Teks -- Pengkhotbah 7:25 (TB)
Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Full Life -> Pkh 7:23-28
Full Life: Pkh 7:23-28 - HENDAK MEMPEROLEH HIKMAT, TETAPI HIKMAT ITU JAUH DARIPADAKU.
Nas : Pengkh 7:23-28
Orang yang berusaha mendapatkan hikmat dengan usaha dan pikiran
sendiri tidak akan menemukannya. Halangan itu datang dari si "...
Nas : Pengkh 7:23-28
Orang yang berusaha mendapatkan hikmat dengan usaha dan pikiran sendiri tidak akan menemukannya. Halangan itu datang dari si "perempuan" (ayat Pengkh 7:26), yang merupakan perwujudan dari godaan kebejatan dan kefasikan. Dialah lawannya wanita yang diwujudkan sebagai hikmat dalam Ams 8:1-4. Orang berdosa tidak dapat menemukan hikmat karena mereka terjerat oleh kefasikan, tetapi orang yang berkenan kepada Allah karena iman dan ketaatan menerima hikmat Allah dan lolos dari hidup di dalam dosa.
Jerusalem: Pkh 7:8--8:17 - -- Bagian ini berbicara tentang pembalasan. Hukum Taurat sudah merumuskan prinsip pembalasan kolektip: kalau umat Israel setia pada Allah, maka ia menjad...
Bagian ini berbicara tentang pembalasan. Hukum Taurat sudah merumuskan prinsip pembalasan kolektip: kalau umat Israel setia pada Allah, maka ia menjadi bahagia; kalau tidak setia, umat didatangi kemalangan, bdk Ula 7:12 dst; Ula 11:26-28; 28:1-68; Ima 26. Prinsip kolektip itu oleh para berhikmat dialihkan kepada nasib masing-masing orang secara perorangan. Allah membalas setiap orang sesuai dengan perbuatan-perbuatannya, Maz 62:12+. Mereka menyimpulkan bahwa nasib manusia di dunia sini sesuai dengan kelakuannya, baik atau buruk. Kalau dikatakan bahwa kesimpulan itu tidak sesuai dengan pengalaman, maka para berhikmat menjawab: Kebahagiaan dan kesejahteraan orang fasik hanya semu saja, sedangkan kemalangan orang benar hanya sebentar. Penderitaan ini a.l. terungkap dalam Maz 37 dan dianut oleh ketiga sahabat Ayub. Pengkhotbah tidak menyetujui ajaran itu. Jawaban tradisionil atas masalah kesejahteraan orang fasik, Pengk 7:8, ditanggapi dengan keraguan, Pengk 7:9-12. Sebaik-baiknya orang menerima saja nasib seada-adanya tanpa mau menjelaskannya Pengk 7:13-15. Kalau bahkan hidup dan mati terbagi-bagi dengan kurang tepat, Pengk 7:15, maka tidak ada gunanya berdaya-upaya melampaui batas, Pengk 7:16-18. Nama baikpun tidak berdasar, Pengk 7:19-22. Kenyataan tidak dapat dipahami dan merupakan sebuah rahasia tak terselami, Pengk 7:23 dst (Pengk 7:26-28 adalah sebuah sisipan yang mengungkapkan rasa curiga terhadap perempuan). Orang tidak dapat meluputkan diri dari nasibnya (raja juga tidak terluput)Pengk 8:1-9. Dan mini membuat manusia merasa jemu, Pengk 8:10-14. Maka kesimpulannya: nikmatilah hidup sedapat-dapatnya, Pengk 8:15; bdk Pengk 2:24+.
Jerusalem: Pkh 7:25 - Aku tujukan perhatianku untuk.... Dalam beberapa naskah Ibrani tertulis: Dalam hati aku berusaha untuk.... Terjemahan Indonesia sedikit memperbaiki naskah Ibrani
Dalam beberapa naskah Ibrani tertulis: Dalam hati aku berusaha untuk.... Terjemahan Indonesia sedikit memperbaiki naskah Ibrani
Dalam naskah Ibrani tertulis: hal-hal yang bebal.
Endetn -> Pkh 7:25
Endetn: Pkh 7:25 - dalam hatiku diperbaiki menurut beberapa naskah Hibrani dan terdjemahan2 kuno. Tertulis: "Aku mengusahakan (mengadjak) diriku dan hatiku".
diperbaiki menurut beberapa naskah Hibrani dan terdjemahan2 kuno. Tertulis: "Aku mengusahakan (mengadjak) diriku dan hatiku".
Ref. Silang FULL -> Pkh 7:25
Ref. Silang FULL: Pkh 7:25 - dan kesimpulan // dan kebebalan · dan kesimpulan: Ayub 28:3; Ayub 28:3
· dan kebebalan: Pengkh 1:17; Pengkh 1:17
· dan kesimpulan: Ayub 28:3; [Lihat FULL. Ayub 28:3]
· dan kebebalan: Pengkh 1:17; [Lihat FULL. Pengkh 1:17]
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry -> Pkh 7:23-29
Matthew Henry: Pkh 7:23-29 - Kejahatan Dosa Kejahatan Dosa (7:23-29)
Salomo sejauh ini sudah membuktikan kesia-siaan dunia dan ketidaksanggupannya sama sekali untuk membuat manusia bahagia. S...
Kejahatan Dosa (7:23-29)
- Salomo sejauh ini sudah membuktikan kesia-siaan dunia dan ketidaksanggupannya sama sekali untuk membuat manusia bahagia. Sekarang di sini ia hendak menunjukkan kekejian dosa, dan kecenderungannya yang pasti untuk membuat manusia sengsara. Dan hal ini, seperti hal sebelumnya, dibuktikannya dari pengalamannya sendiri, dan itu pengalaman yang dibayar dengan harga mahal. Ia di sini, lebih daripada di tempat lain dalam seluruh kitab ini, mengenakan jubah seorang petobat. Ia mengulas kembali apa yang sudah dibicarakannya sejauh ini, dan memberi tahu kita bahwa apa yang sudah dikatakannya adalah yang ia ketahui dan yang sangat ia yakini, dan yang bertekad untuk dia pegang: Kesemuanya ini telah kuuji untuk mencapai hikmat (ay. 23). Sekarang di sini.
- I. Ia mengakui dan meratapi kekurangan-kekurangan hikmatnya. Ia memiliki cukup hikmat untuk melihat kesia-siaan dunia dan untuk mengalami bahwa dunia tidak akan menjadi bagian untuk jiwa. Akan tetapi, ketika ia ingin mencari tahu lebih jauh, ia mendapati dirinya kebingungan. Matanya terlalu redup, jarak pandangnya terlalu pendek, dan, meskipun ia menyingkapkan hal ini, ada banyak hal lain yang tidak bisa dibuktikannya dengan hikmat.
- 1. Pencarian-pencariannya dilakukan dengan tekun. Allah telah memberinya kemampuan untuk memperoleh pengetahuan melebihi siapa pun. Ia membangun persediaan hikmat yang besar. Ia mempunyai peluang-peluang terbesar untuk memperbaiki dirinya dibandingkan dengan siapa pun juga. Dan,
- (1) Ia bertekad, sekiranya mungkin, untuk mencapai tujuannya: Kataku: "Aku hendak memperoleh hikmat." Ia menginginkannya dengan sungguh-sungguh sebagai hal yang sangat berharga. Ia merancangnya sepenuh-penuhnya sebagai sesuatu yang ingin dicapainya. Ia menetapkan hati untuk tidak duduk tanpa meraihnya (Ams. 18:1). Banyak orang tidak menjadi bijak sebab mereka tidak pernah berkata bahwa mereka ingin menjadi bijak, dan bersikap tak acuh terhadapnya. Tetapi Salomo menetapkannya sebagai sasaran yang ingin dia bidik. Ketika ia mencoba kesenangan-kesenangan inderawi, akal budinya tetap memimpin dengan hikmat (2:3) dan tidak beralih dari mengejar hikmat. Tetapi mungkin ia tidak mendapatinya sebagai hal yang mudah seperti yang dibayangkannya untuk menjaga hubungannya dengan hikmat, sementara ia sendiri sangat kecanduan dengan kesenangan-kesenangan diri. Namun demikian, kehendaknya baik. Katanya, Aku hendak memperoleh hikmat. Dan itu belum semua:
- (2) Ia bertekad untuk tidak segan-segan bersusah payah (ay. 25): " Aku tujukan perhatianku. Aku dan hatiku melihat ke segala arah. Aku tidak membiarkan satu pun batu tak terbalik, tak satu pun sarana yang tidak dicoba, untuk meraih apa yang ada dalam pandanganku. Aku menetapkan diriku untuk memahami, menyelidiki, dan mencari hikmat, untuk mencapai bagi diriku sendiri semua ilmu pengetahuan yang berguna, filsafat, dan ilmu ketuhanan." Seandainya ia tidak mengerahkan segenap kekuatannya seperti itu untuk belajar, maka hanya akan menjadi lelucon baginya untuk berkata, aku hendak memperoleh hikmat, sebab orang-orang yang ingin mencapai tujuan harus mengambil jalan yang benar. Salomo adalah orang yang sangat tanggap, dan sekalipun begitu, bukannya menggunakan kemampuan untuk menanggap itu (seperti pada banyak orang) sebagai alasan untuk bermalas-malas, ia menekan-kannya pada dirinya sendiri sebagai dorongan untuk bertekun. Dan semakin mudah yang ia dapati untuk menguasai suatu gagasan yang baik, semakin ia berniat untuk bisa menguasai lebih banyak gagasan lain lagi yang baik. Orang-orang yang mendapat bagian-bagian terbaik harus melakukan upaya-upaya terbesar, seperti halnya orang-orang yang mempunyai persediaan paling besar harus berdagang paling banyak. Ia mengerahkan segenap kekuatannya bukan hanya untuk mengetahui apa yang terletak pada permukaan, tetapi juga untuk menyelidiki apa yang tersembunyi dari pandangan dan jalan umum. Tidak pula ia hanya mencari sebentar saja, dan kemudian menyerah karena tidak segera menemukan apa yang dicarinya. Sebaliknya, ia menyelidikinya, sampai ke dasar-dasarnya. Tidak pula ia bertujuan untuk mengetahui berbagai hal saja, melainkan juga alasan-alasan di balik semua hal itu, supaya ia bisa memberikan penjelasan tentangnya.
- 2. Namun keberhasilannya tidak tercapai atau memuaskan: "Kataku: 'Aku hendak memperoleh hikmat,' tetapi hikmat itu jauh daripadaku. Aku tidak bisa meraihnya. Lagi pula, hanya ini yang kuketahui, bahwa aku tidak tahu apa-apa, dan semakin aku mengetahui, semakin aku melihat bahwa masih ada yang harus diketahui, dan semakin sadar aku akan ketidaktahuanku sendiri. Apa yang ada, itu jauh dan dalam, sangat dalam, siapa yang dapat menemukannya?" Yang dimaksudkannya adalah Allah sendiri, putusan-putusan hikmat-Nya dan pekerjaan-pekerjaan-Nya. Ketika ia menyelidiki perkara-perkara ini, ia mendapati dirinya kebingungan dan menemui jalan buntu. Tak ada yang dapat ia paparkan oleh karena kegelapan. Tingginya seperti langit, jadi apa yang dapat ia lakukan? (Ayb. 11:8). Terpujilah Allah, tak ada satu pun yang harus kita lakukan yang tidak jelas dan mudah. Firman itu dekat kepadamu (Ams. 8:9). Tetapi ada banyak hal yang ingin kita ketahui yang jauh dan dalam, sangat dalam, di antara hal-hal rahasia yang bukan untuk kita. Dan mungkin ketidaktahuan yang salah dan kesesatanlah yang diratapi Salomo di sini, bahwa kesenangan-kesenangannya, dan banyaknya hiburan di istananya, telah membutakan matanya dan mendatangkan kabut di depannya, sehingga ia tidak dapat mencapai hikmat sejati seperti yang dirancangkannya.
- II. Ia mengakui dan meratapi contoh-contoh kebodohannya yang di dalamnya ia sudah bertindak terlalu jauh, yang menjadi kekurangannya, seperti halnya dalam hikmat. Di sini ada,
- 1. Pertanyaannya mengenai kejahatan dosa. Ia menujukan perhatiannya untuk mengetahui bahwa kefasikan itu kebodohan dan kebebalan itu kegilaan. Amatilah,
- (1) Pengetahuan tentang dosa adalah pengetahuan yang sulit, dan susah dicapai. Salomo bersusah payah memperolehnya. Dosa memiliki banyak penyamaran untuk menyembunyikan dirinya, karena ia tidak mau tampak sebagai dosa, dan sangat sulit untuk melucutinya dari penyamaran-penyamaran ini dan melihatnya dalam kodrat dan warna aslinya.
- (2) Untuk bertobat, penting bagi kita untuk mengenal kejahatan dari dosa itu, seperti halnya untuk menyembuhkan penyakit kita harus mengenal sifatnya, penyebab-penyebabnya, dan bahayanya. Itulah sebabnya Rasul Paulus menghargai tinggi hukum ilahi, karena hukum itu menyingkapkan dosa kepadanya (Rm. 7:7). Salomo yang, dalam hidupnya yang sia-sia, telah menetapkan akalnya untuk bekerja menemukan kesenangan-kesenangan dan menajamkannya, dan cerdik dalam membuat persediaan untuk memenuhi keinginan daging, sekarang karena Allah sudah membuka matanya, menjadi sangat tekun untuk mengetahui hal-hal yang memperparah dosa, sehingga semakin membantu dirinya untuk bertobat. Orang-orang berdosa yang cerdik harus menjadi petobat-petobat yang cerdik, dan akal serta pengetahuan, di antara rampasan-rampasan lain dari orang yang kuat dan yang lengkap bersenjata, harus dibagi-bagi oleh Tuhan Yesus.
- (3) Sudah sepatutnya para pertobat mengatakan yang terburuk yang bisa mereka katakan tentang dosa, sebab pada kenyataannya kita ini tidak pernah dapat berkata yang sejahat-jahatnya tentang dosa. Salomo di sini, untuk semakin merendahkan dirinya lagi, ingin melihat lebih banyak,
- [1] Tentang keberdosaan dosa. Inilah yang sangat ditekan-kannya dalam pencariannya, yaitu untuk mengetahui bahwa kefasikan itu kebodohan. Mungkin yang dimaksudkannya adalah pelanggarannya sendiri, dosa kenajisan, sebab dosa itu biasa disebut sebagai kebodohan atau noda di antara orang Israel (Kej. 34:7; Ul. 22:21; Hak. 20:6; 2Sam. 13:12. KJV: kebodohan di Israel). Ketika ia memanjakan dirinya dalam dosa itu, ia menganggapnya sebagai perkara yang remeh. Tetapi sekarang ia ingin melihat kejahatannya, kejahatan yang besar (demikian yang dikatakan Yusuf tentang dosa [Kej. 39:9]). Atau mungkin yang dimaksudkan Salomo adalah semua dosa secara umum. Banyak orang memandang remeh dosa-dosa mereka, dan itulah kebodohan mereka. Tetapi Salomo melihat kefasikan dalam kebodohan-kebodohan itu, sebuah pelanggaran terhadap Allah dan sebuah kejahatan terhadap hati nurani. Itulah kefasikan (Yer. 4:18; Za. 5:8).
- [2] Tentang kebodohan dosa. Sama seperti ada kefasikan dalam kebodohan, demikian pula ada kebodohan dalam kefasikan, bahkan kebebalan dan kegilaan. Para pendosa yang berbuat dosa secara sengaja adalah orang-orang bodoh dan gila. Mereka bertindak bertentangan dengan akal sehat maupun kepentingan mereka yang sebenarnya.
- 2. Hasil dari pencarian ini.
- (1) Ia sekarang, lebih daripada sebelumnya, menyingkapkan kejahatan dari dosa besar yang sudah menjadi kesalahannya sendiri, yaitu mencintai banyak perempuan asing (1Raj. 11:1). Inilah hal yang di sini diratapinya dengan sepenuh hati, dan dalam ungkapan-ungkapan yang sangat memilukan.
- [1] Ia mendapati bahwa ingatan akan dosa itu sangat mendukakan. Oh, betapa beratnya ingatan itu membebani hati nuraninya! Betapa tersiksanya ia ketika memikirkannya, yaitu kefasikan, kebodohan, kegilaan yang sudah menjadi kesalahannya! Aku menemukan sesuatu yang lebih pahit dari pada maut. Seperti ada kengerian besar yang mencekamnya, ketika ia merenungkannya, seolah-olah ia terkena sergapan maut. Demikianlah yang dialami orang-orang yang dosa-dosanya diperhadapkan kepada mereka oleh jeritan yang berteriak-teriak meyakinkan mereka bahwa mereka bersalah. Dosa-dosa itu pahit seperti empedu, bahkan, pahit seperti maut, bagi semua petobat sejati. Kenajisan adalah dosa yang, dalam kodratnya, lebih merusak daripada maut itu sendiri. Maut bisa dibuat terhormat dan menghibur, tetapi dosa ini tidak bisa menjadi yang lain selain rasa malu dan penderitaan (Ams. 5:9, 11).
- [2] Ia mendapati godaan untuk berbuat dosa itu sangat berbahaya, dan bahwa luar biasa sulit, dan hampir mustahil, bagi orang-orang yang coba-coba berani masuk ke dalam godaan untuk menghindari dosa itu, dan bagi orang-orang yang sudah jatuh ke dalam dosa itu untuk memulihkan diri mereka dengan pertobatan. Hati perempuan pezinah adalah jala dan jerat. Ia memainkan permainannya untuk menghancurkan jiwa-jiwa dengan banyak kecerdikan dan kelicikan seperti yang digunakan seorang pemburu untuk menangkap burung yang bodoh. Cara-cara yang dipakai oleh para pendosa seperti itu adalah menipu dan menghancurkan, seperti jala dan jerat. Jiwa-jiwa yang tidak waspada terpikat ke dalamnya oleh umpan kesenangan, yang dengan rakus mereka lahap dan yang di dalamnya mereka banyak berharap akan mendapat kepuasan. Tetapi mereka terperangkap sebelum mereka sadar, dan terperangkap tanpa bisa keluar lagi. Tangan perempuan pezinah itu seperti tali, yang dengannya, sambil berpura-pura memberikan pelukan hangat, ia mengikat erat-erat orang-orang yang sudah ditangkapnya. Mereka terjerat dalam tali dosanya sendiri (Ams. 5:22). Hawa nafsu mendapat kekuatan dengan dipuaskan, dan pesona-pesonanya menjadi lebih merajalela.
- [3] Salomo menganggapnya sebagai contoh besar dari perkenanan Allah terhadap siapa saja jika dengan anugerah-Nya Allah sudah menjaganya dari dosa ini: Orang yang dikenan Allah terhindar dari padanya, akan dilindungi sehingga ia tidak tergoda pada dosa ini atau dikalahkan oleh godaannya. Orang-orang yang dijaga dari dosa ini harus mengakui bahwa Allah-lah yang menjaga mereka, dan bukan kekuatan atau tekad mereka sendiri, harus mengakuinya sebagai rahmat yang besar. Dan orang-orang yang ingin mendapat anugerah yang cukup bagi mereka untuk mempersenjatai diri mereka melawan dosa ini harus bertindak dengan hati-hati untuk menyenangkan Allah dalam segala hal, dengan berpegang pada ketetapan-ketetapan-Nya (Im. 18:30).
- [4] Ia menganggapnya sebagai dosa yang merupakan hukuman pedih atas dosa-dosa lain, yang ke dalamnya orang bisa jatuh dalam hidup ini: Orang yang berdosa ditangkapnya. Pertama, orang-orang yang membiarkan diri mereka jatuh dalam dosa-dosa lain, yang olehnya pikiran mereka dibutakan dan hati nurani mereka dirusak, lebih mudah tertarik pada dosa ini. Kedua, adillah bagi Allah untuk membiarkan mereka jatuh sendiri ke dalamnya. Lihat Roma 1:26-28; Efesus 4:18-19. Demikianlah Salomo, oleh karena itu, dengan perasaan ngeri, merasa bersyukur atas kesadarannya dari dosa yang di dalamnya ia telah menjerumuskan dirinya sendiri itu.
- (2) Ia sekarang, lebih daripada sebelumnya, menyingkapkan kerusakan kodrat seluruh umat manusia. Ia menelusuri sampai ke sumbernya, seperti yang dilakukan ayahnya sebelum dia, dalam kesempatan serupa (Mzm. 51:7): Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan.
- [1] Ia berusaha untuk mengetahui jumlah pelanggaran yang dilakukannya (ay. 27): "Lihatlah, ini yang kudapati, yaitu, inilah yang kuharap akan kudapati. Aku mengira bahwa aku dapat memahami kesalahan-kesalahanku dan sudah mendaftarnya secara lengkap, paling tidak pokok-pokoknya. Aku menyangka bahwa aku dapat menghitungnya satu per satu, dan sudah menemukan penjelasannya." Ia ingin mencari tahu kesalahan-kesalahan itu sebagai seorang petobat, supaya ia dapat mengakuinya secara lebih rinci. Dan, secara umum, semakin rinci kita dalam mengakui dosa, semakin besar penghiburan yang kita dapatkan dalam merasakan pengampunan. Ia menginginkannya juga sebagai seorang pengkhotbah, supaya ia dapat memberikan peringatan secara lebih rinci kepada orang lain. Perhatikanlah, rasa insyaf yang penuh akan satu dosa akan membuat kita mencari tahu seluk beluknya. Dan semakin kita melihat ada yang salah dalam diri kita sendiri, semakin kita harus tekun mencari tahu kesalahan-kesalahan kita lebih jauh, supaya apa yang tidak kita lihat dapat disingkapkan kepada kita (Ayb. 34:32).
- [2] Ia segera mendapati dirinya kebingungan, dan memahami bahwa kesalahan-kesalahan itu tak terhitung jumlahnya (ay. 28): " Yang masih kucari. Aku masih menghitung, dan masih ingin mencari tahu penjelasannya, tetapi tidak kutemukan, aku tidak bisa menghitung semuanya, atau mencari tahu penjelasannya secara sempurna. Aku masih membuat penyingkapan-penyingkapan yang baru dan menakjubkan tentang kefasikan yang sefasik-fasiknya yang terdapat dalam hatiku sendiri" (Yer. 17:9-10). Siapakah yang dapat mengetahuinya? Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Siapakah yang dapat mengatakan berapa sering ia melanggar? (Mzm. 19:13). Ia mendapati bahwa jika Allah mengadakan penghakiman terhadapnya, atau dia terhadap dirinya sendiri, atas semua pikirannya, perkataannya, dan perbuatannya, maka satu dari seribu kali ia tidak dapat membantah-Nya (Ayb. 9:3). Hal ini digambarkannya dengan membandingkan kebobrokan hati dan hidupnya sendiri dengan kebobrokan dunia, di mana ia hampir tidak dapat menemukan satu orang baik di antara seribu. Bahkan di antara seribu istri dan gundik yang dimilikinya, ia tidak menemukan seorang perempuan yang baik. "Meskipun demikian," katanya, "ketika aku mengingat dan melihat kembali pikiran-pikiranku, perkataan-perkataanku, dan perbuatan-perbuatanku sendiri, dan semua jalan hidupku di masa lalu, mungkin di antara orang laki-laki, aku dapat menemukan satu orang baik di antara seribu, tetapi ternyata semuanya sama. Semua yang lainnya bahkan dari para lelaki itu mempunyai satu atau lain kebobrokan dalam diri mereka." Ia mendapati (ay. 20) bahwa ia telah berdosa bahkan dalam berbuat baik. Tetapi untuk para perempuan, yang datang untuk memanjakan kesenangan-kesenangannya, mereka semua juga tidak ada apa-apanya. Dalam bagian hidupnya itu, tidak tampak bahkan satu orang pun yang baik dari antara seribu. Dalam hati dan hidup kita, paling-paling hanya tampak sedikit kebaikan, tetapi kadang-kadang tidak ada sama sekali. Tak diragukan lagi bahwa ini tidak dimaksudkan sebagai celaan terhadap kaum perempuan secara umum. Ada kemungkinan bahwa dari dulu pastilah ada dan sekarang pun ada lebih banyak perempuan yang baik daripada laki-laki yang baik (Kis. 17:4, 12). Salomo hanya merujuk pada pengalamannya sendiri yang menyedihkan. Dan mungkin ada hal ini yang lebih jauh di dalamnya: ia, dalam amsal-amsalnya, memperingatkan kita terhadap jerat laki-laki jahat maupun perempuan jalang (Ams. 2:12, 16; 4:14; 5:3). Sekarang ia sudah mengamati bahwa jalan-jalan perempuan jahat lebih menipu dan berbahaya daripada jalan-jalan laki-laki jahat, bahwa lebih sulit menyingkapkan penipuan-penipuan mereka dan menghindari jerat-jerat mereka. Oleh sebab itu, ia membandingkan dosa dengan perempuan pezinah (Ams. 9:13), dan menyadari bahwa ia tidak dapat mencari tahu kelicikan hatinya sendiri sama seperti ia juga tidak dapat mencari tahu kelicikan hati perempuan asing, yang jalan-jalannya berpindah-pindah, sehingga engkau tidak dapat mengetahuinya.
- [3] Oleh sebab itu, ia menelusuri semua aliran sungai pelanggaran yang dilakukan kepada sumber kebobrokan yang semula. Sumber dari segala kebodohan dan kegilaan yang ada di dalam dunia adalah kemurtadan manusia dari Allah dan kemerosotannya dari kelurusan moralnya yang semula (ay. 20): " Lihatlah, hanya ini yang kudapati. Walaupun aku tidak bisa menemukan hal-hal yang terinci, namun penjelasan umumnya sudah cukup jelas. Sudah terang benderang seperti matahari bahwa manusia itu bobrok dan memberontak, dan tidak seperti ketika ia dijadikan." Amatilah, pertama, bagaimana manusia dijadikan oleh hikmat dan kebaikan Allah: Allah telah menjadikan manusia yang jujur. Adam manusia pertama, demikian dalam Alkitab bahasa Aram. Allah menjadikan dia, dan Ia menjadikannya jujur, seperti yang seharusnya. Karena dijadikan sebagai makhluk yang berakal, maka ia, dalam segala hal, harus menjadi sebagaimana makhluk berakal seharusnya, jujur, tanpa menyimpang. Pada awal mula itu tidak ada yang dapat menemukan kesalahan dalam dirinya. Kala itu ia jujur, yaitu, menetapkan hati untuk Allah saja, bertentangan dengan banyak dalih (KJV: banyak temuan) yang ia reka-rekakan sesudah ia bobrok. Manusia, sewaktu ia diciptakan dari tangan Allah, adalah (seperti yang dapat kita katakan) gambaran kecil dari Penciptanya, yang baik dan benar. Kedua, bagaimana ia dirusak, dan sebagai akibatnya binasa, oleh kebodohan dan kejahatannya sendiri: Mereka mencari banyak dalih, yaitu mereka, orangtua pertama kita, atau seluruh bangsa manusia, mereka semua secara umum dan setiap orang secara khusus. Mereka mencari temuan-temuan besar (demikian menurut sebagian penafsir), temuan-temuan untuk menjadi besar seperti para allah (Kej. 3:5), atau temuan-temuan dari orang-orang besar (demikian menurut sebagian penafsir lain), temuan-temuan para malaikat yang jatuh, orang-orang terkemuka, atau banyak temuan. Manusia, bukannya merasa tenteram dalam apa yang sudah ditemukan Allah untuknya, malah berusaha untuk membuat dirinya lebih baik, seperti si anak hilang yang meninggalkan rumah ayahnya untuk mencari peruntungannya. Bukannya ingin satu, ia ingin banyak. Bukannya menyokong ketetapan-ketetapan Allah, ia menyokong temuan-temuannya sendiri. Hukum ciptaan-Nya tidak akan menahan dia, sebaliknya, ia ingin bertindak semaunya sendiri dan mengikuti perasaan-perasaan dan kecenderungan-kecenderungan hatinya sendiri. Orang congkak ingin menjadi bijak (Ayb. 11:12, KJV), lebih bijak daripada Penciptanya. Kepalanya pening dan ia merasa gelisah dalam pencarian-pencariannya, dan karena itu mempunyai banyak dalih. Orang-orang yang meninggalkan Allah mengembara tanpa henti. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan manusia berlipat ganda. Salomo tidak dapat mencari tahu berapa banyak pelanggaran-pelanggaran itu (ay. 28). Tetapi ia mendapati bahwa pelanggaran-pelanggaran itu sangat banyak. Banyak macam dosa, dan dosa-dosa itu sering diulang-ulang. Dosa-dosa itu lebih besar jumlahnya dari rambut di kepala kita (Mzm. 40:13).
SH: Pkh 7:23--8:1 - Di luar jangkauan manusia. (Senin, 15 Juni 1998) Di luar jangkauan manusia.
Manusia banyak memiliki potensi. Tuhan sendiri menanamkan potensi-potensi itu sebagai bagian dari rencana-Nya menciptakan ...
Di luar jangkauan manusia.
Manusia banyak memiliki potensi. Tuhan sendiri menanamkan potensi-potensi itu sebagai bagian dari rencana-Nya menciptakan manusia menurut gambar-Nya sendiri. Dengan demikian kemampuan seni, kemampuan berpikir, kehidupan emosional dan sosial, berbagai keahlian kreatif dalam diri kita sedikit banyak mencerminkan keajaiban diri Allah sendiri. Namun manusia tetap ciptaan yang fana, apalagi dosa telah menodai dan menyimpangkan potensi-potensi itu ke hal-hal yang tidak benar. Bila demikian mungkinkah manusia mencapai hikmat sejati dengan upaya sendiri?
Mencari manusia jujur. Sulit memang mencari manusia yang benar, jujur, terpuji di hadapan Allah dan manusia. Pendapat pengkhotbah tentang perempuan (ayat 26) tentu dilandasi oleh pengamatan terhadap kenyataan seperti yang pernah dialami oleh Yusuf dengan istri Potifar, misalnya. Jadi tidak boleh dilihat sebagai kesimpulan umum. Ternyata bukan saja di antara perempuan sulit menemukan kebenaran, di antara pria pun hanya satu dari seribu. Kenyataan ini tidak usah membuat kita putus asa. Apa yang manusia tidak mungkin capai sendiri, tersedia di dalam karya penyelamatan Yesus Kristus.
Renungkan: Selama masalah dosa belum diselesaikan oleh Yesus, hati kita akan tetap lumpuh tak mampu beroleh hikmat.
Doa: Tuhan Yesus, berikan hikmat ilahiMu dalam hatiku
SH: Pkh 7:23--8:1 - Jujur menghasilkan keuntungan (Rabu, 6 Oktober 2004) Jujur menghasilkan keuntungan
Untuk membuat suatu garis lurus kita memakai penggaris
sebaliknya, untuk membuat garis yang bengkok kita tidak
...
Jujur menghasilkan keuntungan
Untuk membuat suatu garis lurus kita memakai penggaris sebaliknya, untuk membuat garis yang bengkok kita tidak membutuhkan alat. Hal ini menunjukkan lebih mudah membengkokkan sesuatu daripada meluruskannya. Hal yang sama juga berlaku pada manusia. Untuk "membengkokkan manusia" tidak diperlukan banyak usaha, sedangkan untuk "meluruskan manusia" dibutuhkan usaha.
Judul renungan ini terkesan tidak mungkin bagi situasi dunia saat
ini. Orang dunia menganggap remeh soal kejujuran, bahkan jika
ada kesempatan untuk melakukan kecurangan maka mereka akan
mengambilnya. Firman Tuhan dalam nas ini menegaskan bahwa Tuhan
menjadikan manusia dengan dilengkapi kemampuan untuk bersikap
jujur, tetapi manusia melakukan kebalikannya yaitu "mencari
banyak dalih" (ayat 29). Mencari banyak dalih dapat diartikan
melemparkan kesalahan pada orang lain; dan membuat rancangan
tipu daya untuk mencari keuntungan diri sendiri. Orang-orang
yang berlaku demikian akan mendapatkan balasannya (Lih.
Bagi anak Tuhan menerapkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, merupakan bukti bahwa ia adalah seorang yang takut akan Tuhan. Orang jujur menghormati Tuhan dengan melakukan firman-Nya dan tidak melanggar perintah-Nya dan percaya bahwa keuntungan anak Tuhan akan berasal dari pada-Nya. Kita mampu berlaku jujur karena kita ingin menyukakan Tuhan. Kita akan mendapat keuntungan berkelanjutan dalam pekerjaan atau keluarga justru bila kita jujur.
Ingat: Berapa pun "kerugian" yang harus kita bayar karena kita berlaku jujur, Tuhan tetap akan memelihara kita.
SH: Pkh 7:23--8:1 - Carilah Hikmat dari Allah (Rabu, 1 Juli 2020) Carilah Hikmat dari Allah
Apakah Anda pernah mengenal seorang yang diakui bijaksana karena kemampuannya dalam memberi solusi atas banyak masalah? Lal...
Carilah Hikmat dari Allah
Apakah Anda pernah mengenal seorang yang diakui bijaksana karena kemampuannya dalam memberi solusi atas banyak masalah? Lalu, pernahkah Anda kecewa karena ternyata pada suatu saat ia tidak bisa memberikan solusi pada masalah yang sedang Anda hadapi? Atau, Anda harus menepuk dahi karena ternyata ia tidak melakukan perkataannya sendiri? Jika ya, Anda tidak sendirian, karena Pengkhotbah juga menemukan hal yang sama.
Dalam bacaan hari ini, Pengkhotbah menceritakan pengalamannya mencari hikmat. Ia mencari seorang yang mampu menjelaskan setiap masalah. Seorang yang dapat diandalkan kapan saja. Ia mencarinya dengan sungguh-sungguh. Namun, tidak ditemukannya. Ia malah menemukan sesuatu yang lain, yang lebih kuat dari maut dan membelenggu manusia, bahkan menariknya pada kehancuran (26).
Sekalipun demikian, pencarian tersebut membuatnya memahami bahwa hikmat adalah sesuatu yang sangat jauh dan dalam. Ia memahami ternyata tidak mudah menemukan seorang yang memiliki jawaban atas semua pertanyaan. Sedikit sekali orang yang mau mencari hikmat. Faktanya, ia menemukan bahwa sekalipun Allah menciptakan manusia untuk jujur, namun kita lebih suka tidak jujur (29). Artinya, manusia berlagak sok tahu dan meremehkan hikmat. Jika demikian, siapakah yang berhikmat, yang mengetahui keadaan, dan yang konsisten sepanjang masa? Jawabannya adalah Allah, Sang Sumber Hikmat.
Oleh karena itu, carilah hikmat Allah. Ya, hanya kepada-Nya kita tidak akan kecewa. Jika kita meminta hikmat kepada-Nya, Ia pasti akan memberikan. Yakobus pernah menulis: "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, ... maka hal itu akan diberikan kepadanya" (Yak. 1:5).
Teruslah berdoa meminta pengenalan akan Tuhan agar makin memahami hikmat-Nya. Hikmat dari-Nya menyembuhkan kekecewaan yang kita alami dalam hidup. Sebab itu, kita mesti bijaksana untuk terus meminta hikmat kepada Tuhan. [JPH]
SH: Pkh 7:1--8:1 - Hiduplah Bersandar kepada Tuhan (Sabtu, 3 Desember 2016) Hiduplah Bersandar kepada Tuhan
Jika kita adalah orang yang serius menjalani panggilan hidup sebagai orang Kristen, mungkin kita pernah mendengar nas...
Hiduplah Bersandar kepada Tuhan
Jika kita adalah orang yang serius menjalani panggilan hidup sebagai orang Kristen, mungkin kita pernah mendengar nasihat orang lain, "Beragama itu baik, tetapi jangan berlebihan." Bagi sebagian orang, keseriusan menjalani hidup menurut kehendak Tuhan dianggap tindakan yang berlebihan. Hal ini juga disinggung oleh Pengkhotbah, "Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?" (16).
Pengkhotbah tidak mengajarkan kita menjalankan kehidupan rohani yang sedikit saleh, tetapi juga tidak berlaku jahat. Suam-suam kuku adalah kehidupan rohani yang dibenci oleh Allah (Why. 3:15). Pengkhotbah mengerti bahwa "di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tidak pernah berbuat dosa!" (20). Ini berarti tidak mungkin ada orang yang hidupnya saleh. Apa yang dimaksudkan oleh Pengkhotbah?
Pengkhotbah melihat kenyataan bahwa ada orang saleh yang hidupnya menderita, sedangkan orang fasik malahan mujur dalam kejahatannya (15). Ada dua kemungkinan yang terpikirkan oleh Pengkhotbah, antara lain: Pertama, ada orang yang berpikir karena kurang saleh maka hidupnya belum diberkati. Karena itu, ia berusaha keras hidup lebih saleh dengan harapan agar dirinya terhindar dari penderitaan. Kedua, ada pula orang yang berasumsi bahwa hidup saleh tiada gunanya. Lalu, ia hidup dalam kefasikan.
Bagi Pengkhotbah, kedua pemikiran di atas salah. Sebab, kesalehan hidup bukan solusi kehidupan. Kita tidak dapat mengatur masa depan, bahkan tidak dapat menyelami pekerjaan Allah (3:1-11). Karena itu, kita harus percaya kepada Tuhan, bukan kepada kesalehan diri. Jika hidup penuh kefasikan, maka perbuatan jahat akan berbalik menekan (8:6) dan kita lebih cepat menemukan kebinasaan (17).
Tuhan menghendaki kita hidup saleh dalam kehendak-Nya. Sebab, hidup ada di tangan Tuhan. Karena itu, percaya dan hiduplah bersandar kepada Tuhan, dan bukan pada kesalehan diri yang tidak sempurna. [IT]
Baca Gali Alkitab 5
Menurut Pengkhotbah, menimbun kekayaan hanya membawa kesia-siaan dan petaka. Yang ditekankan di sini bukan pada kekayaan, tetapi pada hasrat serakah manusia yang mencari kekayaan untuk kenyamanan hidup. Manusia lupa bahwa hidup ini singkat dan tidak abadi. Ketika manusia wafat, ia tidak dapat membawa kekayaannya.
Apa saja yang Anda baca?
1. Apa yang dikatakan Pengkhotbah tentang kekayaan dan apa dampaknya (7-11)?
2. Kemalangan apa yang menimpa orang yang menimbun kekayaan (12-16)?
3. Apa yang dikaruniakan Allah atas jerih lelah manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (17)?
4. Mengapa kekayaan disebut karunia Allah dan apa yang terjadi kepada orang-orang yang mencari kekayaan (5:18-6:2)?
5. Mengapa anak yang gugur dikatakan lebih berbahagia daripada orang kaya (3-5)?
6. Di manakah akhir hidup manusia dan faktor apa yang menjadi jerat bagi setiap orang (6-12)?
Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda?
1. Apa tujuan utama manusia hidup di dunia?
2. Apakah kekayaan itu baik atau buruk dan apa alasannya?
Apa respons Anda?
1. Saat Anda mencapai kesuksesan materi, bagaimana caranya Anda mensyukurinya?
2. Jika Anda memiliki hidup yang singkat, tekad seperti apakah yang Anda pilih untuk dilakukan?
Pokok Doa:
Umat Tuhan seharusnya bersyukur memiliki Allah yang kekal dan perkasa dalam setiap tindakan-Nya.
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini ...
Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini di dalam PL Ibrani adalah _qoheleth_ (dari kata Ibr. _qahal_ -- berkumpul); secara harfiah artinya "orang yang mengadakan dan berbicara kepada suatu perkumpulan." Kata ini dipakai 7 kali dalam kitab ini (Pengkh 1:1,2,12; Pengkh 7:27; Pengkh 12:8-10) dan diterjemahkan sebagai "Pengkhotbah". Di dalam Septuaginta padanan katanya ialah _ekklesiastes_ yang menghasilkan judul _Ecclesiastes_ dalam Alkitab Inggris. Karena itu seluruh kitab ini merupakan serangkaian ajaran oleh seorang pengkhotbah yang terkenal.
Pada umumnya dipercayai bahwa penulisnya adalah Salomo, sekalipun namanya tidak muncul di dalam kitab ini, seperti dalam kitab Amsal (mis. Ams 1:1; Ams 10:1; Ams 25:1) dan Kidung Agung (bd. Kid 1:1). Akan tetapi, beberapa bagian mengesankan Salomo selaku penulis.
- (1) Penulis menyebutkan dirinya sebagai anak Daud, raja di Yerusalem (Pengkh 1:1,12).
- (2) Ia menyebut dirinya pemimpin yang paling bijaksana dari umat Allah (Pengkh 1:16) dan penggubah banyak amsal (Pengkh 12:9).
- (3) Kerajaannya dikenal karena kekayaan dan kemuliaan yang berlimpah-limpah (Pengkh 2:4-9).
Semua unsur ini cocok dengan gambaran alkitabiah mengenai Raja Salomo (bd. 1Raj 2:9; 1Raj 3:12; 1Raj 4:29-34; 1Raj 5:12; 1Raj 10:1-8). Lagi pula, kita tahu bahwa Salomo kadang-kadang mengumpulkan sejumlah orang Israel dan berceramah kepada mereka (mis. 1Raj 8:1). Tradisi Yahudi menyebut Salomo sebagai penulis kitab ini. Pada pihak lain, kenyataan bahwa namanya tidak tercantum dalam kitab ini (seperti halnya dalam kedua kitab lainnya) bisa memberi kesan bahwa orang lain terlibat dalam menyusun kitab ini. Sebaiknya kita memandang kitab ini sebagai ditulis oleh Salomo, tetapi mungkin dikumpulkan dan disusun dalam bentuknya yang sekarang oleh seorang lain, serupa dengan cara beberapa bagian kitab Amsal disusun (bd. Ams 25:1).
Secara liturgis kitab ini menjadi salah satu di antara lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu _Hagiographa_ ("Tulisan-Tulisan Kudus"), yang masing-masing dibacakan di hadapan umum pada salah satu hari raya Yahudi. Pengkhotbah dibacakan pada Hari Raya Pondok Daun.
Tujuan
Menurut tradisi Yahudi, Salomo menulis Kidung Agung ketika masih berusia muda, Amsal pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah pada tahun-tahun akhir hidupnya. Pengaruh yang bertumpuk dari kemerosotan rohani, penyembahan berhala, dan hidup memuaskan-dirinya pada akhirnya membuat Salomo kecewa dengan kesenangan dan materialisme sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan. Kitab Pengkhotbah mencatat renungan-renungan sinisnya tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup terlepas dari Allah dan Firman-Nya. Ia telah mengalami kekayaan, kuasa, kehormatan, ketenaran, dan kesenangan sensual -- semua secara melimpah -- namun semua itu akhirnya merupakan kehampaan dan kekecewaannya saja, "Kesia-siaan belaka! Kesia-siaan belaka! ... segala sesuatu adalah sia-sia" (Pengkh 1:2). Tujuan utamanya dalam menulis Pengkhotbah mungkin adalah menyampaikan semua penyesalan dan kesaksiannya kepada orang lain sebelum ia wafat, khususnya kepada kaum muda, supaya mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti dirinya. Ia membuktikan untuk selama-lamanya kesia-siaan melandaskan nilai-nilai kehidupan seorang pada harta benda duniawi dan ambisi pribadi. Sekalipun orang muda harus menikmati masa muda mereka (Pengkh 11:9-10), adalah lebih penting untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta (Pengkh 12:1) dan membulatkan tekad untuk takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (Pengkh 12:13-14); itulah satu-satunya jalan untuk menemukan makna hidup ini.
Survai
Sulit untuk memberikan analisis yang teratur dari isi kitab Pengkhotbah; tidak ada garis besar yang dengan mudah merangkum semua ayat dan alinea. Dalam beberapa hal, Pengkhotbah mirip dengan petikan-petikan dari catatan harian pribadi seorang ahli filsafat selama tahun-tahun terakhir yang penuh kekecewaan dari hidupnya. Ia memulai kitab ini dengan menyatakan tema pokoknya bahwa seluruh kehidupan ini tak berarti dan serupa dengan menjaring angin (Pengkh 1:1-11). Bagian utama yang pertama dari kitab ini khususnya berhubungan dengan riwayat hidupnya; Salomo melukiskan berbagai segi hidupnya yang sangat mementingkan diri dalam segenap kemakmuran, kesenangan, dan keberhasilan duniawi (Pengkh 1:12--2:23). Usaha memperoleh kebahagiaan melalui cara-cara ini baginya telah berakhir dengan ketidakpuasan dan kehampaan. Bagian terbesar kitab ini berisi rangkaian pikiran acak-acakan yang menggarisbawahi kesia-siaan dan kebingungan dari kehidupan yang tidak berpusat pada Allah. Hidup "di bawah matahari" (frasa yang terdapat 29 kali di dalam kitab ini) adalah hidup yang dilihat dari mata orang yang tidak tertebus dan bercirikan ketidakadilan, ketidakpastian, dan perubahan-perubahan tidak terduga dari nasib, serta pelanggaran-pelanggaran keadilan. Salomo hanya dapat menemui makna pokok hidup ini ketika memandang "di atas matahari" kepada Allah. Mencari kesenangan adalah dangkal dan bodoh; masa muda seseorang terlalu singkat dan kehidupan ini terlalu cepat berlalu untuk dihabiskan secara serampangan. Hidup yang tak menentu dan pastinya kematian menyebabkan Salomo bersikap sinis terhadap maksud dan jalan Allah. Kitab ini ditutup dengan menasihati kaum muda untuk mengingat Allah ketika masih muda, supaya mereka tidak menjadi tua dengan penyesalan pahit dan tugas menyedihkan untuk mempertanggungjawabkan hidup yang disia-siakan kepada Allah.
Ciri-ciri Khas
Lima ciri utama menandai kitab ini.
- (1) Kitab ini sifatnya sangat pribadi, penulis sering kali memakai kata ganti "aku" sepanjang sepuluh pasal pertama.
- (2) Melalui sikap pesimisme penulis, kitab ini menyatakan bahwa hidup yang terpisah dari Allah itu tidak menentu dan penuh dengan kesia-siaan (istilah "sia-sia" terdapat 37 kali dalam kitab ini). Dengan sinis Salomo mengamati pelbagai paradoks dan kebingungan dalam hidup ini (lih. mis. Pengkh 2:23 dan Pengkh 2:24; Pengkh 8:12 dan Pengkh 8:13; Pengkh 7:3 dan Pengkh 8:15).
- (3) Inti nasihat Salomo di dalam kitab ini terdapat di dalam dua ayat terakhir, "Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkh 12:13-14).
- (4) Gaya penulisan kitab ini terputus-putus; kosakata dan susunan kalimatnya termasuk bahasa Ibrani yang paling sulit dalam PL dan tidak mudah untuk menggolongkannya dalam masa sastra Ibrani tertentu.
- (5) Kitab ini berisi alegori yang paling indah dalam Alkitab mengenai seorang yang makin tua (Pengkh 12:2-7).
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Sekalipun hanya satu bagian Pengkhotbah yang kelihatan dikutip dalam PB (Pengkh 7:20 dalam Rom 3:10, mengenai universalitas dosa), namun tampaknya ada beberapa rujukan yang tak langsung: Pengkh 3:17; Pengkh 11:9; Pengkh 12:14, dalam Mat 16:27; Rom 2:6-8; 2Kor 5:10; 2Tes 1:6-7; dan Pengkh 5:14 dalam 1Tim 6:7. Kesimpulan penulis tentang kesia-siaan mencari harta duniawi diulang oleh Yesus ketika Ia mengatakan
- (1) bahwa kita hendaknya jangan mengumpulkan harta di dunia ini (Mat 6:19-21,24), dan
- (2) bahwa tidak ada gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya (Mat 16:26).
Tema kitab ini, yaitu hidup tanpa Allah adalah sia-sia dan tanpa arti, mempersiapkan panggung untuk berita kasih karunia PB: sukacita, keselamatan, dan hidup kekal hanya diterima sebagai karunia dari Allah (bd. Yoh 10:10; Rom 6:23).
Dengan berbagai cara, kitab ini mempersiapkan jalan untuk penyataan PB dengan cara terbalik. Acuan yang sering kepada kesia-siaan hidup dan kepastian kematian mempersiapkan pembacanya untuk jawaban Allah terhadap kematian dan penghukuman yaitu, hidup kekal melalui Yesus Kristus. Karena orang PL yang paling bijaksana tidak sanggup menemukan jawaban yang memuaskan bagi aneka persoalan hidup melalui pencarian kesenangan yang mementingkan diri, kekayaan, dan pengumpulan pengetahuan, kita harus mencari jawaban tersebut di dalam Dia yang oleh PB disebut "lebih daripada Salomo" (Mat 12:42), yaitu Yesus Kristus sebab di dalam-Nya "tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kol 2:3).
Full Life: Pengkhotbah (Garis Besar) Garis Besar
Judul
(Pengkh 1:1)
I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11)
II. Kesia-Siaan Hidup Mement...
Garis Besar
- Judul
(Pengkh 1:1) - I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11) - II. Kesia-Siaan Hidup Mementingkan Diri yang Dilukiskan
dari Pengalaman Pribadi
(Pengkh 1:12-2:26) - A. Kesia-Siaan Hikmat dan Filsafat Manusia
(Pengkh 1:12-18) - B. Kehampaan Kesenangan dan Kekayaan
(Pengkh 2:1-11) - C. Kesia-Siaan Prestasi Besar
(Pengkh 2:12-17) - D. Ketidakadilan Kerja Keras
(Pengkh 2:18-23) - E. Kesimpulan: Kenikmatan Hanya Berasal dari Allah
(Pengkh 2:24-26) - III.Berbagai Pengamatan Tentang Pengalaman Hidup
(Pengkh 3:1-11:6) - A. Aneka Perspektif Terhadap Tatanan Ciptaan
(Pengkh 3:1-22) - 1. Suatu Waktu Diciptakan untuk Segala Sesuatu
(Pengkh 3:1-8) - 2. Keindahan Penciptaan
(Pengkh 3:9-14) - 3. Allah adalah Hakim Segala Sesuatu
(Pengkh 3:15-22) - B. Berbagai Pengalaman Hidup yang Sia-Sia
(Pengkh 4:1-16) - 1. Mengalami Penindasan
(Pengkh 4:1-3) - 2. Persaingan dalam Bekerja
(Pengkh 4:4-6) - 3. Tidak Mempunyai Teman
(Pengkh 4:7-12) - 4. Lalai Menerima Nasihat
(Pengkh 4:13-16) - C. Aneka Peringatan Kepada Pembaca
(Pengkh 5:1-6:12) - 1. Mengenai Menghampiri Allah
(Pengkh 5:1-5:7) - 2. Mengenai Pengumpulan Kekayaan
(Pengkh 5:7-5:19) - 3. Mengenai Hidup dan Mati
(Pengkh 6:1-12) - D. Serbaneka Amsal-Amsal Hikmat
(Pengkh 7:1-8:1) - E. Masalah-Masalah Keadilan
(Pengkh 8:2-9:12) - 1. Ketaatan Kepada Raja
(Pengkh 8:2-8) - 2. Kejahatan dan Hukumannya
(Pengkh 8:9-13) - 3. Masalah Keadilan Sejati
(Pengkh 8:14-17) - 4. Keadilan Akhir bagi Semua Orang
(Pengkh 9:1-6) - 5. Kemanjuran Iman
(Pengkh 9:7-12) - F. Serbaneka Amsal Lagi Tentang Hikmat
(Pengkh 9:13-11:6) - IV. Nasihat-Nasihat Penutup
(Pengkh 11:7-12:14) - A. Bersukacitalah pada Masa Mudamu
(Pengkh 11:7-10) - B. Ingatlah Allah pada Masa Mudamu
(Pengkh 12:1-8) - C. Berpautlah pada Satu Kitab
(Pengkh 12:9-12) - D. Takutlah Akan Allah dan Berpeganglah pada Perintah-Perintah-Nya
(Pengkh 12:13-14)
Matthew Henry: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk m...
- Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk mendengarkan hikmatnya. Hamba-hambanya itu merupakan orang-orang pilihan, yang terpilih untuk secara langsung mendengar semua aturan hikmat Salomo, yang diperoleh Salomo secara langsung melalui ilham ilahi. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan sekarang kepada kita, bukan untuk didengar, seperti oleh hamba-hambanya itu, yang hanya satu kali mendengar, dan kemudian cenderung dimengerti secara keliru atau dilupakan, dan dengan diulang-ulang kehilangan keindahannya. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan kepada kita untuk dibaca, diulas kembali, direnungkan, dan diingat untuk selama-lamanya. Penjelasan yang kita dapati tentang kemurtadan Salomo dari Allah, pada akhir pemerintahannya (1Raj. 11:1), adalah bagian yang mengiris hati dari kisahnya. Kita dapat menduga bahwa ia menyampaikan Amsalnya pada masa jayanya, sewaktu ia masih menjaga kelurusan hatinya, tetapi menyampaikan Pengkhotbahnya ketika ia sudah tua (sebab tentang beban-beban dan kemerosotan-kemerosotan di usia tua, ia berbicara dengan penuh perasaan, ps. 12). Dan, oleh anugerah Allah, pada usia tuanya itu ia dipulihkan dari kemurtadannya. Dalam kitab Amsal ia menuturkan secara lisan pengamatan-pengamatannya, sementara dalam Kitab Pengkhotbah ia menuliskan pengalaman-pengalamannya itu sendiri. Ini adalah apa yang dibicarakan oleh yang sudah lanjut usianya, dan hikmat yang dipaparkan oleh yang sudah banyak jumlah tahunnya. Judul kitab ini dan penulisnya akan kita jumpai pada ayat pertama, dan oleh sebab itu di sini kita hanya akan mengamati,
- I. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah, khotbah yang tertulis. Yang ditulis adalah (1:2), kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia, dan itu juga yang diajarkan. Hal itu dibuktikan secara umum melalui banyak alasan dan kejadian-kejadian tertentu, dan berbagai macam keberatan dijawab. Dalam bagian penutup kita mendapati pelajaran dan penerapan dari semuanya, melalui nasihat, untuk mengingat Pencipta kita, takut akan Dia, dan berpegang pada perintah-perintah-Nya. Memang ada banyak hal dalam kitab ini yang gelap dan sulit dipahami, dan ada beberapa hal yang oleh orang-orang yang bobrok pikirannya diputarbalikkan sehingga menjadi kebinasaan mereka sendiri, karena mereka tidak bisa membedakan antara alasan-alasan Salomo dan keberatan-keberatan dari orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan yang mementingkan kenikmatan jasmani. Tetapi ada cukup banyak hal yang mudah dan jelas untuk meyakinkan kita (jika kita mau diyakinkan) akan kesia-siaan dunia, dan ketidaksanggupannya sama sekali untuk membuat kita bahagia, dan akan kekejian dosa serta kecenderungannya yang pasti untuk membuat kita sengsara. Juga ada cukup banyak hal untuk menyakinkan kita akan hikmat untuk menjadi orang saleh, dan akan adanya penghiburan serta kepuasan yang utuh yang akan kita peroleh dalam menjalankan kewajiban kita baik terhadap Allah maupun manusia. Hal ini harus diniatkan dalam setiap khotbah, dan khotbah yang baik adalah khotbah yang melaluinya perkara-perkara ini sedikit banyak dijelaskan.
- II. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah pertobatan, seperti halnya beberapa mazmur Daud adalah mazmur pertobatan. Ini adalah khotbah pengakuan kesalahan, yang di dalamnya sang pengkhotbah dengan sedih menyesali kebodohan dan kesalahannya sendiri, karena sudah menjanjikan dirinya dengan kepuasan dalam perkara-perkara dunia ini, dan bahkan dalam kenikmatan-kenikmatan inderawi yang terlarang, yang sekarang didapatinya lebih pahit daripada maut. Kejatuhannya adalah bukti dari kelemahan kodrat manusia: Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, atau berkata, "Aku tidak akan pernah menjadi orang yang begitu bodoh hingga berbuat begini dan begitu," sebab Salomo sendiri, yang terbijak dari semua orang, bertindak bodoh dengan begitu mencolok. Dan juga janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, karena kekayaan Salomo menjadi jerat yang begitu kuat baginya, dan membuatnya jauh lebih celaka daripada kemiskinan yang didatangkan terhadap Ayub. Pemulihannya adalah bukti dari kuasa anugerah Allah, dengan membawa kembali kepada-Nya orang yang sudah pergi begitu jauh dari-Nya. Pemulihan itu juga adalah bukti dari kekayaan rahmat Allah dalam menerima dia, kendati dengan banyaknya hal yang memperparah dosanya, sesuai dengan janji yang diucapkan kepada Daud, bahwa jika anak-anaknya melakukan kesalahan, mereka akan dihajar, tetapi tidak akan ditinggalkan dan dicabut hak warisnya (2Sam. 7:14-15). Oleh sebab itu, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh. Dan biarlah orang yang sudah jatuh bergegas untuk bangkit kembali, dan tidak berputus asa dalam mencari bantuan dan diterima kembali.
- III. Bahwa kitab ini adalah khotbah yang mudah diterapkan dalam perbuatan dan bermanfaat. Salomo, setelah dibuat bertobat, menetapkan hati, seperti ayahnya, untuk mengajarkan jalan Allah kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran (Mzm. 51:15), dan untuk memberikan peringatan kepada semua orang untuk berjaga-jaga supaya mereka tidak membentur kepala sendiri pada batu-batu yang begitu mematikan seperti yang dialaminya itu. Dan keputusan hatinya ini adalah buah-buah yang pantas untuk pertobatan. Kesalahan mendasar dari anak-anak manusia, dan yang mendasari semua tindakan mereka untuk meninggalkan Allah, adalah sama dengan kesalahan orangtua pertama kita, yaitu berharap menjadi sama seperti allah dengan menghibur diri sendiri dengan apa yang tampak baik dimakan, indah dipandang, dan memikat untuk membuat orang bijaksana. Nah, maksud dari kitab ini adalah untuk menunjukkan bahwa ini merupakan kesalahan besar, bahwa kebahagiaan kita bukanlah dengan menjadi allah bagi diri kita sendiri, dengan memiliki apa yang kita inginkan dan melakukan apa yang kita dambakan, melainkan dengan membuat Dia yang sudah menciptakan kita menjadi Allah bagi kita. Para filsuf yang mempelajari akhlak manusia banyak berdebat tentang kebahagiaan manusia, atau kebaikan yang utama. Berbagai macam pendapat mereka kemukakan tentangnya. Tetapi Salomo, dalam kitab ini, menentukan jawabannya, dan meyakinkan kita bahwa takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya adalah apa yang menjadikan manusia itu seutuhnya. Ia sudah mencoba kepuasan apa yang bisa didapat dalam kekayaan dunia dan kenikmatan-kenikmatan inderawi, dan pada akhirnya menyatakan bahwa semuanya sia-sia dan usaha menjaring angin. Namun, banyak orang tidak mau mendengarkan perkataannya, tetapi justru ingin membuat percobaan berbahaya yang sama, dan terbukti akibatnya mematikan bagi mereka. Salomo,
- 1. Menunjukkan kesia-siaan dari perkara-perkara yang pada umumnya dicari orang untuk memperoleh kebahagiaan, seperti ilmu pengetahuan, kenikmatan inderawi, kehormatan dan kekuasaan, kekayaan dan harta benda yang banyak. Dan kemudian,
- 2. Ia menetapkan obat penawar terhadap usaha menjaring angin yang menyertai perkara-perkara itu. Meskipun kita tidak bisa meniadakan kesia-siaan dari perkara-perkara itu, namun kita dapat mencegah kesusahan yang bisa ditimpakannya kepada kita, dengan tidak melekatkan hati kita kepadanya, dan menikmatinya dengan nyaman, tetapi dengan tidak berharap secara berlebihan terhadap semuanya itu, dan menerima saja tanpa membantah kehendak Allah menyangkut diri kita dalam setiap peristiwa. Terutama, dengan mengingat Allah pada masa muda kita, dan senantiasa takut akan Dia dan melayani-Nya sepanjang hidup kita, dengan mata yang tertuju pada penghakiman yang akan datang.
Jerusalem: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani &q...
KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani "Qohelet" (yang diterjemahkan sebagai: Pengkhotbah), bdk Peng 1:2 dan 12; 7:27; 12:8-10, bukanlah nama diri, tetapi sebuah kata benda yang kadang-kadang memakai kata sandang. Bentuk kata Ibrani memberi kesan seolah-olah mengenai wanita, tetapi ternyata tidak demikian halnya keterangan yang agaknya paling tepat, maka nama itu adalah nama jabatan. Ini menunjuk seseorang yang berbicara di muka jemaat (Ibraninya: Yunaninya: ekklesia). Karena itu sejak Luter, kata "qohelet" itu biasanya diterjemahkan dengan: Pengkhotbah. Pengkhotbah itu dikatakan "anak Daud, raja di Yerusalem", bdk Ams 1:12. Meskipun namanya tidak di sebut, namun "anak Daud" itu pasti disamakan dengan raja Salomo. Kitab Pengkhotbah sendiri jelas menyarankannya, Ams 1:16 (bdk 1Raj 3:12; 4:29-30; 10:7), Ams 2:7-9(bdk 1Raj 3:13, 10:23). Tetapi tidak dapat disangkal juga bahwa hanya sebagai suatu sarana kesusasteraan belaka bahwa Salomo dikemukakan sebagai pengarang kitab ini. Penulis yang sebenarnya menggunakan nama orang bijak yang termasyhur di Israel untuk menyajikan buah pikirannya sendiri. Gaya bahasa dan ajaran kitab (yang nanti akan dibicarakan) tidak mengizinkan Pengkhotbah ditanggalkan di masa sebelum pembuangan. Ada semenatara ahli menyangka bahwa Pengkhotbah tidak dikarang oleh seorang penulis saja, bahkan dikatakan bahwa Pengkhotbat adalah buah tangan dua, tiga, empat, malahan delapan orang penulis yang berbeda-beda. Tetapi dewasa in para ahli semakin mencegah diri dari memotong-motong kitab itu dengan cara demikian. Sebab ahli-ahli yang suka memotong-motong itu tidak menghiraukan jenis sastera dan pemikiran Pengkhotbah. Memang pendapat mereka tidak dapat ditertahankan mengingat kesatuan dalam gaya bahasa dan perbendaharaan kata kitab. Hanya jelas bahwa kitab Pengkhotbah diterbitkan oleh seorang murid yang menambah ayat-ayat penutup, Ams 12:9-14.
Sebagaimana halnya dengan kitab-kitab kebijaksanaan lainnya, misalnya kitab Ayub, kitab Bin Sirakh dan khususnya kitab Amsal, yang semuanya merupakan karya serba majemuk, demikianpun halnya dengan Pengkhotbah. Pemikiran hilir mudik, diulang dan dibetulkan. Tidak ada suatu urusan jelas. Hanya ada satu pikiran saja, yang disoroti dari pelbagai segi. Pikiran pokok itu ialah: Sia-sia belaka semua hal yang merepotkan manusia. Pikiran itu terungkap pada awal dan pada akhir kitab, Ams 1:2 dan 12:8. Segala-galanya memperdaya dan mengelabui: ilmu, kekayaan, asmara, bahkan hidup sendiri. Hidup itu hanya serentetan perbuatan sia-sia yang tidak bermakna, Ams 3:1-11; itu berakhir dengan masa tua, Ams 12:1-7, dan kematian yang mendatangi baik orang bijak maupun orang bodoh, yang kaya dan yang miskin, binatang dan manusia, Ams 3:17-20.
Masalah yang menggelisahkan si Pengkhotbah sama dengan yang menyibukkan Ayub, yakni: Apakah yang baik dan yang jahat mendapat balasannya di bumi? Dan sama seperti Ayub, demikianpun si Pengkhotbah menjawab: Tidak. Sebuah pengalaman ternyata tidak sesuai dengan apa yang lazim diajarkan, Ams 7:25-8:14.
Hanya ada perbedaan ini: Si Pengkhotbah adalah seorang yang sehat-walafiat. Maka ia tidak mempersoalkan, seperti Ayub, mengapa orang harus menderita. Si Pengkhotbah hanya mengkonstatir: Kebahagiaan sia-sia belaka, lalu ia menghibur diri dengan menikmati cukup kesenangan yang dapat diperoleh dari kehidupan ini, Ams 3:12-13; 8:15; 9:7-9. Tetapi lebih tepat dikatakan. Si Pengkhotbah berusaha menghibur dirinya, sebab hatinya tetap terus tidak merasa puas. Masalah yang menggelisahkan dia ialah: Apakah ada kehidupan di alam baka? Tetapi si Pengkhotbah tidak menduga pemecahannya, Ams 3:21; 9:10; 12:7. Namun demikian si Pengkhotbah adalah seorang percaya. ia memang dibingungkan oleh jalannya peristiwa dan hal-ihwal kehidupan manusia sebagaimana diatur dan dibimbing oleh Allah. Tetapi ia menegaskan bahwa Allah tidak perlu memberi pertanggungan jawab, Ams 3:11, 14;7:13. Maka manusia harus menerima saja, baik percoabaan maupun sukacita yang diberikan allah, Ams 7:16, dan ia harus dengan takwa menepati perintah-perintah Tuhan dan takut akan Allah, Ams 5:6; 8:12-13.
Jelaskan bahwa ajaran itu sama sekali tidak seimbang. Akan tetapi, dari membagi-bagikan unsur-unsurnya pada pelbagai pengarang, yang bertentangan satu sama lain dan saling mengoreksi, tidaklah lebih tepat mencari dasar ketidak- seimbangan itu dalam pemikiran yang tidak menentu, karena menghadapi masalah yang dahsyat dan tidak tahu pemecahannya? Baik si Pengkhotbah maupun Ayub tidak sanggup memecahkan masalah yang mereka kemukakan. Pemecahannya hanya dapat diberikan oleh keyakinan tentang pembalasan di alam baka (bdk Pengantar umum).
Kitab Pengkhotbah merupakan karya peralihan. Keyakinan kokoh-kuat dari tradisi sudah tergoncang sampai akar-akarnya, tetapi penggantinya belum ada. Ada yang berkata bahwa di masa peralihan itu pemikiran Ibrani terpengaruh dari luar dan khususnya Pengkhotbah terkena pengaruh asing itu. Kerap kali ada ahli yang mendekatkanPengkhitbah pada pemikiran filsafat Stoa, Epikurus atau pengikut- pengikut Antistenes (Sinisi), yang dapat dikenal si Pengkhotbah melalui kebudayaan Yunani di Mesir. tetapi pengaruh Yunani semacam itu tidak dapat diterima. Alam pikiran Pengkhotbah memang terlalu berbeda dengan alam pikiran filsafat Yunani. Ahli-ahli lain berpendapat bahwa ada kesamaan antara Pengkhotbat dengan beberapa karangan yang berasal dari Mesir, misalnya dengan "Dialog seseorang yang putus asa dengan dirinya" atau "Nyanyian-nyanyian Pemetik kecapi", dan khususnya dengan beberapa karangan yang berasal dari kalangan para bijaksana di Mesopotamia dan dengan "Sajak Pahlwan Gilgamesy". Tidak dapat disangkal bahwa ada kesamaan. Tetapi tidak mungkin menunjukkan pengaruh langsung dari karya-karya tersebut. Kesamaannya terletak dalam pokok pemikiran, yang memang sudah lama ada dan menjadi milik bersama seluruh orang bijaksana di dunia Timur. Si Pengkhotbah secara pribadi memikirkan dan merenungkan warisan dari masa yang lampau itu, sebagaimana juga dikatakan oleh penerbit karyanya, Ams 12:9.
Si Pengkhotbah ternyata seorang Yahudi dari Palestina. Ia barangkali bertempat tinggal di Yerusalem. Ia menulis dalam bahasa Ibrani sebagaimana yang dipakai dikemudian hari. Bahasa Ibraninya bercampur dengan unsur-unsur bahasa Aram dan ia menggunakan dua kata dari bahasa Persia. Semuanya itu menyatakan bahwa kitab Pengkhotbah ditulis agak lama sesudah masa pembuangan, tetapi sebelum abad ke-2 sem. Mas. Dalam abad ke-2 itu Pengkhotbah sudah dimanfaatkan oleh Bin Sirakh. Berdasarkan paleografi maka kepingan-kepingan kitab Pengkhotbah yang ditemukan dalam gua-gua di Qumran dapat ditanggalkan di sekitar tahun 150 seb. Mas. Maka sebaik-baiknya dikatakan bahwa Pengkhotbah dikarang selama abad ke-3 seb. Mas. Di mana itu Palestina berada di bawah pemerintahan wangsa Ptolomeus (Mesir) dan terpengaruh oleh aliran humanisme, tetapi belum mengenal semangat kepercayaan dan pengharapan yang menggalakkan bangsa Yahudi di zaman para Makabe.
Kitab Pengkhotbah hanya mencermikan satu tahap saja dari perkembangan agama Israel. Ia tidak boleh dinilai lepas dari apa yang mendahului atau yang menyusul tahap itu. Dengan menekankan bahwa pemikiran-pemikiran dari masa yang lampau tidak mencukupi dan memaksa orang menghadapi masalah-masalah hidup manusia, Pengkhotbah membuka jalan untuk wahyu yang baru dan lebih lengkap. Kitab itu mengajar orang, bahwa tidak boleh terikat pada harta-benda dunia ini. Dengan menyangkal bahwa orang kaya benar-benar bahagia Pengkhotbah menyiapkan dunia untuk mendengarkan "Berbahagialah orang miskin", Luk 6:20.
Ende: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam
Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qo...
PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qohelet". Kata ini ada gandingannja dengan kata Hibrani jang berarti: "himpunan, kumpulan". Pula karena bentuk- katanja jang sulit, maka makna kata "Qohelet"-pun tidak begitu djelas. Kami kira suatu keterangan jang boleh diterima, kalau kata ini mengenai seseorang, kang ada sangkut-pautnja dengan suatu himpunan atau rapat orang2 - boleh djadi sekelompok murid guru ilmu kebidjaksanaan. Himpunan itu diketuai dan dipimpinnja dan kepadanja membentangkan pengadjarannja. Dari itu kata "Pengchotbah" hanjalah suatu usaha untuk mendekati arti kata "Qohelet".
Pengchotbah tadi disebut "Putera Dawud, Radja di Jerusjalem" (1,1). Teranglah kiranja, bahwa jang dimaksudkan ialah Sulaiman, radja Israil jang bidjaksana dan kaja dimasa kegemilangan bangsa Jahudi, sebagaimana radja itu hidup dalam hikajat orang2 Jahudi. Ini sesuai dengan gambaran jang disadjikan dalam pasal kedua kitab ini. Namun demikian, kitab itu sendiri memberikan keterangan2 jang tjukup untuk menarik kesimpulan dengan pasti, bahwa bukan Sulaimanlah pengarangnja. Sungguhpun lama orang menganggap Sulaiman sebagai pengarangnja, namun bolehlah dipastikan, bahwa disini kita bertemu dengan chajalan kesusateraan sadja, sebagaimaan tidak djarang terdapat dalam Kitab Sutji dan lazim didjaman dahulu kala. Orang jang mengenal kelaziman ini, tidak akan teperdaja olehnja.
Selain keterangan jang sedikit sekali dalam kitab itu sendiri, tidak ada petundjuk2 lainnja guna menentukan lebih landjut, siapa pengarangnja. Sudah tentulah seorang guru kebidjaksanaan. Bahasa kitab, jang menundjukkan adanja pengaruh bahasa2 asing serta perkembangan kemudian bahasa Hibrani sendiri, dan keternagn2 lainnja lagi menundjukkan, bahwa ia hidup didjaman, ketika Juda sudah bukan keradjaan jang berdaulat lagi, tetapi didjadjah orang2 asing; terangnja didjaman Helenistis, ketika kebudajaan dan agama Jahudi sudah terantjam oleh peradaban Junani. Dari kitab ini adalah salah satu dari antara kitab2 terachir Perdjandjian lama dan pengarangnja kiranja hidup semasa Putera Sirah. Si penchotbah kiranja hidup di Palestina sendiri atau tidak begitu djauh daripadanja - boleh djadi Fenesia, negeri dagang jang tersohor didjaman itu.
Guru ilmu kebidjaksanaan ini sangat boleh djadi tidak menjusun dan menerbitkan sendiri kitab ini. Kitab ini agaknja lebih berwudjud suatu kumpulan amsal2nja, jang dibukukan murid2nja selagi sang guru masih hidup atau tidak lama sesudah meninggal (12,9-10). Anehlah, kalau ia mengadjarkan tidak lebih banjak dari apa jang termuat dalam kitab jang agak ketjil ini. Murid2 hanja mengumpulkan dan mentjatat apa jang menurut pendapat mereka sangat penting dan jang sangat djelas menundjukkan pandangan hidup umum sang guru.
Tjara terdjadinja kitab itu dapat menerangkan pula susunan kitab, jang memberikan kesan ruwet. Djalan pikirannja tidak selalu sama djelasnja dan gandingan antara bagian jang satu dengan bagian jang lainpun kadang2 nampaknja tiada. Umpamanja sadja kumpulan pepatah2 bebas dalam pasal2 9,17-12,8 memutuskan djalan pikiran umum. Tetapi tak perlulah kiranja lalu menduga akan adanja beberapa pengarang atau beberapa murid, jang melengkapi kitab dang guru. Selain tjara lazim orang2 Jahudi berpikir dan mengarang, maka tjara terdjadinjapun dapat kita djadikan pegangan. Sudah pastilah kitab ini muat pepatah2, jang dihidangkan si pengchotbah bukannja pada waktu serta kesempatan jang sama. Lebih tepatlah dikatakan, bahwa pepatah2 itu disampaikan disepandjang hidup sang guru.
Oleh karena itu adjaran kitab ini didalam bagian2nja ditangkap dan saringlah orang harus me-ngira2kan sadja maksud amsal2 tersendiri. Namun demikian, pandangan hidup umum jang dinjatakan dalam seluruh kitab ini adalah djelas. Dengan itu diteguhkan pula, bahwa tokoh jang satu dan sama djualah, jang selalu tampil kemuka dan angkat bitjara. Persoalan, jang memusing2kan si Pengchotbat, ada banja persamaannja dengan persoalan kitab Ijob. Kalau Ijob diasjikan karena soal sengsara, jang ia tidak tahu menemukan pemetjahannja jang memuaskan, maka si Pengshotbah disesakkan oleh ke-sia2-an dunia dan terutama oleh persoalan mati, jang nampaknja mengachiri se-gala2-nja. Ia mentjari makna segala sesuatu, jang achirnja tetap lolos djuga dari tangkapannja. Karena mati se-gala2nja dan teristimewanja hidup manusia serta segala djeri-pajah manusia mendjadi sia2 sama sekali dan kehilangan segala artinja. Entah hidup baik entah djahat, entah bidjaksana entah bodoh kesudahannja selalu sama djuga, jakni mati. Walaupun didalam Perdjandjian Lama teranglah terdapat djua pikiran2 lainnja, namun si Pngchotbah belum lagi mempunjai pemandangan akan sesuatu kekekalan, jang dapat mendjawab banjak dan dimana hidup manusia dapat menemukan gandjaran atau hukumannja. Baginja nampaknja se-gala2nja berachir pada saat mati. Orang saleh dan pendosa. Orang kaja dan miskin, radja dan budak, mereka menemui achir jang sama dan oleh karenanja tidak banjak bedanja dengan hewan. Dari itu si Pengchotbah sampailah kekejakinan, bahwa pandangan hidup jang terbaik bagi manusia ialah tidak terlalu memusingkan dirinja dengan persoalan itu, melainkan menikmati nilai2 nisbi kehidupan sedapat mungkin. Tetapi selaku orang berTuhan, ia toh mau menundukkan segala sesuatunja kepada Allah serta perintah2-Nja (12,13). Kesemuanja inisungguhpun bukan pemetjahan jang sempurna lagi memuaskan, tetapi si pengchotbah jang hidup didalam Perndjandjian Lama itu belum mengenal djawaban jang lebih baik atas persoalan itu. Dipandang dari sudutnja dan mengingat pengetahuan jang ada padanja, maka kesimpulannja jang pesimistis tapi berkegamaan itu dapat diterima. Itu hanja pemetjahan atau djawaban sementara, jang tidak menutup pintu bagi sesuatau jang lebih baik dan jang harus menunggu pembentangan penuh Wahju Ilahi.
Dalam pengadjarannja agaknja si Pengchotbah membantah guru2 ilmu kebidjaksanaan lainnja di Israil (7,25-8,14), seperti umpamanja Kitab Amsal. Orang2 itu mengira sudah memetjahkan persoalan tadi seluruhnja: umur pandjang dan berbahagia adalah gandjaran Allah atas kebajukan, sedangkan hidup tjelaka si pendosa mesti segera berachir. Perempuan2 djalang dan ketidaksetiaan akan hukum Allah mendjadi sebab- musebabnja segala kesengsaraan. Tetapi pemetjahan jang terlalu gampang ini tidak dibenarkan si Pengchotbah. bukan hanja karena kenjataannja tidak selalu berlangsung sebagaimana dikirakan oleh guru2 ilmu kebidjaksanaan itu, tetapi terutama djuga karena mati itu bagaimanapun djua kelihatannja menjudahi semuanja setjara sama. Nah, kalau begitu, apa gerangan artinja umur pandjang jang berbahagia atau keadaan tjelaka itu? Orang saleh dan si pendosa sungguh sama adanja dan tiada lagi soal gandjaran atau hukuman. Meskipun si Penchotbah sendiri tidak mengenal pemetjahan jang sebenarnja, namun ia merasa, bahwa pendapat jang lazim itu bukanlah keterangan jang djitu. Dengan kritiknja ia membuka jalan dan memberikan dorongan, untuk mentjari djawaban jang lain dan bilamana itu sudah diberikan, untuk menerimanja. Seorang jang berguru kepada orang bidjak ini akan terbukalah hatinja bagi Wahju seterusnja.
Demikianlah kitab Pengchotbah beserta dengan kitab Ijob menduduki tempat jang penting dalam perkembangan Wahju Ilahi. Djanganlah Ia dipentjilkan, tetapi arti serta peranannja hendaknja dibuat didalam keseluruhan Perdjandjian Lama dan Perdjandjian Baru. Kitab ini merupakan penguntji suatu masa tertentu dalam perkembangan itu, dan karena persoalan jang diutarakannja merupakan djuga permulaan suatu fase baru, jang lebih mendalam dan lebih luas. Sebagai salah satu dari tokoh2 terachir dari Perdjandjian Lama ia dalam hal ini merupakan persiapan terdekat bagi perdjandjian Baru.
Pada achir kitab ini terdapatlah ichtisar kitab ini.
BIS: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan
dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang
PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang penuh pertentangan, ketidakadilan dan hal-hal yang sulit dimengerti. Maka disimpulkannya bahwa "hidup itu sia-sia". Ia tak dapat memahami tindakan Allah dalam menentukan nasib manusia. Tetapi meskipun demikian, dinasihatinya orang-orang untuk bekerja dengan giat, dan untuk sebanyak mungkin dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Allah.
Kebanyakan dari buah pikiran Sang Pemikir itu bernada sumbang, bahkan putus asa. Tetapi kenyataan bahwa buku ini termasuk dalam Alkitab, menunjukkan bahwa iman yang mendasarkan Alkitab cukup luas untuk mempertimbangkan juga keragu-raguan dan keputusasaan semacam itu. Banyak orang yang telah membaca buku ini merasa terhibur, karena mereka seolah-olah melihat sifat-sifat mereka berdiri di dalam buku Pengkhotbah ini. Mereka pun sadar bahwa Alkitab yang mencerminkan pemikiran-pemikiran yang sumbang itu, juga memberi harapan tentang Allah, harapan yang memberi arti kehidupan yang sebenarnya.
Ajaran: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa
hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan rasa penuh tanggung jawab karena akhirnya masing-masing akan diadili oleh Allah.
Pendahuluan
Penulis : Raja Salomo.
Isi Kitab: Kitab Pengkhotbah terbagi atas 12 pasal, dan isi Kitab ini mengajarkan bahwa segala sesuatu dari hidup manusia menjadi sia-sia apabila terpisah dari hubungan dengan Allah.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Pengkhotbah
Pasal 1-2 (Pengkh 1:1-2:26).
Ajaran tentang kehidupan yang terbaik
Bagian ini menjelaskan tentang kesia-siaan hidup dan segala yang terbaik bagi manusia hanya diperoleh apabila berada di dalam Tuhan.
Pasal 3-6 (Pengkh 3:1-6:12).
Ajaran tentang peranan Tuhan dalam hidup manusia
Pasal 3 (Pengkh 3:1-22) menjelaskan bahwa segala sesuatu dalam hidup manusia itu ada waktunya menurut pemberian Tuhan yang tak dapat ditambahkan atau dikurangi oleh manusia. Pasal 3-6; Pengkh 3:16-6:12 mengajar bahwa ketidakadilan yang terjadi di atas dunia akan diadili. Segala usaha manusia berdasarkan kekuatan sendiri adalah sia- sia dan segala kekayaan tidak berguna. Semuanya sia-sia kalau Tuhan tidak memberikan kuasa untuk menikmatinya (pasal Pengkh 6:2).
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 3:1,4-15. Apakah maksud Tuhan dalam segala sesuatu?
- Apakah ajaran tentang takut akan Tuhan? (pasal Pengkh 5:1-5:7). Bagaimana ajaran ini diterapkan dalam hidup saudara?
Pasal 7-12 (Pengkh 7:1-12:14).
Ajaran tentang dasar perbuatan baik
Pasal 7 (Pengkh 7:1-29) menjelaskan tentang hikmat yang memang berguna tetapi sukar didapat. Pasal 8 (Pengkh 8:1-17) memberi nasihat supaya manusia mematuhi perintah raja. Pimpinan Allah tidak dapat dimengerti karena orang saleh sering menderita sedangkan orang fasik bahagia dan keduanya akan mati. Kesimpulan dalam pasal 11 (Pengkh 11:1-10) walaupun nasib manusia tidak dapat diubah, namun dituntut untuk bekerja dengan rajin. Karena hidup manusia adalah sia-sia, maka ia harus hidup dengan iman kepada Allah.
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 8:12-13. Apakah dasar dari kebahagiaan seseorang?
- Apakah nasihat bagi muda-mudi? (pasal Pengkh 11:9-10; 12:1).
- Apakah kesimpulan dari seluruh Kitab ini? (pasal Pengkh 12:13-14).
II. Kesimpulan/penerapan
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa hidup yang tanpa ima kepada Allah, merupakan kehidupan yang sia-sia.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa, memiliki pengetahua tanpa disertai iman kepada Allah adalah kesia-siaan.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa kebahagiaan di dala hidup hanya bisa sempurna kalau disertai dengan ima kepada Allah, Tuhan Yesus.
- Kebahagiaan dan kesusahan yang dialami manusia, mempunya waktu dan perubahannya sendiri.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa di dunia ini keadila yang sejati tidak ada, tetapi oleh sebab itu ketidakadila tersebut akan diadili.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Siapakah penulis Kitab Pengkhotbah?
- Apakah isi Kitab Pengkhotbah?
- Pelajaran rohani apakah yang saudara terima dar mempelajari Kitab Pengkhotbah?
- Apakah kesimpulan Kitab Pengkhotbah?
Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh a
Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?
Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh antara iman dan fatalisme yang terdapat dalam kitab itu. Kadang-kadang penulis seakan-akan pasrah pada semua kegagalan dan kesia-siaan hidup; pada kesempatan lain ia seakan-akan menasihatkan kita untuk menikmati hidup selagi masih bisa dilakukan; dan sementara itu terdapat banyak petunjuk bahwa Allah mengetahui apa yang sedang terjadi dan bahwa kita harus bergantung pada-Nya serta melayani Dia, dan bahwa pada suatu ketika kita harus bertanggung jawab kepada-Nya. Beberapa orang berpendapat bahwa perbedaan pandangan ini merupakan hasil pemikiran dari beberapa penulis, yang masing-masing mencoba untuk saling memperbaiki, dan bukan hanya hasil seorang penulis. Mereka melihat bahwa kitab ini bertentangan dengan isinya sendiri dan dengan banyak ajaran alkitabiah lainnya. Tetapi, kita tidak perlu mengambil kesimpulan seperti itu jika kita mengerti bahwa Pengkhotbah merupakan semacam traktat Perjanjian Lama yang diperuntukkan bagi orang-orang dunia. Para penulis seakan-akan berkata: "Kalau begitu marilah kita melihat bagaimana rasanya hidup tanpa Allah. Apa yang akan Anda peroleh jika hanya hidup untuk hal-hal duniawi? Hidup menjadi sia-sia dan tanpa arti, menjengkelkan dan penuh dengan penderitaan. Tetapi, Allah bisa mengubah semua itu!
SIAPA PENULIS PENGKHOTBAH DAN KAPAN DITULIS?
Penulis mengatakan bahwa ia adalah anak Daud (Pengk 1:1) dan raja Yerusalem. Sementara orang berpendapat bahwa ia tentu Salomo, walaupun namanya tidak ditulis dalam kitab itu. Jelas bahwa cara hidup dan perhatiannya terhadap kebijaksanaan tercermin di sini, dan hal ini merupakan kesimpulan yang kita harapkan dari padanya setelah ia menjalani kehidupan panjang yang seringkali bersifat duniawi. Kesulitan dengan pandangan ini ialah bahwa ia berbicara mengenai para penerusnya di Yerusalem (Pengk 2:9), dan yang jelas hanya ada seorang penerus. Hal lain ialah bahwa bahasa yang dipakai untuk menulis kitab ini digunakan jauh sesudah zaman Salomo. Oleh karenanya jika Pengkhotbah merupakan hasil karyanya, maka kemungkinan bahasanya diperbarui. Atau mungkin juga, seperti diperkirakan oleh sementara orang, kitab ini merupakan suatu studi berdasarkan nasihat-nasihat Salomo. Oleh karena hal-hal di atas, maka penentuan tahun penulisan secara tepat menjadi sangat sukar. Jika betul kitab itu tulisan Salomo pada masa-masa akhir hidupnya, maka kemungkinannya ialah bahwa kitab itu ditulis paling awal sekitar tahun 940 SM. Apabila kitab itu hasil karya orang lain, maka kemungkinannya ditulis paling lambat sekitar tahun 200 SM.
SI PENGKHOTBAH
Penulis biasa memanggil dirinya Kohelet, kata yang boleh jadi berarti pengkhotbah, guru, juru debat atau bahkan berarti pemimpin suatu parlemen (Pengk 1:1). Pada waktu membicarakan masalah hidup dan mati, yang ada dalam pikirannya adalah kepentingan orang lain (Pengk 12:9-12). Oleh sebab itu, kita juga dapat mengambil pelajaran dari pengalaman dan nasihatnya pada saat kita membaca kitab ini.
Pesan
1. Hidup tanpa Allah adalah kehidupan yang tak berarti
Jika kita berhenti untuk memperhatikan kehidupan, kelihatannya hidup ini tidak mempunyai tujuan. Segala sesuatu terjadi dan terus terjadi, seakan-akan tanpa tujuan sama sekali. Pengk 1:1-11; 3:15; 6:10,11; 11:8; 12:8. Tak ada satu pun yang kita lakukan dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Semua pemikiran kita sia-sia. Semua kenikmatan tidak membuat kita puas. Semua kekayaan dan sukses sia-sia belaka. Pengk 1:8,12-18; 2:1-11; 4:7,8; 5:10. Lebih dari itu, seakan-akan kehidupan itu tidak adil. Orang-orang baik menderita; orang jahat hidup makmur. Sepertinya tidak ada imbalan atau hukuman atas apa saja yang kita lakukan dan bagaimana pun cara hidup kita. Pengk 4:1-8; 5:13-17; 6:2; 7:15; 8:9,10,14; 9:11,12; 10:5-7. Semua ini membuat manusia menjadi sinis, membenci hidup ini dan malahan menginginkan sebaiknya ia tidak pernah dilahirkan. Pengk 2:17-23; 5:16,17; 6:3,6.
Ini menunjukkan bahwa kita memerlukan Allah dalam hidup kita. Kendati gambaran kehidupan begitu membosankan dan menyedihkan, tetapi di balik itu semua Allah selalu berlaku adil.
o Dia berdaulat. Sangat berlawanan dengan kita, Dia melakukan apa yang diinginkan-Nya dan Dia tahu ke mana tujuan-Nya. Oleh karena itu, kita patut menghormati dan memuja Dia. Pengk 3:14; 7:13,14; 9:1.
o Dia adalah seorang hakim yang mengawasi semua masalah manusia dan pada suatu hari akan memanggil mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Oleh karena kita harus mempertanggungjawabkan segalanya di hadapan-Nya, maka kita harus mengingat hal ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengk 3:15-17; 8:12,13; 12:14.
o Dia adalah pencipta kita yang memberikan kepada kita apa yang kita butuhkan. Kita harus melayani Dia secepat kita dapat dan selagi kita mampu melakukannya. Pengk 11:5; 12:1.
3. Menerima apa yang Allah berikan
Kita harus belajar untuk menerima dan menikmati anugerah Allah yang baik dan terus menjalani hidup ini, walaupun kita kita tidak dapat mengerti maksud-maksud Allah. Ini berarti bahwa kita boleh puas dengan keberadaan kita dan berbahagia dengan cara hidup yang sederhana. Apakah kita kaya atau miskin tidaklah menjadi masalah. Pengk 2:24-26; 3:1-8,12,13,22; 4:6; 5:12; 9:7-10; 11:7-10. Salah satu dari berkat-berkat Allah yang istimewa adalah persekutuan. Bilamana kita dapat berbagi kesukaran hidup dengan orang lain, maka penderitaan itu akan lebih mudah ditanggung. Pengk 4:9-12. Walaupun kita tidak dapat mengerti keseluruhan arti kehidupan kita, cara hidup dengan melulu menggantungkan diri kepada Allah merupakan suatu hikmat yang benar. Pengk 2:12-14; 4:13; 7:11,12,19; 8:1; 9:13-18.
Penerapan
1. Tidak ketinggalan zaman
Sungguh menakjubkan bahwa Kitab Pengkhotbah berisi hal-hal yang dapat diterapkan dalam zaman modern ini. Dewasa ini banyak orang mencoba untuk hidup tanpa Allah, dan merasa bahwa seluruh keberadaan mereka tidak mempunya tujuan. Seperti pada masa Pengkhotbah, mereka mencoba segala macam cara untuk memberi arti kepada kehidupan, tetapi seringkali usaha pencarian mereka berakhir dengan pertanyaan, "Siapakah diriku ini?" "Apa yang saya kerjakan di dunia ini?" "Setelah ini ke mana saya akan pergi?"
2. Terlalu banyak penderitaan
Masalah yang menyangkut hal-hal yang jahat di dunia ini terutama mengenai penderitaan orang tidak berdosa selalu sama. Kehidupan seakan-akan tidak adil, dan hal ini tidak dapat kita mengerti dengan akal dan pikiran kita sendiri.
3. Kita memerlukan Allah
Oleh karena itu, hanya Allahlah yang dapat memuaskan rasa lapar rohani yang telah ditaruh-Nya di dalam hati kita. Ini tidak berarti kita akan mengerti segalanya, tetapi kita percaya kepada-Nya dan kita dapat menikmati segala anugerah-Nya yang baik sementara kita hidup.
4. Penghakiman segera datang
Kita juga perlu ingat bahwa kita hanya hidup sekali saja dan pada suatu ketika Dia akan memanggil kita untuk dihakimi. Oleh karena itu, kita patut mengambil tiap kesempatan yang Allah berikan dalam hidup kita sekarang ini untuk melayani dan hidup bagi-Nya. Hanya dengan cara ini kita dapat memperoleh pengertian yang dalam mengenai arti hidup ini.
Tema-tema Kunci
1. Manusia
Sungguh aneh, bahwa dengan melalui pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan, kita mendapatkan pengertian yang dalam mengenai bagaimana Allah menciptakan kita. Kenyataan bahwa kita memikirkan semua ini, dan bahwa kita perlu mempunyai tujuan hidup, merupakan suatu bukti kebesaran manusia sebagai ciptaan Allah (Pengk 3:10,11). Hal ini juga menunjukkan kepada kita ketidaktahuan manusia yang menyedihkan tentang hal-hal rohani (Pengk 7:23,24; 8:16,17; 11:5,6). Yang lebih buruk lagi ialah bahwa semua ini menunjukkan betapa kita tidak hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah (Pengk 7:20,27-29).
2. Kematian
Kitab Pengkhotbah selalu mengingatkan kita pada fakta yang sering kita lupakan, yaitu bahwa kita semua pada suatu ketika akan mati. Hal ini harus membuat kita lebih peka mengenai bagaimana kita menggunakan segala kesempatan yang ada pada saat ini. Lihat Pengk 2:14-16; 3:18-21; 5:15,16; 6:12; 8:7,8; 9:2-6; 12:1-7.
3. Takut kepada Allah
Seperti sering ditulis dalam Perjanjian Lama, sikap yang benar terhadap Allah digambarkan sebagai takut kepada-Nya, yaitu bahwa kita mengakui Dia sebagai Allah dan hidup sesuai dengan sikap ini. Ini berarti bahwa kita harus menyembah Dia dan berusaha menyenangkan Allah dalam segala hal yang kita lakukan. Sikap ini juga menyangkut pengertian bahwa Dia melihat segala yang kita lakukan dan bahwa pada suatu ketika kita harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan-Nya. Lihat Pengk 5:1-7; 7:18,26; 8:2,12, 13; 12:1,13.
4. Hikmat
Pengkhotbah adalah salah satu kitab yang membicarakan mengenai hikmat. Hikmat ini sebenarnya milik Allah sendiri, tetapi Dia memberikannya kepada manusia, laki-laki dan perempuan (Pengk 2:26). Agar kita tidak menganggap hal ini sebagai suatu hal yang sukar dimengerti, kita diberi contoh-contoh mengenai apa yang dimaksudkan dengan hikmat praktis itu (Pengk 8:2-6; 10:1-11:6). Sebenarnya, peringatan si Pengkhotbah yang terakhir ialah bahwa kehidupan itu bukan untuk diketahui, tetapi untuk dijalani (Pengk 12:12-14).
Garis Besar Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) [1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11Segala sesuatu sia-sia
Pengk 1:12-18Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong
Pengk 2:1-11Kenikmatan
[1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11 | Segala sesuatu sia-sia |
Pengk 1:12-18 | Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong |
Pengk 2:1-11 | Kenikmatan tidak membawa hasil |
Pengk 2:12-16 | Setiap orang harus mati |
Pengk 2:17-23 | Keberhasilan tidak berarti apa-apa |
Pengk 2:24-26 | Hanya Allah yang dapat memberi kepuasan |
[2] BAGAIMANA ALLAH MENGATUR SEMUANYA Pengk 3:1-22
Pengk 3:1-8 | Segala sesuatu ada waktunya |
Pengk 3:9-15 | Manusia pada tempatnya |
Pengk 3:16-22 | Allah yang menentukan |
[3] KEMISKINAN, KEKAYAAN DAN ALLAH Pengk 4:1-6:6
Pengk 4:1-8 | Manusia ditakdirkan untuk bersusah payah |
Pengk 4:9-12 | Ada penghiburan dalam persekutuan |
Pengk 4:13-16 | Kesia-siaan kuasa |
Pengk 5:1-7 | Pandanglah Allah selalu |
Pengk 5:8-6:6 | Bagaimana menangani harta kekayaan |
[4] AMBILLAH MANFAAT YANG TERBAIK Pengk 6:7-7:29
Pengk 6:7-12 | Apa gunanya? |
Pengk 7:1-22 | Nasihat berhikmat |
Pengk 7:23-29 | Hikmat dan penyelewengan manusia |
[5] BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP MANUSIA DAN TUHAN Pengk 8:1-7
Pengk 8:1-8 | Patuh kepada perintah raja |
Pengk 8:9-15 | Hidup berhikmatlah yang terbaik |
Pengk 8:16, 17 | Tetapi banyak sekali yang tidak dipahami |
[6] HIDUP DAN BAGAIMANA MENJALANI KEHIDUPAN Pengk 9:1-12:14
Pengk 9:1-18 | Kehidupan itu singkat |
Pengk 9:11-18 | Kehidupan seakan-akan tidak adil |
Pengk 10:1-11:8 | Nasihat hikmat selanjutnya |
Pengk 11:9-12:8 | Layanilah Allah selagi engkau mampu melakukannya |
Pengk 12:9-14 | Kesimpulan |
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi