Teks -- Pengkhotbah 7:5 (TB)
Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Full Life -> Pkh 7:2-6
Full Life: Pkh 7:2-6 - BERSEDIH LEBIH BAIK DARI PADA TERTAWA.
Nas : Pengkh 7:2-6
Salomo membandingkan dampak-dampak serius dari kesusahan dan
dukacita yang disebabkan oleh teguran bijaksana dengan tawa yang bo...
Nas : Pengkh 7:2-6
Salomo membandingkan dampak-dampak serius dari kesusahan dan dukacita yang disebabkan oleh teguran bijaksana dengan tawa yang bodoh dan gurauan sembrono orang bebal. Orang yang ditegur mungkin merasa sedih, tetapi kesedihan semacam itu sering kali mengakibatkan pertobatan mereka. Karena mereka kini diperhadapkan dengan masalah kehidupan yang sesungguhnya, kesedihan seperti ini lebih baik daripada tertawa dan "bersenang-senang".
Jerusalem: Pkh 7:1-7 - -- Ayat-ayat ini berperan sebagai semacam kata pendahuluan untuk bagian kedua kitab Pengkhotbah, sama seperti Pengk 1:2-11 berperan sebagai kata pendahul...
Ayat-ayat ini berperan sebagai semacam kata pendahuluan untuk bagian kedua kitab Pengkhotbah, sama seperti Pengk 1:2-11 berperan sebagai kata pendahuluan bagian pertama. Pengk 1:2-11 berbicara tentang rasa bosan dan jemu: Pengk 7:1-7 berkata mengenai "tertawa". Tetapi nadanya juga muram dan pesimis.
Mungkin dimaksudkan: puji-pujian.
Ende -> Pkh 7:1-7
Ende: Pkh 7:1-7 - -- Pepatah2 kebidjaksanaan jang biasa. Adjarannja bertentangan dengan anggapan si
Pengchotbah, jang mengadjak orang, agar se-dapat2nja menikmati hidupnja...
Pepatah2 kebidjaksanaan jang biasa. Adjarannja bertentangan dengan anggapan si Pengchotbah, jang mengadjak orang, agar se-dapat2nja menikmati hidupnja. Sebab itu adjaran tadi disebutnja: "kesia-siaan" (Pengk 7:6c).
Ref. Silang FULL -> Pkh 7:5
Ref. Silang FULL: Pkh 7:5 - Mendengar hardikan · Mendengar hardikan: Ams 13:18; Ams 13:18; Ams 15:31-32
· Mendengar hardikan: Ams 13:18; [Lihat FULL. Ams 13:18]; Ams 15:31-32
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry -> Pkh 7:1-6
Matthew Henry: Pkh 7:1-6 - Berharganya Nama Baik
Salomo sudah memberikan banyak bukti dan contoh tentang kesia-siaan dunia ini dan perkara-perkaranya. Sekarang, dalam pasal ini,
I. I...
- Salomo sudah memberikan banyak bukti dan contoh tentang kesia-siaan dunia ini dan perkara-perkaranya. Sekarang, dalam pasal ini,
- I. Ia menganjurkan kepada kita beberapa sarana yang baik yang tepat digunakan untuk mengimbangi kesusahan-kesusahan ini dan untuk mempersenjatai diri kita melawan kejahatan yang mengancam kita karenanya, supaya kita dapat menjadikan yang terbaik dari apa yang buruk, seperti
- 1. Kepedulian terhadap nama baik kita (ay. 1).
- 2. Kesungguhan (ay. 2-6).
- 3. Ketenangan jiwa (ay. 7-10).
- 4. Kebijaksanaan dalam mengatur semua urusan kita (ay. 11-12).
- 5. Berserah kepada kehendak Allah dalam segala peristiwa, sambil menyesuaikan diri dengan setiap keadaan (ay. 13-15).
- 6. Menghindari segala sesuatu di luar batas yang membahayakan, dengan kesadaran hati nurani (ay. 16-18).
- 7. Kelemahlembutan terhadap orang-orang yang sudah menjahati kita (ay. 19-22). Singkatnya, cara terbaik untuk menyelamatkan diri kita dari kesusahan yang ditimbulkan oleh kesia-siaan dunia kepada kita adalah dengan menjaga perangai kita dan mengendalikan hawa nafsu kita secara ketat.
- II. Salomo meratapi pelanggarannya sendiri, sebagai sesuatu yang lebih menyusahkan daripada semua kesia-siaan ini, rahasia kedurhakaan itu, yaitu memiliki banyak istri, yang karenanya ia dijauhkan dari Allah dan kewajibannya (ay. 23-29).
Berharganya Nama Baik (7:1-6)
- Dalam ayat-ayat ini Salomo menetapkan beberapa kebenaran agung yang tampak berlawan dengan kebenaran pada umumnya bagi sebagian umat manusia yang tidak punya pikiran panjang, yaitu bagian terbesar dari mereka. Yaitu,
- I. Bahwa kehormatan kebajikan benar-benar lebih berharga dan diinginkan daripada semua kekayaan dan kesenangan di dunia ini (ay. 1): Nama yang harum lebih utama dari pada minyak yang mahal (demikian ayat itu bisa dibaca). Nama yang harum lebih baik dari minyak yang mahal, dan akan lebih dipilih oleh semua orang yang bijak. Minyak yang mahal di sini dipahami sebagai semua keuntungan di bumi (yang di antara hasil-hasilnya minyak dianggap sebagai salah satu yang paling berharga), sebagai semua kesenangan inderawi (sebab minyak dan wangi-wangianlah yang menyukakan hati, dan itu disebut minyak sebagai tanda kesukaan). Bahkan, minyak yang mahal itu dipahami sebagai gelar-gelar kehormatan tertinggi yang dengannya martabat manusia dijun-jung, sebab raja-raja diurapi dengan minyak. Nama yang harum lebih baik dari pada semua kekayaan (Ams. 22:1), yaitu, nama baik oleh karena kebijaksanaan dan kebaikan bagi orang-orang yang bijak dan baik, kenangan kepada orang benar. Ini adalah kebaikan yang akan memberikan kesenangan dan ungkapan syukur lebih besar kepada pikiran. Kebaikan yang akan memberi orang kesempatan lebih besar untuk berguna, kebaikan yang akan menggapai lebih jauh, dan tahan lebih lama, daripada botol minyak yang paling mahal. Sebab Kristus membayar minyak Maria dengan nama yang harum, sebuah nama dalam kitab-kitab Injil (Mat. 26:13), dan kita yakin bahwa Ia selalu membayar dengan memberi keuntungan.
- II. Bahwa, dengan menimbang segala sesuatunya, perginya kita dari dunia merupakan kebaikan yang besar bagi kita daripada datangnya kita ke dalam dunia: Hari kematian lebih baik daripada hari kelahiran. Meskipun, bagi sebagian orang, ada sukacita ketika seorang anak dilahirkan ke dunia, dan pada saat kematian ada ratapan, namun, bagi kita sendiri, jika kita hidup sedemikian rupa hingga pantas mendapat nama yang harum, maka hari kematian kita adalah lebih baik dari pada hari kelahiran kita. Hari kematian kita akan mengakhiri semua kekhawatiran kita, kerja keras kita, dan dukacita kita, dan memindahkan kita ke tempat peristirahatan, sukacita, dan kepuasan kekal, sedangkan hari kelahiran kita menghantar kita ke dalam dunia yang begitu penuh dosa dan permasalahan, kesia-siaan dan usaha menjaring angin. Kita dilahirkan ke dalam ketidakpastian, tetapi orang baik tidak akan mati dalam ketidakpastian. Hari kelahiran kita menyumbat jiwa kita dengan beban daging, tetapi hari kematian kita akan membebaskannya dari beban itu.
- III. Bahwa akan lebih bermanfaat bagi kita untuk pergi ke pemakaman daripada pergi ke perayaan (ay. 2): Lebih baik pergi ke rumah duka, dan di sana menangis dengan orang yang menangis, dari pada pergi ke rumah pesta, ke pernikahan, atau ke perayaan keagamaan semalam suntuk, dan di sana bersukacita dengan orang yang bersukacita. Itu akan lebih bermanfaat bagi kita, dan akan menimbulkan kesan-kesan yang lebih baik pada diri kita. Kita boleh saja pergi ke pemakaman atau ke perayaan, kalau memang ada keperluan untuk itu. Juruselamat kita pergi ke pesta pernikahan teman-Nya di Kana, dan juga menangis di makam teman-Nya di Betania. Dan mungkin saja kita dapat memuliakan Allah, berbuat baik, dan mendapat kebaikan di rumah pesta. Akan tetapi, mengingat betapa kita cenderung berlagak hebat dan suka membual, sombong dan merasa aman, dan memanjakan daging, maka lebih baik bagi kita untuk pergi ke rumah duka. Bukan untuk melihat megahnya pemakaman, melainkan untuk berbagi dalam kedukaannya, dan untuk mendapat pelajaran-pelajaran yang baik, baik dari orang yang mati, yang sedang pergi dari sini ke rumah abadinya, maupun dari para pelayat, yang berkeliling di jalan-jalan.
- 1. Manfaat-manfaat yang akan didapat dari rumah duka adalah,
- (1) Melalui keterangan yang diperoleh: Karena di rumah dukalah kesudahan manusia. Itu adalah kesudahan setiap manusia dalam kaitannya dengan dunia ini, titik akhir bagi keberadaannya di sini. Ia tidak akan kembali lagi ke rumahnya. Itu adalah kesudahan setiap manusia. Semua orang telah berdosa dan karena itu maut telah menjalar kepada semua orang. Kita harus ditinggalkan seperti itu oleh teman-teman kita, seperti orang-orang yang berkabung, dan harus pergi seperti itu, seperti orang yang meninggal. Apa yang menjadi bagian orang lain akan menjadi bagian kita. Cawan itu sedang bergulir dan berpindah tangan, dan akan tiba giliran kita untuk meminumnya sebentar lagi.
- (2) Melalui peringatan: Hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Maukah mereka memperhatikannya? Baguslah kalau mereka mau. Orang-orang yang hidup secara rohani akan memperhatikannya, dan, berkenaan dengan semua orang yang ditinggalkan, orang akan berpikir bahwa mereka juga harus memperhatikannya. Salah mereka sendiri jika mereka tidak memperhatikannya, sebab tidak ada cara yang lebih mudah dan alami untuk diingatkan akan kematian kita sendiri selain melalui kematian orang lain. Sebagian orang yang tidak mau memperhatikan khotbah yang baik, mungkin saja akan memperhatikannya, dan memperhatikan kesudahan mereka.
- 2. Sebagai bukti lebih jauh akan hal ini (ay. 4), Salomo berpendapat bahwa sudah menjadi tabiat,
- (1) Orang berhikmat bahwa hatinya senang berada di rumah duka. Ia sangat mengenal masalah-masalah kedukaan, dan ini merupakan bukti maupun hasil dari hikmatnya. Rumah duka adalah sekolah orang bijak, di mana ia sudah mempelajari banyak pelajaran yang baik, dan di sana ia menjadi sangat bersungguh-sungguh, seperti menemukan apa yang menjadi keinginan hatinya. Ketika ia berada di rumah duka, hatinya ada di sana untuk memanfaatkan dengan baik tontonan-tontonan kefanaan yang disajikan kepadanya. Bahkan, ketika ia sedang berada di rumah pesta pun, hatinya berada di rumah duka, dengan menunjukkan bela rasanya dengan orang-orang yang sedang berduka.
- (2) Adalah tabiat orang bodoh bahwa hatinya berada di rumah tempat bersukaria. Segenap hatinya terpatri padanya untuk bergembira dan bersukaria. Yang semata-mata menjadi kesenangannya adalah permainan dan keceriaan, cerita-cerita riang, lagu-lagu riang, dan kawanan yang riang, siang hari yang riang dan malam hari yang riang. Jika pada suatu waktu ia berada di rumah duka, ia sedang berada di bawah kekangan, karena hatinya pada saat yang sama berada di rumah tempat bersukaria. Inilah kebodohannya, dan itu membantu menjadikannya semakin hari semakin bodoh.
- IV. Bahwa kekhidmatan dan kesungguhan adalah hal yang lebih patut bagi kita, dan lebih baik untuk kita, daripada kegembiraan dan keriangan (ay. 3). Pepatah umum berkata, "Satu ons kegembiraan sama nilainya dengan satu kilo kesedihan." Tetapi sang pengkhotbah mengajarkan kepada kita pelajaran yang sebaliknya: Bersedih lebih baik dari pada tertawa, lebih sesuai dengan keadaan kita sekarang, di mana kita sendiri setiap hari sedikit banyak berbuat dosa dan menderita, dan setiap hari melihat dosa-dosa dan penderitaan-penderitaan orang lain. Selama kita berada di lembah air mata, kita harus menyesuaikan diri dengan cuacanya. Itu juga lebih menguntungkan kita. Karena oleh muka yang tampak muram, sering kali hati dibuat lega. Perhatikanlah,
- 1. Apa yang paling baik bagi kita adalah yang paling baik bagi jiwa kita, yang olehnya hati menjadi lega, meskipun itu tidak menyenangkan bagi indra jasmani.
- 2. Kesedihan sering kali merupakan sarana yang membahagiakan yang dapat membuat kita bersungguh-sungguh, dan penderitaan yang merusak kesehatan, harta benda, dan keluarga, bisa jadi memperbaiki pikiran, dan menimbulkan kesan-kesan yang demikian rupa padanya hingga mengubah perangainya secara jauh lebih baik. Penderitaan itu bisa membuat pikiran merendah dan lemah lembut, lepas dari dunia, bertobat dari dosa, dan menjalankan kewajiban dengan hati-hati. Vexatio dat intellectum – Kesusahan menajamkan akal budi . Periissem nisi periissem – Aku pasti sudah binasa seandainya aku tidak dibuat sengsara. Maka dari itu, sebaliknya, oleh wajah yang gembira dan bersukaria, hati dibuat menjadi lebih buruk, lebih angkuh, bersifat kedagingan, penuh nafsu, dan merasa aman, lebih cinta kepada dunia dan lebih terasing dari Allah dan hal-hal rohani (Ayb. 21:12, 14). Sampai ia benar-benar menjadi tidak peduli terhadap hancurnya keturunan Yusuf, seperti orang-orang dalam Amos 4:5-6, dan raja serta Haman dalam Ester 3:15.
- V. Bahwa jauh lebih baik bagi kita jika kebobrokan-kebobrokan kita dipermalukan oleh hardikan orang berhikmat daripada dipuaskan oleh nyanyian orang bodoh (ay. 5). Banyak orang sangat senang mendengar keterangan dari orang bijak, dan jauh lebih senang lagi mendapat pujian dan penghiburan dari mereka, namun tidak peduli untuk mendengar hardikan mereka, yaitu, tidak peduli untuk diberi tahu tentang kesalahan-kesalahan mereka, meskipun itu dilakukan dengan begitu bijak. Tetapi dalam hal ini mereka tidak menjadi teman bagi diri mereka sendiri, sebab teguran yang mendidik itu jalan kehidupan (Ams. 6:23), dan, meskipun teguran itu tidak begitu menyenangkan seperti nyanyian orang bodoh, namun teguran itu lebih menyehatkan. Mendengar, bukan hanya dengan sabar, melainkan juga dengan senang hati, hardikan orang berhikmat, adalah tanda dan sarana hikmat. Tetapi menyukai nyanyian orang bodoh adalah tanda bahwa pikiran itu berlaku sia-sia dan merupakan cara untuk membuatnya lebih sia-sia lagi. Dan sungguh tidak masuk akal bahwa orang begitu menyukai kesenangan yang hanya sementara seperti tertawa orang bodoh, yang pantas bila dibandingkan dengan bunyi duri terbakar di bawah kuali. Bunyi itu membuat suara ribut yang keras dan kobaran api yang besar, selama sebentar saja, tetapi segera lenyap, menyebarkan abu-abunya, dan tidak memberikan apa-apa untuk menghasilkan panas yang bisa membuat air mendidih, sebab untuk mendidih, dibutuhkan api yang terus-menerus! Tertawa orang bodoh itu berisik dan menarik perhatian orang, dan bukan contoh dari sukacita yang sejati. Ini pun sia-sia. Tawa itu menipu orang hingga membuat mereka hancur, sebab kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan. Juruselamat kita yang terpuji telah membacakan hukuman kita kepada kita: Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis (Luk. 6:21, 25).
SH: Pkh 7:1-22 - Nilai tambah kehidupan (Minggu, 14 Juni 1998) Nilai tambah kehidupan
Hal-hal yang mengandung nilai tambah perlu dikenali dan diminati sungguh oleh tiap orang yang menginginkan hidup yang berarti....
Nilai tambah kehidupan
Hal-hal yang mengandung nilai tambah perlu dikenali dan diminati sungguh oleh tiap orang yang menginginkan hidup yang berarti. Ada beberapa hal yang Pengkhotbah ingatkan di sini. Pertama keharuman nama akan lebih semerbak menyebar lebih luas daripada keharuman parfum yang mahal. Tentu saja nama harum adalah akibat dari faktor-faktor lainnya yaitu sifat dan perbuatan terpuji. Hidup terpuji itu terkait dengan hal-hal seperti: hidup hati-hati karena sadar bahwa suatu saat kita akan mati (ayat 2-4), terbuka pada hardikan orang berhikmat (ayat 5), tekun sampai ke akhir (ayat 8), panjang sabar (ayat 8b-9), tidak hidup dalam nostalgia (ayat 10), mengakui kedaulatan Allah dalam karya-karya-Nya (ayat 13).
Hikmat manusia terbatas. Hikmat penting dalam hidup sehari-hari kita. Adalah wajar bila orang ingin memilikinya. Bila Anda ingin berhikmat, Anda perlu memperhatikan beberapa pertimbangan Pengkhotbah di sini. Panjang sabarlah, dengan demikian Anda tidak akan bertindak mengikuti emosi, nafsu atau keadaan. Jangan mengidealkan masa lampau sebab dengan demikian Anda tidak hidup maju ke masa depan untuk maju. Namun jangan juga terlalu bergantung kepada hikmat manusia sebab sifatnya terbatas dan relatif seperti uang. Orang bodoh tanpa hikmat bisa kaya, sebaliknya orang berhikmat bisa juga miskin.
Jangan ekstrim. Jangan terlalu saleh jangan terlalu jahat. Itu kesimpulan dalam ayat 15-22. Apakah firman Tuhan ini menganjurkan orang untuk hidup biasa-biasa atau asal-asal saja dalam kesalehan? Nasihat ini perlu kita tempatkan dalam konteksnya. Pengkhotbah sedang mengadakan pengamatan dari peristiwa yang dilihatnya terjadi sehari-hari. Kenyataan mengatakan bahwa ada yang mati karena kejahatannya ada pula yang mati karena kebaikannya. Karena tak ada satu orang pun yang bisa baik sempurna, maka paling tepat adalah pas-pasan saja. Ingat itu adalah hasil pengamatan dari peristiwa sehari-hari. Tetapi bukankah kita dipanggil untuk saleh dan berhikmat apa pun resiko nyata yang harus kita hadapi?
SH: Pkh 7:1-22 - Hikmat yang benar (Selasa, 5 Oktober 2004) Hikmat yang benar
Abraham Lincoln harus melewati banyak kegagalan dan penderitaan
sebelum akhirnya ia terpilih menjadi presiden Amerika Serikat
...
Hikmat yang benar
Abraham Lincoln harus melewati banyak kegagalan dan penderitaan sebelum akhirnya ia terpilih menjadi presiden Amerika Serikat ke-16. Bahkan ketika ia menjadi presiden, Amerika terancam perpecahan nasional dan berakhir dengan perang saudara. Meski demikian, di bawah pemerintahan Abraham Lincoln, Amerika berhasil disatukan kembali dan kini ia pun dikenang sebagai salah satu presiden Amerika terbaik.
Hikmat yang benar tidak tumbuh begitu saja dari pengetahuan manusia ataupun dari pembelajaran ilmu pengetahuan. Melainkan, hikmat yang benar muncul dari pengenalan secara pribadi manusia dengan Tuhan. Dalam kitab Pengkhotbah siapa saja yang memiliki hikmat yang benar ini diibaratkan seperti memperoleh harta warisan yang akan menjamin masa depannya (ayat 11). Manfaat hikmat yang benar menurut nas ini adalah: memampukan kita untuk mengerti persoalan kehidupan (ayat 10,12b), dan memberikan kita kesanggupan bagaikan kekuatan sepuluh penguasa kota (ayat 19). Meskipun demikian kita perlu belajar membedakan antara hikmat yang benar dan hikmat yang salah. Hikmat yang salah menyebabkan pemiliknya bersandiwara dalam kekehidupannya sehari-hari dan bertindak berlebihan dalam menangani suatu persoalan seolah-olah ia adalah seorang yang bijaksana. Akan tetapi segala perbuatannya itu justru menghasilkan kemalangan baginya dan bagi orang lain (ayat 15-17).
Pemimpin bangsa, tokoh agama, bahkan kita semua memerlukan hikmat yang benar. Seorang pemimpin memerlukannya untuk mengambil berbagai keputusan yang berpengaruh pada negara yang dipimpinnya. Sedangkan bagi tokoh agama hikmat ini dibutuhkan untuk menerangkan firman Tuhan bagi umat. Sebab, penafsiran firman Tuhan yang keliru mengakibatkan kehancuran terhadap pengikutnya dan mengganggu kerukunan umat beragama di Indonesia. Sementara itu, bagi kita hikmat yang benar diperlukan agar kita dapat mengerti kehendak Tuhan bagi hidup ini.
Renungkan: Hidup tanpa hikmat yang benar menyebabkan kerugian yang tak perlu.
SH: Pkh 7:1--8:1 - Hiduplah Bersandar kepada Tuhan (Sabtu, 3 Desember 2016) Hiduplah Bersandar kepada Tuhan
Jika kita adalah orang yang serius menjalani panggilan hidup sebagai orang Kristen, mungkin kita pernah mendengar nas...
Hiduplah Bersandar kepada Tuhan
Jika kita adalah orang yang serius menjalani panggilan hidup sebagai orang Kristen, mungkin kita pernah mendengar nasihat orang lain, "Beragama itu baik, tetapi jangan berlebihan." Bagi sebagian orang, keseriusan menjalani hidup menurut kehendak Tuhan dianggap tindakan yang berlebihan. Hal ini juga disinggung oleh Pengkhotbah, "Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?" (16).
Pengkhotbah tidak mengajarkan kita menjalankan kehidupan rohani yang sedikit saleh, tetapi juga tidak berlaku jahat. Suam-suam kuku adalah kehidupan rohani yang dibenci oleh Allah (Why. 3:15). Pengkhotbah mengerti bahwa "di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tidak pernah berbuat dosa!" (20). Ini berarti tidak mungkin ada orang yang hidupnya saleh. Apa yang dimaksudkan oleh Pengkhotbah?
Pengkhotbah melihat kenyataan bahwa ada orang saleh yang hidupnya menderita, sedangkan orang fasik malahan mujur dalam kejahatannya (15). Ada dua kemungkinan yang terpikirkan oleh Pengkhotbah, antara lain: Pertama, ada orang yang berpikir karena kurang saleh maka hidupnya belum diberkati. Karena itu, ia berusaha keras hidup lebih saleh dengan harapan agar dirinya terhindar dari penderitaan. Kedua, ada pula orang yang berasumsi bahwa hidup saleh tiada gunanya. Lalu, ia hidup dalam kefasikan.
Bagi Pengkhotbah, kedua pemikiran di atas salah. Sebab, kesalehan hidup bukan solusi kehidupan. Kita tidak dapat mengatur masa depan, bahkan tidak dapat menyelami pekerjaan Allah (3:1-11). Karena itu, kita harus percaya kepada Tuhan, bukan kepada kesalehan diri. Jika hidup penuh kefasikan, maka perbuatan jahat akan berbalik menekan (8:6) dan kita lebih cepat menemukan kebinasaan (17).
Tuhan menghendaki kita hidup saleh dalam kehendak-Nya. Sebab, hidup ada di tangan Tuhan. Karena itu, percaya dan hiduplah bersandar kepada Tuhan, dan bukan pada kesalehan diri yang tidak sempurna. [IT]
Baca Gali Alkitab 5
Menurut Pengkhotbah, menimbun kekayaan hanya membawa kesia-siaan dan petaka. Yang ditekankan di sini bukan pada kekayaan, tetapi pada hasrat serakah manusia yang mencari kekayaan untuk kenyamanan hidup. Manusia lupa bahwa hidup ini singkat dan tidak abadi. Ketika manusia wafat, ia tidak dapat membawa kekayaannya.
Apa saja yang Anda baca?
1. Apa yang dikatakan Pengkhotbah tentang kekayaan dan apa dampaknya (7-11)?
2. Kemalangan apa yang menimpa orang yang menimbun kekayaan (12-16)?
3. Apa yang dikaruniakan Allah atas jerih lelah manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (17)?
4. Mengapa kekayaan disebut karunia Allah dan apa yang terjadi kepada orang-orang yang mencari kekayaan (5:18-6:2)?
5. Mengapa anak yang gugur dikatakan lebih berbahagia daripada orang kaya (3-5)?
6. Di manakah akhir hidup manusia dan faktor apa yang menjadi jerat bagi setiap orang (6-12)?
Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda?
1. Apa tujuan utama manusia hidup di dunia?
2. Apakah kekayaan itu baik atau buruk dan apa alasannya?
Apa respons Anda?
1. Saat Anda mencapai kesuksesan materi, bagaimana caranya Anda mensyukurinya?
2. Jika Anda memiliki hidup yang singkat, tekad seperti apakah yang Anda pilih untuk dilakukan?
Pokok Doa:
Umat Tuhan seharusnya bersyukur memiliki Allah yang kekal dan perkasa dalam setiap tindakan-Nya.
SH: Pkh 7:1-22 - Warisan Nama Baik dan Hikmat (Selasa, 30 Juni 2020) Warisan Nama Baik dan Hikmat
Pepatah "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang" berarti orang meninggal selalu meninggalkan h...
Warisan Nama Baik dan Hikmat
Pepatah "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang" berarti orang meninggal selalu meninggalkan hal-hal yang baik maupun buruk yang selalu diingat orang. Sayangnya, orang-orang lebih banyak meninggalkan hal-hal yang buruk. Demi mendapatkan harta dan kekuasaan, mereka rela melakukan segala cara.
Pengkhotbah mengingatkan bahwa nama yang harum lebih baik daripada minyak yang mahal (1). Minyak merupakan komoditas yang sangat mahal pada zaman kuno, tetapi bagi Pengkhotbah, nama yang harum lebih baik lagi. Jika kita memiliki nama yang harum, maka pada hari kematian, apa yang kita tinggalkan adalah keharuman yang melebihi minyak mahal.
Berkaitan dengan hal ini, Pengkhotbah mengatakan bahwa pergi ke rumah duka lebih baik daripada pergi ke rumah pesta (2). Karena, di rumah duka kita dapat melihat kesudahan seseorang yang kita kasihi, yang telah menjalankan hidup dengan baik, dan pergi dengan meninggalkan kebaikan. Kedukaan mengingatkan kita akan kefanaan hidup dan mendatangkan hikmat yang benar. Bersenang-senang tanpa mau merenungkan kesedihan akan membuat kita menjadi bodoh dan menghalangi pencarian kita akan hikmat.
Pengkhotbah mengajar kita untuk hidup dengan memikirkan bagaimana kita dapat menyelesaikannya dengan baik. Pada akhirnya, setiap manusia akan mati. Pertanyaannya, warisan seperti apa yang kita tinggalkan? Jangan mencari hikmat di tengah dunia, karena semua orang sesungguhnya hidup dalam dosa dan kejahatan. Carilah hikmat dalam Kerajaan Allah! Berbahagialah jika kita hidup di dalam hikmat Allah karena hidup kita akan terpelihara, dan kita akan menjadi kaya dan kuat.
Manakah yang lebih penting: kenikmatan atau hikmat Allah? Apa yang kita nilai berharga akan mengarahkan cara kita hidup. Kita perlu berhikmat dalam menjalani hidup. Hiduplah dengan meninggalkan nama yang harum dan hikmat yang benar, sebab hal itu memuliakan Allah. Dengan memuliakan Allah dan mengasihi sesama, kita memberi teladan yang baik bagi generasi berikutnya. [INT]
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini ...
Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini di dalam PL Ibrani adalah _qoheleth_ (dari kata Ibr. _qahal_ -- berkumpul); secara harfiah artinya "orang yang mengadakan dan berbicara kepada suatu perkumpulan." Kata ini dipakai 7 kali dalam kitab ini (Pengkh 1:1,2,12; Pengkh 7:27; Pengkh 12:8-10) dan diterjemahkan sebagai "Pengkhotbah". Di dalam Septuaginta padanan katanya ialah _ekklesiastes_ yang menghasilkan judul _Ecclesiastes_ dalam Alkitab Inggris. Karena itu seluruh kitab ini merupakan serangkaian ajaran oleh seorang pengkhotbah yang terkenal.
Pada umumnya dipercayai bahwa penulisnya adalah Salomo, sekalipun namanya tidak muncul di dalam kitab ini, seperti dalam kitab Amsal (mis. Ams 1:1; Ams 10:1; Ams 25:1) dan Kidung Agung (bd. Kid 1:1). Akan tetapi, beberapa bagian mengesankan Salomo selaku penulis.
- (1) Penulis menyebutkan dirinya sebagai anak Daud, raja di Yerusalem (Pengkh 1:1,12).
- (2) Ia menyebut dirinya pemimpin yang paling bijaksana dari umat Allah (Pengkh 1:16) dan penggubah banyak amsal (Pengkh 12:9).
- (3) Kerajaannya dikenal karena kekayaan dan kemuliaan yang berlimpah-limpah (Pengkh 2:4-9).
Semua unsur ini cocok dengan gambaran alkitabiah mengenai Raja Salomo (bd. 1Raj 2:9; 1Raj 3:12; 1Raj 4:29-34; 1Raj 5:12; 1Raj 10:1-8). Lagi pula, kita tahu bahwa Salomo kadang-kadang mengumpulkan sejumlah orang Israel dan berceramah kepada mereka (mis. 1Raj 8:1). Tradisi Yahudi menyebut Salomo sebagai penulis kitab ini. Pada pihak lain, kenyataan bahwa namanya tidak tercantum dalam kitab ini (seperti halnya dalam kedua kitab lainnya) bisa memberi kesan bahwa orang lain terlibat dalam menyusun kitab ini. Sebaiknya kita memandang kitab ini sebagai ditulis oleh Salomo, tetapi mungkin dikumpulkan dan disusun dalam bentuknya yang sekarang oleh seorang lain, serupa dengan cara beberapa bagian kitab Amsal disusun (bd. Ams 25:1).
Secara liturgis kitab ini menjadi salah satu di antara lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu _Hagiographa_ ("Tulisan-Tulisan Kudus"), yang masing-masing dibacakan di hadapan umum pada salah satu hari raya Yahudi. Pengkhotbah dibacakan pada Hari Raya Pondok Daun.
Tujuan
Menurut tradisi Yahudi, Salomo menulis Kidung Agung ketika masih berusia muda, Amsal pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah pada tahun-tahun akhir hidupnya. Pengaruh yang bertumpuk dari kemerosotan rohani, penyembahan berhala, dan hidup memuaskan-dirinya pada akhirnya membuat Salomo kecewa dengan kesenangan dan materialisme sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan. Kitab Pengkhotbah mencatat renungan-renungan sinisnya tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup terlepas dari Allah dan Firman-Nya. Ia telah mengalami kekayaan, kuasa, kehormatan, ketenaran, dan kesenangan sensual -- semua secara melimpah -- namun semua itu akhirnya merupakan kehampaan dan kekecewaannya saja, "Kesia-siaan belaka! Kesia-siaan belaka! ... segala sesuatu adalah sia-sia" (Pengkh 1:2). Tujuan utamanya dalam menulis Pengkhotbah mungkin adalah menyampaikan semua penyesalan dan kesaksiannya kepada orang lain sebelum ia wafat, khususnya kepada kaum muda, supaya mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti dirinya. Ia membuktikan untuk selama-lamanya kesia-siaan melandaskan nilai-nilai kehidupan seorang pada harta benda duniawi dan ambisi pribadi. Sekalipun orang muda harus menikmati masa muda mereka (Pengkh 11:9-10), adalah lebih penting untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta (Pengkh 12:1) dan membulatkan tekad untuk takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (Pengkh 12:13-14); itulah satu-satunya jalan untuk menemukan makna hidup ini.
Survai
Sulit untuk memberikan analisis yang teratur dari isi kitab Pengkhotbah; tidak ada garis besar yang dengan mudah merangkum semua ayat dan alinea. Dalam beberapa hal, Pengkhotbah mirip dengan petikan-petikan dari catatan harian pribadi seorang ahli filsafat selama tahun-tahun terakhir yang penuh kekecewaan dari hidupnya. Ia memulai kitab ini dengan menyatakan tema pokoknya bahwa seluruh kehidupan ini tak berarti dan serupa dengan menjaring angin (Pengkh 1:1-11). Bagian utama yang pertama dari kitab ini khususnya berhubungan dengan riwayat hidupnya; Salomo melukiskan berbagai segi hidupnya yang sangat mementingkan diri dalam segenap kemakmuran, kesenangan, dan keberhasilan duniawi (Pengkh 1:12--2:23). Usaha memperoleh kebahagiaan melalui cara-cara ini baginya telah berakhir dengan ketidakpuasan dan kehampaan. Bagian terbesar kitab ini berisi rangkaian pikiran acak-acakan yang menggarisbawahi kesia-siaan dan kebingungan dari kehidupan yang tidak berpusat pada Allah. Hidup "di bawah matahari" (frasa yang terdapat 29 kali di dalam kitab ini) adalah hidup yang dilihat dari mata orang yang tidak tertebus dan bercirikan ketidakadilan, ketidakpastian, dan perubahan-perubahan tidak terduga dari nasib, serta pelanggaran-pelanggaran keadilan. Salomo hanya dapat menemui makna pokok hidup ini ketika memandang "di atas matahari" kepada Allah. Mencari kesenangan adalah dangkal dan bodoh; masa muda seseorang terlalu singkat dan kehidupan ini terlalu cepat berlalu untuk dihabiskan secara serampangan. Hidup yang tak menentu dan pastinya kematian menyebabkan Salomo bersikap sinis terhadap maksud dan jalan Allah. Kitab ini ditutup dengan menasihati kaum muda untuk mengingat Allah ketika masih muda, supaya mereka tidak menjadi tua dengan penyesalan pahit dan tugas menyedihkan untuk mempertanggungjawabkan hidup yang disia-siakan kepada Allah.
Ciri-ciri Khas
Lima ciri utama menandai kitab ini.
- (1) Kitab ini sifatnya sangat pribadi, penulis sering kali memakai kata ganti "aku" sepanjang sepuluh pasal pertama.
- (2) Melalui sikap pesimisme penulis, kitab ini menyatakan bahwa hidup yang terpisah dari Allah itu tidak menentu dan penuh dengan kesia-siaan (istilah "sia-sia" terdapat 37 kali dalam kitab ini). Dengan sinis Salomo mengamati pelbagai paradoks dan kebingungan dalam hidup ini (lih. mis. Pengkh 2:23 dan Pengkh 2:24; Pengkh 8:12 dan Pengkh 8:13; Pengkh 7:3 dan Pengkh 8:15).
- (3) Inti nasihat Salomo di dalam kitab ini terdapat di dalam dua ayat terakhir, "Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkh 12:13-14).
- (4) Gaya penulisan kitab ini terputus-putus; kosakata dan susunan kalimatnya termasuk bahasa Ibrani yang paling sulit dalam PL dan tidak mudah untuk menggolongkannya dalam masa sastra Ibrani tertentu.
- (5) Kitab ini berisi alegori yang paling indah dalam Alkitab mengenai seorang yang makin tua (Pengkh 12:2-7).
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Sekalipun hanya satu bagian Pengkhotbah yang kelihatan dikutip dalam PB (Pengkh 7:20 dalam Rom 3:10, mengenai universalitas dosa), namun tampaknya ada beberapa rujukan yang tak langsung: Pengkh 3:17; Pengkh 11:9; Pengkh 12:14, dalam Mat 16:27; Rom 2:6-8; 2Kor 5:10; 2Tes 1:6-7; dan Pengkh 5:14 dalam 1Tim 6:7. Kesimpulan penulis tentang kesia-siaan mencari harta duniawi diulang oleh Yesus ketika Ia mengatakan
- (1) bahwa kita hendaknya jangan mengumpulkan harta di dunia ini (Mat 6:19-21,24), dan
- (2) bahwa tidak ada gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya (Mat 16:26).
Tema kitab ini, yaitu hidup tanpa Allah adalah sia-sia dan tanpa arti, mempersiapkan panggung untuk berita kasih karunia PB: sukacita, keselamatan, dan hidup kekal hanya diterima sebagai karunia dari Allah (bd. Yoh 10:10; Rom 6:23).
Dengan berbagai cara, kitab ini mempersiapkan jalan untuk penyataan PB dengan cara terbalik. Acuan yang sering kepada kesia-siaan hidup dan kepastian kematian mempersiapkan pembacanya untuk jawaban Allah terhadap kematian dan penghukuman yaitu, hidup kekal melalui Yesus Kristus. Karena orang PL yang paling bijaksana tidak sanggup menemukan jawaban yang memuaskan bagi aneka persoalan hidup melalui pencarian kesenangan yang mementingkan diri, kekayaan, dan pengumpulan pengetahuan, kita harus mencari jawaban tersebut di dalam Dia yang oleh PB disebut "lebih daripada Salomo" (Mat 12:42), yaitu Yesus Kristus sebab di dalam-Nya "tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kol 2:3).
Full Life: Pengkhotbah (Garis Besar) Garis Besar
Judul
(Pengkh 1:1)
I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11)
II. Kesia-Siaan Hidup Mement...
Garis Besar
- Judul
(Pengkh 1:1) - I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11) - II. Kesia-Siaan Hidup Mementingkan Diri yang Dilukiskan
dari Pengalaman Pribadi
(Pengkh 1:12-2:26) - A. Kesia-Siaan Hikmat dan Filsafat Manusia
(Pengkh 1:12-18) - B. Kehampaan Kesenangan dan Kekayaan
(Pengkh 2:1-11) - C. Kesia-Siaan Prestasi Besar
(Pengkh 2:12-17) - D. Ketidakadilan Kerja Keras
(Pengkh 2:18-23) - E. Kesimpulan: Kenikmatan Hanya Berasal dari Allah
(Pengkh 2:24-26) - III.Berbagai Pengamatan Tentang Pengalaman Hidup
(Pengkh 3:1-11:6) - A. Aneka Perspektif Terhadap Tatanan Ciptaan
(Pengkh 3:1-22) - 1. Suatu Waktu Diciptakan untuk Segala Sesuatu
(Pengkh 3:1-8) - 2. Keindahan Penciptaan
(Pengkh 3:9-14) - 3. Allah adalah Hakim Segala Sesuatu
(Pengkh 3:15-22) - B. Berbagai Pengalaman Hidup yang Sia-Sia
(Pengkh 4:1-16) - 1. Mengalami Penindasan
(Pengkh 4:1-3) - 2. Persaingan dalam Bekerja
(Pengkh 4:4-6) - 3. Tidak Mempunyai Teman
(Pengkh 4:7-12) - 4. Lalai Menerima Nasihat
(Pengkh 4:13-16) - C. Aneka Peringatan Kepada Pembaca
(Pengkh 5:1-6:12) - 1. Mengenai Menghampiri Allah
(Pengkh 5:1-5:7) - 2. Mengenai Pengumpulan Kekayaan
(Pengkh 5:7-5:19) - 3. Mengenai Hidup dan Mati
(Pengkh 6:1-12) - D. Serbaneka Amsal-Amsal Hikmat
(Pengkh 7:1-8:1) - E. Masalah-Masalah Keadilan
(Pengkh 8:2-9:12) - 1. Ketaatan Kepada Raja
(Pengkh 8:2-8) - 2. Kejahatan dan Hukumannya
(Pengkh 8:9-13) - 3. Masalah Keadilan Sejati
(Pengkh 8:14-17) - 4. Keadilan Akhir bagi Semua Orang
(Pengkh 9:1-6) - 5. Kemanjuran Iman
(Pengkh 9:7-12) - F. Serbaneka Amsal Lagi Tentang Hikmat
(Pengkh 9:13-11:6) - IV. Nasihat-Nasihat Penutup
(Pengkh 11:7-12:14) - A. Bersukacitalah pada Masa Mudamu
(Pengkh 11:7-10) - B. Ingatlah Allah pada Masa Mudamu
(Pengkh 12:1-8) - C. Berpautlah pada Satu Kitab
(Pengkh 12:9-12) - D. Takutlah Akan Allah dan Berpeganglah pada Perintah-Perintah-Nya
(Pengkh 12:13-14)
Matthew Henry: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk m...
- Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk mendengarkan hikmatnya. Hamba-hambanya itu merupakan orang-orang pilihan, yang terpilih untuk secara langsung mendengar semua aturan hikmat Salomo, yang diperoleh Salomo secara langsung melalui ilham ilahi. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan sekarang kepada kita, bukan untuk didengar, seperti oleh hamba-hambanya itu, yang hanya satu kali mendengar, dan kemudian cenderung dimengerti secara keliru atau dilupakan, dan dengan diulang-ulang kehilangan keindahannya. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan kepada kita untuk dibaca, diulas kembali, direnungkan, dan diingat untuk selama-lamanya. Penjelasan yang kita dapati tentang kemurtadan Salomo dari Allah, pada akhir pemerintahannya (1Raj. 11:1), adalah bagian yang mengiris hati dari kisahnya. Kita dapat menduga bahwa ia menyampaikan Amsalnya pada masa jayanya, sewaktu ia masih menjaga kelurusan hatinya, tetapi menyampaikan Pengkhotbahnya ketika ia sudah tua (sebab tentang beban-beban dan kemerosotan-kemerosotan di usia tua, ia berbicara dengan penuh perasaan, ps. 12). Dan, oleh anugerah Allah, pada usia tuanya itu ia dipulihkan dari kemurtadannya. Dalam kitab Amsal ia menuturkan secara lisan pengamatan-pengamatannya, sementara dalam Kitab Pengkhotbah ia menuliskan pengalaman-pengalamannya itu sendiri. Ini adalah apa yang dibicarakan oleh yang sudah lanjut usianya, dan hikmat yang dipaparkan oleh yang sudah banyak jumlah tahunnya. Judul kitab ini dan penulisnya akan kita jumpai pada ayat pertama, dan oleh sebab itu di sini kita hanya akan mengamati,
- I. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah, khotbah yang tertulis. Yang ditulis adalah (1:2), kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia, dan itu juga yang diajarkan. Hal itu dibuktikan secara umum melalui banyak alasan dan kejadian-kejadian tertentu, dan berbagai macam keberatan dijawab. Dalam bagian penutup kita mendapati pelajaran dan penerapan dari semuanya, melalui nasihat, untuk mengingat Pencipta kita, takut akan Dia, dan berpegang pada perintah-perintah-Nya. Memang ada banyak hal dalam kitab ini yang gelap dan sulit dipahami, dan ada beberapa hal yang oleh orang-orang yang bobrok pikirannya diputarbalikkan sehingga menjadi kebinasaan mereka sendiri, karena mereka tidak bisa membedakan antara alasan-alasan Salomo dan keberatan-keberatan dari orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan yang mementingkan kenikmatan jasmani. Tetapi ada cukup banyak hal yang mudah dan jelas untuk meyakinkan kita (jika kita mau diyakinkan) akan kesia-siaan dunia, dan ketidaksanggupannya sama sekali untuk membuat kita bahagia, dan akan kekejian dosa serta kecenderungannya yang pasti untuk membuat kita sengsara. Juga ada cukup banyak hal untuk menyakinkan kita akan hikmat untuk menjadi orang saleh, dan akan adanya penghiburan serta kepuasan yang utuh yang akan kita peroleh dalam menjalankan kewajiban kita baik terhadap Allah maupun manusia. Hal ini harus diniatkan dalam setiap khotbah, dan khotbah yang baik adalah khotbah yang melaluinya perkara-perkara ini sedikit banyak dijelaskan.
- II. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah pertobatan, seperti halnya beberapa mazmur Daud adalah mazmur pertobatan. Ini adalah khotbah pengakuan kesalahan, yang di dalamnya sang pengkhotbah dengan sedih menyesali kebodohan dan kesalahannya sendiri, karena sudah menjanjikan dirinya dengan kepuasan dalam perkara-perkara dunia ini, dan bahkan dalam kenikmatan-kenikmatan inderawi yang terlarang, yang sekarang didapatinya lebih pahit daripada maut. Kejatuhannya adalah bukti dari kelemahan kodrat manusia: Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, atau berkata, "Aku tidak akan pernah menjadi orang yang begitu bodoh hingga berbuat begini dan begitu," sebab Salomo sendiri, yang terbijak dari semua orang, bertindak bodoh dengan begitu mencolok. Dan juga janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, karena kekayaan Salomo menjadi jerat yang begitu kuat baginya, dan membuatnya jauh lebih celaka daripada kemiskinan yang didatangkan terhadap Ayub. Pemulihannya adalah bukti dari kuasa anugerah Allah, dengan membawa kembali kepada-Nya orang yang sudah pergi begitu jauh dari-Nya. Pemulihan itu juga adalah bukti dari kekayaan rahmat Allah dalam menerima dia, kendati dengan banyaknya hal yang memperparah dosanya, sesuai dengan janji yang diucapkan kepada Daud, bahwa jika anak-anaknya melakukan kesalahan, mereka akan dihajar, tetapi tidak akan ditinggalkan dan dicabut hak warisnya (2Sam. 7:14-15). Oleh sebab itu, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh. Dan biarlah orang yang sudah jatuh bergegas untuk bangkit kembali, dan tidak berputus asa dalam mencari bantuan dan diterima kembali.
- III. Bahwa kitab ini adalah khotbah yang mudah diterapkan dalam perbuatan dan bermanfaat. Salomo, setelah dibuat bertobat, menetapkan hati, seperti ayahnya, untuk mengajarkan jalan Allah kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran (Mzm. 51:15), dan untuk memberikan peringatan kepada semua orang untuk berjaga-jaga supaya mereka tidak membentur kepala sendiri pada batu-batu yang begitu mematikan seperti yang dialaminya itu. Dan keputusan hatinya ini adalah buah-buah yang pantas untuk pertobatan. Kesalahan mendasar dari anak-anak manusia, dan yang mendasari semua tindakan mereka untuk meninggalkan Allah, adalah sama dengan kesalahan orangtua pertama kita, yaitu berharap menjadi sama seperti allah dengan menghibur diri sendiri dengan apa yang tampak baik dimakan, indah dipandang, dan memikat untuk membuat orang bijaksana. Nah, maksud dari kitab ini adalah untuk menunjukkan bahwa ini merupakan kesalahan besar, bahwa kebahagiaan kita bukanlah dengan menjadi allah bagi diri kita sendiri, dengan memiliki apa yang kita inginkan dan melakukan apa yang kita dambakan, melainkan dengan membuat Dia yang sudah menciptakan kita menjadi Allah bagi kita. Para filsuf yang mempelajari akhlak manusia banyak berdebat tentang kebahagiaan manusia, atau kebaikan yang utama. Berbagai macam pendapat mereka kemukakan tentangnya. Tetapi Salomo, dalam kitab ini, menentukan jawabannya, dan meyakinkan kita bahwa takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya adalah apa yang menjadikan manusia itu seutuhnya. Ia sudah mencoba kepuasan apa yang bisa didapat dalam kekayaan dunia dan kenikmatan-kenikmatan inderawi, dan pada akhirnya menyatakan bahwa semuanya sia-sia dan usaha menjaring angin. Namun, banyak orang tidak mau mendengarkan perkataannya, tetapi justru ingin membuat percobaan berbahaya yang sama, dan terbukti akibatnya mematikan bagi mereka. Salomo,
- 1. Menunjukkan kesia-siaan dari perkara-perkara yang pada umumnya dicari orang untuk memperoleh kebahagiaan, seperti ilmu pengetahuan, kenikmatan inderawi, kehormatan dan kekuasaan, kekayaan dan harta benda yang banyak. Dan kemudian,
- 2. Ia menetapkan obat penawar terhadap usaha menjaring angin yang menyertai perkara-perkara itu. Meskipun kita tidak bisa meniadakan kesia-siaan dari perkara-perkara itu, namun kita dapat mencegah kesusahan yang bisa ditimpakannya kepada kita, dengan tidak melekatkan hati kita kepadanya, dan menikmatinya dengan nyaman, tetapi dengan tidak berharap secara berlebihan terhadap semuanya itu, dan menerima saja tanpa membantah kehendak Allah menyangkut diri kita dalam setiap peristiwa. Terutama, dengan mengingat Allah pada masa muda kita, dan senantiasa takut akan Dia dan melayani-Nya sepanjang hidup kita, dengan mata yang tertuju pada penghakiman yang akan datang.
Jerusalem: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani &q...
KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani "Qohelet" (yang diterjemahkan sebagai: Pengkhotbah), bdk Peng 1:2 dan 12; 7:27; 12:8-10, bukanlah nama diri, tetapi sebuah kata benda yang kadang-kadang memakai kata sandang. Bentuk kata Ibrani memberi kesan seolah-olah mengenai wanita, tetapi ternyata tidak demikian halnya keterangan yang agaknya paling tepat, maka nama itu adalah nama jabatan. Ini menunjuk seseorang yang berbicara di muka jemaat (Ibraninya: Yunaninya: ekklesia). Karena itu sejak Luter, kata "qohelet" itu biasanya diterjemahkan dengan: Pengkhotbah. Pengkhotbah itu dikatakan "anak Daud, raja di Yerusalem", bdk Ams 1:12. Meskipun namanya tidak di sebut, namun "anak Daud" itu pasti disamakan dengan raja Salomo. Kitab Pengkhotbah sendiri jelas menyarankannya, Ams 1:16 (bdk 1Raj 3:12; 4:29-30; 10:7), Ams 2:7-9(bdk 1Raj 3:13, 10:23). Tetapi tidak dapat disangkal juga bahwa hanya sebagai suatu sarana kesusasteraan belaka bahwa Salomo dikemukakan sebagai pengarang kitab ini. Penulis yang sebenarnya menggunakan nama orang bijak yang termasyhur di Israel untuk menyajikan buah pikirannya sendiri. Gaya bahasa dan ajaran kitab (yang nanti akan dibicarakan) tidak mengizinkan Pengkhotbah ditanggalkan di masa sebelum pembuangan. Ada semenatara ahli menyangka bahwa Pengkhotbah tidak dikarang oleh seorang penulis saja, bahkan dikatakan bahwa Pengkhotbat adalah buah tangan dua, tiga, empat, malahan delapan orang penulis yang berbeda-beda. Tetapi dewasa in para ahli semakin mencegah diri dari memotong-motong kitab itu dengan cara demikian. Sebab ahli-ahli yang suka memotong-motong itu tidak menghiraukan jenis sastera dan pemikiran Pengkhotbah. Memang pendapat mereka tidak dapat ditertahankan mengingat kesatuan dalam gaya bahasa dan perbendaharaan kata kitab. Hanya jelas bahwa kitab Pengkhotbah diterbitkan oleh seorang murid yang menambah ayat-ayat penutup, Ams 12:9-14.
Sebagaimana halnya dengan kitab-kitab kebijaksanaan lainnya, misalnya kitab Ayub, kitab Bin Sirakh dan khususnya kitab Amsal, yang semuanya merupakan karya serba majemuk, demikianpun halnya dengan Pengkhotbah. Pemikiran hilir mudik, diulang dan dibetulkan. Tidak ada suatu urusan jelas. Hanya ada satu pikiran saja, yang disoroti dari pelbagai segi. Pikiran pokok itu ialah: Sia-sia belaka semua hal yang merepotkan manusia. Pikiran itu terungkap pada awal dan pada akhir kitab, Ams 1:2 dan 12:8. Segala-galanya memperdaya dan mengelabui: ilmu, kekayaan, asmara, bahkan hidup sendiri. Hidup itu hanya serentetan perbuatan sia-sia yang tidak bermakna, Ams 3:1-11; itu berakhir dengan masa tua, Ams 12:1-7, dan kematian yang mendatangi baik orang bijak maupun orang bodoh, yang kaya dan yang miskin, binatang dan manusia, Ams 3:17-20.
Masalah yang menggelisahkan si Pengkhotbah sama dengan yang menyibukkan Ayub, yakni: Apakah yang baik dan yang jahat mendapat balasannya di bumi? Dan sama seperti Ayub, demikianpun si Pengkhotbah menjawab: Tidak. Sebuah pengalaman ternyata tidak sesuai dengan apa yang lazim diajarkan, Ams 7:25-8:14.
Hanya ada perbedaan ini: Si Pengkhotbah adalah seorang yang sehat-walafiat. Maka ia tidak mempersoalkan, seperti Ayub, mengapa orang harus menderita. Si Pengkhotbah hanya mengkonstatir: Kebahagiaan sia-sia belaka, lalu ia menghibur diri dengan menikmati cukup kesenangan yang dapat diperoleh dari kehidupan ini, Ams 3:12-13; 8:15; 9:7-9. Tetapi lebih tepat dikatakan. Si Pengkhotbah berusaha menghibur dirinya, sebab hatinya tetap terus tidak merasa puas. Masalah yang menggelisahkan dia ialah: Apakah ada kehidupan di alam baka? Tetapi si Pengkhotbah tidak menduga pemecahannya, Ams 3:21; 9:10; 12:7. Namun demikian si Pengkhotbah adalah seorang percaya. ia memang dibingungkan oleh jalannya peristiwa dan hal-ihwal kehidupan manusia sebagaimana diatur dan dibimbing oleh Allah. Tetapi ia menegaskan bahwa Allah tidak perlu memberi pertanggungan jawab, Ams 3:11, 14;7:13. Maka manusia harus menerima saja, baik percoabaan maupun sukacita yang diberikan allah, Ams 7:16, dan ia harus dengan takwa menepati perintah-perintah Tuhan dan takut akan Allah, Ams 5:6; 8:12-13.
Jelaskan bahwa ajaran itu sama sekali tidak seimbang. Akan tetapi, dari membagi-bagikan unsur-unsurnya pada pelbagai pengarang, yang bertentangan satu sama lain dan saling mengoreksi, tidaklah lebih tepat mencari dasar ketidak- seimbangan itu dalam pemikiran yang tidak menentu, karena menghadapi masalah yang dahsyat dan tidak tahu pemecahannya? Baik si Pengkhotbah maupun Ayub tidak sanggup memecahkan masalah yang mereka kemukakan. Pemecahannya hanya dapat diberikan oleh keyakinan tentang pembalasan di alam baka (bdk Pengantar umum).
Kitab Pengkhotbah merupakan karya peralihan. Keyakinan kokoh-kuat dari tradisi sudah tergoncang sampai akar-akarnya, tetapi penggantinya belum ada. Ada yang berkata bahwa di masa peralihan itu pemikiran Ibrani terpengaruh dari luar dan khususnya Pengkhotbah terkena pengaruh asing itu. Kerap kali ada ahli yang mendekatkanPengkhitbah pada pemikiran filsafat Stoa, Epikurus atau pengikut- pengikut Antistenes (Sinisi), yang dapat dikenal si Pengkhotbah melalui kebudayaan Yunani di Mesir. tetapi pengaruh Yunani semacam itu tidak dapat diterima. Alam pikiran Pengkhotbah memang terlalu berbeda dengan alam pikiran filsafat Yunani. Ahli-ahli lain berpendapat bahwa ada kesamaan antara Pengkhotbat dengan beberapa karangan yang berasal dari Mesir, misalnya dengan "Dialog seseorang yang putus asa dengan dirinya" atau "Nyanyian-nyanyian Pemetik kecapi", dan khususnya dengan beberapa karangan yang berasal dari kalangan para bijaksana di Mesopotamia dan dengan "Sajak Pahlwan Gilgamesy". Tidak dapat disangkal bahwa ada kesamaan. Tetapi tidak mungkin menunjukkan pengaruh langsung dari karya-karya tersebut. Kesamaannya terletak dalam pokok pemikiran, yang memang sudah lama ada dan menjadi milik bersama seluruh orang bijaksana di dunia Timur. Si Pengkhotbah secara pribadi memikirkan dan merenungkan warisan dari masa yang lampau itu, sebagaimana juga dikatakan oleh penerbit karyanya, Ams 12:9.
Si Pengkhotbah ternyata seorang Yahudi dari Palestina. Ia barangkali bertempat tinggal di Yerusalem. Ia menulis dalam bahasa Ibrani sebagaimana yang dipakai dikemudian hari. Bahasa Ibraninya bercampur dengan unsur-unsur bahasa Aram dan ia menggunakan dua kata dari bahasa Persia. Semuanya itu menyatakan bahwa kitab Pengkhotbah ditulis agak lama sesudah masa pembuangan, tetapi sebelum abad ke-2 sem. Mas. Dalam abad ke-2 itu Pengkhotbah sudah dimanfaatkan oleh Bin Sirakh. Berdasarkan paleografi maka kepingan-kepingan kitab Pengkhotbah yang ditemukan dalam gua-gua di Qumran dapat ditanggalkan di sekitar tahun 150 seb. Mas. Maka sebaik-baiknya dikatakan bahwa Pengkhotbah dikarang selama abad ke-3 seb. Mas. Di mana itu Palestina berada di bawah pemerintahan wangsa Ptolomeus (Mesir) dan terpengaruh oleh aliran humanisme, tetapi belum mengenal semangat kepercayaan dan pengharapan yang menggalakkan bangsa Yahudi di zaman para Makabe.
Kitab Pengkhotbah hanya mencermikan satu tahap saja dari perkembangan agama Israel. Ia tidak boleh dinilai lepas dari apa yang mendahului atau yang menyusul tahap itu. Dengan menekankan bahwa pemikiran-pemikiran dari masa yang lampau tidak mencukupi dan memaksa orang menghadapi masalah-masalah hidup manusia, Pengkhotbah membuka jalan untuk wahyu yang baru dan lebih lengkap. Kitab itu mengajar orang, bahwa tidak boleh terikat pada harta-benda dunia ini. Dengan menyangkal bahwa orang kaya benar-benar bahagia Pengkhotbah menyiapkan dunia untuk mendengarkan "Berbahagialah orang miskin", Luk 6:20.
Ende: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam
Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qo...
PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qohelet". Kata ini ada gandingannja dengan kata Hibrani jang berarti: "himpunan, kumpulan". Pula karena bentuk- katanja jang sulit, maka makna kata "Qohelet"-pun tidak begitu djelas. Kami kira suatu keterangan jang boleh diterima, kalau kata ini mengenai seseorang, kang ada sangkut-pautnja dengan suatu himpunan atau rapat orang2 - boleh djadi sekelompok murid guru ilmu kebidjaksanaan. Himpunan itu diketuai dan dipimpinnja dan kepadanja membentangkan pengadjarannja. Dari itu kata "Pengchotbah" hanjalah suatu usaha untuk mendekati arti kata "Qohelet".
Pengchotbah tadi disebut "Putera Dawud, Radja di Jerusjalem" (1,1). Teranglah kiranja, bahwa jang dimaksudkan ialah Sulaiman, radja Israil jang bidjaksana dan kaja dimasa kegemilangan bangsa Jahudi, sebagaimana radja itu hidup dalam hikajat orang2 Jahudi. Ini sesuai dengan gambaran jang disadjikan dalam pasal kedua kitab ini. Namun demikian, kitab itu sendiri memberikan keterangan2 jang tjukup untuk menarik kesimpulan dengan pasti, bahwa bukan Sulaimanlah pengarangnja. Sungguhpun lama orang menganggap Sulaiman sebagai pengarangnja, namun bolehlah dipastikan, bahwa disini kita bertemu dengan chajalan kesusateraan sadja, sebagaimaan tidak djarang terdapat dalam Kitab Sutji dan lazim didjaman dahulu kala. Orang jang mengenal kelaziman ini, tidak akan teperdaja olehnja.
Selain keterangan jang sedikit sekali dalam kitab itu sendiri, tidak ada petundjuk2 lainnja guna menentukan lebih landjut, siapa pengarangnja. Sudah tentulah seorang guru kebidjaksanaan. Bahasa kitab, jang menundjukkan adanja pengaruh bahasa2 asing serta perkembangan kemudian bahasa Hibrani sendiri, dan keternagn2 lainnja lagi menundjukkan, bahwa ia hidup didjaman, ketika Juda sudah bukan keradjaan jang berdaulat lagi, tetapi didjadjah orang2 asing; terangnja didjaman Helenistis, ketika kebudajaan dan agama Jahudi sudah terantjam oleh peradaban Junani. Dari kitab ini adalah salah satu dari antara kitab2 terachir Perdjandjian lama dan pengarangnja kiranja hidup semasa Putera Sirah. Si penchotbah kiranja hidup di Palestina sendiri atau tidak begitu djauh daripadanja - boleh djadi Fenesia, negeri dagang jang tersohor didjaman itu.
Guru ilmu kebidjaksanaan ini sangat boleh djadi tidak menjusun dan menerbitkan sendiri kitab ini. Kitab ini agaknja lebih berwudjud suatu kumpulan amsal2nja, jang dibukukan murid2nja selagi sang guru masih hidup atau tidak lama sesudah meninggal (12,9-10). Anehlah, kalau ia mengadjarkan tidak lebih banjak dari apa jang termuat dalam kitab jang agak ketjil ini. Murid2 hanja mengumpulkan dan mentjatat apa jang menurut pendapat mereka sangat penting dan jang sangat djelas menundjukkan pandangan hidup umum sang guru.
Tjara terdjadinja kitab itu dapat menerangkan pula susunan kitab, jang memberikan kesan ruwet. Djalan pikirannja tidak selalu sama djelasnja dan gandingan antara bagian jang satu dengan bagian jang lainpun kadang2 nampaknja tiada. Umpamanja sadja kumpulan pepatah2 bebas dalam pasal2 9,17-12,8 memutuskan djalan pikiran umum. Tetapi tak perlulah kiranja lalu menduga akan adanja beberapa pengarang atau beberapa murid, jang melengkapi kitab dang guru. Selain tjara lazim orang2 Jahudi berpikir dan mengarang, maka tjara terdjadinjapun dapat kita djadikan pegangan. Sudah pastilah kitab ini muat pepatah2, jang dihidangkan si pengchotbah bukannja pada waktu serta kesempatan jang sama. Lebih tepatlah dikatakan, bahwa pepatah2 itu disampaikan disepandjang hidup sang guru.
Oleh karena itu adjaran kitab ini didalam bagian2nja ditangkap dan saringlah orang harus me-ngira2kan sadja maksud amsal2 tersendiri. Namun demikian, pandangan hidup umum jang dinjatakan dalam seluruh kitab ini adalah djelas. Dengan itu diteguhkan pula, bahwa tokoh jang satu dan sama djualah, jang selalu tampil kemuka dan angkat bitjara. Persoalan, jang memusing2kan si Pengchotbat, ada banja persamaannja dengan persoalan kitab Ijob. Kalau Ijob diasjikan karena soal sengsara, jang ia tidak tahu menemukan pemetjahannja jang memuaskan, maka si Pengshotbah disesakkan oleh ke-sia2-an dunia dan terutama oleh persoalan mati, jang nampaknja mengachiri se-gala2-nja. Ia mentjari makna segala sesuatu, jang achirnja tetap lolos djuga dari tangkapannja. Karena mati se-gala2nja dan teristimewanja hidup manusia serta segala djeri-pajah manusia mendjadi sia2 sama sekali dan kehilangan segala artinja. Entah hidup baik entah djahat, entah bidjaksana entah bodoh kesudahannja selalu sama djuga, jakni mati. Walaupun didalam Perdjandjian Lama teranglah terdapat djua pikiran2 lainnja, namun si Pngchotbah belum lagi mempunjai pemandangan akan sesuatu kekekalan, jang dapat mendjawab banjak dan dimana hidup manusia dapat menemukan gandjaran atau hukumannja. Baginja nampaknja se-gala2nja berachir pada saat mati. Orang saleh dan pendosa. Orang kaja dan miskin, radja dan budak, mereka menemui achir jang sama dan oleh karenanja tidak banjak bedanja dengan hewan. Dari itu si Pengchotbah sampailah kekejakinan, bahwa pandangan hidup jang terbaik bagi manusia ialah tidak terlalu memusingkan dirinja dengan persoalan itu, melainkan menikmati nilai2 nisbi kehidupan sedapat mungkin. Tetapi selaku orang berTuhan, ia toh mau menundukkan segala sesuatunja kepada Allah serta perintah2-Nja (12,13). Kesemuanja inisungguhpun bukan pemetjahan jang sempurna lagi memuaskan, tetapi si pengchotbah jang hidup didalam Perndjandjian Lama itu belum mengenal djawaban jang lebih baik atas persoalan itu. Dipandang dari sudutnja dan mengingat pengetahuan jang ada padanja, maka kesimpulannja jang pesimistis tapi berkegamaan itu dapat diterima. Itu hanja pemetjahan atau djawaban sementara, jang tidak menutup pintu bagi sesuatau jang lebih baik dan jang harus menunggu pembentangan penuh Wahju Ilahi.
Dalam pengadjarannja agaknja si Pengchotbah membantah guru2 ilmu kebidjaksanaan lainnja di Israil (7,25-8,14), seperti umpamanja Kitab Amsal. Orang2 itu mengira sudah memetjahkan persoalan tadi seluruhnja: umur pandjang dan berbahagia adalah gandjaran Allah atas kebajukan, sedangkan hidup tjelaka si pendosa mesti segera berachir. Perempuan2 djalang dan ketidaksetiaan akan hukum Allah mendjadi sebab- musebabnja segala kesengsaraan. Tetapi pemetjahan jang terlalu gampang ini tidak dibenarkan si Pengchotbah. bukan hanja karena kenjataannja tidak selalu berlangsung sebagaimana dikirakan oleh guru2 ilmu kebidjaksanaan itu, tetapi terutama djuga karena mati itu bagaimanapun djua kelihatannja menjudahi semuanja setjara sama. Nah, kalau begitu, apa gerangan artinja umur pandjang jang berbahagia atau keadaan tjelaka itu? Orang saleh dan si pendosa sungguh sama adanja dan tiada lagi soal gandjaran atau hukuman. Meskipun si Penchotbah sendiri tidak mengenal pemetjahan jang sebenarnja, namun ia merasa, bahwa pendapat jang lazim itu bukanlah keterangan jang djitu. Dengan kritiknja ia membuka jalan dan memberikan dorongan, untuk mentjari djawaban jang lain dan bilamana itu sudah diberikan, untuk menerimanja. Seorang jang berguru kepada orang bidjak ini akan terbukalah hatinja bagi Wahju seterusnja.
Demikianlah kitab Pengchotbah beserta dengan kitab Ijob menduduki tempat jang penting dalam perkembangan Wahju Ilahi. Djanganlah Ia dipentjilkan, tetapi arti serta peranannja hendaknja dibuat didalam keseluruhan Perdjandjian Lama dan Perdjandjian Baru. Kitab ini merupakan penguntji suatu masa tertentu dalam perkembangan itu, dan karena persoalan jang diutarakannja merupakan djuga permulaan suatu fase baru, jang lebih mendalam dan lebih luas. Sebagai salah satu dari tokoh2 terachir dari Perdjandjian Lama ia dalam hal ini merupakan persiapan terdekat bagi perdjandjian Baru.
Pada achir kitab ini terdapatlah ichtisar kitab ini.
BIS: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan
dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang
PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang penuh pertentangan, ketidakadilan dan hal-hal yang sulit dimengerti. Maka disimpulkannya bahwa "hidup itu sia-sia". Ia tak dapat memahami tindakan Allah dalam menentukan nasib manusia. Tetapi meskipun demikian, dinasihatinya orang-orang untuk bekerja dengan giat, dan untuk sebanyak mungkin dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Allah.
Kebanyakan dari buah pikiran Sang Pemikir itu bernada sumbang, bahkan putus asa. Tetapi kenyataan bahwa buku ini termasuk dalam Alkitab, menunjukkan bahwa iman yang mendasarkan Alkitab cukup luas untuk mempertimbangkan juga keragu-raguan dan keputusasaan semacam itu. Banyak orang yang telah membaca buku ini merasa terhibur, karena mereka seolah-olah melihat sifat-sifat mereka berdiri di dalam buku Pengkhotbah ini. Mereka pun sadar bahwa Alkitab yang mencerminkan pemikiran-pemikiran yang sumbang itu, juga memberi harapan tentang Allah, harapan yang memberi arti kehidupan yang sebenarnya.
Ajaran: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa
hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan rasa penuh tanggung jawab karena akhirnya masing-masing akan diadili oleh Allah.
Pendahuluan
Penulis : Raja Salomo.
Isi Kitab: Kitab Pengkhotbah terbagi atas 12 pasal, dan isi Kitab ini mengajarkan bahwa segala sesuatu dari hidup manusia menjadi sia-sia apabila terpisah dari hubungan dengan Allah.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Pengkhotbah
Pasal 1-2 (Pengkh 1:1-2:26).
Ajaran tentang kehidupan yang terbaik
Bagian ini menjelaskan tentang kesia-siaan hidup dan segala yang terbaik bagi manusia hanya diperoleh apabila berada di dalam Tuhan.
Pasal 3-6 (Pengkh 3:1-6:12).
Ajaran tentang peranan Tuhan dalam hidup manusia
Pasal 3 (Pengkh 3:1-22) menjelaskan bahwa segala sesuatu dalam hidup manusia itu ada waktunya menurut pemberian Tuhan yang tak dapat ditambahkan atau dikurangi oleh manusia. Pasal 3-6; Pengkh 3:16-6:12 mengajar bahwa ketidakadilan yang terjadi di atas dunia akan diadili. Segala usaha manusia berdasarkan kekuatan sendiri adalah sia- sia dan segala kekayaan tidak berguna. Semuanya sia-sia kalau Tuhan tidak memberikan kuasa untuk menikmatinya (pasal Pengkh 6:2).
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 3:1,4-15. Apakah maksud Tuhan dalam segala sesuatu?
- Apakah ajaran tentang takut akan Tuhan? (pasal Pengkh 5:1-5:7). Bagaimana ajaran ini diterapkan dalam hidup saudara?
Pasal 7-12 (Pengkh 7:1-12:14).
Ajaran tentang dasar perbuatan baik
Pasal 7 (Pengkh 7:1-29) menjelaskan tentang hikmat yang memang berguna tetapi sukar didapat. Pasal 8 (Pengkh 8:1-17) memberi nasihat supaya manusia mematuhi perintah raja. Pimpinan Allah tidak dapat dimengerti karena orang saleh sering menderita sedangkan orang fasik bahagia dan keduanya akan mati. Kesimpulan dalam pasal 11 (Pengkh 11:1-10) walaupun nasib manusia tidak dapat diubah, namun dituntut untuk bekerja dengan rajin. Karena hidup manusia adalah sia-sia, maka ia harus hidup dengan iman kepada Allah.
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 8:12-13. Apakah dasar dari kebahagiaan seseorang?
- Apakah nasihat bagi muda-mudi? (pasal Pengkh 11:9-10; 12:1).
- Apakah kesimpulan dari seluruh Kitab ini? (pasal Pengkh 12:13-14).
II. Kesimpulan/penerapan
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa hidup yang tanpa ima kepada Allah, merupakan kehidupan yang sia-sia.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa, memiliki pengetahua tanpa disertai iman kepada Allah adalah kesia-siaan.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa kebahagiaan di dala hidup hanya bisa sempurna kalau disertai dengan ima kepada Allah, Tuhan Yesus.
- Kebahagiaan dan kesusahan yang dialami manusia, mempunya waktu dan perubahannya sendiri.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa di dunia ini keadila yang sejati tidak ada, tetapi oleh sebab itu ketidakadila tersebut akan diadili.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Siapakah penulis Kitab Pengkhotbah?
- Apakah isi Kitab Pengkhotbah?
- Pelajaran rohani apakah yang saudara terima dar mempelajari Kitab Pengkhotbah?
- Apakah kesimpulan Kitab Pengkhotbah?
Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh a
Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?
Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh antara iman dan fatalisme yang terdapat dalam kitab itu. Kadang-kadang penulis seakan-akan pasrah pada semua kegagalan dan kesia-siaan hidup; pada kesempatan lain ia seakan-akan menasihatkan kita untuk menikmati hidup selagi masih bisa dilakukan; dan sementara itu terdapat banyak petunjuk bahwa Allah mengetahui apa yang sedang terjadi dan bahwa kita harus bergantung pada-Nya serta melayani Dia, dan bahwa pada suatu ketika kita harus bertanggung jawab kepada-Nya. Beberapa orang berpendapat bahwa perbedaan pandangan ini merupakan hasil pemikiran dari beberapa penulis, yang masing-masing mencoba untuk saling memperbaiki, dan bukan hanya hasil seorang penulis. Mereka melihat bahwa kitab ini bertentangan dengan isinya sendiri dan dengan banyak ajaran alkitabiah lainnya. Tetapi, kita tidak perlu mengambil kesimpulan seperti itu jika kita mengerti bahwa Pengkhotbah merupakan semacam traktat Perjanjian Lama yang diperuntukkan bagi orang-orang dunia. Para penulis seakan-akan berkata: "Kalau begitu marilah kita melihat bagaimana rasanya hidup tanpa Allah. Apa yang akan Anda peroleh jika hanya hidup untuk hal-hal duniawi? Hidup menjadi sia-sia dan tanpa arti, menjengkelkan dan penuh dengan penderitaan. Tetapi, Allah bisa mengubah semua itu!
SIAPA PENULIS PENGKHOTBAH DAN KAPAN DITULIS?
Penulis mengatakan bahwa ia adalah anak Daud (Pengk 1:1) dan raja Yerusalem. Sementara orang berpendapat bahwa ia tentu Salomo, walaupun namanya tidak ditulis dalam kitab itu. Jelas bahwa cara hidup dan perhatiannya terhadap kebijaksanaan tercermin di sini, dan hal ini merupakan kesimpulan yang kita harapkan dari padanya setelah ia menjalani kehidupan panjang yang seringkali bersifat duniawi. Kesulitan dengan pandangan ini ialah bahwa ia berbicara mengenai para penerusnya di Yerusalem (Pengk 2:9), dan yang jelas hanya ada seorang penerus. Hal lain ialah bahwa bahasa yang dipakai untuk menulis kitab ini digunakan jauh sesudah zaman Salomo. Oleh karenanya jika Pengkhotbah merupakan hasil karyanya, maka kemungkinan bahasanya diperbarui. Atau mungkin juga, seperti diperkirakan oleh sementara orang, kitab ini merupakan suatu studi berdasarkan nasihat-nasihat Salomo. Oleh karena hal-hal di atas, maka penentuan tahun penulisan secara tepat menjadi sangat sukar. Jika betul kitab itu tulisan Salomo pada masa-masa akhir hidupnya, maka kemungkinannya ialah bahwa kitab itu ditulis paling awal sekitar tahun 940 SM. Apabila kitab itu hasil karya orang lain, maka kemungkinannya ditulis paling lambat sekitar tahun 200 SM.
SI PENGKHOTBAH
Penulis biasa memanggil dirinya Kohelet, kata yang boleh jadi berarti pengkhotbah, guru, juru debat atau bahkan berarti pemimpin suatu parlemen (Pengk 1:1). Pada waktu membicarakan masalah hidup dan mati, yang ada dalam pikirannya adalah kepentingan orang lain (Pengk 12:9-12). Oleh sebab itu, kita juga dapat mengambil pelajaran dari pengalaman dan nasihatnya pada saat kita membaca kitab ini.
Pesan
1. Hidup tanpa Allah adalah kehidupan yang tak berarti
Jika kita berhenti untuk memperhatikan kehidupan, kelihatannya hidup ini tidak mempunyai tujuan. Segala sesuatu terjadi dan terus terjadi, seakan-akan tanpa tujuan sama sekali. Pengk 1:1-11; 3:15; 6:10,11; 11:8; 12:8. Tak ada satu pun yang kita lakukan dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Semua pemikiran kita sia-sia. Semua kenikmatan tidak membuat kita puas. Semua kekayaan dan sukses sia-sia belaka. Pengk 1:8,12-18; 2:1-11; 4:7,8; 5:10. Lebih dari itu, seakan-akan kehidupan itu tidak adil. Orang-orang baik menderita; orang jahat hidup makmur. Sepertinya tidak ada imbalan atau hukuman atas apa saja yang kita lakukan dan bagaimana pun cara hidup kita. Pengk 4:1-8; 5:13-17; 6:2; 7:15; 8:9,10,14; 9:11,12; 10:5-7. Semua ini membuat manusia menjadi sinis, membenci hidup ini dan malahan menginginkan sebaiknya ia tidak pernah dilahirkan. Pengk 2:17-23; 5:16,17; 6:3,6.
Ini menunjukkan bahwa kita memerlukan Allah dalam hidup kita. Kendati gambaran kehidupan begitu membosankan dan menyedihkan, tetapi di balik itu semua Allah selalu berlaku adil.
o Dia berdaulat. Sangat berlawanan dengan kita, Dia melakukan apa yang diinginkan-Nya dan Dia tahu ke mana tujuan-Nya. Oleh karena itu, kita patut menghormati dan memuja Dia. Pengk 3:14; 7:13,14; 9:1.
o Dia adalah seorang hakim yang mengawasi semua masalah manusia dan pada suatu hari akan memanggil mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Oleh karena kita harus mempertanggungjawabkan segalanya di hadapan-Nya, maka kita harus mengingat hal ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengk 3:15-17; 8:12,13; 12:14.
o Dia adalah pencipta kita yang memberikan kepada kita apa yang kita butuhkan. Kita harus melayani Dia secepat kita dapat dan selagi kita mampu melakukannya. Pengk 11:5; 12:1.
3. Menerima apa yang Allah berikan
Kita harus belajar untuk menerima dan menikmati anugerah Allah yang baik dan terus menjalani hidup ini, walaupun kita kita tidak dapat mengerti maksud-maksud Allah. Ini berarti bahwa kita boleh puas dengan keberadaan kita dan berbahagia dengan cara hidup yang sederhana. Apakah kita kaya atau miskin tidaklah menjadi masalah. Pengk 2:24-26; 3:1-8,12,13,22; 4:6; 5:12; 9:7-10; 11:7-10. Salah satu dari berkat-berkat Allah yang istimewa adalah persekutuan. Bilamana kita dapat berbagi kesukaran hidup dengan orang lain, maka penderitaan itu akan lebih mudah ditanggung. Pengk 4:9-12. Walaupun kita tidak dapat mengerti keseluruhan arti kehidupan kita, cara hidup dengan melulu menggantungkan diri kepada Allah merupakan suatu hikmat yang benar. Pengk 2:12-14; 4:13; 7:11,12,19; 8:1; 9:13-18.
Penerapan
1. Tidak ketinggalan zaman
Sungguh menakjubkan bahwa Kitab Pengkhotbah berisi hal-hal yang dapat diterapkan dalam zaman modern ini. Dewasa ini banyak orang mencoba untuk hidup tanpa Allah, dan merasa bahwa seluruh keberadaan mereka tidak mempunya tujuan. Seperti pada masa Pengkhotbah, mereka mencoba segala macam cara untuk memberi arti kepada kehidupan, tetapi seringkali usaha pencarian mereka berakhir dengan pertanyaan, "Siapakah diriku ini?" "Apa yang saya kerjakan di dunia ini?" "Setelah ini ke mana saya akan pergi?"
2. Terlalu banyak penderitaan
Masalah yang menyangkut hal-hal yang jahat di dunia ini terutama mengenai penderitaan orang tidak berdosa selalu sama. Kehidupan seakan-akan tidak adil, dan hal ini tidak dapat kita mengerti dengan akal dan pikiran kita sendiri.
3. Kita memerlukan Allah
Oleh karena itu, hanya Allahlah yang dapat memuaskan rasa lapar rohani yang telah ditaruh-Nya di dalam hati kita. Ini tidak berarti kita akan mengerti segalanya, tetapi kita percaya kepada-Nya dan kita dapat menikmati segala anugerah-Nya yang baik sementara kita hidup.
4. Penghakiman segera datang
Kita juga perlu ingat bahwa kita hanya hidup sekali saja dan pada suatu ketika Dia akan memanggil kita untuk dihakimi. Oleh karena itu, kita patut mengambil tiap kesempatan yang Allah berikan dalam hidup kita sekarang ini untuk melayani dan hidup bagi-Nya. Hanya dengan cara ini kita dapat memperoleh pengertian yang dalam mengenai arti hidup ini.
Tema-tema Kunci
1. Manusia
Sungguh aneh, bahwa dengan melalui pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan, kita mendapatkan pengertian yang dalam mengenai bagaimana Allah menciptakan kita. Kenyataan bahwa kita memikirkan semua ini, dan bahwa kita perlu mempunyai tujuan hidup, merupakan suatu bukti kebesaran manusia sebagai ciptaan Allah (Pengk 3:10,11). Hal ini juga menunjukkan kepada kita ketidaktahuan manusia yang menyedihkan tentang hal-hal rohani (Pengk 7:23,24; 8:16,17; 11:5,6). Yang lebih buruk lagi ialah bahwa semua ini menunjukkan betapa kita tidak hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah (Pengk 7:20,27-29).
2. Kematian
Kitab Pengkhotbah selalu mengingatkan kita pada fakta yang sering kita lupakan, yaitu bahwa kita semua pada suatu ketika akan mati. Hal ini harus membuat kita lebih peka mengenai bagaimana kita menggunakan segala kesempatan yang ada pada saat ini. Lihat Pengk 2:14-16; 3:18-21; 5:15,16; 6:12; 8:7,8; 9:2-6; 12:1-7.
3. Takut kepada Allah
Seperti sering ditulis dalam Perjanjian Lama, sikap yang benar terhadap Allah digambarkan sebagai takut kepada-Nya, yaitu bahwa kita mengakui Dia sebagai Allah dan hidup sesuai dengan sikap ini. Ini berarti bahwa kita harus menyembah Dia dan berusaha menyenangkan Allah dalam segala hal yang kita lakukan. Sikap ini juga menyangkut pengertian bahwa Dia melihat segala yang kita lakukan dan bahwa pada suatu ketika kita harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan-Nya. Lihat Pengk 5:1-7; 7:18,26; 8:2,12, 13; 12:1,13.
4. Hikmat
Pengkhotbah adalah salah satu kitab yang membicarakan mengenai hikmat. Hikmat ini sebenarnya milik Allah sendiri, tetapi Dia memberikannya kepada manusia, laki-laki dan perempuan (Pengk 2:26). Agar kita tidak menganggap hal ini sebagai suatu hal yang sukar dimengerti, kita diberi contoh-contoh mengenai apa yang dimaksudkan dengan hikmat praktis itu (Pengk 8:2-6; 10:1-11:6). Sebenarnya, peringatan si Pengkhotbah yang terakhir ialah bahwa kehidupan itu bukan untuk diketahui, tetapi untuk dijalani (Pengk 12:12-14).
Garis Besar Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) [1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11Segala sesuatu sia-sia
Pengk 1:12-18Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong
Pengk 2:1-11Kenikmatan
[1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11 | Segala sesuatu sia-sia |
Pengk 1:12-18 | Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong |
Pengk 2:1-11 | Kenikmatan tidak membawa hasil |
Pengk 2:12-16 | Setiap orang harus mati |
Pengk 2:17-23 | Keberhasilan tidak berarti apa-apa |
Pengk 2:24-26 | Hanya Allah yang dapat memberi kepuasan |
[2] BAGAIMANA ALLAH MENGATUR SEMUANYA Pengk 3:1-22
Pengk 3:1-8 | Segala sesuatu ada waktunya |
Pengk 3:9-15 | Manusia pada tempatnya |
Pengk 3:16-22 | Allah yang menentukan |
[3] KEMISKINAN, KEKAYAAN DAN ALLAH Pengk 4:1-6:6
Pengk 4:1-8 | Manusia ditakdirkan untuk bersusah payah |
Pengk 4:9-12 | Ada penghiburan dalam persekutuan |
Pengk 4:13-16 | Kesia-siaan kuasa |
Pengk 5:1-7 | Pandanglah Allah selalu |
Pengk 5:8-6:6 | Bagaimana menangani harta kekayaan |
[4] AMBILLAH MANFAAT YANG TERBAIK Pengk 6:7-7:29
Pengk 6:7-12 | Apa gunanya? |
Pengk 7:1-22 | Nasihat berhikmat |
Pengk 7:23-29 | Hikmat dan penyelewengan manusia |
[5] BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP MANUSIA DAN TUHAN Pengk 8:1-7
Pengk 8:1-8 | Patuh kepada perintah raja |
Pengk 8:9-15 | Hidup berhikmatlah yang terbaik |
Pengk 8:16, 17 | Tetapi banyak sekali yang tidak dipahami |
[6] HIDUP DAN BAGAIMANA MENJALANI KEHIDUPAN Pengk 9:1-12:14
Pengk 9:1-18 | Kehidupan itu singkat |
Pengk 9:11-18 | Kehidupan seakan-akan tidak adil |
Pengk 10:1-11:8 | Nasihat hikmat selanjutnya |
Pengk 11:9-12:8 | Layanilah Allah selagi engkau mampu melakukannya |
Pengk 12:9-14 | Kesimpulan |
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi