mengingatkan kaum Farisi bahwa perkawinan bukan kontrak sosial, melainkan memiliki unsur kerohanian yang diikat dalam kekudusan nama Allah. Karena kedegilan hati manusia, perceraian seolah-olah "diizinkan" Allah, padahal tidak sama sekali (7-9). Menanggapi kerumitan dalam perkawinan, para murid Yesus menyarankan lebih baik selibat saja (10). Persoalan seseorang memilih tidak menikah bukan perkara mudah. Banyak faktor lain yang menjadi sebab musababnya (12). Jadi, tidak bisa serta-merta melihat satu persoalan yang rumit dengan menarik kesimpulan yang dangkal. Di sini harus ada hikmat Allah untuk dapat memahami hal itu (11).
Tujuan Allah menciptakan manusia sepasang bukan untuk memiliki keturunan saja, tetapi juga menemukan belahan jiwanya. Dengan pasangannya, mereka dapat bertumbuh dalam kasih, keadilan, dan kebenaran Allah menjadi keluarga yang kudus dan diperkenan Allah. Jika prinsip ini diterapkan sepenuh hati, mustahil terjadi perceraian.
Bagaimana kondisi keluarga Anda? Harmonis atau bergejolak atau hampir karam? Berdoalah agar Allah memulihkan relasi di antara keluarga Anda! [TG]
Baca Gali Alkitab 1
Perceraian tidak pernah menjadi kehendak Allah. Sejak awal penciptaan, Allah merancang laki-laki dan perempuan membentuk sebuah keluarga yang harmonis. Karena kekerasan hati manusia berdosalah perceraian bisa terjadi atas dalil apa pun.
Apa saja yang Anda baca?
1. Apa yang Yesus lakukan di daerah Yudea (1-2)?
2. Siapakah yang mencobai Yesus dan apa pertanyaan yang mereka ajukan (3)?
3. Apa jawaban yang Yesus berikan soal perkawinan (4-6)?
4. Apa sanggahan Yesus soal surat cerai dari Musa (7-8)?
5. Dalam konteks apa perceraian diizinkan (9)?
6. Apa jawaban Yesus tentang pernyataan para murid-Nya (10-12)?
7. Apa yang Yesus lakukan terhadap seorang anak kecil dan apa yang dikatakan-Nya (13-15)?
Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda?
1. Apa tujuan Allah menciptakan laki-laki dan perempuan?
2. Mengapa perceraian bukan kehendak Allah?
Apa respons Anda?
1. Jika dalam gereja Anda ada orang yang meminta saran tentang perceraian, apa yang Anda katakan dan apa tindakan Anda?
2. Andai Anda menghadapi problem ketidakharmonisan dalam keluarga yang berujung pada perceraian, apa tindakan pencegahan yang Anda upayakan?
Pokok Doa:
Memohon kepada Allah agar Ia menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga umat-Nya.
SH: Mat 19:1-15 - Bolehkah Orang Kristen Bercerai? (Minggu, 12 September 2021) Bolehkah Orang Kristen Bercerai?
Perihal perceraian masih merupakan perkara yang sering menjadi pembahasan hingga saat ini, apalagi dengan tingginya ...
Bolehkah Orang Kristen Bercerai?
Perihal perceraian masih merupakan perkara yang sering menjadi pembahasan hingga saat ini, apalagi dengan tingginya tingkat perceraian yang dialami oleh pasangan Kristen, dengan aneka ragam penyebabnya, mulai dari persoalan sepele hingga yang sangat serius.
Beberapa orang Farisi mencobai Yesus dengan bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?" (3). Pertanyaan jebakan yang sepertinya terlihat sederhana ini ternyata tidak sederhana.
Karena itu, Yesus menjawabnya dengan memulai pada hakikat penciptaan manusia sebagai laki-laki dan perempuan (4), kemudian melanjutkan pada hakikat pernikahan bahwa laki-laki dan perempuan menjadi satu daging karena perkawinan. Yesus menutupnya dengan hukum bahwa perkawinan itu membuat keduanya menjadi satu. Allah menjadikannya demikian; oleh karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia (6). Pemberian surat cerai yang diizinkan oleh Musa tidak bertujuan memudahkan perceraian itu, melainkan membuatnya menjadi lebih sulit. Sebab, sebelum hukum itu ada, orang laki-laki Israel dengan mudah mengusir istri mereka atau menceraikannya begitu saja.
Bagi Yesus, pernikahan adalah ikatan yang kudus. Karena itu, pernikahan harus dihormati dan dijaga kekudusannya. Pada masa Musa perceraian diizinkan karena ketegaran atau kedegilan hati orang Israel. Hal ini mungkin menyangkut kekerasan terhadap pasangan. Yesus menambahkan tentang perzinahan sebagai alasan lain mengapa perceraian diizinkan.
Dalam bacaan ini kita dapat melihat bahwa Alkitab memiliki konsep pernikahan yang sangat kokoh dan tidak berubah. Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa tidak ada alasan apa pun untuk terjadinya suatu perceraian dalam pernikahan Kristen. Allah menghendaki agar semua orang Kristen menghormati dan menguduskan pernikahan dan berkomitmen untuk mengasihi pasangan dan keluarganya selamanya seperti Kristus mengasihi manusia. [RBS]
Topik Teologia -> Mat 19:3
Topik Teologia: Mat 19:3 - -- Yesus Kristus
Kemanusiaan Kristus
Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
Yesus Sangat Tanggap
Dia Memiliki Daya Inga...
- Yesus Kristus
- Kemanusiaan Kristus
- Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
- Yesus Sangat Tanggap
- Dia Memiliki Daya Ingat
- Wahyu Allah
- Wahyu Khusus
- Inspirasi Kitab Suci
- Inspirasi Perjanjian Lama
- Perjanjian Baru Mengklaim Inspirasi Perjanjian Lama: Pengajaran Yesus
- Kehidupan Kristen: Tanggung Jawab Terhadap Sesama dan Alam
- Tanggung Jawab Terhadap Sesama
- Tugas Terhadap Kelompok-kelompok Orang Khusus
- Tanggung Jawab Para Suami Terhadap Para lstri
- Suami Harus Tetap Setia Kepada Istrinya
TFTWMS -> Mat 19:3-9
TFTWMS: Mat 19:3-9 - Pertanyaan Orang-orang Farisi PERTANYAAN ORANG-ORANG FARISI (Matius 19:3-9)
3 Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperb...
PERTANYAAN ORANG-ORANG FARISI (Matius 19:3-9)
3 Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?" 4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? 5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." 7 Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?" 8 Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. 9 Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."
Masalah cerai dan kawin lagi yang mengganggu itu diketengahkan ke hadapan Yesus di tempat ini. Teks ini mengungkapkan bahwa itu adalah masalah serius di zaman Kristus, sebagaimana sekarang ini. Perceraian sudah menjadi begitu lumrah sehingga kaum laki-laki menceraikan istri mereka karena hal-hal sepele seperti menggosongkan makanan mereka atau mempermalukan mereka di depan umum.
Ketika tanggapan Yesus dipelajari dengan cermat, jelas terlihat bahwa Ia tidak menganjurkan perceraian, dan pastinya Ia tidak memerintahkan perceraian. Sebaliknya, Ia menunjukkan pelbagai akibat jahat dari perceraian dan bagaimana perceraian mengarah kepada perzinahan dan pencemaran.
Apa yang Allah bolehkan dengan berat hati telah diubah menjadi desakan ilahi. Melalui Musa, Allah mengakui dan mengizinkan perceraian; tapi Yesus mengajarkan bahwa ini tidak pernah menjadi tujuan semula Allah. Ia tidak meliberalisasi perceraian; Ia mengendalikan itu. Kenyataannya, Ia membuat perceraian jauh lebih sulit untuk diterapkan. Yesus berusaha memulihkan kesucian ikatan perkawinan seperti yang Allah maksudkan dari mulanya.
Ayat 3. Perea adalah wilayah yang diperintah oleh Herodes Antipas. Menurut Yosefus, Perea adalah tempat Yohanes Pembaptis pernah dipenjara dan dihukum mati. Ketidakadilan itu terjadi akibat dari kecaman nabi itu terhadap perkawinan inses Herodes. Ia telah menceraikan istrinya orang Nabatea untuk menikahi Herodias, yang adalah isteri Herodes Filipus I saudaranya (lihat komentar tentang 14:3, 4). Latar belakang sejarah ini menunjukkan bahwa ini adalah topik yang banyak dibahas di daerah ini dan menyiratkan alasan orang-orang Farisi menanya Yesus tentang perceraian. Mungkin mereka sedang berusaha untuk melibatkan Dia dalam konflik dengan Herodes dan Herodias, dengan harapan Yesus akan mengalami nasib yang sama yang menimpa Yohanes.
Orang-orang Farisi itu bertanya, "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?" Dalam Yudaisme perceraian adalah hak prerogatif kaum laki-laki.3Dalam keadaan tertentu, seorang perempuan bisa meyakinkan pengadilan untuk menekan suaminya agar menceraikan dia.4Beberapa perempuan dari garis keluarga Herodes menceraikan suami mereka, tapi hal ini dianggap sebagai tindakan kurang ajar oleh sebagian besar orang Yahudi. Mengenai satu kasus seperti itu, Josephus menulis, Ketika Salome [adik perempuan Herodes Yang Agung] bertengkar dengan Costobarus, ia memberi dia surat cerai, dan mengakhiri perkawinannya dengan dia, meski tindakan itu tidak sesuai dengan hukum Yahudi; karena bagi kita tindakan itu [hanya] sah dilakukan oleh seorang suami; tapi bagi seorang istri, jika ia meninggalkan suaminya, ia tidak bisa kawin lagi dengan laki-laki lain, kecuali mantan suaminya itu menceraikan dia.5
Belakangan, ia menulis, "Herodias sengaja mengacaukan hukum negeri kita, dan menceraikan dirinya dari suaminya selagi suaminya itu masih hidup, dan menikah dengan Herodes [Antipas], saudara suaminya dari pihak ayah."6Para perempuan aristokrat ini telah dipengaruhi oleh budaya Yunani-Romawi, di mana perempuan yang menceraikan suami mereka lebih bisa diterima oleh masyarakat (lihat 1 Kor. 7:12, 13).
Catatan Matius membatasi pertanyaan itu dengan kalimat "dengan alasan apa saja" (lihat Mrk. 10:2). Para pembaca Yahudi akan sudah familiar dengan perdebatan kontemporer itu di Yerusalem. Orang-orang Farisi itu tidak sekedar menanya apakah dibolehkan menceraikan, karena hampir setiap orang Yahudi berasumsi dibolehkan. Sebaliknya, mereka bertanya tentang alasan bagi perceraian itu. Kalimat "dengan alasan apa saja" berarti "alasan apa saja yang seorang suami bisa sebutkan." Josephus berkata bahwa seorang suami bisa memberi istrinya surat cerai "untuk alasan apa saja" dan kemudian menambahkan bahwa "banyak alasan seperti itu terjadi di antara kaum laki-laki."7
Pandangan liberal tentang perceraian yang dianjurkan oleh beberapa rabi Yahudi didasarkan pada salah penafsiran ajaran Musa dalam Ulangan 24:1-4. Pada zaman Yesus, dua sekolah utama filsafat sudah muncul mengenai alasan yang tepat bagi perceraian. Kedua sekolah itu mendasarkan ajaran mereka pada Ulangan 24:1-4 (lihat komentar tentang 5:31). Shammai, yang lebih konservatif dari dua pemikiran itu, percaya bahwa "ketidaksenonohan" yang Musa katakan adalah perzinahan. Kita tidak tahu bagaimana ia membuat pandangannya itu sejalan dengan hukum Taurat, yang menyetujui hukuman mati, bukan perceraian, sebagai hukuman bagi perzinahan (Ima. 20:10-14; Ula. 22:22). Hillel, yang lebih liberal dari dua pemikiran itu, mengajarkan bahwa "ketidaksenonohan" itu adalah apa saja yang tidak disukai suami.8
Dengan latar belakang teologis ini, Orang-orang Farisi datang kepada Yesus untuk mencobai Dia. Kata "mencobai" (peira÷zw, peirazō) dapat diterjemahkan "menggoda" (lihat komentar tentang 16:1). Menemukan kebenaran bukanlah tujuan mereka. Mereka berusaha menangkap Jesus dalam kesalahan teologis. Mereka mungkin ingin menggunakan jawaban-Nya itu untuk membuat orang banyak menentang Dia.
Yesus pasti telah mengejutkan para interogator-Nya ketika Ia tidak memihak salah satu dari dua rabi terpelajar itu dalam merespon mereka. Ia bahkan tidak melihat kepada ajaran Musa dalam kitab Ulangan. Sebaliknya, Yesus kembali ke awal dan berfokus pada rencana awal Allah bagi perkawinan (Kej. 1:27; 2:24).
Ayat 4. Yesus memulai jawabannya dengan pertanyaan ini "Tidakkah kamu baca …?" (lihat 12:3; 21:16, 42; 22:31). Ia berkata bahwa Allah menciptakan dua jenis kelamin yang berbeda, laki-laki dan perempuan, untuk tujuan perkembangbiakan dan pertemanan. Dengan membawa para lawan-Nya itu kepada penciptaan, Ia sedang membuat argumen paling kuat yang bisa dibuat. Para rabi mengatakan, "Semakin awal, semakin berbobot."9Maksud awal Allah mencakup otoritas tertinggi and bukti terkuat.
Kutipan Yunani yang dikutip itu berasal dari Kejadian 1:27 dalam Septuaginta:
"Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah dicipta- kan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka" (huruf miring ditambahkan). Kata-kata serupa digunakan dalam Kejadian 5:2: "Laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Ia memberkati mereka dan memberikan nama 'Manusia' kepada mereka, pada waktu mereka diciptakan" (huruf miring ditambahkan).
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk pelengkap dan saling melengkapi (Kej. 2:18, 24). Rancangan awal ini harus menjadi model bagi semua kesatuan seksual di masa depan. Pada dasarnya, rancangan itu mengecualikan poligami,10poliandri, serta cerai dan kawin lagi. John Chrysostom menulis, "Jika kehendak-Nya adalah laki-laki harus menceraikan [istrinya] yang satu ini, dan kawin dengan perempuan lain, ketika Ia menciptakan satu orang laki-laki, maka Ia akan sudah menciptakan banyak perempuan."11Maksud Allah itu tidak mencakup pekawinan sesama jenis kelamin (Rom. 1:26, 27). Jika Ia merencanakan perkawinan laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan, maka Ia akan sudah menciptakan laki-laki lain untuk Adam dan perempuan lain untuk Hawa. Ketika manusia merusak maksud Allah, hasilnya adalah bencana.
Ayat 5. Berikutnya Yesus mengutip Kejadian 2:24: "Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging." Hubungan antara suami dan istri melebihi setiap hubungan lain apa saja. Karena melampaui hubungan antara anak dengan orang tuanya, hubungan perkawinan melibatkan prinsip "meninggalkan" dan "menyatu" (lihat Alkitab KJV). Seorang laki-laki harus "meninggalkan" orang tuanya dan "bersatu" atau "disatukan" dengan istrinya. Kata Yunani yang diterjemahkan "meninggalkan" (katalei÷pw, kataleipō) berarti "menyerah." Walaupun seorang laki-laki tidak memutus hubungan sama sekali dengan orang tuanya (15:3-6), pemisahan yang jelas harus terjadi. Kata "menyatu" atau "disatukan" (kolla÷w, kollaō) aslinya berarti "merekatkan atau menyemen bersama." Dalam perkawinan, suami dan istri menjadi" satu daging "(Efe. 5:28-31). Kesatuan ini secara fisik diungkapkan oleh hubungan seksual mereka (lihat 1 Kor. 6:16; 7:2-4).
Ayat 6. Berdasarkan penciptaan, Yesus memberikan perintah ini: "Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Kata Yunani "dipersatukan" (suzeugnumi, suzeugnumi) secara harfiah berarti "dikuk bersama."
Allah menyatukan bersama pasangan pertama itu, dengan melakukan upacara perkawinan. Perkawinan adalah lembaga ilahi. Rencana awal Allah adalah satu orang laki-laki untuk satu orang perempuan seumur hidup (Kej. 2:21-25). Allah menghendaki perkawinan ini langgeng. Di zaman Yesus, sebagaimana halnya di zaman kita sekarang ini, pandangan yang luhur ini tentang perkawinan adalah baru. R. T. France mengungkapkannya seperti ini: "Memandang perceraian sebagai [tindakan] manusia yang merusak pekerjaan Allah menempatkan seluruh masalah itu dalam perspektif yang sepenuhnya baru."12
Karena Allah adalah Pihak yang pertama kali menyatukan pasangan itu dalam perkawinan untuk menjadi satu daging, maka hanya Ia yang secara sah berhak menetapkan alasan bagi berakhirnya perkawinan. Berdasarkan rancangan-Nya, perkawinan berakhir pada saat kematian, yang membebaskan pasangan yang masih hidup untuk kawin lagi (Rom. 7:1-3; 1 Kor. 7:39). Perkawinan bisa juga berakhir karena seorang pasangan berselingkuh, membebaskan pihak yang tidak bersalah untuk kawin lagi (5:31, 32, 19:09).
Ayat 7. Orang-orang Farisi itu kemudian bertanya, "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?" Dalam kitab Markus susunan dialog ini terbalik. Yesus bertanya, "Apa perintah Musa kepada kamu?" (Mrk. 10:3, 4), dan orang-orang Farisi itu menjawab, "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai." Perdebatan orang-orang Yahudi dalam masalah perceraian didasarkan pada Ulangan 24:1-4. Orang-orang Farisi itu berpendapat bahwa Musa memberi izin suami untuk memberi surat cerai kepada istrinya dan mengusir dia (lihat komentar tentang 5:31).
Ayat 8. Yesus menjawab mereka dengan membela keteguhan perkawinan. Ia membawa mereka kepada penciptaan oleh Allah (Kej. 1; 2). Kaum itu menggunakan perintah Musa (Ula. 24:1-4) untuk memutuskan komitmen perkawinan mereka. Perintah ini, pada kenyataannya, dirancang untuk melindungi kesucian perkawinan.13
Ajaran Musa tidak pernah memerintahkan perceraian seperti yang diusulkan oleh orang-orang Farisi ini (19:7). Yesus menekankan kebenaran ini ketika Ia berkata, "Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu (penekanan ditambahkan). Musa menulis bukan untuk mendorong perceraian, tapi ia menulis untuk mengatur dan mengelola suatu situasi yang sudah berada di luar kendali. Jawaban Tuhan kepada orang-orang Farisi itu menegaskan maksud Musa.
Mengapakah Musa memberikan ketentuan ini? Jesus berkata bahwa itu karena ketegaran hati [mereka]. Perceraian bukan akibat dari kehendak Allah, melainkan dari kedegilan prilaku manusia. Umat Allah telah meninggalkan maksud awal hukum-Nya (sejak semula). Karena itu, dalam kasih karunia-Nya, Ia mengizinkan Musa untuk mengatur praktik-praktik saat itu dengan maksud untuk mencegah pengikisan lebih lanjut atas rumah tangga dan keluarga. Nabi Maleakhi menulis bahwa Allah membenci perceraian (Mal. 2:14-16). Di dalam Perjanjian Baru tidak ada petunjuk bahwa Allah pernah berubah pikiran mengenai hal ini. Faktanya, Matius 19:3-9 menyajikan upaya Yesus untuk memulihkan maksud awal Allah bagi perkawinan.
Ayat 9. Yesus menyimpulkan, "Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah." Markus 10:10 menyajikan perkataan itu sebagai respon terhadap pertanyaan para murid di dalam sebuah rumah. Setelah dibungkam oleh Yesus, orang-orang Farisi itu pasti sudah meninggalkan tempat kejadian itu sebelum Yesus mengucapkan kata-kata itu. Dalam pasal ini, murid-murid itu tidak disebut sampai ayat 10.
Ajaran Tuhan di sini mengenai perceraian dan perkawinan kembali melengkapi apa yang Ia katakan dalam Khotbah di Bukit: "Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah" (5: 32; penekanan ditambahkan).
Orang-orang Farisi itu sudah menanya Yesus apakah seorang suami boleh menceraikan istrinya "dengan alasan apa saja" (19:3). Jawaban-Nya, yang berdasarkan rancangan penciptaan Allah, adalah "Tidak boleh!" Belakangan, Yesus memberitahu murid-murid-Nya bahwa "perzinahan" adalah pengecualian bagi aturan umum ini.14
Kata Yunani yang diterjemahkan "perzinahan," yang kadang-kadang juga diterjemahkan "percabulan" (KJV) dan "selingkuh" (NIV), adalah pornei÷a (porneia), yang mencakup setiap jenis hubungan seksual yang haram. Istilah itu lebih luas daripada istilah "perzinahan" (moicei÷a, moicheia), yang mengacu kepada hubungan seksual di luar nikah oleh salah satu pasangan perkawinan.15
Meski kalimat pengecualian itu mengizinkan suami untuk menceraikan istrinya yang tidak setia, namun itu tidak memerintahkan dia untuk melakukannya (seperti yang tradisi rabi lakukan16). Bisa jadi pertobatan yang tulus dan pengampunan akan menghasilkan pemulihan perkawinan itu.
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Matius (Pendahuluan Kitab) Penulis : Matius
Tema : Yesus, Raja Mesianis
Tanggal Penulisan: Tahun 60-an TM
Latar Belakang
Injil ini dengan tepat sekali di...
Penulis : Matius
Tema : Yesus, Raja Mesianis
Tanggal Penulisan: Tahun 60-an TM
Latar Belakang
Injil ini dengan tepat sekali ditempatkan pertama sebagai pengantar PB dan "Mesias, Anak Allah yang hidup" (Mat 16:16). Walaupun nama pengarang tidak disebutkan dalam nas Alkitab, kesaksian semua bapa gereja yang mula-mula (sejak kira-kira tahun 130 M) menyatakan bahwa Injil ini ditulis oleh Matius, salah seorang murid Yesus.
Jikalau Injil Markus ditulis untuk orang Romawi (Lihat "PENDAHULUAN INJIL MARKUS" 08165) dan Injil Lukas untuk Teofilus dan semua orang percaya bukan Yahudi (Lihat "PENDAHULUAN INJIL LUKAS" 08169), maka Injil Matius ditulis untuk orang percaya bangsa Yahudi. Latar Belakang Yahudi dari Injil ini tampak dalam banyak hal, termasuk
- (1) ketergantungannya pada penyataan, janji, dan nubuat PL untuk membuktikan bahwa Yesus memang Mesias yang sudah lama dinantikan;
- (2) hal merunut garis silsilah Yesus, bertolak dari Abraham (Mat 1:1-17);
- (3) pernyataannya yang berulang-ulang bahwa Yesus adalah "Anak Daud" (Mat 1:1; Mat 9:27; Mat 12:23; Mat 15:22; Mat 20:30-31; Mat 21:9,15; Mat 22:41-45);
- (4) penggunaan istilah yang khas Yahudi seperti "Kerajaan Sorga" (yang searti dengan "Kerajaan Allah") sebagai ungkapan rasa hormat orang Yahudi sehingga segan menyebut nama Allah secara langsung dan
- (5) petunjuknya kepada berbagai kebiasaan Yahudi tanpa memberikan penjelasan apa pun (berbeda dengan kitab-kitab Injil yang lain).
Sekalipun demikian, Injil ini tidak semata-mata untuk orang Yahudi. Seperti amanat Yesus sendiri, Injil Matius pada hakikatnya ditujukan kepada seluruh gereja, serta dengan saksama menyatakan lingkup universal Injil (mis. Mat 2:1-12; Mat 8:11-12; Mat 13:38; Mat 21:43; Mat 28:18-20).
Tanggal dan tempat Injil ini berasal tidak dapat dipastikan. Akan tetapi, ada alasan kuat untuk beranggapan bahwa Matius menulis sebelum tahun 70 M ketika berada di Palestina atau Antiokia di Siria. Beberapa sarjana Alkitab percaya bahwa Injil ini merupakan Injil yang pertama ditulis, sedangkan ahli yang lain beranggapan bahwa Injil yang ditulis pertama adalah Injil Markus.
Tujuan
Matius menulis Injil ini
- (1) untuk memberikan kepada sidang pembacanya kisah seorang saksi mata mengenai kehidupan Yesus,
- (2) untuk meyakinkan pembacanya bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Mesias yang dinubuatkan oleh nabi PL, yang sudah lama dinantikan, dan
- (3) untuk menunjukkan bahwa Kerajaan Allah dinyatakan di dalam dan melalui Yesus Kristus dalam cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Matius ingin sekali agar pembacanya memahami bahwa
- (1) hampir semua orang Israel menolak Yesus dan kerajaan-Nya. Mereka tidak mau percaya karena Ia datang sebagai Mesias yang rohani dan bukan sebagai Mesias yang politis.
- (2) Hanya pada akhir zaman Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya sebagai Raja segala raja untuk menghakimi dan memerintah semua bangsa.
Survai
Matius memperkenalkan Yesus sebagai penggenapan pengharapan Israel yang dinubuatkan. Yesus menggenapi nubuat PL dalam kelahiran-Nya (Mat 1:22-23), tempat lahir (Mat 2:5-6), peristiwa kembali dari Mesir (Mat 2:15) dan tinggal di Nazaret (Mat 2:23); Ia juga diperkenalkan sebagai Oknum yang didahului oleh perintis jalan Sang Mesias (Mat 3:1-3); dalam hubungan dengan lokasi utama dari pelayanan-Nya di depan umum (Mat 4:14-16), pelayanan penyembuhan-Nya (Mat 8:17), peranan-Nya selaku hamba Allah (Mat 12:17-21), ajaran-Nya dalam bentuk perumpamaan (Mat 13:34-35), peristiwa memasuki Yerusalem dengan jaya (Mat 21:4-5) dan penangkapan-Nya (Mat 26:56).
Pasal 5-25 (Mat 5:1--25:46) mencatat lima ajaran utama yang disampaikan oleh Yesus dan lima kisahan utama mengenai perbuatan-Nya yang besar sebagai Mesias. Lima ajaran utama itu adalah:
- (1) Khotbah di Bukit (pasal 5-7; Mat 5:1--7:29);
- (2) pengarahan bagi orang yang diutus untuk berkeliling memberitakan Kerajaan itu (pasal 10; Mat 10:1-42);
- (3) perumpamaan tentang Kerajaan Allah (pasal 13; Mat 13:1-30);
- (4) sifat seorang murid sejati (pasal 18; Mat 18:1-35) dan
- (5) ajaran di Bukit Zaitun mengenai akhir zaman (pasal 24-25; Mat 24:1--25:46).
Lima kisah utama dalam Injil ini adalah:
- (1) Yesus mengerjakan tanda ajaib dan mukjizat, yang menegaskan tentang realitas kerajaan itu (pasal 8-9; Mat 8:1--9:38);
- (2) Yesus mempertunjukkan lebih lanjut adanya kerajaan (pasal 11-12; Mat 11:1--12:50);
- (3) Pengumuman kerajaan menimbulkan bermacam-macam krisis (pasal 14-17; Mat 14:1--17:27);
- (4) Yesus berjalan ke Yerusalem dan tinggal di situ pada minggu terakhir (Mat 19:1--26:46);
- (5) Yesus ditangkap, dihakimi, disalibkan dan bangkit dari antara orang mati (Mat 26:47--28:20). Tiga ayat yang terakhir dari kitab Injil ini mencatat "Amanat Agung" Yesus.
Ciri-ciri Khas
Tujuh ciri utama menandai Injil ini.
- (1) Kitab ini merupakan Injil yang mencolok sifat ke-Yahudiannya.
- (2) Ajaran dan pelayanan Yesus di bidang penyembuhan dan pelepasan disajikan secara paling teratur. Karena hal ini, maka pada abad kedua gereja sudah mempergunakan Injil ini untuk membina orang yang baru bertobat.
- (3) Kelima ajaran utama berisi materi yang terluas di dalam keempat Injil yang mencatat pengajaran Yesus
- (a) selama pelayanan-Nya di Galilea dan
- (b) mengenai hal-hal terakhir (eskatologi).
- (4) Injil ini secara khusus menyebutkan peristiwa dalam kehidupan Yesus sebagai penggenapan PL jauh lebih banyak daripada kitab lain di PB.
- (5) Kerajaan Sorga\Kerajaan Allah disebutkan dua kali lebih banyak daripada kitab lain di PB.
- (6) Matius menekankan
- (a) standar-standar kebenaran dari Kerajaan Allah (pasal 5-7; Mat 5:1--7:29);
- (b) kuasa kerajaan itu atas dosa, penyakit, setan-setan, dan bahkan kematian; dan
- (c) kejayaan kerajaan itu di masa depan dalam kemenangan yang mutlak pada akhir zaman.
- (7) Hanya Injil ini yang menyebutkan atau menubuatkan gereja sebagai suatu wadah yang menjadi milik Yesus di kemudian hari (Mat 16:18; Mat 18:17).
Full Life: Matius (Garis Besar) Garis Besar
I. Memperkenalkan Mesias
(Mat 1:1-4:11)
A. Silsilah Yahudi Yesus
(Mat 1:1-17)
B....
Garis Besar
- I. Memperkenalkan Mesias
(Mat 1:1-4:11) - A. Silsilah Yahudi Yesus
(Mat 1:1-17) - B. Kelahiran dan Pengungsian ke Mesir
(Mat 1:18-2:23) - C. Perintis Jalan Sang Mesias
(Mat 3:1-12) - D. Pembaptisan Sang Mesias
(Mat 3:13-17) - E. Pencobaan Sang Mesias
(Mat 4:1-11) - II. Pelayanan Mesianis Yesus di dan sekitar Galilea
(Mat 4:12-18:35) - A. Ringkasan Pelayanan yang Awal di Galilea
(Mat 4:12-25) - B. Ajaran tentang Kemuridan dalam Kerajaan
(Mat 5:1-7:29) - C. Kisahan I: Perbuatan-Perbuatan Luar Biasa dari Kerajaan
(Mat 8:1-9:38) - D. Ajaran tentang Pemberitaan Kerajaan
(Mat 10:1-42) - E. Kisahan II: Kehadiran Kerajaan
(Mat 11:1-12:50) - F. Ajaran tentang Rahasia Kerajaan
(Mat 13:1-58) - G. Kisahan III: Krisis Kerajaan
(Mat 14:1-17:27) - H. Ajaran tentang Keanggotaan dalam Kerajaan
(Mat 18:1-35) - III.Puncak Pelayanan Mesianis Yesus di Yudea/Perea dan Yerusalem
(Mat 19:1-26:46) - A. Perjalanan Yesus ke Yerusalem
(Mat 19:1-20:34) - B. Minggu Terakhir yang dilewatkan Yesus di Yerusalem
(Mat 21:1-26:46) - 1. Masuk Yerusalem dan Penyucian Bait Allah
(Mat 21:1-22) - 2. Perdebatan dengan Orang Yahudi
(Mat 21:23-22:46) - 3. Pengecaman terhadap ahli Taurat dan Orang Farisi
(Mat 23:1-39) - 4. Ajaran di Bukit Zaitun tentang Masa Depan Kerajaan
(Mat 24:1-25:46) - 5. Komplotan untuk Mengkhianati Yesus
(Mat 26:1-16) - 6. Perjamuan Terakhir
(Mat 26:17-30) - 7. Getsemani
(Mat 26:31-46) - IV. Yesus Ditangkap, Diadili dan Disalibkan
(Mat 26:47-27:66) - A. Yesus Ditangkap
(Mat 26:47-56) - B. Yesus Diadili
(Mat 26:57-27:26) - C. Yesus Disalibkan
(Mat 27:27-56) - D. Yesus Dikubur
(Mat 27:57-66) - V. Yesus Bangkit
(Mat 28:1-20) - A. Penemuan Luar Biasa Para Wanita
(Mat 28:1-10) - B. Saksi-Saksi Palsu
(Mat 28:11-15) - C. Amanat Tuhan yang Bangkit
(Mat 28:16-20)
Matthew Henry: Matius (Pendahuluan Kitab) Di hadapan kita terdapat,
I. Perjanjian (wasiat) Baru Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita; demikian yang diberikan pada bagian kedua dari...
Di hadapan kita terdapat,
- I. Perjanjian (wasiat) Baru Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita; demikian yang diberikan pada bagian kedua dari Alkitab kita, yang juga disebut kovenan baru, karena kata yang digunakan memiliki kedua makna tersebut. Sebenarnya, bila menyinggung tindakan dan perbuatan Kristus, sebagaimana dimaksudkan di sini, maka istilah yang paling tepat adalah wasiat (Inggris: testament), sebab Kristuslah sang Pemberi Wasiat itu, yang berlaku sah melalui kematian-Nya (Ibr. 9:16-17). Tidak seperti suatu kovenan, dalam wasiat tidak terdapat kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam wasiat, apa yang dijanjikan itu dianugerahkan, meskipun bersyarat, berdasarkan suatu kehendak, yakni kehendak bebas, maksud baik dari Sang Pemberi Wasiat. Seluruh anugerah yang terdapat di dalam kitab ini bersumber pada Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita. Karena itu, jika kita tidak mengakui Dia sebagai Tuhan kita, kita tidak dapat mengharapkan manfaat apa pun dari-Nya sebagai Juruselamat kita. Perjanjian ini disebut perjanjian baru, untuk membedakannya dari perjanjian yang diberikan Musa, namun bukan karena perjanjian Musa ini sudah tidak berlaku; juga untuk menyatakan bahwa perjanjian tersebut harus selalu baru, tidak menjadi usang dan ketinggalan zaman. Kitab-kitab Perjanjian Baru ini bukan saja memuat penemuan seutuhnya akan anugerah yang sudah nyata menyelamatkan semua manusia, tetapi juga merupakan sebuah sarana yang sah yang melaluinya anugerah itu disampaikan dan berdiam atas semua orang percaya. Sudah seyogyanyalah dengan cermat kita memelihara, dan dengan penuh perhatian serta sukacita kita membaca pesan dan wasiat terakhir seorang sahabat, yang melalui wasiat itu telah meninggalkan suatu warisan besar, dan bersama warisan ini pula telah mengungkapkan kasih-Nya yang mendalam kepada kita! Betapa terlebih mulianya wasiat yang diberikan Juruselamat kita yang terberkati itu, yang menjamin seluruh kekayaan-Nya yang tidak terkatakan bagi kita! Ini sungguh wasiat-Nya; meskipun wasiat itu, seperti umumnya surat wasiat, ditulis oleh orang lain (kita tidak memiliki bukti apa pun yang merupakan tulisan Kristus sendiri), namun Dia sendirilah yang menyatakannya; dan pada malam sebelum Ia mati, melalui perjamuan malam, Ia menandatangani, memeteraikan, dan mengumumkannya di hadapan dua belas orang saksi. Sebab, meskipun kitab-kitab ini baru ditulis setelah beberapa tahun kemudian, demi manfaat bagi generasi-generasi selanjutnya, in perpetuam rei memoriam – sebagai suatu peringatan abadi, Perjanjian Baru Yesus, Tuhan kita, sudah ditetapkan, dikukuhkan, dan diberitakan sejak kematian-Nya, sebagai sebuah wasiat lisan, yang tentangnya catatan-catatan dalam kitab-kitab tersebut memiliki kesamaan yang tepat. Hal-hal yang dituliskan oleh Lukas merupakan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara orang waktu itu (hal-hal yang diyakini secara pasti, KJV), dan karena itu sudah dikenal baik sebelum ia sendiri menuliskannya. Namun, ketika peristiwa-peristiwa itu dituliskan, tulisan tersebut melampaui dan menyisihkan tradisi lisan, dan tulisan-tulisan ini menjadi perbendaharaan Perjanjian Baru itu. Hal ini ditunjukkan juga dalam judul tambahan yang mengawali banyak salinan Perjanjian Baru bahasa Yunani, Tēs kainēs Diathēkēs Hapanta – Keseluruhan Perjanjian Baru, atau segenap hal mengenainya. Di dalamnya diungkapkan seluruh maksud Allah berkenaan dengan keselamatan kita (Kis. 20:27). Sama sebagaimana hukum Tuhan sempurna adanya, demikian pula halnya dengan Injil Kristus, dan tidak ada lagi yang ditambahkan kepadanya. Kita telah memiliki semuanya, dan tidak ada yang perlu dicari lagi.
- II. Di hadapan kita terdapat Keempat Injil. Injil berarti kabar baik, atau berita kesukaan; dan sejarah kedatangan Kristus ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang berdosa ini jelas-jelas merupakan kabar terbaik yang pernah datang dari sorga ke atas bumi; malaikatlah yang memberikan sebutan kesukaan bagi berita itu (Luk. 2:10), Euangelizomai hymin – aku memberitakan kepadamu kesukaan besar; aku memberitakan Injil kepadamu. Nabi pun menubuatkannya (Yes. 52:7; 61:1). Di situ dinubuatkan bahwa pada hari kedatangan Mesias, kesukaan besar itu harus diberitakan. Kata Injil sepadan dengan kata Inggris Gospel yang berasal dari bahasa Sakson kuno [sebuah bahasa Germanik tua – pen.], yang berarti perkataan atau kata Allah (God’s spell atau God’s word); dan Allah dipanggil demikian karena Dia baik, Deus optimus – Allah yang mahabaik, dan karena itu kata Gospel bisa berarti suatu perkataan atau kata yang baik. Bila kita mengambil kata spell dalam artian yang lebih tepat, yaitu charm (carmen), “mantera,” dan memandangnya dari sisi baik, sebagai sesuatu yang menggerakkan dan memengaruhi, tepatnya lenire dolorem – untuk menenangkan hati, atau untuk mengubah hati supaya merasa takjub atau kasih, seperti hal-hal yang umum kita sebut memesonakan atau memikat hati, maka pengertian ini dapat diterapkan pada Injil; sebab di dalamnya sang pembaca mantra menyuarakan manteranya dengan bijak, sekalipun kepada ular tedung tuli (Mzm. 58:5-6). Begitu pula tidak seorang pun yang akan memikirkan adanya mantra lain yang memiliki kuasa seperti keindahan dan kasih Penebus kita. Segenap Perjanjian Baru adalah Injil atau kabar baik itu sendiri. Rasul Paulus menyebut Perjanjian Baru itu Injilnya, sebab ia adalah salah seorang pemberitanya. Alangkah indahnya jika kita juga menjadikannya sebagai Injil kita melalui sambutan hangat dan ketaatan kita terhadap Injil! Lazim keempat kitab yang memuat sejarah tentang Sang Penebus itu kita sebut keempat Injil, dan para penulisnya yang diilhami itu kita sebut pemberita Injil, atau penulis Injil; namun, sebutan ini tidaklah begitu tepat, karena sebutan pemberita Injil menunjuk kepada suatu golongan pengerja atau pelayan tertentu yang menjadi pembantu para rasul: “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun ... pemberita-pemberita Injil” (Ef. 4:11). Ajaran mengenai Kristus harus dijalin dengan, dan didasarkan pada, kisah tentang kelahiran, kehidupan, mujizat-mujizat, kematian, dan kebangkitan-Nya; sebab hanya dengan demikianlah doktrin tersebut tampak dalam terangnya yang paling jelas dan kuat. Seperti halnya dengan alam, demikian juga dalam anugerah, penemuan-penemuan yang paling membahagiakan adalah penemuan-penemuan yang timbul berdasarkan gambaran-gambaran tertentu dari halhal yang nyata. Sejarah alam merupakan filsafat terbaik; begitu pula dengan sejarah suci, baik Perjanjian Lama maupun Baru, adalah sarana kebenaran suci yang paling tepat dan mulia. Keempat Injil ini telah ada sejak awal Kekristenan dan telah diterima teguh oleh gereja mula-mula dan dibacakan dalam pertemuan-pertemuan ibadah Kristen, sebagaimana diungkapkan melalui tulisan-tulisan Justin Martyr dan Irenaeus, yang hidup satu abad lebih sedikit setelah kenaikan Kristus ke sorga; mereka menyatakan bahwa empat Injil sajalah, tidak lebih dan tidak kurang, yang diterima oleh gereja. Sekitar masa itu, keselarasan keempat pemberita Injil itu dihimpun oleh Tatian, dengan judul To dia tessarōn – Injil dari keempat Injil. Pada abad ketiga dan keempat muncul injil-injil lain yang dipalsukan oleh bermacam-macam sekte dan diterbitkan dengan menggunakan nama Petrus, ada lagi dengan nama Tomas, Filipus, dan seterusnya. Namun injil-injil ini tidak pernah diakui maupun dihargai oleh gereja, seperti dikatakan cendekiawan Dr. Whitby. Beliau mengajukan alasan tepat mengapa kita harus setia berpegang pada catatan-catatan tertulis ini, sebab tradisi, dengan pernyataan dan dalih apa pun yang terdapat di dalamnya, tidaklah mampu memelihara berbagai hal dengan pasti, dan hal ini pun telah kita ketahui dari pengalaman. Sebab, meskipun Kristus mengatakan dan melakukan banyak hal yang mengesankan, yang tidak tertulis (Yoh. 20:30;21:25), tradisi tidak menyimpan satu pun bagi kita, semuanya lenyap, kecuali apa yang tertulis [dalam keempat Injil – ed.]. Oleh karena itu, yang tertulis inilah, yang harus kita pegang; dan merupakan berkat Allah bahwa kita memilikinya untuk kita patuhi; itulah perkataan sejarah yang pasti.
- III. Di hadapan kita terdapat Injil menurut Matius. Penulisnya lahir sebagai orang Yahudi, dan bekerja sebagai seorang pemungut cukai, sampai Kristus memanggilnya, dan dia pun meninggalkan rumah cukai, untuk mengikut Dia. Dan penulis merupakan salah seorang yang menyertai-Nya, yang senantiasa datang berkumpul dengan ... Tuhan Yesus ... yaitu mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke sorga (Kis. 1:21-22). Oleh sebab itu, ia merupakan saksi yang dapat diandalkan sehubungan dengan apa yang telah dicatatnya di sini. Konon ia telah mencatat sejarah ini sekitar delapan tahun setelah kenaikan Kristus ke sorga. Banyak penulis zaman tersebut yang mengatakan bahwa ia menulisnya dalam bahasa Ibrani atau bahasa Aram; namun tradisi ini disangkal oleh Dr. Whitby secara meyakinkan. Tidak diragukan lagi Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani, seperti halnya bagian-bagian lain dalam Perjanjian Baru. Jadi, bukan dalam bahasa yang khusus digunakan oleh orang-orang Yahudi, yang baik bait Allahnya maupun negaranya hampir berakhir pada masa itu, namun dalam bahasa yang umum bagi dunia dan yang melaluinya pengetahuan tentang Kristus akan tersiar dengan efektif kepada seluruh bangsa di dunia. Namun bisa saja ada kemungkinan terdapat edisi dalam bahasa Ibrani yang diterbitkan Matius sendiri pada saat yang sama ketika dia menulisnya dalam bahasa Yunani. Edisi bahasa Ibrani itu untuk orang Yahudi, sedangkan edisi Yunani ditulis untuk orang-orang non-Yahudi, ketika dia meninggalkan Yudea untuk memberitakan Injil kepada mereka. Marilah kita memuji Allah karena kita memiliki Injil ini, dan memilikinya dalam bahasa yang kita pahami.
Jerusalem: Matius (Pendahuluan Kitab) INJIL-INJIL SINOPTIK
PENGANTAR
Ada empat kitab dalam Perjanjian Baru yang berisikan "Kabar Yang Baik" (demikianlah arti kata "Euaggelio...
INJIL-INJIL SINOPTIK
PENGANTAR
Ada empat kitab dalam Perjanjian Baru yang berisikan "Kabar Yang Baik" (demikianlah arti kata "Euaggelion" atau "Injil"). Tiga buah kitab pertama dalam daftar Kitab-kitab Suci itu sangat serupa satu sama lain, sehingga dapat ditempatkan dalam tiga lajur yang sejalan dan dirangkum dengan sekilas pandang saja. Karena itulah ketiga kitab itu disebut : (injil-injil) sinoptik (diturunkan dari kata Yunani "sinopsis", artinya sekilas pandang).
Tradisi Gereja Kristen, yang sudah diketemukan dalam karangan-karangan yang ditulis dalam abad II, menyatakan bahwa masing-masing injil dikarang oleh Matius, Markus dan Lukas. Menurut tradisi itu Matius, seorang pemungut cukai yang termasuk dewan Kedua Belas Rasul Mat 9:9; 10:3, yang pertama menulis injilnya buat orang Kristen bekas Yahudi di Palestina. Karyanya yang ditulis dalam bahasa "Ibrani", yaitu Aram, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Yohanes Markus menyusun injilnya di Roma, sesuai dengan pengajaran agama yang diberikan Rasul Petrus. Yohanes Markus itu adalah seorang Kristen dari Yerusalem, Kis 12:12, yang membantu Paulus dalam karya kerasulannya, Kis 12:25;13:5, 13; Flm 24; 2Tim 4:11, dan juga Barnabas, Kis 15:37,39, pamannya, Kol 4:10. Sebagai "juru bicara" atau penterjemah" Markus juga membantu rasul Petrus, 1Ptr 5:13. Seorang murid lain Lukas, mengarang injil yang ketiga. Ia adalah seorang Kristen bekas kafir, Kol 4:10-14, dan dalam hal ini berbeda dengan Matius dan Markus. Ia berasal dari Antiokhia dan seorang tabib, Kol 4:14. Menurut pendapat sementara ahli Lukas menjadi teman seperjalanan Paulus waktu rasul itu menempuh perjalanannya yang kedua (Kis 16:10 dst) dan yang ketiga (Kis 20:5 dst). Iapun menyertai Paulus waktu dalam penahanan di Roma, baik untuk pertama kalinya, Kis 27:1 dst, maupun untuk kedua kalinya, 2Tim 4:11. Karena itu injil ketiga itu dapat dihubungkan dengan Paulus, bdk barangkali 2Kor 8:18, seperti injil Markus dihubungkan dengan Petrus. Lukas ini masih mengarang kitab lain lagi, yaitu Kisah Para Rasul. Baik injil kedua maupun injil ketiga langsung ditulis dalam bahasa Yunani.
Keterangan-keterangan tersebut yang diambil dari tradisi Gereja diteguhkan oleh penyelidikan masing-masing injil sendiri. Tetapi sebelum hal itu dikupas, baiklah terlebih dahulu dibahas hubungan ketiga injil itu satu sama lain ditinjau dari segi sastra. Ini lazimnya disebut sebagai "Masalah Sinoptik".
Masalah Sinoptik itu sudah dipecahkan oleh para ahli dengan macam-macam jalan. Masing-masing pemecahan yang diusulkan tidak mencukupi, tetapi semua mengandung kebenaran juga. Maka pemecahan-pemecahan yang bermacam-mecam itu dapat menolong untuk menyusun suatu keterangan menyeluruh tentang masalah itu. Mungkin sekali dan bahkan pasti bahwa ada suatu tradisi lisan bersama, yang dituliskan masing- masing penginjil dengan tidak bergantung satu sama lain, sehingga ada perbedaan- perbedaan dalam masing-masing karangan Tetapi tradisi bersama itu tidak dapat secukupnya menjelaskan mengapa ada begitu banyak kesamaan yang mengesankan antara ketiga injil itu sampai dengan hal-hal kecil dan dalam urutan bagian- bagiannya. Kesamaan semacam itu kiranya tidak mungkin kalau ketiga injil itu hanya berdasarkan ingatan saja, meski ingatan orang-orang timur di zaman dahulu sekalipun. Kesamaan yang ada itu lebih mudah diterangkan kalau ketiga injil itu berdasarkan satu atau beberapa tradisi tertulis. Tetapi kalau mau dipertahankan bahwa ketiga injil itu mengambil bahannya dari tradisi tertulis dengan tidak bergantung satu sama lain, maka sukar diterangkan mengapa kesamaan perbedaan antara ketiga injil tu memberi kesan bahwa ketiga penginjil saling mengenal, saling menuruti atau bahkan memperbaiki. Maka harus diterima bahwa ketiga injil, entah bagaimana, saling bergantung secara langsung. Jelaslah Lukas bergantung pada Markus. Tetapi kurang pasti bahwa Markus bergantung pada Matius, seperti dahulu lama sekali dianggap orang: ada banyak petunjuk bahwa ketergantungan kedua injil itu harus dibalikkan. Tidak begitu mungkin bahwa Matius langsung bergantung pada Lukas atau Lukas pada Matius. Memang ada kesamaan dan kesejajaran antara Matius dan Lukas, juga di mana kedua penginjil itu tidak menuruti Markus. Tetapi hal ini kiranya harus diterangkan dengan menerima bahwa Matius dan Lukas menggunakan satu atau beberapa sumber bersama, yang lain dari Injil kedua.
Untuk menerangkan duduknya perkara, kritik modern sudah mengajukan yang diistilahkan sebagai "teori kedua sumber". Sumber yang satu ialah Mrk; dalam bagian-bagian yang berupa cerita, Matius dan Lukas bergantung pada Markus. Sebaliknya, sabda dan wejangan (disebut sebagai "Logia") yang hanya sedikit sekali dalam Markus, oleh Matius dan Lukas diambil dari sumber lain. Sumber ini tidak dikenal, tetapi dapat diandalkan; lazimnya diistilahkan sebagai "Q" (huruf pertama dari kata Jerman "Quelle" = Sumber). Meskipun nampaknya sederhana, namun secara menyeluruh teori itu tidak memuaskan, barangkali justru karena kesederhanaannya. Teori itu tidak secukupnya memperhatikan segala sesuatu yang perlu diperhatikan sehubungan dengan masalah yang mau dipecahkan. Baik Markus seperti ada sekarang, maupun sebagaimana disusun oleh pembela teori kedua sumber tersebut, tidak berhasil benar-benar memainkan peranan sebagai sumber, seperti dikatakan pendukung teori itu.
Memang jelaslah Markus kerap kali nampaknya lebih tua dari pada Matius dan Lukas, tetapi juga kebalikannya sering terjadi : Matius dan Lukas nampaknya lebih tua dari pada Markus. Ada kalanya Markus mempunyai ciri yang mencerminkan tahap perkembangan tradisi lebih jauh dari pada yang tercantum dalam Matius dan Lukas, misalnya kadang-kadang terasa pengaruh pikiran Paulus atau usaha untuk menyesuaikan tradisi asli dengan pembaca yang bukan keturunan Yahudi, sedangkan dalam Matius dan Lukas terdapat ciri ketuaan misalnya ungkapan yang berciri Yahudi atau yang mencerminkan keadaan lingkungan di dalam keadaan yang mendahului keadaannya sekarang?
Hipotesa tersebut didukung pertimbangan lain lagi. Ada kalanya Matius dan Lukas bersesuaian satu sama lain, pada hal berbeda dengan Markus dalam bagian-bagian Injil yang sejalan. Ini tidaklah mungkin, seandainya Matius dan Lukas langsung bergantung pada Markus seperti sekarang ada. Kesesuaian Matius dan Lukas satu sama lin itu kerap kali terdapat dan kadang-kadang kesesuaian itu benar-benar mengherankan. Kesesuaian Matius dan Lukas yang berlainan dari Markus itu hendak diterangkan begitu rupa, sehingga teori kedua sumber itu dapat terus dipertahankan juga. Dikatakan bahwa kesesuaian itu berasal dari penyalin- penyalin Kitab Suci, yang menyesuaikan Matius dan Lukas satu sama lain. Kalau demikian kritik teks dapat menghilangkan kesesuaian itu. Dikatakan pula bahwa penginjil-penginjil sendiri menghasilkan kesesuaian itu, dengan jalan sebagai berikut : baik Matius maupun Lukas dengan tidak saling mengenal secara sama memperbaiki teks Markus yang mereka gunakan, sebab teks itu mereka anggap kurang baik. Memanglah keterangan-keterangan semacam itu kadang-kadang berhasil menjelaskan kesesuaian antara Matius dan Lukas yang kedua-duanya menyimpang dari Markus. Tetapi pengandaian-pengandaian serupa itu itu tidak mungkin memecahkan seluruh masalah. Dengan memperhatikan segala unsur yang perlu diperhitungkan, kesesuaian antara Matius dan Lukas itu lebih mudah dapat diterangkan, dengan cara seperti yang disarankan di muka : Matius dan Lukas menggunakan injil Markus dalam keadaan lain dari yang tersedia sekarang. Agaknya injil Markus yang asli itu kemudian disadur lagi. Dan penyaduran kembali itulah yang memberi injil Markus ciri-ciri baru yang memantulkan perkembangan, tradisi lebih jauh. Inipun menyebabkan bahwa Matius dan Lukas berkesuaian satu sama lain, sedangkan berbeda dengan Markus seperti sekarang ada. Sebab Matius dan Lukas dua-duanya memaik teks Markus yang lebih tua dari pada teks saduran tersebut yang sekarang tercantum dalam Kitab Suci.
Sumber "Q" yang diandaikan oleh teori kedua sumber itu juga kurang memuaskan, sekurang-kurangnya sumber "Q" seperti disusun kembali para sumber dipulihkan dengan hasil yang sangat berbeda-beda. Maka tidak dapat diketahui dengan cukup pasti bagaimana sesungguhnya dokumen itu. Bahkan prinsip bahwa ada satu dokumen tidak pasti juga. Sebab "logia-logia" yang dikatakan berasal dari "Q" itu ditemukan dalam Matius maupun dalam Lukas, tetapi dengan cara yang begitu berbeda, sehingga orang mulai menduga adanya dua kumpulan "logia-logia", dan bukan hanya sebuah saja. Di satu pihak logia-logia yang terdapat dalam bagian tengah Luk, yang kadang-kadang disebut "Bagian Perea" (Luk 9:51 -- Luk 18:14), agaknya berasal dari satu sumber, sedangkan "logia-logia" yang ditemukan dalam bagian- bagian Lukas yang lain diambil dari sumber yang berbeda. Baik "Logia-logia" yang terkumpul dalam Lukas 9:51 -- Luk 18:14, maupun yang terdapat di bagian-bagian lain pada umumnya terdapat juga dalam Matius. Tetapi anehnya, logia-logia macam kedua ditemukan dalam Lukas dan Matius dengan urutan yang pada pokoknya sama, pada hal "logia-logia" macam pertama dalam Lukas merupakan suatu keseluruhan sedangkan dalam Matius tersebar dalam seluruh injilnya. Ada kesan bahwa logia-logia macam kedua ini oleh Matius dan Lukas diambil dari sumber yang berbeda-beda. Sumber yang satu ialah sebuah kumpulan logia (yang oleh Vaganay disebut S = sources = sumber). Bagian terbesar itu oleh Lukas ditempatkan di bagian tengah injilnya (Luk 9:51 -- Luk 18:14), sedangkan oleh Matius dipisah-pisahkan sehingga "logia-logia" dari sumber itu tersebar dalam wejangan-wejangan Yesus yang disajikan Matius Sumber kedua ialah injil Matius dalam keadaan lain dari pada keadaan sekarang.
Memang sama seperti halnya dengan Markus, agaknya perlu diterima bahwa Matius dan Lukas juga pernah ada dalam keadaan lain dari pada keadaannya sekarang. Matius dan Lukas yang tercantum dalam Kitab Suci merupakan saduran dari injil- injil Matius dan Lukas yang sudah ada sebelumnya. Analisa Matius dan Lukas -- analisa itu di sini tidak dapat diadakan-membawa kepada kesimpulan bahwa sekurang-kurangnya Markus dan Matius menempuh tiga tahap perkembangan yang berturut-turut. Ada sebuah dokumen dasar, disusul redaksi pertama yang pada gilirannya disadur sampai ke redaksi yang kini tersedia. Dalam ketiga tahap itu Markus dan Matius saling berpengaruh dengan cara yang berbeda-beda, sehingga akhirnya muncul hubungan-hubungan literer, baik kesamaan maupun perbedaan, seperti sekarang ada. Redaksi Markus yang pertama agaknya terpengaruh oleh dokumen dasar Matius. Karena itu Markus mempunyai kesamaan dengan Matius, yakni di mana Markus bergantung pada dokumen dasar Matius itu: tetapi redaksi yang terakhir pada gilirannya mempengaruhi redaksi Matius yang paling akhir, sehingga redaksi Matius ini bergantung pada Markus. Pengaruh timbal-balik semacam itu nampaknya berbelit-belit dan tidak keruan. Memang demikianlah adanya, hanya begitu caranya untuk menjelaskan kenyataan yang berbelit-belit dan tidak keruan! Mustahilah secara sederhana dan mudah memecahkan masalah sinoptik.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan sastra tersebut, dapat disusun suatu keterangan menyeluruh, yang walaupun tidak pasti namun sangat mungkin untuk menjelaskan keadaan ketiga injil pertama. Pada awal mula ada pewartaan lisan oleh para rasul yang berpusatkan pemberitaan atau Kerigma yang memberitakan wafat Yesus yang menebus dan kebangkitan Tuhan. Pewartaan yang ringkasannya terdapat dalam wejangan-wejangan Petrus, yang tercantum dalam Kis itu biasanya dibarengi cerita-cerita yang lebih terperinci. Mula-mula ada kisah sengsara yang agak segera diberi bentuk tetap, sebagaimana dibuktikan kisah sengsara yang ada dalam keempat injil, yang sangat sejalan: kemudian muncul cerita-cerita kecil mengenai riwayat hidup Yesus dengan maksud menyoroti kepribadianNya, perutusan kekuasaan dan pengajaranNya; cerita-cerita itu memuat suatu kejadian atau wejangan yang menarik, sebuah mujizat, sebuah pepatah, perumpamaan dan sebagainya. Kecuali para rasul ada juga orang lain yan gkhususnya bercerita, seperti misalnya "penginjil-penginjil" (salah satu karunia Roh Kudus khusus yang tidak hanya mengenai keempat penginjil kita; bdk Kis 21:8; Ef 4:11; 2 Tim 4:5). Orang-orang inipun menceritakan kenangan-kenangan injili dalam sebuah bentuk yang menjurus ke bentuk tetap karena terus terulang. Tidak lama kemudian, terutama waktu saksi-saksi dari permulaan mulai memikirkan penulisan tradisi itu. Kejadian-kejadian dan sebagainya yang mula-mula diceritakan tersendiri- tersendiri, cenderung menjadi kelompok, yang kadang-kadang disusun menurut urutannya dalam waktu (misalnya pada satu hari di Kapernaum, Mrk 1:16-39), kadang-kadang menurut urutan yang logis (lima pertikaian Mrk 2:1-3:6). Kelompok yang mula-mula kecil saja, kemudian dihimpun di dalam kelompok-kelompok lebih besar.
Salah seorang pengarang (dan tidak ada alasan mengapa tidak disebut rasul Matius sesuai dengan tradisi) lalu menggubah injil yang pertama. Di dalamnya terkumpul kejadian-kejadian dan perkataan-perkataan Yesus menjadi sebuah kisah terus- menerus yang merangkum seluruh karya Yesus, mulai dengan baptisanNya di sungai Yordan sampai dengan kebangkitanNya. Kemudian, sebuah kumpulan lain yang nama penyusunannya tidak kita ketahui, muncul di samping injil yang pertama itu. Di dalamnya terhimpun perkataan-perkataan Tuhan yang lain, ataupun perkataan- perkataan yang sama tapi dengan bentuk lain. Kedua karya yang tertulis dalam bahasa Aram itu, tidak lama kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani: ada berbagai terjemahan yang berbeda-beda. Dengan maksud menyesuaikannya dengan saudara-saudara beriman yang bukan keturunan Yahudi, injil pertama yang menurut hemat kami digubah oleh Matius, diberi rupa yang baru. Injil yang baru itu berupa sebuah dokumen dan menjadi titik pangkal tradisi Markus. Pada kedua bentuk injil asli yang berasal dari Matius itu boleh ditambahkan sebuah injil kuno lain. Injil itu ialah injil yang menjadi dasar bagi kisah-kisah mengenai Penderitaan dan Kebangkitan Yesus yang tercantum dalam Lukas dan Yohanes. Dengan demikian ada empat dokumen-dasar, sebagai tahap pertama dari ketiga tahap pembentukan injil-injil sinoptik seperti disebut di atas. Keempat dokumen itu ialah : Mat Aram, Kumpulan logia-logia I (S). Mat yang baru dalam bahasa Yunani injil tentang Penderitaan dan Kebangkitan Yesus.
Dalam tahap kedua, keempat tulisan tersebut dipungut dan digabung satu sama lain dengan berbagai cara. Tradisi Mrk mengambil bahannya dari Mat pertama itu dan beberapa penyesuaian yang dialami injil itu, khususnya penyesuaian dengan orang- orang Kristen yang bukan Yahudi. Hanya pengolahan itu juga belum redaksi Mrk yang terakhir, seperti yang kita kenal. Redaksi Mrk yang pertama itulah yang dipakai Mat dan Luk dan yang mempengaruhi kedua penginjil itu. Di pihak lain tradisi Mat sudah menghasilkan redaksi baru dari Mat pertama. Di dalamnya tergabung injil Mat dan Kumpulan "logia-logia" (S). Penulis yang mengerjakan penggabungan itu bekerja dengan sangat teliti Perktaan-perkataan Yesus yang terhimpun dalam S disebarkannya dalam seluruh injilnya dan dengannya penulis menyusun wejangan-wejangan Yesus yang cukup luas. Tidak lama kemudian Lukas menangani karyanya. Dengan saksama Lukas menyelidiki segala sesuatunya yang sudah dikerjakan sebelumnya (Luk 1:1-4). Lalu dalam tahap pertama pekerjaannya - semacam pra-Luk-Lukas memanfaatkan dokumen (Mat dengan rupa baru) yang tertuju kepada orang-orang bukan Yahudi dan yang menjadi dasar bagi Mrk; di samping itu Lukas menggunakan Injil Mat yang sudah tergabung dengan S. Tetapi Lukas juga langsung mengenal Kumpulan S itu. Maka perkataan-perkataan yang terhimpun dalam S itu oleh Lukas kelompok ditempatkan di bagian tengah injilnya, sehingga tidak disusun kembali seperti yang diperbuat Mat. Terutama dalam kisah mengenai Penderitaan dan Kebangkitan Yesus, Lukas menggunakan sebuah tulisan lain lagi, yang juga dipakai oleh injil keempat. Itu menyebabkan adanya kesamaan besar antara Luk dan Yoh dalam kisah tentang Penderitaan dan Kebangkitan, sedangkan Luk (dan Yoh) berbeda sekali dengan Mrk dan Mat. Redaksi Luk yang pertama itu (pra-Luk) belum mengenal Mrk, juga dalam redaksi Mrk yang kedua tidak. Baru kemudian Luk memanfaatlam pra-Mrk itu untuk melengkapi injilnya. Dan dengan demikian kita sampai kepada tahap penyusunan injil-injil sinoptik yang ketiga.
Dalam tahap terakhir ini injil yang berasal dari tradisi Mat secara mendalam diolah dan disadur kembali dengan pertolongan Mrk. Hanya Mrk itu bukanlah redaksi Mrk yang kita miliki, melainkan redaksi dahulu yang disebut di muka sebagai tahap kedua dalam penggubahan injil-injil sinoptik. Hanya redaksi Mrk pertama itu juga disadur dan penyadur itu memperhatikan juga redaksi Mat yang mendahului redaksi terakhir. Barangkali ia juga memanfaatkan redaksi Luk yang pertama dan pasti terpengaruh oleh Paulus. Adapun redaksi Luk yang terakhir memanfaatkan redaksi Mrk yang sudah dipergunakan Mat. Dalam rangka redaksi Luk yang pertama disisipkan beberapa bagian dari Mrk (Luk 4:31-6:19; 8:4-9:50; 18:15-21:38). Penyisipan itu benar-benar sebuah tahap dalam karya Luk yang baru kemudian ditempuh. Ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa Luk tidak mengambil bahan dari Mrk, bila bahan yang sama, meskipun dengan bentuk lain, sudah dipungutnya dari sumber Mat atau S yang telah dipakainya. Perlu ditambah pula bahwa Lukas sama dengan Mat dan lebih dari Mat memanfaatkan sumber-sumber khusus yang ditemukannya berkat penyelidikan saksama yang diadakannya (Luk 1:3). Dari sumber-sumber khusus itu dipungutnya kisah masa muda Yesus dan beberapa mutiara yang membuat Luk menjadi sebuah injil yang tidak boleh tidak ada disamping Mrk dan Mat (Orang Samaria yang murah hati, Marta dan Maria, Perumpamaan anak yang hilang. Perumpamaan anak yang hilang, Perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai, dan lain-lain.
Pandangan mengenai kejadian ketiga injil sinoptik, seperti yang disajikan di atas, menghormati serta menggunakan keterangan-keterangam yang disampaikan oleh tradisi dengan hanya memerincikannya lebih jauh. Tetapi tak mungkin lagi menentukan dengan tegas tanggal dituliskannya masing-masing injil. Dan tradisi tidak memberikan petunjuk tegas mengenai masalah itu. Mengingat jangka waktu yang perlu untuk perkembangan tradisi lisan boleh diduga bahwa penggubahan injil paling dahulu dan baru kemudian penggubahan Kumpulan Pelengkap, mungkin terlaksana antara tahun 40 dan 50. Waktu ini bahkan pasti, seandainya dapat dibuktikan bahwa surat-surat Paulus kepada jemaat di Tesalonika yang ditulis sekitar tahun 51/52 menggunakan wejangan Yesus mengenai akhir zaman yang tercantum dalam injil pertama. Markus tentunya mengarang injilnya menjelang akhir hidup Petrus (begitu dikatakan oleh Klemens dari Aleksandria) atau beberapa waktu setelah Petrus mati (begitu dikatakan oleh Irenus) Kalau demikian maka injil kedua harus dikarang sekitar tahun 64, atau paling sedikit sebelum tahun 70, sebab rupanya Mrk belum tahu tentang kemusnahan Yerusalem. Karya Mat (Yunani) dan Luk menyusul Mrk. Tetapi sukar ditentukan waktu lebih lanjut. Injil Lukas mendahului Kisah Para Rasul, Kis 1:1, tetapi waktu Kis juga kurang pasti (bdk Pengantar Kis) dan tidak memberi pegangan yang kokoh-kuat. Hanya baik Mat maupun Luk kiranya tidak tahu tentang kemusnahan Yerusalem (bahkan Luk 19:42-44; 21:20-24 tidak, sebab di sini hanya dipakai cara bicara yang lazim pada para nabi). Tetapi boleh jadi kedua injil itu mendiamkan kemusnahan Yerusalem itu untuk memberi kesan tua dan karena mau menghormati sumber-sumbernya. Kalau demikian maka waktu dituliskannya kedua injil itu boleh ditunda sampai sekitar tahun 80. Tetapi boleh jadi juga bahwa kedua penginjil itu benar-benar tidak tahu-menahu tentang kejadian itu, sehingga karya mereka harus ditempatkan sebelum tahun 70.
Tetapi bagaimanapun juga, asal-usul rasuli, entah secara langsung entah secara tak langsung, dan caranya ketiga injil sinoptik terbentuk menjamin nilai historisnya, lagi pula memungkinkan menentukan bagaimana "nilai historisnya, lagi pula memungkinkan menentukan bagaimana "nilai historis" itu perlu dipahami. Oleh karena berasal dari perwataan lisan yang berawal pada permulaan jemaat purba, maka ketiga injil itu berdasarkan jaminan yang diberikan oleh orang yang dengan mata kepala sendiri menyaksikan segalanya. Sudah barang tentu baik para rasul maupun pewarta injil lain tidak pernah bermaksud menceritakan "sejarah", sebagaimana istilah itu dipahami oleh ahli ilmu sejarah. Maksud mereka bukan maksud profan melainkan teologis. Mereka berbicara untuk mengajak orang bertobat, untuk membina, menanamkan iman dalam hati dan meneranginya atau untuk membela kepercayaan Kristen terhadap para lawan. Tetapi mereka berbuat demikian berdasarkan kesaksian benar yang dapat dikontrol, sebagaimana dituntut baik oleh ketulusan hati nurani mereka sendiri maupun oleh usaha mereka supaya tidak memberi peluang pihak lawan untuk menyerang. Para penggubah injil yang kemudian mengumpulkan kesaksian-kesaksian para pewarta injil itu berbuat demikian dengan obyektivitas jujur yang sungguh menghormati sumber-sumbernya. Ini cukup terbukti oleh kesederhanaan dan ciri usia tua karya-karya mereka, di mana tidak banyak terdapat perkembangan ajaran Kristen di zaman kemudian, misalnya dari perkembangan teologi Paulus; dan sama sekali tidak terdapat dalam ketiga injil sinoptik cerita-cerita yang merupakan buah daya khayal belaka yang kurang masuk akal, sebagaimana banyak terdapat dalam injil-injil apokrip. Walaupun ketiga injil Sinoptik bukan buku "ilmu sejarah" namun maksudnya ialah memberitakan apa yang sungguh-sungguh terjadi.
Namun demikian ciri historis semacam itu belum juga berarti bahwa segala kejadian dan semua perkataan yang dipaparkan berupan sebuah laporan atau rekaman tepat mengenai apa yang dikatakan atau apa yang terjadi. Ketepatan semacam itu tidak boleh diharapkan seperti yang terjadi pada setiap kesaksian manusiawi, apa lagi kalau kesaksian itu disampaikan dari mulut ke mulut. Dan kenyataan injil sendiripun mengingatkan bahwa pendekatan semacam itu tidak tepat. Sebab kita lihat dalam injil-injil sinoptik bahwa cerita atau perkataan yang sama disampaikan dengan cara yang berbeda-beda. Dan apa yang harus dikatakan tentang masing-masing bagian, lebih lagi harus ditekankan sehubungan dengan urutan dan susunan kejadian dan perkataan dalam masing-masing injil. Urutan itu jelas berbeda dalam masing-masing injil, dan begitupun dapat dinantikan mengingat bagaimana injil-injil itu disusun. Unsur-unsurnya mula-mula diceritakan tersendiri, kemudian lama-kelamaan dikumpulkan dan dikelompokkan, didekatkan satu sama lain, atau dilepaskan yang satu dari yang lain atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang lebih memperhatikan logika dan sistematik dari pada urutan waktu. Harus diterima bahwa banyak kejadian dan perkataan dalam injil-injil sudah dilepaskan dari tempat di mana atau dikatakan terjadi dan dari rangka waktu aslinya. Salah benar orang yang secara harafiah mengartikan kata penghubung dan ungkapan seperti : kemudian, selanjutnya, lalu, pada waktu itu, dan sebagainya. Tetapi kesemuanya itu tidak merugikan sedikitpun kewibawaan kitab-kitab yang diinspirasikan itu bagi kepercayaan Kristen. Kalau ternyata Roh kudus tidak mendorong ketiga juru-bicaranya itu menjadi sejiwa dan sehati bahkan seragam dalam hal-hal terperinci, maka sebabnya ialah : Roh Kudus tidak menganggap penting bagi kepercayaan, bahwa ada keseragaman materiil semacam itu. Bahkan Roh Kudus menghendaki perbedaan-perbedaan dalam kesaksian. Heraklitus mengatakan : "Kesepakatan diam-diam lebih bernilai dari kesepakatan jelas". Sebuah kejadian yang disampaikan kepada kita melalui tradisi-tradisi yang berbeda-beda dan malah tidak berkesesuaian satu sama lain (misalnya tradisi- tradisi mengenai penampakan-penampakan Yesus yang dibangkitkan dari alam maut) pada pokoknya mendapat suatu isi dan keteguhan yang tidak dapat diberikan oleh berita-berita yang seluruhnya sama bunyinya, tetapi hanya berupa pemberitahuan dan laporan belaka. Dan kalau perbedaan dalam kesaksian tidak hanya disebabkan oleh nasib yang dialami setiap kesaksian, karena disampaikan dari mulut ke mulut, tetapi juga oleh perubahan-perubahan yang disengaja, maka hal inipun masih membawa manfaat juga. Tidak boleh diragukan, bahwa para penggubah injil dengan sengaja menyajikan berita-beritanya dengan cara yang berlain-lainan. Dan sebelum penggubah injil, tradisi lisan sudah menyampaikan bahannya sambil menafsirkannya dan menyesuaikannya dengan keperluan-keperluan kepercayaan Kristen yang hidup dan yang justru diteruskan oleh para penginjil. Tetapi turun tangan jemaat Kristen dalam bentuk tradisinya terjadi di bawah bimbingan mereka yang bertanggung-jawab. Dan hal itu tak perlu membingungkan kita, tetapi sebaliknya sangat menguntungkan kita. Sebab jemaat itu tidak lain kecuali Gereja dan orang-orang yang bertanggung-jawab tersebut merupakan "wewenang mengajar" yang pertama. Roh Kudus yang pada waktunya menginspirasikan para penginjil sudah mengetuai segenap karya pengolahan yang mendahului injil tertulis. Roh itu membimbing pengolahan itu sesuai dengan perkembangan kepercayaan dan Iapun menjamin hasil pengolahan itu dengan karunia "tidak dapat sesat", yang tidak mengenai kejadian-kejadian sebagai kejadian belaka, tetapi berita rohani yang terkandunt dalam kejadian. Dengan jalan itu Roh Kudus menyediakan makanan yang dapat dinikmati oleh kaum beriman. Dan Roh Kuduslah yang memberi kepada ketiga penginjil Sinoptik suatu karunia khusus untuk menyajikan kabar yang sama dengan cara yang merupakan milik khas masing-masing penginjil.
Injil Karangan Matius
Cahaya iman tersebut dan garis-garis besar Mrk mudah diketemukan kembali dalam injil karangan Matius. Tetapi tekanannya berbeda. Rangka Mat berlainan dari rangka Mrk dan lebih berbelit-belit. Ada lima "buku" kecil yang susul- menyusul; masing-masing terdiri atas sebuah wejangan yang didahului dan disiapkan dengan beberapa kejadian yang dipilih dengan tepat. Bersama dengan kisah masa muda Yesus dan kisah sengsara kebangkitan kelima "buku" tersebut menjadi suatu keseluruhan seimbang yang terbagi menjadi tujuh bagian. Boleh jadi kerangka susunan tersebut berasal dari injil Matius dalam bahasa Aram, sebagaimana juga masih terdapat dalam Mrk. Bagaimanapun juga kerangka itu tampil jelas dalam Mat Yunani dengan lebih lengkap menyajikan pengajaran Yesus dengan menekankan "Kerajaan Sorga" sebagai pokok utama, Mat 4:17+. Injil Mat itu boleh dikatakan sebuah "drama" tujuh bab mengenai kedatangan Kerajaan Sorga :
1) persiapannya dalam Mesias yang masih kanak-kanak, 1-;
2) pemakluman rencana Kerajaan Sorga kepada rakyat dan murid dalam "khotbah di Bukit", 3-7;
3) pewartaan Kerajaan itu oleh para utusan yang sama seperti Yesus mengerjakan mujizat-mujizat sebagai "tanda-tanda" yang meneguhkan perkataan mereka; sebuah wejangan khusus memberikan kepada para utusan itu petunjuk-petunjuk sehubungan dengan perutusan mereka, yaitu "Wejangan Perutusan", 8-1;
4) Kerajaan Sorga tidak dapat tidak menghadapi hambatan-hambatan dari pihak manusia, sesuai dengan tata laksana dalam kerendahan dan persembunyian yang dikehendaki Allah, sebagaimana diutarakan dalam "Wejangan Perumpamaan- perumpamaan", Mat 11:1-13:52;
5) permulaan Kerajaan Sorga dalam sekelompok murid yang dikepalai oleh Petrus dan yang merupakan pangkal Gereja yang tata tertibnya dibentangkan dalam "Wejangan perihal Jemaat" Mat 13:53-18:35;
6) kemelut yang menyiapkan kedatangan Kerajaan Sorga yang depinitip; kemelut itu ditimbulkan oleh perlawanan yang semakin sengit dari pihak para pemimpin Yahudi dan dinubuatkan dalam "Wejangan tentang akhir zaman". 19-2;
7) Kedatangan Kerajaan Sorga melalui sengsara dan kemenangan ialah Sengsara dan Kebangkitan Yesus, 26-28.
Kerajaan Allah (= Sorga yang harus menegakkan Pemerintahan yang berdaulat di tengah-tengah manusia yang akhirnya mengakui Allah sebagai Raja, mengabdi dan mencintaiNya itu, sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Maka Matius yang menulis di tengah-tengah orang Yahudi dan Yesus serta karyaNya Kitab Suci digenapi. Pada tiap-tiap titik balik injilnya, Matius mengutip Perjanjian Lama dengan maksud memperlihatkan bahwa Hukum Taurat dan para Nabi digenapi, artinya: tidak hanya dilaksanakan, tetapi juga dibawa ke kesempurnaan yang memahkotai dan melampauinya. Mat mengutip Perjanjian Lama sehubungan dengan Yesus sendiri untuk menyatakanNya sebagai keturunan Daud, Mat 1:1-17, yang lahir dari seorang perawan, Mat 1:23, di kota Betlehem Mat 2:6; hendak menggaris bawahi tinggalNya di negeri Mesir dan menetapkanNya di kota Kapernaum, Mat 4:14-16, serta masukNya ke Yerusalem sebagai Mesias, Mat 21:5, 16. Mat juga mengutip Kitab Suci sehubungan dengan karya Yesus : mujizat-mujizatNya dengan menyembuhkan orang sakit, Mat 11:4-5, pengajaranNya mengenai "penggenapan" hukum Taurat, Mat 5:17 yang terdiri atas peningkatan hukum Taurat, Mat 5:21-48; 19:3-9; 16:21. Tetapi Mat tidak kurang menonjolkan bahwa perendahan diri Yesus dan kegagalan karyaNya juga menggenapi Kitab Suci pula : pembunuhan atas kanak-kanak di Betlehem, Mat 2:17 dst, masa muda Yesus yang bersembunyi di Nazaret, Mat 2:23, kelembutan hati Sang Hamba yang berbelaskasih, Mat 12:17-21; bdk Mat 8:17; 11:29; 12:7; murid-murid yang meninggalkanNya, Mat 26:31, pengkhitanan demi sejumlah uang yang menertawan, Mat 27:9- 10, penahan Yesus, Mat 26:54, penguburanNya untuk jangka waktu tiga hari, Mat 12:40. Kesemuanya itu sesuai dengan rencana Allah sebagaimana terungkap dalam Kitab Suci. Demikianpun halnya dengan ketidak-percayaan orang Yahudi. Mat 13:13-15, yang lekat pada adat istiadat manusiawi, Mat 15:7-9, dan yang hanya dapat diberi pengajaran pengajaran rahasia berupa perumpamaan, Mat 13:14-15, 35; semuanya dinubuatkan dalam Kitab Suci. Tentu saja injil-injil sinoptik lainpun menggunakan Kitab Suci sebagai pembuktian, tetapi kiranya diambil dari Mat Aram, sedangkan Mat Yunani menonjolkan dan mengembangkan pembuktian alkitabiah itu begitu rupa sehingga menjadi ciri khas injilnya. Bersama dengan susunan sistematik justru ciri alkitabiah tersebut menjadikan karya Matius sebuah "Piagam" tata penyelamatan baru yang menggenapi rencana Allah melalui Kristus : Yesus adalah Anak Allah, hal mana lebih ditekankan oleh Mat dari pada oleh Mrk, 14:33; 16:16; 22:2; 27:40, 43; pengajaranNya merupakan Hukum Baru yang menggenapi yang lama; Gereja yang dilandaskanNya atas Petrus, sedangkan Ia sendiri menjadi batu sendinya yang telah dibuang oleh para pembangun, Mat 21:42, tidaklah lain dari jemaat Mesias yang melanjutkan Jemaat Perjanjian Lama sementara memperluas jemaat lama sampai merangkum bangsa manusia seluruhnya, oleh karena Allah telah mengizinkan bahwa mereka yang pertama dipanggil ditolak, Mat 23:34-38; bdk Mat 10:5-6, 23; 15:24, dengan maksud membuka jalan penyelamatan bagi sekalian bangsa, Mat 8:11-12; 21:33-46; 22:1-10; bdk 12:18, 21; 28:19. Dapat dipahami mengapa injil Mat yang lebih lengkap, lebih baik tersusun dan ditulis dalam bahasa yang lebih baik dari bahasa Mrk, walaupun kurang sedap itu, oleh Gereja semula disambut dengan lebih baik dan dipergunakan dengan lebih leluasa dari pada kedua injil sinoptik lain.
Ende: Matius (Pendahuluan Kitab) INDJIL JESUS KRISTUS KARANGAN MATEUS
KATA PENGANTAR
Tentang pengarang Indjil ini
Karangan Indjil ini sedjak semula terkenal sebagai jang pertama, dan ...
INDJIL JESUS KRISTUS KARANGAN MATEUS
KATA PENGANTAR
Tentang pengarang Indjil ini
Karangan Indjil ini sedjak semula terkenal sebagai jang pertama, dan sebagai tertulis oleh Rasul Mateus. Terdapat kutipan-kutipan dari padanja sudah dalam abad pertama, misalnja dalam buku ketjil peladjaran agama jang berdjudul "Didache", dalam surat Bapa Sutji Klemens dari Roma kepada umat Korintus, dan didalam surat-surat termashur Ignatius Martir, uskup Antiochia.
Mengenai pribadi dan riwajat hidup Mateus kita tahu sedikit sadja. Satu-satunja peristiwa tentangnja didalam Kitab Kudus, ialah peristiwa panggilannja, jang ditjeritakan olehnja sendiri dalam 9:9-13, oleh Markus dalam karangan Indjilnja 2:13-17 dan oleh Lukas dalam 5:27-32. Selain itu hanja disebut namanja dalam daftar nama semua rasul. Didalam tjeritera panggilannja ia sendiri menjebut dirinja Mateus, sedangkan Markus dan Lukas menamakannja Levi. Diduga bahwa nama aslinja Levi dan kemudian sebagai rasul ia disebut Mateus.
Dari ketiga tjeritera tersebut kita ketahui, bahwa bapanja Alfeus, dan sebelum dipanggil oleh Jesus ia seorang pemungut bea di Kafarnaum, agaknja sebagai pegawai Herodes. Dalam daftar nama segala rasul (10:5) ia menamakan dirinja ,Mateus, pemungut bea". Djulukan itu bukan gelaran kehormatan, melainkan sebaliknja pangkat pemungut bea sangat dipandang hina oleh orang Jahudi jang "saleh". Mereka digolongkan pada kaum pendosa dan terasa tak halal bergaul agak erat dengan mereka, misalnja makan semedja dengan mereka. Itu antara lain kita batja dalam Mt. 9:11; Mk. 2:16; Lk. 5:30. Dan memang ada alasan untuk bersikap demikian terhadap mereka. Sebab rupanja kebanjakan mereka tidak djudjur, memperkaja dirinja dengan menuntut bea lebih banjak dari pada jang ditentukan dengan resmi. Mengenai hal itu baik batjalah amanat Joanes Pemandi kepada mereka dalam Lk. 3:12-13. Rupanja Zacheuspun, dalam berita Lk. 19:3-10, termasuk golongan jang kurang djudjur itu, sebelum ia bertemu dengan Jesus. Perhatikanlah chususnja ajat Lk. 19:8. Tetapi orang Jahudi chususnja kaum parisi jang menganggap dirinja golongan jang paling saleh, terlalu menjamaratakan. Bahwa ada banjak pemungut bea, jang djudjur dan luhur hati sudah njata sekali dalam tjatatan Mk. 2:15, bahwa sedjumlah besar pemungut bea dan "orang berdosa" turut makan bersama dengan Jesus sebab banjak dari antara mereka sudah mengikuti Jesus. Tentu sadja Mateuspun termasuk golongan ini dan sebab itu sudah mengenal Jesus dan Jesus mengenal dia, sebelum ia dipanggil mendjadi rasul. Dan bahwa ia tidak lekat pada barang duniawi, dan benar-benar menaruh tuntutan pertama untuk masuk kedalam Keradjaan Allah, jaitu roh kemiskinan, terang sekali sebab ia segera bangun meninggalkan segalanja dan mengikuti Jesus. Dan bukan sedikit jang ditinggalkannja, jaitu pangkat jang ringan pekerdjaannja dan banjak penghasilannja, djuga kalau dilakukan dengan djudjur, dan lagipun ia tentu tjukup kaja, sebab mampu mengadakan suatu perdjamuan "besar" (Lk. 5:29) bagi Jesus dan para pengiringnja dan sedjumlah besar undangan-undangan lain lagi.
Tentang hidup Mateus sesudah Pentekosta kita tahu sedikit dari riwajat lisan jang dapat dipertjajai. Menurut itu ia mengadjar dahulu di Palestina dan disinipun menulis Indjilnja, lalu pergi menjebarkan Indjil kepada bangsa-bangsa bukan Jahudi. Seorang murid rasul-rasul bemama Papias telah menulis kira-kira dalam tahun 125, bahwa Mateus telah mengumpulkan setjara teratur "sabda-sabda" Jesus, dalam bahasa lbrani (Aramea), dan Esebius, seorang penulis sedjarah Geredja jang terkemuka, menulis sekitar tahun 300, bahwa Mateus pertama-tama mengadjar orang sebangsanja di Palestina, dan sebelum meninggalkan mereka untuk mengadjar bangsa-bangsa lain, ia mewariskan kepada mereka, sebagai pengganti kehadirannja sendiri, karangan Indjil tertulis dalam bahasa nenek-mojang mereka.
Karangan asli dalam bahasa Aramea itu diduga ada tertulis antara tahun 40 dan 50, dan 10 atau 20 tahun kemudian, sudah diterdjemahkan kedalam bahasa Junani. Menurut Papias beberapa "orang lain menterdjemahkannja, masing-masing sekedar kemampuannja". Djadi waktu Papias sudah ada beberapa terdjemahan, jang agak berbeda satu sama lain. Satu dari terdjemahan-terdjemahan itu kemudian diterima dengan resmi oleh Geredja purba, sebagai karangan Mateus dan sebagai termasuk Kitab Kudus. Menurut keterangan Geredja agak resmi, terdjemahan ini dalam keseluruhannja, jaitu mengenai isinja tjotjok dengan aslinja, demikian rupa sehingga Mateus harus dinamakan pengarangnja. Menurut Papias, Mateus telah mengumpulkan "logia-logia" Jesus. "Logia" itu biasa diterdjemahkan dengan "sabda", tetapi sekurang-kurangnia dewasa itu, arti kata itu lebih luas, sehingga perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hidup Jesus termasuk padanja djuga.
Rupa-rupanja penterdjemah agak erat mengikuti teks asli, tetapi ada sardjana jang berpendapat atau menduga, bahwa ia sana-sini mengubah susunan asli dan menambah pula bahan dari sumber-sumber jang lain. Soal-soal ilmiah itu tidak mengenai hakekat Indjil dan tidak penting bagi kita. Bagi kita tjukup kepastian, bahwa seluruh karangan Indjil jang kita punjai dalam Kitab Kudus, terdjamin kebenarannja sebagai wahju Allah dan diilham oleh Roh Kudus, oleh djabatan Geredja jang resmi.
Mengenai bahasa dan gaja bahasa, penterdjemah bekerdja dengan sangat bebas. Itu terang sebab bahasanja Junani murni sekali dan rapih teratur menurut tatabahasa Junani. Gaja-bahasapun pada umumnja tidak berbeda dengan jang lazim dewasa itu pada orang Junani. Bahasanja sederhana, tetapi barus dikatakan elok djuga.
Namun demikian masih terdapat bekas-bekas karangan asli berbabasa Aramea djuga, seperti istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan Aramea jang tidak diterdjemahkan, lain jang diterangkan artinja dalam bahasa Junani, lain pula jang diterdjemahkan kata-demi-kata, sehingga tetap bertjorak bahasa Jahudi. Hal-hal itu mengesankan, bahwa karangan asli berbahasa Aramea benar. Tetapi jang lebih djelas membuktikan, sepandjang karangan, bahwa pengarang asli sungguh-sungguh seorang Jahudi tulen jang hidup di Palestina, ialah pengetahuannja jang teliti dan luas tentang keadaan dan suasana hidup ditanah itu. Itu misalnja mengenai hal-hal ilmu-bumi, tjorak-tjorak alam, kehidupan keagamaan dan kemasjarakatan, adat-istiadat, partai-partai dan masalah-masalah politik. Pun tentang hal-hal keuangan, dan dalam itu kita barangkali melihat seorang bekas pemungut bea.
Tentang susunan karangan
Tidak seorangpun dari pengarang-pengarang Indjil bermaksud menulis suatu buku sedjarah atau riwajat hidup Jesus. Mateus kurang lagi dari pada pengarang- pengarang jang lain. Ia memang mulai dengan kelahiran Jesus dan mengachirinja dengan wafat dan kebangkitan Jesus, tetapi selain dalam garis besar itu, ia sedikit sekali mengindahkan urutan waktu dalam menjusun pengadjaran-pengadjaran Jesus atau peristiwa-peristiwa jang ditjeritakannja. Njatalah rentjananja menulis satu buku peladjaran agama jang djelas dan mengesankan, tentu sadja sebagai ringkasan pengadjarannja sehari-hari bagi umat. Sebab itu ia mengumpulkan sabda-sabda dan adjaran-adjaran Jesus, jang agak sama isi dan tudjuannja, sehingga mendjadi satu pengadjaran (chotbah) agak pandjang. Demikian misalnja dalam 4:12-7:29; 13: 1-58;19:1-20:34.
Tak lain sikapnja terhadap mukdjizat-mukdjizat atau peristiwa-peristiwa jang lain. la menghubung dengan memandang isi dan tudjuannja. Ia mengindahkan hanja adjaran jang terkandung didalamnja dan sebab itu tjeritera-tjeriteranja pada umumnja ringkas sadja dengan menondjolkan intinja berupa adjaran itu. Haruslah kita perhatikan tjara bekerdja Mateus itu, supaja djangan kita ragu-ragu atau keliru, kalau kita menemukan bahwa tempat dan waktu peristiwa-peristiwa jang diriwajatkan Mateus tidak tjotjok dengan karangan-karangan Indjil lain. Demikian pula harus diperhatikan, bahwa kata-kata penghubung waktu, seperti misalnja "lalu", "kemudian", pada hari (masa) itu" sebenarnja tidak dimaksudkan sebagai penghubung waktu, melainkan merupakan "awal kata" sadja, jaitu unsur gaja bahasa primitip jang tidak berarti, seperti umpamanja dalam bahasa kita dahulu "arkian", "sebermula" dan lain-lain.
Tudjuan karangan Mateus
Telah ditundjuk, bahwa susunan karangan Mateus kurang bersifat sedjarah. Tetapi dalam satu hal ia lebih berwudjud sedjarah dari karangan-karangan lain, jaitu dalam menundjukkan lebih tegas, bahwa Perdjandjian Baru adalah landjutan langsung dan wadjar dari Perdjandjian Lama, malah penjelesaiannja dan bahwa kedua-duanja merupakan satu sedjarah atau djalan penjelamatan manusia, menurut rentjana Allah dari kekal.
Tudjuan chusus pula, dan boleh dikatakan jang utama seluruh karangan, ialah membuktikan, bahwa "Jesus dari Nazaret" benar-benar Mesias jang dinubuatkan sifat-sifat 2dan nasibnja dalam nubuat-nubuat para nabi. la membuktikan itu dengan kutipan-kutipan dari Kitab Kudus sendiri. Sebab itu kita bertemu dengan begitu banjak kutipan-kutipan dari Perdjandjian Lama. Itu tentu pertama-tama bagi umat-umat sendiri, untuk mejakinkan dan menginsjafkan mereka lebih tegas, guna meneguhkan imannja dan menabahkan hatinja terhadap serangan-serangan dari pihak kaum sebangsanja jang belum pertjaja. Mereka terus-menerus, diperolok- olokkan Jahudi kolot itu, diumpat-umpat malah dikutuk seolah-olah mereka telah murtad dari Allah. Tetapi disamping itu Mateus mengharap lagi dengan tulisannja dapat mejakinkan orang-orang baik jang belum sampai pertjaja dan bertobat pula, ataupun tjalon-tjalon jang masih beladjar.
Ada satu persoalan lagi, jang sudah sewadjarnja dan tentu sadja tidak sedikit mengganggu pemikiran dan ketenteraman hati umat muda, maupun tjalon-tjalon jang hendak masuk dan orang-orang lain jang berminat pula, jakni bagaimana mungkin, djustru kalangan-kalangan atasan dan jang tjendekia, seperti para ahli taurat, lagipun orang-orang parisi jang terkenal sebagai golongan jang paling saleh, tidak mengenal Jesus sebagai Mesias, malah bulat menolaknja. Bergandengan pula dengan itu, bagaimana boleh dibiarkan oleh Allah, bahwa kaum Israel, kaum terpilih jang dalam keseluruhannja diberi djandji akan mewarisi Keradjaan Mesias tidak menerimanja. Mateus memberi djawaban jang terang sepandjang seluruh karangan. Inti djawaban itu jakni: nasib mereka adalah akibat kesalahan mereka sendiri. Allah sudah dari kekal mengetahui ketegaran hati mereka, telah menjatakannja dalam nubuat-nubuat para nabi, dan memperhitungkannja dalam rentjana penjelamatan manusia. Mateus selandjutnja menggambarkan pokok dan perkembangan sikap para pemimpin dengan djelas dengan mentjeritakan peristiwa- peristiwa pertemuan mereka dengan Jesus. Pokoknja ialah iri hati mereka terhadap Jesus, sebagaimana segera djuga kentara bagi Pilatus (27:18). Dan dalam segala pertemuan tampak senjata-njatanja, betapa tinggi menondjol keunggulan sikap, keagungan djiwa dan keluhuran hati Jesus diatas kepitjikan, kelemahan dan ketakdjudjuran kaum ahli taurat dan parisi. Setiap kali mereka datang bersoal dengannja, mentjobainja, hendak menangkapnja dalam perkataannja atau menuduhnja, merekalah jang kalah semata-mata didepan orang jang hadir. Malah setjara njata pula mereka setjara moril kalah sama sekali didalam pemeriksaan mahkamah agung dan didepan Pilatus, djuga sepandjang sengsara dan dalam kematian Jesus, achirnja dengan sepenuhnja dalam kebangkitan Jesus, hal mana merekapun tidak dapat menjangkalnja dalam hati mereka. Ingatlah 28:11-15. Kekalahan-kekalahan bertubi-tubi itu, sedangkan "seluruh rakjat mengikuti Jesus", tak boleh tidak mesti menjebabkan iri hati semakin mendjelma mendjadi kebentjian, jang achirnja menghebat sampai mereka mata gelap belaka.
Tetapi selain iri hati, kebentjian dan penolakan terhadap Jesus berpokok lebih dalam lagi, jaitu dalam pertentangan tjita-tjita mereka dengan tjita-tjita Keradjaan Allah jang diandjurkan Jesus. Mereka tidak dapat menerima seorang Mesias jang tidak berminat politik terhadap pendjadjahan Romawi dan tidak pertama-tama berdjandji mendirikan keradjaan David jang baru, jang makmur dan djaja atas segala keradjaan. Sebaliknja Ia menuntut roh kemiskinan, kerendahan hati, penjangkalan diri dan kerelaan memikul salib sebagai dasar keradjaannja.
Dalam 5:20 Jesus telah memperingatkan: Djikalau kebenaranmu tidak melebihi kebenaran para ahli taurat dan orang parisi, kamu tidak akan masuk kedalam Keradjaan Surga. Kemudian Ia berkali-kali dengan setegas-tegasnja membuka kedok kemunafikan dan keburukan hati mereka. la terpaksa, supaja rakjat djelata insjaf dan djangan pertjaja serta mengikuti mereka. Mateus mengumpulkan beberapa utjapan Jesus jang tegas dan agak keras terhadap mereka dalam bab 23 karangannja. Tetapi, betapapun pentingnja menondjolkan apa jang dipaparkan diatas, untuk meneguhkan iman dan menabahkan hati umat muda bangsa Jahudi itu, namun atjara pokok dan tudjuan utama karangan Mateus djauh lebih luas dan umum, jaitu memperkenalkan Jesus seutuh-utuhnja dan merekamkan adjaran-adjaran dan tjita-tjita Jesus sedalam-dalamnja dalam hati umat Jahudi itu, tetapi oleh penjelenggaraan Roh Kudus, kedalam hati seluruh umat manusia untuk segala abad. Tetapi atjara-atjara dan tudjuan-tudjuan jang dibitjarakan diatas itu sebenarnja merupakan unsur-unsur penting atjara pokok dan tudjuan utama tersebut, sebab baik kepribadian Jesus sendiri, maupun kebenaran dan keluhuran adjaran dan tjita-tjita Keradjaan Allah, djustru makin menjolok dalam perlawanannja dengan salah-paham dan sikap buruk para penentang.
Tetapi untuk mendapat gambaran jang lebih utuh, perlu banjak segi-segi lain lagi disoroti. Indjil harus ditulis demikian lengkap, sehingga mendjadi tjermin segenap kebenaran dan pedoman hidup bagi semua orang menghantar mereka kepada keselamatan abadi. Untuk itu Mateus mengumpulkan adjaran-adjaran Jesus, jang diutjapkannja dimuka orang banjak dan kepada murid-murid tersendiri, dalam bentuk utjapan pendek (amsal), perumpamaan atau chotbah. Tetapi pada bentuk pengadjaran Jesus jang paling njata pula, ialah Jesus sendiri, seluruh kepribadian dan kehidupannja. Apa jang diadjarkannja, dilakukannja sendiri dengan sempurna, mendjadi tjontoh dan penundjuk djalan, bagaimana dapat dan harus kitapun mewudjudkan adjaran-adjaran dan tjita-tjita Indjil pada diri kita dan disekeliling kita dalam hidup kemasjarakatan dan keagamaan. Untuk itu Mateus mentjeritakan sadja peristiwa-peristiwa hidup Jesus dan perbuatan-perbuatannja. Pertama-tama untuk menjatakan bahwa Jesus benar-benar Mesias, Putera Allah jang Mahatinggi, penuh berkekuasaan Ilahi, guna membangunkan kepertjajaan jang teguh dan pasti. Dan bagi siapa sadja jang pertjaja dan selandjutnja dengan luhur hati membatja dan merenungkan Indjil, dalam tiap-tiap kalimat, Jesus menondjol sebagai manusia utama, sempurna dalam segala-galanja sehingga mempesona dan menimbulkan hasrat untuk sekedar menjamai kesempurnaan itu. Jesus menondjol sebagai satu-satunja terang dunia sedjati (Jo. 1:5 dan 9;8:12; 12:46) jang tak pernah menjembunjikan diri, melainkan menjinari semua manusia jang hendak mendekatiNja dalam membatja Kitab Kudus, supaja mereka "melihat perbuatan- perbuatannja jang baik dan memuliakan BapaNja jang ada disurga" (Mt. 5:16). Djuga supaja kita memuliakanNja, terlebih dengan mengikuti djedjak Jesus, dalam tjita-tjitaNja serba rohani-abadi, dalam tjintanja tak terhingga kepada BapaNja dan dalam tjinta-kasihNja jang mesra dan kuat kepada semua manusia, sampai mengurbankan Dirinja semata-mata, mengikuti djedjak Jesus djuga sampai berani berkurban, menjangkal diri dan tetap turut memanggul salib kita.
TFTWMS: Matius (Pendahuluan Kitab) Matius: PENGAJARAN SANG RAJA Tentang Perkawinan 19:1-12
Ditanya Tentang Perkawinan
Matius 19 dan 20 adalah kesatuan yang menggambarkan pelayanan per...
Matius: PENGAJARAN SANG RAJA Tentang Perkawinan 19:1-12
Ditanya Tentang Perkawinan
Matius 19 dan 20 adalah kesatuan yang menggambarkan pelayanan perjalanan Yesus. Pergerakan-Nya adalah dari Galilea di utara ke Perea dan Yudea di selatan, seraya Ia terus berjalan menuju Yerusalem dan salib. Dua pasal ini menceritakan interaksi Yesus dengan beragam kelompok manusia. Secara umum, Ia diterima di antara orang banyak itu.
Pasal 19 dapat dibagi menjadi tiga bagian utama. Dalam bagian pertama, Yesus menjawab pertanyaan orang-orang Farisi tentang perceraian (19:1-12). Dalam bagian kedua, Ia menyambut anak-anak kecil dan memberkati mereka (19:13-15). Bagian terakhir membahas masalah kekayaan dan berkisar tentang percakapan Yesus Dengan orang muda yang kaya (19:16-30).
TFTWMS: Matius (Garis Besar) Catatan Akhir:
1 Injil Lukas berisi lebih banyak informasi tentang periode ini daripada injil Matius (lihat Luk. 13:22-18:34). Sebagian besar kisah...
Catatan Akhir:
- 1 Injil Lukas berisi lebih banyak informasi tentang periode ini daripada injil Matius (lihat Luk. 13:22-18:34). Sebagian besar kisah yang hanya terdapat dalam injil Lukas mungkin terjadi di Galilea dan Samaria daripada di Perea (Lukas 13:22; 17:11).
- 2 Josephus Antiquities 17.8.1; Wars 3.3.3.
- 3 Mishnah Yebamoth 14.1.
- 4 Mishnah Arakhin 5.6; Nedarim 11.12.
- 5 Josephus Antiquities 15.7.10.
- 6 Ibid., 18.5.4.
- 7 Ibid., 4.8.23. Josephus menceraikan istri ketiganya karena ia "tidak suka dengan perilakunya" (Josephus Life 76).
- 8 Mishnah Gittin 9.10. Belakangan, Rabbi Akiba berkata, "Bahkan jika ia menemukan orang lain yang lebih cantik daripada dia." Ia mendasarkan pandangannya ini pada kalimat "ia tidak menyukai lagi perempuan itu" (Ula. 24:1).
- 9 Leon Morris, The Gospel according to Matthew, Pillar Commentary (Grand Rapids, Mich.: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1992), 480-81.
- 10 Di Qumran, Kejadian 1:27 dikutip untuk menentang poligami. (Damascus Rule 4.20-5.2.) Namun begitu, arus utama Yudaisme membolehkan adanya istri lebih dari satu. Sedangkan orang biasa bisa memiliki empat atau lima istri, para raja bisa memiliki hingga delapan belas istri. (Mishnah Sanhedrin 2.4; Ketuboth 10.1-6; Kerithoth 3.7.)
- 11 John Chrysostom Homilies on Matthew 62.1.
- 12 R. T. France, The Gospel According to Matthew, The Tyndale New Testament Commentaries (Grand Rapids, Mich.: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1985), 280.
- 13 Michael J. Wilkins memberikan tiga tujuan bagi peraturan Musa dalam Ulangan 24:1-4: (1) untuk melindungi kesucian perkawinan dari hal yang tidak senonoh, (2) untuk melindungi perempuan agar tidak diusir oleh suaminya dengan semau-maunya, dan (3) untuk melegalkan statusnya sebagai wanita yang diceraikan sehingga ia tidak akan dipandang sebagai pelacur atau pezina yang melarikan diri. Michael J. Wilkins, "Matthew," dalam Zondervan Illustrated Bible Backgrounds Commentary, vol. 1, Matthew, Mark, Luke, ed. Clinton E. Arnold [Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2002], 118.)
- 14 "Kalimat pengecualian" tidak muncul dalam nas-nas paralel Injil Sinoptik (Mrk. 10:11; Luk. 16:18).
- 15 Kata kerja terkait moica¿w (moichaō), "berzinah," ditemukan dalam ayat 9. Untuk definisi porneia yang lebih rinci, lihat Jack P. Lewis, "An Exegesis of Matthew 19:1-12," Harding Graduate School of Religion Bulletin 18 (September 1987): 2.
- 16 Mishnah Ketuboth 3.5; Sotah 5.1; Yebamoth 2.8.
- 17 Kitab Apokrifa Sirakh mengatakan, "Jika ia tidak melakukan seperti yang engkau arahkan, ceraikan dia" (Sirakh 25:26 [NRSV]). Talmud mengatakan, "[Jika seseorang suami] memiliki istri yang buruk menceraikan dia adalah perbuatan amaliah" (Talmud Yebamoth 63b) "Jika engkau membenci dia engkau harus menceraikan dia" (Talmud Gittin 90b). Sebuah kisah kuno menceritakan bagaimanaka beberapa rabi mendorong seorang suami untuk menceraikan istrinya yang jatuh. Suami itu tidak mampu membayar kembali mas kawinnya, sehingga para rabi menyumbang uang untuk membantu dia menceraikan istrinya. (Genesis Rabbah 17.3; Leviticus Rabbah 34.14.)
- 18 Mishnah Zabim 2.1; Yebamoth 8.4-6; Jerusalem Talmud Yebamoth 8.4-6.
- 19 Ibid.
- 20 Josephus Antiquities 4.8.40; Against Apion 2.38.
- 21 The Middle Assyrian Laws A15, 18, 19.
- 22 Will Roscoe, "Priests of the Goddess: Gender Transgression in Ancient Religion," History of Religions 35 (1996): 195-230.
- 23 Xenophon Cyropaedia 7.5.60-65.
- 24 Istilah syr]s (saris ), diterjemahkan "sida-sida" (KJV), sering diterjemahkan "pejabat" (NASB).
- 25 Sebaliknya, Origen (c. 185-254 AD) memahami perintah itu secara harfiah dan mengebiri dirinya sendiri. (Eusebius Ecclesiastical History 6.8.)
- 26 Faktanya, sebagian besar orang Yahudi memandang perkawinan sebagai perintah dari Allah (lihat Kej. 1:28). (Mishnah Yebamoth 6.6.) Mereka yang menganut selibat sebagian besar berasal dari sekte Essene. (Josephus Antiquities 18.1.5; Wars 2.8.13; Pliny Natural History 5.15.)
- 27 Glenn T. Stanton, "Divorce," http://www.focusonthefamily.com/lifechallenges/relationship_challenges/ divorce. aspx; diakses pada 7 June 2010.
Pengarang: Sellers Crain
Hak Cipta © 2013 pada Truth for Today
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
TFTWMS: Matius (Pendahuluan Kitab) Beragam Pelajaran Tentang Perkawinan (Matius 19:3-12)
Perceraian merupakan wabah di Amerika Serikat. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen...
Beragam Pelajaran Tentang Perkawinan (Matius 19:3-12)
Perceraian merupakan wabah di Amerika Serikat. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen perkawinan yang dimulai mulai hari ini akan mengalami perceraian.27Perceraian bersifat traumatis dan menyakitkan; itu merupakan kematian perkawinan. Apakah yang teks kita ajarkan tentang masalah penting kawin, cerai, dan kawin lagi?
Situasi Yang Membingungkan—Dua Pandangan Yang Berlawanan (19:3). Dua pandangan yang berlawanan sangat lazim di zaman Yesus. Samai (yang "konservatif") mempertahankan bahwa "hal tak senonoh" dalam Ulangan 24:1-4 hanya bisa berupa perzinahan. Hillel (yang "liberal") mengatakan bahwa hal tak senonoh yang membenarkan perceraian bisa berupa apa saja yang tidak disukai suami.
Ini merupakan pemikiran yang saling bertentangan dari orang-orang Farisi yang menanya Yesus. Menemukan kebenaran jelas sekali bukan tujuan mereka; mereka ingin menjebak Yesus. Ia mengejutkan para pendengar-Nya dengan tidak memihak kepada pihak mana pun dalam perdebatan itu.
Koreksi Oleh Juruselamat—"Kembali Kepada Sang Pencipta" (19:4-6). Yesus tidak sedang berusaha untuk meliberalisasi perceraian atau membuatnya lebih mudah. Ia tidak sedang mendukung perceraian, dan pastinya Ia tidak memerintahkan itu. Ia tidak menggunakan posisi populer mana saja untuk mengetengahkan ajaran-Nya sendiri tentang hal ini, dan Ia juga tidak menggunakan Musa untuk tujuan ini. Sebaliknya, Ia kembali kepada ketetapan awal Allah dalam kitab Kejadian.
Rancangan Allah melibatkan satu orang laki-laki untuk satu satu orang perempuan seumur hidup (Kej. 2:21-25). Ini tidak mencakup poligami, poliandri, dan perkawinan sesama jenis (Rom. 1:26, 27). Ketika manusia menyimpang dari pengaturan Allah, hanya dosa dan ketidakbahagiaan yang bisa timbul.
Skenario Yang Rumit—"Musa Mengizinkan Perceraian" (19:7-9). Orang Yahudi berusaha membuat Musa melawan Allah dalam debat mereka. Mereka menggunakan ketetapan Musa tentang perceraian bukan untuk melindungi kesucian perkawinan, tetapi untuk mengizinkan pembubaran perkawinan.
""Apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai?" tanya mereka. Ini masih merupakan pertanyaan yang bagus. Jawaban Yesus adalah "Karena ketegaran hatimu." Sebenarnya, Musa tidak pernah memerintahkan perceraian; ia hanya mengatur sesuatu yang sudah ada dalam rangka untuk melindungi perkawinan.
Pertanyaan yang diajukan kepada Yesus adalah "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?" Ia menjawab bahwa hanya ada satu alasan yang sah, dan alasan itu adalah "perzinahan" (perselingkuhan seksual) pada salah satu pasangan. Yang mengetengahkan masalah perkawinan kembali adalah Yesus sendiri. Ia mengatakan kawin kembali diperbolehkan jika penyebab perceraian itu adalah percabulan oleh seorang pasangan.
Situasi Yang Kritis—"Apakah Mungkin Lebih Baik Tidak Kawin" (19:10-12). Murid-murid itu menganggap ajaran Tuhan tentang hal itu sulit. Banyak orang di zaman kini berpandangan sama. Murid-murid itu bisa melihat bahwa, daripada masuk ke dalam perkawinan yang akan sangat sulit untuk diakhiri, maka lebih baik tidak kawin sama sekali.
Yesus sejalan dengan pemahaman mereka tentang perintah-Nya itu. Ia mengakui bahwa perkataan itu memang sulit dan tidak semua orang dapat menerima itu atau menjalaninya. Ia menyimpulkan bahwa akan lebih baik bagi seseorang untuk menjadi "sida-sida" (tetap selibat) demi kerajaan sorga daripada melanggar kesucian perkawinan.
TFTWMS: Matius (Pendahuluan Kitab) Perceraian: Sebuah Wabah (Matius 19:3-12)
Mengapakah perkawinan gagal? Berikut ini ada empat penyebab untuk dipertimbangkan.
1. Perkawinan tidak...
Perceraian: Sebuah Wabah (Matius 19:3-12)
Mengapakah perkawinan gagal? Berikut ini ada empat penyebab untuk dipertimbangkan.
- 1. Perkawinan tidak dipandang sebagai dari Allah tetapi dipandang sebagai murni pengaturan manusia. Masyarakat kita harus tahu bahwa Allah menetapkan perkawinan. Rumah tangga dan keluarga berasal oleh keputusan ilahi (Kej. 1:27, 28; 2:18-24). Yesus berkata Allah menyatukan pasangan pertama untuk komitmen seumur hidup dan hanya alasan itu yang dapat Ia berikan untuk mengakhiri kesatuan itu. Manusia mungkin berpikir bahwa Allah tidak punya kuasa atas perkawinan. Banyak pasangan hidup bersama tanpa memiliki surat nikah. Yang lainnya mematuhi hukum negara tetapi tidak mengakui adanya otoritas yang lebih tinggi. Namun begitu, hukum-hukum Allah itu berkuasa, dan hukum-hukum itu untuk kebaikan manusia.
- 2. Perkawinan tidak dipandang sebagai komitmen seumur hidup tapi sebagai komitmen sampai satu pihak memutuskan untuk pergi. Banyak pasangan sering meremehkan ikrar perkawinan. Mungkin kita bisa mengantisipasi sikap ini dari orang-orang kafir, tapi bukan dari orang-orang Kristen. Oleh karena itu, kebodohan bisa berperan dalam kegagalan perkawinan. Mereka yang belum pernah diajarkan rencana Allah bagi perkawinan bahkan mungkin tidak menyadari bahwa perceraian dan perkawinan kembali yang begitu umum terjadi dalam masyarakat adalah salah. Manusia harus diajarkan bahwa hukum Allah harus menang. Allah tidak menyetujui segala sesuatu yang manusia bolehkan. Kita memang harus mematuhi hukum negara (Rom. 13:1, 2), tetapi hanya jika hukum itu tidak bertentangan dengan hukum Allah.
- 3. Perkawinan tidak memiliki ikatan rohani yang sama. Perkawinan "campur" pernah menjadi wabah bagi Israel (Ezra 9, 10; Neh. 13:23-27). Masalahnya bukan pada perkawinan antar ras, tetapi pada pekawinan keagamaan yang bercampur. Orang Kristen yang kawin dengan pasangan di luar imannya sudah memiliki formula bencana yang siap pakai. Kisah sukses perkawinan seperti itu pastinya sedikit sekali. Siapa saja yang berharap untuk mengubah orang tak percaya menjadi pasangan Kristen yang setia harus melakukannya sebelum menikah. Lalu ia harus menunggu cukup lama untuk memastikan bahwa perubahan hidup pasangannya itu adalah murni sebelum benar-benar memasuki perkawinan.
- 4. Perkawinan tidak menyertakan kasih sejati. Tidak semua perkawinan didasarkan pada agape. Beberapa didasarkan pada daya tarik lahiriah saja. Yang lainnya didasarkan pada keamanan keuangan atau status sosial. Orang bahkan menikah karena iri hati, tetapi pada akhirnya orang itu hanya melukai dirinya sendiri.
Ketika pasangan benar-benar saling menyintai, masalah apa saja dapat diselesaikan. Kesalahan bisa dimaafkan, dan egoisme bisa dikesampingkan (Efe. 5:22, 23, 28, 29).
Salah satu masalah umum adalah kurangnya persiapan. Beberapa pasangan, khususnya yang lebih muda, buru-buru menikah tanpa pemikiran dan persiapan yang serius. Beberapa upaya ada yang bisa berhasil. Perkawinan yang berhasil butuh, persiapan emosional, moral, keuangan, dan rohani. Menyadari sebelum menikah mengapa beberapa perkawinan kandas dapat membantu pasangan menghindari beberapa lubang perangkap di sepanjang jalan menuju perkawinan yang langgeng dan bahagia.
TFTWMS: Matius (Pendahuluan Kitab) Pendekatan Yang Proaktif (Matius 19:3-12)
Terlalu sering, kita berangkat dari tempat yang salah untuk memperbaiki masalah. Upaya kita itu seperti men...
Pendekatan Yang Proaktif (Matius 19:3-12)
Terlalu sering, kita berangkat dari tempat yang salah untuk memperbaiki masalah. Upaya kita itu seperti mencoba menangkap kuda itu yang telah lari dari kandang. Bukankah lebih masuk akal untuk menutup pintu depan kandang sebelum kuda itu keluar? Demikian juga halnya, memperkuat hubungan keluarga lebih masuk akal daripada menasihati pasangan yang sedang menghadapi perceraian. Para penatua setiap jemaat akan bijaksana untuk mencoba mendidik umat tentang bagaimana membangun perkawinan dan keluarga yang kuat. Mereka secara berkala harus mengadakan pelbagai seminar tentang penguatan perkawinan dan kelas-kelas untuk pasangan Kristen. Guru-guru harus mengajar kaum muda tentang kesucian perkawinan serta peran suami dan istri. Mereka juga harus mengajarkan tentang kencan yang saleh dan apa yang harus dicari pada diri seorang pasangan. Pelayan firman yang setuju untuk memimpin upacara pernikahan harus mengadakan konseling pranikah sebagai persyaratan bagi pasangan yang ingin menikah. Mereka juga harus berkhotbah tentang topik perkawinan dan keluarga dari waktu ke waktu.
BIS: Matius (Pendahuluan Kitab) KABAR BAIK YANG DISAMPAIKAN OLEH MATIUS
PENGANTAR
Buku Matius menyampaikan kepada kita Kabar Baik bahwa Yesus adalah Raja
Penyelamat yang dijanjikan
KABAR BAIK YANG DISAMPAIKAN OLEH MATIUS
PENGANTAR
Buku Matius menyampaikan kepada kita Kabar Baik bahwa Yesus adalah Raja Penyelamat yang dijanjikan oleh Allah. Melalui Yesus itulah Allah menepati apa yang telah dijanjikan-Nya di dalam Perjanjian Lama kepada umat-Nya. Sekalipun Yesus lahir dari orang Yahudi dan hidup sebagai orang Yahudi, namun Kabar Baik itu bukanlah hanya untuk bangsa Yahudi saja melainkan untuk seluruh dunia.
Buku Matius ini disusun secara teratur; mulai dengan kelahiran Yesus, kemudian mengenai baptisan dan godaan yang dialami-Nya, lalu mengenai karya-Nya di Galilea. Di situ Ia berkhotbah, mengajar dan menyembuhkan orang. Setelah itu buku ini mengisahkan perjalanan Yesus dari Galilea ke Yerusalem, dan apa yang terjadi dengan Yesus dalam minggu terakhir hidup-Nya di dunia ini yang memuncak pada kematian dan kebangkitan-Nya.
Salah satu hal yang dititikberatkan oleh Matius ialah bahwa Yesus adalah Guru yang besar, yang mengajar bahwa Allah memerintah sebagai Raja. Yesus juga mempunyai wibawa untuk menjelaskan arti dari Hukum Allah. Kebanyakan dari ajaran-ajaran Yesus itu dikelompokkan menurut pokok-pokoknya. Ada lima kelompok:
- (1) Khotbah di Bukit yang menyangkut sikap, kewajiban, hak-hak, dan tujuan hidup para anggota umat Allah (pasal 5-7 Mat 5:1-7:28);
- (2) petunjuk-petunjuk kepada kedua belas pengikut Yesus untuk melaksanakan tugas (pasal 10 Mat 10:1-42);
- (3) perumpamaan-perumpamaan tentang keadaan waktu Allah memerintah sebagai Raja (pasal 13 Mat 13:1-58);
- (4) ajaran mengenai makna menjadi pengikut Yesus (pasal 18 Mat 18:1-35); dan
- (5) ajaran tentang akhir zaman dan tentang kedatangan Anak Manusia (pasal 24-25 Mat 24:1-25:46).
Isi
- Daftar asal-usul Yesus Kristus dan kelahiran-Nya
Mat 1:1-2:23 - Pekerjaan Yohanes Pembaptis
Mat 3:1-12 - Baptisan dan godaan terhadap Yesus
Mat 3:13-4:11 - Pelayanan Yesus di tengah-tengah masyarakat Galilea
Mat 4:12-18:35 - Dari Galilea ke Yerusalem
Mat 19:1-20:34 - Minggu terakhir di Yerusalem dan sekitarnya
Mat 21:1-27:66 - Kebangkitan Yesus dan penampakan diri-Nya
Mat 28:1-20
Ajaran: Matius (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengenal isi Kitab Injil Matius orang-orang Kristen mengerti,
bahwa Yesus Kristus adalah Mesias, Juruselamat, Raja yang dijanji
Tujuan
Supaya dengan mengenal isi Kitab Injil Matius orang-orang Kristen mengerti, bahwa Yesus Kristus adalah Mesias, Juruselamat, Raja yang dijanjikan, yang diutus Allah sebagai penggenapan nubuatan para nabi dalam Kitab Perjanjian Lama.
Pendahuluan
Penulis : Rasul Matius.
Tahun : Sekitar tahun 61 sesudah Masehi.
Penerima : Orang-orang Kristen keturunan Yahudi, (dan juga setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus).
Isi Kitab: Injil Matius terdiri dari 28 pasal. Menyatakan bahwa Yesus orang Nazaret sungguhlah Mesias (Juruselamat), Raja yang dijanjikan, sebagai penggenapan nubuatan para nabi dalam Kitab Perjanjian Lama.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Injil Matius
Pasal 1-4 (Mat 1:1-4:1).
Raja (Juruselamat) yang dinantikan sudah datang
Bagian ini memaparkan keturunan Yesus, dari Abraham, Ishak, dan Yakub, dengan maksud untuk menunjukkan, bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat (Raja) yang diutus Allah sebagai penggenap nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama.
Pendalaman
- Buka dan bacalah pasal Mat 2:1-2, 11-12. Kalau kedatanga Tuhan Yesus disambut dengan persembahan-persembahan, apakah yang tela saudara persembahkan kepada-Nya?
- Buka dan bacalah pasal Mat 4:1-11. Berapa lamakah Tuhan Yesus berpuasa? Tuhan Yesus dicobai. Siapakah yang menang dalam pencobaan ini? Tuhan Yesus menang dalam pencobaan. Itu berart Tuhan Yesus sanggup menolong saudara dalam pencobaan kalau saudara menerima Dia sebagai Raja dalam hidup.
Pasal 4-25 (Mat 4:12-25:46).
Raja (Juruselamat) itu memberikan ajaran-ajaran
Bagian ini berisikan ajaran-ajaran dasar yang menjadi ciri hidup kerajaan-Nya. Dan juga Yesus menunjukkan kuasa-Nya atas alam semesta, atas penyakit-penyakit melalui mujizat-mujizat yang dilakukan-Nya.
Pendalaman
- Buka dan bacalah pasal Mat 5:1-12. Siapakah yang memiliki kebahagiaan?
- Buka dan bacalah pasal Mat 7:24. Apakah yang menjadi dasar kehidupan yang kuat bag setiap pengikut Yesus?
- Buka dan bacalah pasal Mat 11:25-30. Apakah yang akan saudara dapati, kalau mau datang pada Yesu Sang Raja?
- Buka dan bacalah pasal Mat 16:24. Apakah yang menjadi syarat bagi pengikut Yesus?
- Buka dan bacalah pasal Mat 24:24-25. Tuhan Yesus menyatakan, bahwa setelah Ia kembali ke sorga, akan datan Juruselamat yang palsu, karena hanya Yesuslah Juruselamat yang asli. Saudara mau yang mana, yang asli atau yang palsu?
Pasal 26-27 (Mat 26:1-27:66).
Raja (Juruselamat) mengorbankan dirinya untuk keselamatan umat-Nya
Pendalaman
- Buka dan bacalah pasal Mat 26:26-28. Bagian ini menjelaskan, sebelum Raja itu mengorbankan diri-Nya, I terlebih dahulu mengajak murid-murid-Nya untuk mengadakan perjamua suci. Hal ini merupakan lambang daripada pengorbanan-Nya di kay salib. Dan Ia mengamanatkan agar perjamuan yang serupa dilakukan ole murid-murid-Nya, setelah kenaikan-Nya kesorga. Perjamuan ini disebu Perjamuan Kudus. Ini berarti setiap orang yang percaya pada Yesus harus mengikuti upacara Perjamuan Kudus tersebut. _Tanyakan_: Apakah arti Perjamuan Kudus?
- Buka dan bacalah pasal Mat 27:54. Apakah pengakuan dari komandan prajurit Roma tentang Yesus? Bagaimanakah pendapat saudara, siapakah Yesus?
Pasal 28 (Mat 28:1-20).
Raja (Juruselamat) itu memperlihatkan kemenangannya atas segala kuasa di dunia dan di sorga
Bagian ini menjelaskan, bagaimana Raja yang mengorbankan diri-Nya itu berkuasa atas segala kuasa kematian karena Dialah yang mempunyai segala kuasa baik di sorga maupun di dunia.
Pendalaman
- Buka dan bacalah pasal Mat 28:1-10. Bagian ini menjelaskan bahwa Yesus bangkit persis seperti apa yan telah Ia katakan tentang diri-Nya. Siapakah yang menggulingkan bat penutup kuburan, dan memberitakan tentang kebangkitan Yesus? Jad berita kebangkitan Yesus, diterima pertama kali dari manusia atau dar malaikat Allah? Kalau begitu siapakah yang lebih saudara percayai?
- Buka dan bacalah pasal Mat 28:11-15. Berita bohong tentang Yesus tidak bangkit dari kematian itu, dibua oleh manusia. Jadi siapa yang percaya kepada berita itu, berart percaya kepada berita bohong dari manusia dan menjadi pengiku pembohong.
- Buka dan bacalah pasal Mat 28:16-20. Menurut ayat 18 (Mat 28:18) apakah yang diberikan kepada Yesus? Menurut ayat 19 (Mat 28:19) Raja yang naik ke sorga memberikan Amanat Agung aga murid-murid-Nya pergi ke seluruh dunia, untuk menjadika semua bangsa murid-murid-Nya. Amanat Agung ini berlak untuk semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Apakah saudara sudah pernah bersaksi tentang Yesus Kristu kepada orang lain? Pada ayat 20, (Mat 28:20) janji apakah yang diberikan-Nya?
II. Kesimpulan
Melalui Injil Matius, jelaslah bahwa Yesus Kristus adalah Raja yang kekal, Juruselamat dan Penebus dosa yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama. Yesus Kristus adalah Raja dari segala raja, karena Dialah yang mempunyai segala kuasa, baik di sorga maupun di atas bumi.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Siapakah yang menulis Injil Matius?
- Apakah isi singkat Injil Matius?
- Bagaimanakah Yesus membuktikan, bahwa Ia adalah raja da Juruselamat yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama?
Intisari: Matius (Pendahuluan Kitab) MENGAPA INJIL INI DITULIS.Matius mempunyai beberapa alasan yang jelas mengapa ia menulis Injil ini:1. Untuk menunjukkan hubungan antara Yesus dengan P
MENGAPA INJIL INI DITULIS.
Matius mempunyai beberapa alasan yang jelas mengapa ia menulis Injil ini:
1. Untuk menunjukkan hubungan antara Yesus dengan Perjanjian Lama.
2. Untuk mencatat ajaran Kristus yang diberikan secara luas pada para murid-Nya.
3. Untuk menjelaskan sikap apa yang diharapkan Kristus dari murid-murid-Nya.
4. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sejumlah anggota gereja, misalnya mengenai kehidupan masa muda Yesus dan kedatangan-Nya kembali.
5. Untuk menjelaskan tentang cara mengelola Gereja.
PENULISNYA.
Tidak ada pernyataan dalam Injil ini bahwa Matiuslah penulisnya, tetapi tradisi mula-mula menegaskan demikian. Sedikit saja yang kita ketahui tentang Matius, karena ia hanya disebut dalam Mat 9:9 dan Mat 10:3, yaitu bahwa ia seorang pemungut cukai yang dipanggil secara pribadi oleh Yesus. Namanya berarti "anugerah dari Tuhan". Dalam Injil lain ia dipanggil Lewi (Mar 2:14).
PEMBACA INJIL MATIUS.
Hal-hal yang diperhatikan dalam Injil Matius memberi petunjuk bahwa sebagian besar pembacanya adalah orang Yahudi. Sebagian besar dari mereka mungkin sudah menjadi Kristen, tetapi Matius boleh jadi menulis Injil ini untuk meyakinkan orang Yahudi lainnya bahwa Yesus adalah Mesias yang sudah lama dinanti-nantikan oleh bangsa Yahudi.
Namun demikian, ia sama sekali tidak mengabaikan orang-orang bukan Yahudi dan mungkin juga ia menulis dengan tujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan mereka tentang kepercayaan mereka yang bersumber dari kepercayaan Yahudi.
KAPAN INJIL INI DITULIS?
Kita tidak dapat memastikan kapan Injil Matius ditulis. Mungkin Injil ini ditulis setelah Markus menulis Injilnya, karena isinya mirip dengan Injil Markus. Tetapi, Injil ini juga bukan yang terakhir, karena masalah-masalah sehubungan dengan orang-orang Kristen Yahudi yang diperhatikannya berangsur berkurang. Diperkirakan waktunya adalah antara tahun 50 dan 90.
CIRI-CIRI KHUSUS.
1. Injil Matius sangat teratur. Bagian-bagian tentang ajaran Yesus disisipkan di antara penjelasan-penjelasan tentang kegiatan-kegiatan-Nya.
2. Karena ingin menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias Yahudi, ia sering mengutip dari Perjanjian Lama. Ada 65 ayat dalam Matius yang mengacu ke Perjanjian Lama.
3. Matius bicara tentang Kerajaan Surga (33 kali) cocok dengan latar belakangnya sebagai orang Yahudi, sementara Injil-Injil lain bicara tentang Kerajaan Allah.
4. Dari keempat Injil, hanya Matius sendiri yang berbicara mengenai gereja. Ia menulis sebagai seorang gembala yang menangani berbagai masalah dan pertanyaan.
Pesan
1. Yesus adalah Mesias.o Dia berasal dari keturunan Yahudi Mat 1:1-17
o Dia menggenapi nubuatan Perjanjian Lama, misalnya Mat 1:23; 2:6, 18, 23; 4:15, 16 dll.
o Dia datang untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Mat 1:21
o Dia pertama-tama datang kepada bangsa Israel. Mat 15:24
o Dia melukiskan sikap-Nya terhadap Perjanjian Lama. Mat 5:17-48
o Dia menantang pemimpin-pemimpin agama yang menyesatkan umat Allah. Mat 16:5-12; 23:1-36.
o Dia kelak akan bertindak sebagai hakim. Mat 25:31-46
2. Yesus berbicara mengenai suatu kerajaan.
o Dia menjelaskan apa sebenarnya Kerajaan Allah itu: bukan suatu tempat, tetapi
Allah secara aktif memerintah dunia ini. Mat 9:35
o Dia sendiri adalah Raja. Mat 2:2, 16:28
o Dia memberitahukan persyaratan revolusioner untuk dapat masuk ke dalamnya.
Mat 5:3,10,20; 7:21; 19:14,23,24
o Kerajaan-Nya sudah hadir saat ini. Mat 12:28
o Kerajaan-Nya yang sempurna masih akan datang. Mat 16:28
o Pertumbuhan Kerajaan-Nya itu pasti, walaupun tersembunyi. Mat 3:1-23
o Kerajaan Allah layak mendapat prioritas utama manusia. Mat 6:33; 13:44-46
3. Yesus menggarisbawahi hukum Taurat.
o Dia memperkuat hukum Taurat. Mat 5:17-48
o Dia merangkum hukum Taurat. Mat 22:37-40
o Dia menafsirkan hukum Taurat. Mat 23:23
4. Yesus mengutus gereja-Nya.
o Menjadi suatu masyarakat yang bermoral tinggi. Mat 5:20
o Menjadi suatu masyarakat yang berdisiplin. Mat 18:15-18
o Menjadi suatu masyarakat yang bersedia mengampuni. Mat 18:21-22
o Menjadi suatu masyarakat yang berdoa. Mat 18:19-20
o Menjadi suatu masyarakat yang bersaksi. Mat 28:19-20
Penerapan
Berita dalam Injil Matius dapat diterapkan pada dua golongan kelompok utama:
1. Kepada orang yang belum percaya.o Orang Yahudi yang belum percaya: Injil ini menunjukkan bahwa Yesus adalah
Mesias yang telah lama mereka nantikan. Kedatangan-Nya sudah dipersiapkan
dengan saksama di sepanjang sejarah dan kini keselamatan tersedia melalui Dia.
o Bangsa bukan Yahudi yang belum percaya: pembebasan dari dosa dan segala
akibatnya juga berlaku bagi orang bukan Yahudi.
Yesus adalah Juruselamat seluruh umat manusia. Dia menyambut siapa saja yang
menyatakan iman mereka kepada-Nya.
2. Kepada orang-orang Kristen.
o Injil ini akan memperlengkapi Anda dengan ajaran dasar yang penting mengenai
kehidupan dan ucapan-ucapan Yesus.
o Injil ini akan menunjukkan kepada Anda nilai Perjanjian Lama.
o Injil ini akan menunjukkan perlunya hidup sesuai dengan hukum yang baru dan
mencapai standar moral yang tinggi.
o Injil ini juga akan memperlihatkan kepada Anda bagaimana harus hidup dengan
sesama Kristen.
o Injil ini akan mendorong Anda untuk ikut ambil bagian dalam tugas misi ke
seluruh dunia.
o Injil ini akan membangkitkan pengharapan Anda akan kedatangan Yesus kembali.
Tema-tema Kunci
Matius menekankan beberapa tema tertentu. Selidikilah berulang kali catatan-catatan berikut ini dan pakailah konkordansi agar mendapatkan referensi lain yang terkait untuk mempelajari secara lebih mendalam.
1. Allah adalah Bapa surgawi kita. Inilah sebutan bagi Allah yang paling disenangi oleh Matius: Mat 5:16,45,48; 6:1,9; 7:11,21; 10:32,33; 12:50; 16:17; 18:10,14,19.
2. Berbagai gambaran mengenai Yesus. Yesus disebut Anak Daud (Mat 1:1), Juruselamat (Mat 1:21), Raja Orang Yahudi (Mat 2:2), Orang Nazaret (Mat 2:23). Sebutan apalagi bagi Yesus yang dapat Anda temukan? 3. Kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama. Matius sering mengatakan 'haI itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi' (Mat 2:15) atau kalimat-kalimat serupa. Carilah referensi lain dan periksalah apa yang mereka ajarkan tentang Yesus.
4. Ajaran Yesus. Lima kali Matius mengatakan 'setelah Yesus mengakhiri perkataan ini' (Mat 7:28; 11:1; 13:53; 19:1; 26:1). Setiap pernyataan itu ditulis pada akhir sekumpulan ajaran Yesus. Buatlah ringkasan dari tiap-tiap 'khotbah' itu. 5. Perumpamaan-perumpamaan Yesus. Yesus mengajar murid-murid-Nya dengan memakai perumpamaan. Tetapi ingatlah, tidak semua orang dapat mengerti makna perumpamaan-perumpamaan itu (Mat 13:10-17). Beberapa perumpamaan terdapat dalam: Mat 7:24-27; 13:3-52; 18:23-35; 20:1-16; 22:1- 14; 25:1-30. Buatlah ringkasan mengenai apa yang diajarkan dalam perumpamaan-perumpamaan di atas dan dalam perumpamaan lain.
6. Mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus. Matius mencatat banyak mukjizat kesembuhan dan mukjizat-mukjizat lain yang dibuat oleh Yesus untuk menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan atas ciptaan. Dua puluh mukjizat dicatat dalam Injil ini: Mat 8:1-17,23-34; 9:1-8, 18-33; 12:10-13,22; 14:15-33; 15:21-39; 17:14-21; 20:29-34; 21 :18-22. Daftarkanlah semua mukjizat itu dan tulislah dalam satu kalimat tentang apa yang dinyatakan mengenai Yesus dalam tiap-tiap mukjizat.
7. Kerajaan Surga Ungkapan ini menyarikan inti yang penting dalam ajaran Yesus. Pakailah konkordansi untuk mengetahui di mana Yesus mengatakannya dan bayangkan apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Yesus tentang Kerajaan Surga ini.
Garis Besar Intisari: Matius (Pendahuluan Kitab) [1] KEDATANGAN MESIAS Mat 1:1-4:25
Mat 1:1-17Silsilah keluarga Yesus
Mat 1:18-25Kelahiran Yesus
Mat 2:1-23Kunjungan orang Majus
Mat 3:1-17Pela
[1] KEDATANGAN MESIAS Mat 1:1-4:25
Mat 1:1-17 | Silsilah keluarga Yesus |
Mat 1:18-25 | Kelahiran Yesus |
Mat 2:1-23 | Kunjungan orang Majus |
Mat 3:1-17 | Pelayanan Yohanes Pembaptis |
Mat 4:1-11 | Pencobaan terhadap Yesus |
Mat 4:12-25 | Yesus mulai berkhotbah |
[2] KHOTBAH DI BUKIT Mat 5:1-7:29
Mat 5:1-12 | Ucapan bahagia |
Mat 5:13-16 | Garam dan terang |
Mat 5:17-48 | Sikap Yesus terhadap hukum Taurat |
Mat 6:1-7:29 | Yesus mendorong kehidupan agama yang benar |
[3] KHOTBAH TENTANG KERAJAAN SURGA Mat 8:1-9:38
Mat 8:1-17 | Yesus berkhotbah melalui penyembuhan |
Mat 8:18-22 | Yesus berbicara tentang kemuridan |
Mat 8:23-9:8 | Yesus memperlihatkan kuasa-Nya |
Mat 9:9-13 | Yesus memanggil Matius |
Mat 9:14-17 | Yesus berbicara tentang puasa |
Mat 9:18-38 | Yesus menyembuhkan lagi |
[4] MISI DARI DUA BELAS RASUL Mat 10:1-42
Mat 10:1-15 | Tugas mereka |
Mat 10:16-42 | Masa depan mereka |
[5] TANGGAPAN ORANG BANYAK Mat 11:1-12:50
Mat 11:1-19 | Pertanyaan-pertanyaan Yohanes |
Mat 11:20-30 | Ketidakacuhan orang banyak |
Mat 12:1-50 | Pertentangan dari orang Farisi |
[6] PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN TENTANG KERAJAAN SURGA Mat 13:1-58
[7] PENYATAAN TUHAN YESUS Mat 14:1-17:27
Mat 14:1-12 | Kematian Yohanes Pembaptis |
Mat 14:13-36 | Tuhan atas semesta alam |
Mat 15:1-20 | Sikap Yesus terhadap tradisi |
Mat 15:21-16:4 | Mukjizat dibuat dan dijelaskan |
Mat 16:5-12 | Peringatan terhadap para pemimpin agama |
Mat 16:13-28 | Pengakuan Petrus |
Mat 17:1-13 | Yesus dimuliakan |
Mat 17:14-27 | Kembali ke dunia yang berdosa |
[8] GAYA HIDUP GEREJA Mat 18:1-35
[9] JALAN MENUJU SALIB Mat 19:1-20:34
Mat 19:1-12 | Ajaran yang Yesus berikan |
Mat 19:13-30 | Orang yang Yesus temui |
Mat 20:1-16 | Perumpamaan yang Yesus ceritakan |
Mat 20:17-28 | Penderitaan yang Yesus nubuatkan |
Mat 20:29-34 | Penyembuhan yang Yesus lakukan |
[10] SAAT DI YERUSALEM Mat 21:1-23:39
Mat 21:1-11 | Masuk kota dengan penuh kemenangan |
Mat 21:12-27 | Di Bait Allah |
Mat 21:28-22:46 | Perumpamaan dan pertanyaan |
Mat 23:1-39 | Kecaman Yesus |
[11] KEADAAN MASA DEPAN Mat 24:1-25:46
[12] PUNCAK MISI KRISTUS Mat 26:1-28:20
Mat 26:1-35 | Peristiwa-peristiwa sebelum Getsemani |
Mat 26:36-27:31 | Penangkapan dan penghakiman atas Kristus |
Mat 27:32-66 | Penyaliban |
Mat 28:1-20 | Kebangkitan dan sesudah itu |
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi