Topik : Dorongan

14 November 2002

Apakah Kita Sungguh Peduli?

Nats : Mengapakah aku mendapat belas kasihan dari padamu, sehingga tuan memperhatikan aku, padahal aku ini seorang asing? (Rut 2:10)
Bacaan : Rut 2:1-13

Saat awal menjadi seorang kristiani, saya dan teman-teman memiliki cara untuk saling membantu menghafalkan ayat-ayat Alkitab. Kami saling memberi salam dengan cara meminta yang lain mengutip sebuah ayat. Ketika seorang teman mengetahui kalau daya ingat saya kurang baik, ia pernah menyapa saya dengan bercanda, "sebutkan ayat dalam Yohanes 11:35!" Ia tahu bahwa saya akan mudah mengingat ayat yang hanya terdiri dari tiga kata.

Meskipun hanya sebuah permainan, tetapi tujuan kami tidak hanya untuk bersenang-senang. Salam seperti ini mencerminkan keinginan kami yang mendalam untuk menjadi pelaku firman Allah.

Dalam kitab Rut, kita dapat membaca bahwa Boas memberi salam kepada para pekerjanya dengan berkata, "TUHAN kiranya menyertai kamu" dan mereka menjawab, "TUHAN kiranya memberkati tuan!" (2:4). Dari ayat di atas jelas terlihat bahwa Boas bukanlah seorang tuan tanah yang kasar, melainkan orang yang memperhatikan orang lain dengan tulus. Jawaban para pekerjanya mengungkapkan itikad baik mereka terhadapnya dan keinginan mereka agar Allah juga memberkati tuan mereka.

Saat kita merenungkan hubungan kita dengan Kristus dan orang-orang yang telah ditempatkan-Nya di sekeliling kita, alangkah baiknya seandainya kita memperhatikan makna penting dari salam yang kita ucapkan. Apakah ucapan "selamat pagi" dan "Allah memberkatimu" hanyalah salam kosong dan tidak tulus? Ataukah salam kita mengungkapkan rasa perhatian yang sungguh kepada orang yang kita sapa? —Albert Lee

2 Maret 2003

Yang Berhak Dipuji

Nats : Febe, saudari kita ... telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri (Roma 16:1,2)
Bacaan : Roma 16:1-16

Pada tahun 1946, untuk pertama kalinya Angkatan Bersenjata Amerika Serikat meluncurkan komputer seberat 30 ton yang diberi nama ENIAC (Electronic Numerical Integrator And Computer). Saat itu dua orang pria, yaitu John Mauchly dan J. Presper Eckert, mendapat pujian. Padahal sebenarnya ada enam wanita di belakang layar yang mengoperasikan komputer tersebut.

Sebelum Mauchly dan Eckert naik ke atas panggung untuk memperagakan ENIAC, para wanita itu telah memprogram mesin rumit tersebut. Namun pada saat itu jasa para wanita tadi tidak diakui. Baru sejarawan masa kinilah yang memberi pujian atas jasa mereka.

Para wanita acap kali tidak mendapatkan pengakuan atas prestasi dan sumbangsih yang mereka berikan. Tragisnya, hal seperti ini juga terjadi di gereja. Namun dalam Roma 16, kita diberi contoh tentang pentingnya menghargai wanita yang telah melayani dengan setia. Paulus memuji Febe yang telah “memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku [Paulus] sendiri” (ayat 1,2). Paulus memuji Priska dan Akwila, suaminya yang telah mempertaruhkan nyawa bagi Paulus (ayat 3,4), juga Trifena, Trifosa, dan Persis yang telah “membanting tulang dalam pelayanan Tuhan” (ayat 12). Paulus menyebut paling sedikit delapan wanita yang sangat dihargainya.

Para wanita beriman layak mendapat pujian atas pelayanan yang mereka lakukan bagi Allah dan sesama. Coba Anda perhatikan para wanita yang melayani dengan setia di gereja Anda. Mengapa Anda tidak berterima kasih dan memuji mereka hari ini? --David McCasland

12 Maret 2003

Perkenalan

Nats : Sebab oleh karena pekerjaan Kristus ia nyaris mati dan ia mempertaruhkan jiwanya untuk memenuhi apa yang masih kurang dalam pelayananmu kepadaku (Filipi 2:30)
Bacaan : Filipi 2:19-30

Saya pikir ada salah cetak ketika pada jadwal acara sebuah konferensi kristiani tertulis waktu untuk perkenalan akan berlangsung selama dua setengah jam. Namun ternyata jadwal itu benar. Dan bagi saya, sesi itulah yang paling berkesan di akhir minggu.

Bukannya memperkenalkan dirinya sendiri, menceritakan pekerjaannya, atau keluarganya, setiap orang justru memperkenalkan temannya. Ada yang memperkenalkan teman yang sudah lama dikenalnya, tetapi ada juga yang memperkenalkan teman yang baru ditemuinya semalam. Setiap perkenalan mengungkapkan hal-hal yang menguatkan, dengan penekanan khusus pada keunikan dan nilai setiap individu.

Rasul Paulus adalah seorang “penyampai perkenalan” yang hebat. Ia memuji rekan-rekannya dalam hal iman dan pelayanan. Surat-suratnya diakhiri dengan ucapan terima kasih kepada pria dan wanita yang sudah membantunya. Ia mengatakan dengan tegas bahwa Timotius adalah orang yang karakternya telah teruji, yang “sama seperti seorang anak menolong bapaknya” telah melayaninya dalam pelayanan Injil (Filipi 2:22). Ia juga memuji Epafroditus, yang nyaris mati karena pengabdiannya yang tak mementingkan diri sendiri kepada Kristus dan pelayanannya kepada orang lain (ayat 30).

Dalam dunia yang dipenuhi oleh keinginan untuk menjatuhkan, marilah kita semakin berusaha membangun orang lain dengan kata-kata kita kepada mereka dan perkataan kita tentang mereka. “Perkenalan” seperti itu bisa menjadi salah satu hal terpenting yang dapat kita lakukan setiap hari --David McCasland

26 Maret 2003

Jadilah Penyemangat

Nats : Aku ingin melihat kamu, ... supaya aku ada di antara kamu dan turut terhibur oleh iman kita bersama, baik oleh imanmu maupun oleh imanku (Roma 1:11,12)
Bacaan : Roma 1:8-15

Ron baru saja lulus dari sekolah Alkitab dan telah menjadi pendeta muda sekitar 3 bulan. Sebagian jemaat muda tampaknya sengaja membuatnya kesal, beberapa jemaat tua mulai mengkritiknya, dan pemuda itu mulai berkecil hati. Suatu kali, ketua majelis gereja mengundangnya makan siang. “Aduh,” keluhnya pada istrinya. “Saya akan menghadapi masalah.”

Saat makan siang, ketua majelis itu menatap langsung ke matanya dan berkata, “Saya dengar Anda mendapat banyak kritikan. Saya ingin memberi tahu Anda bahwa menurut para majelis, Anda bekerja dengan baik. Memang, tak ada hal serius yang terjadi saat ini, tetapi kami yakin hal itu bisa saja terjadi. Anda bekerja sesuai dengan apa yang kami minta. Pertahankanlah.”

Ron meninggalkan ruang pertemuan dengan kepala tegak dan hati riang. Ia bekerja dengan rasa percaya diri yang diperbarui. Tak lama, kelompok kaum muda di gerejanya mulai berkembang, baik secara jumlah maupun kualitas rohaninya.

Paulus berkata kepada jemaat di Roma bahwa ia ingin mengunjungi mereka supaya mereka semua dapat saling menghibur (1:11,12). Kita tahu bahwa suasana seperti itu dapat sangat membantu. Kita semua menghargai rangkulan yang melingkar di bahu atau kata-kata yang ramah.

Jika Anda menerima dukungan yang tak terduga hari ini, bersyukurlah kepada Allah atas semuanya itu. Dan bila Roh Kudus memimpin Anda untuk menyemangati seseorang, pergi dan lakukanlah. Jadilah seorang penyemangat. Anda dan orang yang Anda semangati akan bersukacita karenanya --Dave Egner

31 Maret 2003

Karunia Mendengarkan

Nats : Supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan (1Korintus 12:25)
Bacaan : 1Korintus 12:12-27

Suatu kali seseorang ingin berbicara dengan Anda. Apakah Anda mau mendengarkannya? Yang hendak ia utarakan barangkali pengakuan yang jujur atas kesalahannya, pernyataan iman, lelucon lama, atau komentar tentang cuaca, yang butuh ia ungkapkan. Orang yang hendak berbicara itu mungkin seorang anak kecil, atau mungkin juga orang yang sudah cukup umur. Apakah Anda siap untuk mendengarkannya?

Selama 10 tahun, Mary Ridgway, seorang administrator universitas dan pendidik yang sibuk, secara teratur mengunjungi Mary Jacobs di pusat pendampingan hidup. Untuk menjadi seorang pendamping, Ridgway harus lebih dulu mengikuti pelatihan selama 50 jam. Waktu itu ia ragu apakah ia dapat menghilangkan kecenderungannya untuk selalu mengatasi masalah dan selalu berbicara ketika suasana hening. Namun, kini Mary Ridgway telah memutuskan bahwa mendengarkan adalah salah satu pelayanannya kepada Kristus. Dan Mary Jacobs dapat bersyukur kepada Allah setiap malam karena ia punya seorang teman yang setia mendengarkan ucapannya.

Alkitab meminta kita, orang kristiani, untuk “saling memperhatikan” (1 Korintus 12:25) dengan menggunakan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada kita. Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk saling memperhatikan dan melayani adalah mendengarkan.

Mendengarkan bukanlah tugas dari beberapa orang yang bertalenta saja, melainkan hak istimewa dan kewajiban kita semua. Hari ini, seseorang ingin bercerita kepada Anda. Apakah Anda siap dan bersedia mendengarkannya, demi Yesus? --David McCasland

8 April 2003

Meringankan Beban

Nats : Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)
Bacaan : Filipi 4:10-20

Saya pernah membaca tentang seorang wanita kristiani yang sangat sedih karena anak-anaknya susah diatur. Suatu hari ia menelepon suaminya di kantor. Dengan berlinangan air mata, ia bercerita tentang seorang kawan yang berkunjung dan menyematkan ayat berikut di atas tempat mencuci piring: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13). Kawannya itu sebenarnya bermaksud baik. Ia berusaha menolong, tetapi tindakannya itu justru membuat sang ibu merasa amat gagal.

Terkadang mengutip ayat Alkitab untuk orang lain tidaklah terlalu menolong. Filipi 4:13 berisi kesaksian pribadi Paulus bahwa ia telah belajar untuk merasa puas dalam situasi apa pun, baik dalam kelimpahan maupun kekurangan (ayat 11,12). Rahasia kepuasannya adalah ia dapat menanggung segala perkara di dalam Kristus yang memberi kekuatan kepadanya (ayat 13).

Dalam hidup, kita pun dapat menerapkan rahasia kepuasan Petrus. Kita dapat menjadi pemenang karena kekuatan Kristus. Namun, tidak seharusnya kita memaksakan kebenaran ini kepada orang lain yang sedang diliputi kesedihan. Ingatlah bahwa Paulus juga menulis bahwa kita harus memperhatikan satu sama lain dan saling berbagi kesusahan (Galatia 6:2; Filipi 2:4; 4:14).

Kita saling membutuhkan, karena kita semua punya beban yang harus ditanggung. Marilah kita gunakan kekuatan yang diberikan Kristus kepada kita untuk membantu memenuhi kebutuhan sesama kita dan mencari jalan untuk meringankan beban mereka --Joanie Yoder

7 Juli 2003

Mendambakan Peneguhan

Nats : Dan berilah perintah kepada Yosua, kuatkan dan teguhkanlah hatinya (Ulangan 3:28)
Bacaan : Ulangan 3:23-29

Dalam Ulangan 3 kita membaca bahwa Musa memberikan dukungan kepada Yosua ketika ia hendak menjalankan tugas sebagai pemimpin bangsa Israel. Tak diragukan lagi, Yosua dihinggapi perasaan takut dan tidak layak untuk menggantikan kepemimpinan Musa. Oleh sebab itu, Tuhan meminta Musa untuk meneguhkan Yosua.

Dari waktu ke waktu, kita semua membutuhkan perkataan yang meneguhkan agar dapat maju terus saat menghadapi tantangan baru yang besar. Selain itu, kita juga membutuhkan kata-kata penghargaan dan pujian saat melaksanakan tanggung jawab kita sehari-hari, baik di rumah maupun di kantor.

Ketika seorang akuntan perusahaan bunuh diri, dilakukanlah upaya untuk mengetahui alasan perbuatannya ini. Catatan keuangan perusahaan diperiksa, namun tidak ditemukan adanya kecurangan. Tak satu penemuan pun dapat mengungkapkan alasan tindakan bunuh diri tersebut, sampai akhirnya ditemukan sebuah catatan kecil. Isi catatan itu begitu singkat: "Selama 30 tahun aku hidup, aku tak pernah mendapatkan satu kata peneguhan pun. Aku menyerah!"

Banyak orang sangat membutuhkan pujian, sekecil apa pun. Mereka membutuhkan kata-kata pengakuan, senyuman penuh perhatian, jabat tangan yang hangat, dan ungkapan penghargaan yang jujur atas semua hal baik pada diri maupun pekerjaan mereka.

Sebab itu, marilah kita bertekad untuk setiap hari memberikan peneguhan (bukan menjilat), setidaknya kepada satu orang. Marilah kita melakukan bagian kita untuk menolong orang-orang di sekeliling kita yang mendambakan kata-kata peneguhan --Richard De Haan

24 Juli 2003

Katakan Sekarang!

Nats : Sampaikan salam kepada Priska dan Akwila, ... kepada mereka ... aku ... berterima kasih (Roma 16:3,4)
Bacaan : Roma 16:1-16

Seorang penulis tak dikenal telah menuliskan kata-kata yang menggugah pikiran sebagai berikut:

Lebih baik kumiliki setangkai mawar mungil
Dari kebun seorang sahabat
Daripada memiliki bunga-bunga pilihan
Ketika hidupku di dunia harus berakhir.

Lebih baik mendengar kata-kata yang menyenangkan
Yang disampaikan dengan kebaikan kepadaku
Daripada pujian saat jantungku berhenti berdetak,
Dan hidupku berakhir.

Lebih baik kumiliki senyum penuh kasih
Dari sahabat-sahabat sejatiku
Daripada air mata di sekeliling peti jenazahku
Ketika pada dunia ini kuucapkan selamat tinggal.

Bawakan aku semua bungamu hari ini,
Entah merah muda, putih, atau merah;
Lebih baik kumiliki setangkai yang mekar saat ini
Daripada satu truk penuh ketika aku meninggal.

Mengingat hal-hal yang baik tentang kawan atau sanak keluarga yang telah meninggal pada upacara pemakaman mereka merupakan hal yang tepat, tetapi memberi pujian yang tulus ketika mereka masih hidup adalah jauh lebih baik. Pujian itu mungkin merupakan peneguhan yang sangat mereka butuhkan.

Sebagai penutup suratnya kepada jemaat di Roma, di depan banyak orang Rasul Paulus memuji mereka yang telah membantu dan meneguhkannya dalam karya penginjilan. Ia tidak hanya menyebut nama mereka, tetapi juga menyatakan rasa terima kasih atas apa yang telah mereka lakukan (16:1-15). Sungguh teladan baik yang patut kita ikuti!

Apakah Anda berutang ucapan terima kasih atau penghargaan kepada seseorang? Jangan menundanya. Katakan hari ini juga. Besok mungkin sudah terlambat! --Richard De Haan

25 Oktober 2003

Mencari yang Baik

Nats : Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut kamu dalam doa kami (1Tesalonika 1:2)
Bacaan : 1Tesalonika 1

Saya membaca kisah tentang seorang anak lelaki yang nakal. Saat kebaktian keluarga, sang ayah mendoakan anak itu dan menyebutkan beberapa hal buruk yang telah dilakukannya. Tak lama kemudian, sang ibu mendengar anak berusia 6 tahun itu menangis tersedu-sedu. Saat ibunya bertanya mengapa ia menangis, anak itu berseru, "Ayah selalu memberitahukan hal-hal buruk tentang saya kepada Allah. Ia tidak pernah memberitahukan hal-hal baik yang saya lakukan!"

Apa yang terjadi pada anak itu menegaskan kekurangan yang lazim dijumpai di antara kita. Bukannya memperhatikan hal-hal baik dalam diri orang lain, kita justru cenderung memperhatikan kesalahan mereka. Kita bisa belajar dari teladan Rasul Paulus. Dalam suratnya kepada anak-anak rohaninya di Tesalonika, ia menulis, "Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua" (ayat 2). Ia mengingat "pekerjaan iman, usaha kasih, dan ketekunan pengharapan" mereka (ayat 3). Ia berkata demikian karena mereka "dalam penindasan yang berat telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus," dan mereka menjadi teladan bagi orang-orang lain (ayat 6,7). Ia berkata bahwa dari merekalah "firman Tuhan bergema ... di semua tempat" (ayat 8). Kata-kata Paulus pasti telah menguatkan dan mendorong mereka untuk lebih giat melayani Tuhan.

Marilah kita lebih siap untuk memuji daripada menghakimi. Saat kita melihat sesuatu yang baik pada orang lain, beritahukanlah itu kepada mereka. Mereka akan dikuatkan, dan itulah yang sesungguhnya mereka butuhkan --Richard De Haan

18 November 2003

Ayo Naik Lebih Tinggi!

Nats : Ketika Paulus melihat mereka, ia mengucap syukur kepada Allah lalu kuatlah hatinya (Kisah Para Rasul 28:15)
Bacaan : Kisah Para Rasul 28:11-16

Penulis Ragnar Arlander menceritakan pengalamannya saat mendaki Gunung Rainier bersama beberapa kawannya. Ketika sampai di sebuah dataran tinggi, rombongan itu memutuskan untuk berhenti mendaki.

Hanya Arlander yang terus mendaki untuk mencari seseorang yang telah berjalan mendahului. Akhirnya ia menemukan orang itu sedang beristirahat, memandangi gletser yang indah. Pria itu sudah bersiap untuk kembali. Namun ketika dilihatnya Arlander mendekat, ia melompat bangun dan berseru, "Karena engkau sudah di sini, ayo kita naik lebih tinggi lagi!"

Pengalaman itu membuat saya berpikir tentang berbagai peristiwa yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul 28. Dalam perjalanannya menuju Roma, Paulus bertemu dengan beberapa orang percaya, dan "ketika Paulus melihat mereka, ia mengucap syukur kepada Allah lalu kuatlah hatinya" (ayat 15).

Tak ada pujian yang lebih baik bagi kita selain ucapan, "Berbicara dengan Anda telah mendorong saya untuk melanjutkan perjalanan iman saya." Dunia ini dipenuhi jiwa-jiwa bermasalah dan putus asa yang sedang bergumul di sepanjang kehidupan kristiani. Perjuangan yang melelahkan membuat mereka hampir menyerah. Ketika mereka melihat Anda, pengaruh apa yang dapat Anda berikan kepada mereka? Apakah Anda mengilhami mereka untuk melakukan pelayanan yang lebih mulia? Ataukah keteladanan Anda malah cenderung melemahkan mereka?

Mari kita mempengaruhi orang lain sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh semangat dan berkata, "Saya ingin naik lebih tinggi lagi!" --Richard De Haan

22 Mei 2004

Sang Penebus

Nats : Berhimpunlah juga kepada [Daud] setiap orang yang dalam kesukaran ... maka ia menjadi pemimpin mereka (1 Samuel 22:2)
Bacaan : 1 Samuel 21:10-22:2

Saat sepintas melihat tumpukan surat, mata saya terpaku pada beberapa kata di sebuah kartu kiriman organisasi sosial yang berbunyi: Kami Membutuhkan Barang-barang Bekas Anda! Maksudnya jelas dan sederhana: Apa pun yang sudah tidak Anda pakai, kami bersedia mengambilnya. Barang-barang rumah tangga yang Anda sebut sampah, apkiran, tak berguna, dan rongsokan, akan kami manfaatkan untuk menolong orang yang membutuhkan.

Ketika memikirkan barang-barang buangan itu, saya teringat pada apa yang saya baca dalam kitab 1 Samuel. Sekelompok orang yang berada dalam kesukaran berhimpun di sekeliling seorang raja tanpa mahkota, yang sedang lari menyelamatkan diri. Empat ratus orang yang bersama Daud di Gua Adulam berada dalam kesukaran, dikejar-kejar tukang piutang, dan sakit hati. Setiap orang menghadapi kesukaran dan keputusasaan. “Maka ia [Daud] menjadi pemimpin mereka” (1 Samuel 22:2).

Dalam banyak hal, orang kristiani adalah sekumpulan orang putus asa yang telah menyambut undangan Yesus: “Marilah kepada-Ku” (Matius 11:28). Dengan iman, kita mengakui Kristus sebagai Kapten, Juruselamat, Pemimpin, dan Tuhan kita. Kita datang kepada-Nya dengan apa adanya agar dapat menjadi seperti yang dikehendaki-Nya.

Jika secara rohani maupun moral Anda merasa seperti barang buangan, datanglah kepada Yesus. Orang-orang yang kesepian dan para pecundang akan disambut di pintu-Nya. Kristus yang telah disalib dan dibangkitkan adalah Sang Penebus bagi semua orang yang berpaling kepada-Nya —David McCasland

3 Juli 2004

Obat yang Manjur

Nats : Hati yang gembira adalah obat yang manjur (Amsal 17:22)
Bacaan : Amsal 17:17-22

Dalam majalah Better Homes and Gardens, terdapat sebuah artikel yang berjudul “Tertawa Adalah Jalan Menuju Sehat”. Di situ Nick Gallo mengadakan pengamatan yang menggemakan apa yang ditulis Salomo ribuan tahun silam: “Hati yang gembira adalah obat yang manjur” (Amsal 17:22). Gallo berkata, “Humor adalah obat yang manjur, dan sesungguhnya dapat membantu menjaga kondisi Anda agar tetap sehat.” Ia mengutip pernyataan William F. Fry, M.D., yang menggambarkan tertawa bagaikan “joging batiniah” dan mengatakan bahwa hal itu baik bagi sistem peredaran darah seseorang.

Saat membandingkan tertawa dengan olahraga, Gallo menjelaskan bahwa ketika seseorang tertawa lepas, ia memperoleh beberapa keuntungan fisik. Terjadi penurunan tekanan darah untuk sementara, penurunan kecepatan pernapasan, dan ketegangan otot yang berkurang. Ia mengatakan bahwa banyak orang mengalami suatu “perasaan senang dan santai”. Ia menyimpulkan, “Selera humor yang tetap, terutama bila digabungkan dengan sumber-sumber batiniah lainnya seperti iman dan optimisme, tampak sebagai kekuatan yang berpotensi untuk memperoleh kesehatan yang lebih baik.”

Orang kristiani, dibandingkan orang-orang lain, seharusnya mendapatkan manfaat dari tertawa karena kita memiliki alasan terbesar untuk bersukacita. Iman kita berakar kuat di dalam Allah, dan optimisme kita didasarkan pada keyakinan bahwa hidup kita ada di bawah kendali-Nya yang bijaksana.

Jangan takut untuk menikmati tawa yang sehat, karena itu adalah obat yang manjur —Richard De Haan

2 Agustus 2004

Minyak Pertolongan

Nats : Tuhan telah mengurapi aku ... untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung (Yesaya 61:1,3)
Bacaan : Yesaya 61:1-3

Ada sebuah kisah tentang seorang pria tua eksentrik yang selalu membawa sekaleng minyak ke mana pun ia pergi. Jika melewati pintu yang berderit atau gerbang yang sulit digerakkan, ia mengoleskan minyak pada engselnya. Tindakannya meminyaki pintu itu mempermudah orang-orang yang lewat setelah dia.

Hampir setiap hari kita menemukan orang yang hidupnya berderit keras karena masalah. Dalam situasi semacam ini, kita menghadapi dua pilihan: memperburuk masalah mereka dengan kebiasaan mengkritik, atau meminyaki kehidupan mereka dalam Roh Kristus.

Sebagian orang yang kita jumpai menanggung beban yang tak tertahankan dan mendambakan "minyak" perkataan yang penuh simpati. Ada pula orang-orang yang merasa kalah dan ingin menyerah. Satu dorongan semangat saja dapat memulihkan pengharapan mereka. Namun, ada juga orang-orang jahat yang hatinya dikeraskan oleh dosa. Hati orang-orang semacam ini dapat dilunakkan oleh olesan minyak kebaikan secara teratur, sehingga mereka dapat menerima anugerah Kristus yang menyelamatkan.

Saat kita menerima Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan, Roh Kudus berdiam di dalam kita dan memperlengkapi kita agar menjadi berkat bagi orang lain. Jika kita dipersiapkan untuk mengoleskan minyak pertolongan Allah setiap hari dan di mana saja, dimulai dari rumah kita sendiri, berarti kita akan memberikan keindahan Kristus dan minyak sukacita bagi banyak orang yang terluka.

Barangkali pria tua dengan kaleng minyak itu sebenarnya sama sekali bukan orang eksentrik --Joanie Yoder

31 Agustus 2004

Bersukacitalah Hari Ini

Nats : Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya! (Mazmur 118:24)
Bacaan : Mazmur 118:14-24

Dalam bukunya The Tapestry, Edith Schaeffer menceritakan suatu musim panas ketika suaminya Francis pergi ke Eropa selama tiga bulan. Selama waktu yang penuh dengan rasa kehilangan itu, Edith dan saudarinya, Janet, membawa anak-anak mereka untuk tinggal di bekas gedung sekolah di Cape Cod. Dengan anggaran yang mepet mereka menyewa rumah, hidup tanpa mobil, dan menciptakan petualangan menyenangkan setiap hari bagi kelima anak mereka yang masih kecil.

Bertahun-tahun kemudian, Edith mengenang kembali musim panas tersebut, "Saya tidak pernah menghabiskan waktu bersama anak-anak, saudari, dan kemenakan-kemenakan saya seindah saat-saat itu. Masa itu sungguh berharga dalam hidup. Momen-monen berharga dalam hidup menjadi berarti karena kemunculannya. Jangan sampai momen itu hilang hanya karena kita menginginkan sesuatu yang lebih baik."

Cara pandang Edith ini memberi kita kunci untuk menerapkan kata-kata dalam Mazmur 118:24, "Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorai dan bersukacita karenanya." Selama masa-masa sulit, kita tergoda untuk menjadi pasif sambil menunggu badai hidup berlalu. Tetapi Allah mengajak kita untuk secara aktif memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada di depan mata, bukannya meratapi apa yang tidak kita miliki.

Karena Tuhan sudah mengadakan hari ini, kita dapat mengarahkan pandangan melampaui semua pintu yang tertutup untuk melihat orang-orang dan berbagai kesempatan yang sebelumnya kita abaikan. Dengan menghargai setiap kesempatan, kita akan menemukan sukacita dan kegembiraan dari Allah --David McCasland

16 September 2004

Menjadi Sahabat

Nats : Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara (Amsal 18:24)
Bacaan : Amsal 27:6 -17

Anak perempuan kami, Melissa, mempunyai banyak sahabat ketika masih duduk di Sekolah Menengah Umum. Salah satu sahabat karibnya bernama Katie. Setelah Melissa meninggal dunia dalam kecelakaan mobil, Katie menceritakan kepada kami bagaimana mereka bisa menjadi sahabat karib.

Pada waktu itu Katie adalah murid baru kelas lima di sekolah. Ia baru saja pindah dari Kalifornia. Ia merasa kesepian, canggung, dan terasing. Hal itu berlangsung sampai pada suatu hari di awal-awal tahun pertamanya bersekolah. Saat itu Melissa memerhatikannya sedang duduk sendirian di dalam bus sekolah.

Mell bangkit dari tempat duduknya, duduk di sebelah Katie, dan mulai mengajaknya mengobrol. Mulai saat itu, mereka duduk berdampingan setiap hari dan menjadi sahabat yang tak terpisahkan hingga tujuh tahun kemudian.

Di dunia kita ini ada begitu banyak orang yang membutuhkan hanya sebuah tindakan kasih untuk mengubah hidup mereka. Orang-orang ini mungkin berpikir bahwa mereka tidak akan dapat menyesuaikan diri. Atau mereka sedang menghadapi masalah yang membuat mereka merasa kesepian. Kadang-kadang yang perlu kita lakukan hanyalah memberikan uluran tangan, senyuman, atau ucapan penghiburan. Sebagai orang percaya, kita telah mengenal dan mengalami kasih Allah (1 Yohanes 3:16), dengan demikian kita dapat menjangkau orang-orang dan membagikan kasih itu.

Ada cukup banyak orang untuk dikunjungi, sehingga setiap orang bisa memiliki sahabat. Ambillah inisiatif untuk meyakinkan bahwa tak seorang pun tersisih --Dave Branon

13 Oktober 2004

Saksi dari Kursi Roda

Nats : Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani (Matius 20:28)
Bacaan : Matius 25:31-40

Seorang wanita bernama Nancy memasang iklan berikut di surat kabar lokal: "Jika Anda kesepian atau memiliki masalah, teleponlah saya. Saya memakai kursi roda dan jarang keluar rumah. Kita dapat saling menceritakan masalah kita. Telepon saja. Saya senang bercakap-cakap dengan Anda." Tanggapan terhadap iklan itu sungguh mengejutkan. Ia menerima 30 telepon atau lebih setiap minggunya.

Apakah yang mendorong wanita ini untuk menjangkau dan menolong orang lain yang sedang membutuhkan dari atas kursi rodanya? Nancy menjelaskan bahwa sebelum ia lumpuh, ia memiliki tubuh yang sehat sempurna. Meskipun demikian, ia merasa sangat putus asa. Karena itu ia mencoba untuk bunuh diri dengan melompat dari jendela apartemennya, namun hasilnya ia justru lumpuh mulai dari pinggang ke bawah.

Di rumah sakit, dalam keadaan benar-benar frustrasi, ia merasakan Yesus berkata, "Nancy, dahulu tubuhmu sehat namun jiwamu cacat. Mulai sekarang engkau akan memiliki tubuh yang cacat, namun jiwa yang sehat." Ia pun menyerahkan hidupnya kepada Kristus. Saat akhirnya diizinkan pulang, ia berdoa agar dapat membagikan kasih karunia Allah kepada orang lain, dan ide untuk memasang iklan surat kabar itu pun muncul.

Setiap orang percaya dapat berbuat sesuatu untuk menolong orang lain. Mungkin kita dibatasi oleh penyakit, usia lanjut, atau cacat tubuh, namun kita dapat berdoa, menelepon, atau menulis. Bagaimana pun kondisi kita, kita dapat menjadi saksi yang efektif bagi Yesus --Vernon Grounds

21 Oktober 2004

Kata-kata yang Ramah

Nats : Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun (Efesus 4:29)
Bacaan : Efesus 4:29-32

Salah satu kehormatan paling besar yang pernah ditawarkan kepada saya datang di tengah salah satu peristiwa hidup yang paling menyedihkan.

Tahun lalu hati saya hancur ketika teman baik dan rekan sekerja saya, Kurt De Haan, meninggal secara tiba-tiba saat ia sedang keluar untuk lari-lari pada jam makan siang seperti biasanya. Kurt adalah redaktur pelaksana Our Daily Bread sejak tahun 1989 sampai ia meninggal. Kepergiannya merupakan pukulan hebat bagi kami masing-masing di RBC Ministries. Namun, Mary istrinya dan keempat anak mereka mengalami duka yang jauh lebih dalam.

Beberapa hari sebelum pemakaman, Mary menelepon dan meminta saya untuk menyampaikan pidato tentang Kurt. Saya terharu mendapat hak istimewa ini.

Ketika saya merenungkan kehidupan Kurt, ada salah satu sifat yang terus-menerus muncul ke permukaan. Sifat itu merupakan karakteristik yang luar biasa, dan itu menjadi inti dari kata-kata penghormatan saya bagi almarhum. Selama 22 tahun saya mengenal, bekerja bersama, dan bercakap-cakap dengannya, saya tidak pernah sekalipun mendengar Kurt mengatakan sesuatu yang negatif tentang orang lain.

Benar-benar warisan luar biasa dari hati seorang kristiani yang sejati! Kurt telah hidup sesuai dengan standar Efesus 4:29-32. Ia selalu berusaha untuk membangun orang lain, dengan menunjukkan keramahan serta kasih mesra, bukannya kepahitan atau kejahatan.

Apakah orang lain juga akan dapat mengatakan hal yang sama tentang kita? --Dave Branon

23 Oktober 2004

Bersemangat Bagi Allah

Nats : Salam dari Epafras kepada kamu ... yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu.... Aku dapat memberi kesaksian tentang dia, bahwa ia sangat bersusah payah untuk kamu (Kolose 4:12,13)
Bacaan : 2Raja-raja 13:14-19

Kita tidak tahu banyak tentang Epafras. Dalam surat Paulus kepada jemaat di Kolose hanya disebutkan bahwa ia sangat peduli akan kesejahteraan rohani orang-orang di Kolose sehingga ia dikatakan "bergumul dalam doanya" untuk mereka (Kolose 4:12). Saat saya menjadi pendeta, saya melihat sikap antusias seperti ini di dalam doa dan kesaksian orang-orang kristiani baru. Namun, kerap kali banyak dari antara mereka yang perlahan-lahan kehilangan semangat.

Saya percaya bahwa sikap Raja Yoas yang kurang antusiaslah yang membuat Elisa begitu marah (2 Raja-raja 13). Raja telah mematuhi perintah sang nabi yang sedang sedang mendekati ajal tersebut untuk menarik busur dan memanah ke arah timur. Ia telah mendengar janji Elisa bahwa Allah akan benar-benar membebaskan bangsanya dari Siria. Yoas pun telah menaati perintah untuk memukul tanah dengan seikat anak panah sebanyak tiga kali. Jadi, mengapa sang nabi dengan marah mengatakan bahwa ia seharusnya memukul tanah sebanyak lima atau enam kali?

Saya percaya bahwa Elisa merasa Yoas mengikuti petunjuknya dengan setengah hati. Raja seharusnya bersikap jauh lebih antusias dalam menanggapi pesan Allah yang luar biasa tentang kemenangan atas musuh-musuh Israel.

Raja akhirnya harus membayar mahal atas sikapnya yang tidak peduli. Akibatnya, ia mencapai kemenangan yang tidak lengkap. Saya bertanya-tanya berapa banyak kemenangan rohani yang tidak dapat kita capai karena kita kurang bersemangat --Herb Vander Lugt

30 November 2004

Tanpa Suara

Nats : Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu … dengan segala hikmat (Kolose 3:16)
Bacaan : Kolose 3:12-17

Pada sebuah kebaktian Minggu pagi, saya tertarik melihat penerjemah untuk orang-orang tuli yang terus memberikan kode isyarat saat piano dimainkan secara instrumental. Setelah kebaktian selesai, saya bertanya apa yang ia ungkapkan kepada orang-orang tuli itu ketika tak ada kata-kata yang diutarakan atau dinyanyikan. Ternyata ia menyampaikan keterangan tentang lagu yang dimainkan, sambil menjawab pertanyaan-pertanyaan “jemaatnya” tentang si pemain piano, gayanya, dan pendidikan pianonya.

“Musik instrumental dalam kebaktian dapat menjadi wilayah hampa bagi kaum tuli,” katanya. Daripada berhenti dan turut menikmati musik itu sendirian, ia justru memerhatikan orang-orang tuli itu dan menjaga agar suasana kebaktian tidak terputus bagi mereka.

Pengalaman itu memperluas pemahaman saya tentang bacaan Kolose 3:16: “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji- pujian dan nyanyian rohani”. Saat kita mengizinkan firman Allah mengisi hati kita dan membebaskan belenggu dari hidup kita, maka kita akan dapat membagikan firman Allah bagi orang lain melalui kata-kata pengajaran, dorongan, dan pujian kepada Allah. Bayangkanlah dampak yang ditimbulkannya pada keluarga kita, dalam percakapan kita, serta dalam ibadah bersama.

Saat Anda memberi dorongan bagi orang lain dengan membagikan firman Allah dari hati Anda, itulah musik yang dapat mereka nikmati —David McCasland

7 Januari 2005

Saya Berutang

Nats : Aku berutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar (Roma 1:14)
Bacaan : Roma 1:8-17

Seorang pembeli salah memperkirakan total harga belanjaannya. Ketika kasir menjumlah harga belanjaannya, uang wanita itu kurang 4 dolar. Kemudian terjadilah sesuatu yang tidak lazim. Seorang pria yang sedang mengantre pembayaran di belakangnya, melihat wanita itu mencaricari uang di dompet dan berkata kepada kasir bahwa ia hendak menambahkan kekurangan itu dalam tagihannya. Ia secara halus menolak untuk memberitahukan namanya kepada wanita itu.

Beberapa hari kemudian, surat kabar lokal memberitakan bahwa sebuah organisasi sosial telah menerima cek 4 dolar dengan pesan: “Cek ini dikeluarkan demi pria yang menolong saya keluar dari posisi sulit. Saya mendapatkan gagasan untuk memberikannya kepada Anda sebagai ucapan terima kasih kepadanya.”

Kejadian ini menggambarkan sebuah prinsip rohani yang sangat penting. Kita seharusnya merasa wajib meneruskan kebaikan yang kita terima kepada orang lain. Begitulah Rasul Paulus menanggapi belas kasih Allah. Tentu saja, ia tidak pernah dapat membayar kembali keselamatan dari Tuhan, tetapi hal itu tidak membuatnya berhenti menunjukkan rasa terima kasihnya secara terbuka. Karena apa yang telah diterimanya, ia menunjukkan kemurahan hati terbesar—menceritakan Injil kepada orang lain.

Jangan berpikir bahwa karena kita tidak bisa membalas Allah yang telah menyelamatkan kita, kita tidak berutang apa-apa kepada-Nya. Kita berutang segalanya kepada-Nya. Paling tidak kita dapat menunjukkan terima kasih kita dengan mewartakan Dia kepada orang lain —Mart De Haan

21 Januari 2005

Katakan Saja

Nats : Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya (Ibrani 13:15)
Bacaan : Roma 10:1-13

Del Trotter adalah seorang tukang cukur yang pemabuk. Keselamatan tidak hanya mengubah hidupnya, tetapi juga mengubah hidup ribuan orang lain. Ia diselamatkan pada tahun 1897 di Chicago pada Pacific Garden Mission, dan tidak lama kemudian ia menjadi direktur City Rescue Mission di Grand Rapids, Michigan.

Tiga puluh lima tahun kemudian, pada pertemuan misi, Mel Trotter mengadakan acara “Katakan-Saja”. Ia meminta orang banyak tersebut bersaksi bagaimana Yesus telah menyelamatkan mereka. Malam itu, seorang anak laki-laki yang berumur 14 tahun berdiri dan berkata, “Saya senang Yesus menyelamatkan saya. Amin.” Trotter melontarkan pendapat, “Itu adalah kesaksian terbaik yang pernah saya dengar.” Terdorong oleh perkataan dari pemimpin yang sangat penting itu, remaja yang bernama Mel Johnson itu, kemudian menjadi pemimpin kristiani atas kehendaknya sendiri.

Mel remaja terdorong untuk mengatakannya, dan ia melakukannya. Enam kata sederhana, diikuti dengan kata-kata dorongan. Kesaksian dan pengukuhan memimpin pada kehidupan pelayanan kepada Allah.

Marilah mencari kesempatan untuk menawarkan “buah dari bibir kita”, untuk memberi tahu orang lain bahwa Yesus adalah Tuhan dan bahwa Dia telah menyelamatkan kita. Ceritakanlah keselamatan Anda, dan mintalah orang lain membagikan cerita mereka juga—sebagai “korban syukur kepada Allah” (Ibrani 13:15). Entah kita anak-anak, remaja, atau orang dewasa, kita yang adalah milik Yesus Kristus perlu bangkit dan “mengatakan saja” —Dave Branon

2 Februari 2005

Pujian Saya

Nats : Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, ... karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus (Kolose 1:3,4)
Bacaan : Kolose 1:3-8

Ketika menerima suatu pujian, ada se-suatu yang memancar hangat dalam diri saya. Kadang kala saya merasa bersalah karena menikmati pujian itu. Lagi pula, bukankah hal itu merupakan suatu bentuk kesombongan? Namun, saya menyimpulkan bahwa menikmati pujian bukanlah hal yang keliru, apabila kita menerima pujian yang tulus atas apa yang telah kita kerjakan.

Dengan merasakan kegembiraan karena dipuji, kita mengizinkan orang lain untuk melatih talenta mereka dalam memberi dorongan kepada sesama. Perkataan mereka dapat membangkitkan semangat kita.

Apabila kita memuji orang lain, kita juga menunjukkan bahwa kesombongan tidak mendapat tempat dalam kehidupan kita. Orang yang sombong tenggelam dalam dirinya sendiri, sehingga ia tidak memerhatikan apa yang dilakukan sesamanya dan tidak memiliki hasrat untuk memuji mereka.

Paulus secara terbuka memuji teman-temannya di Kolose karena ia tahu bahwa pujian itu akan memberikan semangat kepada mereka. Maka demikian pulalah kita seharusnya.

Berikan tepukan di punggung sesama kita apabila mereka layak dipuji. Pujilah seorang anak yang melakukan sesuatu dengan baik. Pujilah ibu tunggal yang secara teratur mengajak anak-anaknya ke gereja. Berilah semangat kepada orang yang setia membantu orang lain, meski ia jarang menerima penghargaan dari mereka. Tetaplah berusaha menyenangkan Allah dan sesama di sekitar Anda.

Anda tak perlu merasa bersalah karena merasa senang ketika seseorang memuji Anda —Herb Vander Lugt

24 Maret 2005

Merayakan Permulaan

Nats : Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus (Lukas 1:31)
Bacaan : Lukas 1:26-38

Banyak gereja yang merayakan 25 Maret sebagai hari peringatan Maria diberi kabar oleh malaikat Tuhan. Hari ini dihormati sebagai peringatan pemberitahuan malaikat kepada Maria bahwa ia akan menjadi ibu Yesus, Mesias. Di masyarakat kita yang berorientasi pada keberhasilan, perayaan ini adalah peringatan yang dibutuhkan untuk mengakui dan bersukacita atas dimulainya pekerjaan Allah dalam hidup seseorang. Kita tidak menahan kegembiraan atas suatu keberhasilan.

Karena kita sering membaca Injil Lukas pada hari Natal, kita mungkin lupa bahwa ada 9 bulan masa kepercayaan dan penantian sejak Maria menanggapi penyataan Gabriel hingga kelahiran Yesus. Ketika kita membaca kata-kata penyerahan Maria dalam konteks masa penantian ini, kita akan mendapat tambahan pemahaman: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu" (Lukas 1:38). Maria pasti telah menerima dorongan semangat yang besar ketika sepupunya mengatakan, "Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana" (ayat 45).

Kita dapat merayakan suatu permulaan dengan memberikan pelukan atau jabat tangan kepada seorang percaya baru yang mengakui imannya di dalam Kristus. Kita dapat menulis sebuah catatan yang menyemangati kepada seorang teman yang telah memilih untuk menaati firman Allah.

Marilah kita meraih setiap kesempatan yang ada untuk merayakan permulaan pekerjaan Allah di dalam kehidupan orang lain —DCM

15 Desember 2005

Kata-kata yang Hidup

Nats : Hidup dan mati dikuasai lidah (Amsal 18:21)
Bacaan : Kolose 4:2-6

Kata-kata yang mendorong semangat dapat menjadi “kata-kata yang hidup”, yang membawa motivasi baru bagi hidup kita. Mark Twain mengatakan bahwa ia dapat hidup selama satu bulan penuh hanya karena ia menerima satu pujian yang baik.

Namun suatu dorongan kristiani lebih dari sekadar pujian atau tepukan di pundak. Seorang penulis menggambarkan hal itu sebagai “jenis ungkapan yang menolong seseorang untuk ingin menjadi seorang kristiani yang lebih baik, bahkan saat hidup ini sulit”.

Ketika masih muda, Larry Crabb menderita gagap, sehingga ia sempat merasa malu pada sebuah pertemuan sekolah. Beberapa waktu kemudian, saat berdoa dengan suara keras pada sebuah kebaktian gereja, kegagapannya menyebabkan kata-kata dan teologinya menjadi kacau di dalam doanya. Karena ia merasa akan ditegur dengan keras, Larry kemudian menyelinap keluar dari kebaktian, dan memutuskan untuk tidak pernah lagi berbicara di depan umum. Di pintu keluar ia diberhentikan oleh seorang pria lanjut usia yang berkata, “Larry, ketahuilah, apa pun yang engkau lakukan bagi Tuhan, saya akan mendukungmu seribu persen.” Tekad Larry untuk tidak pernah berbicara di depan umum lagi langsung lenyap. Sekarang, bertahun-tahun kemudian, ia berbicara kepada orang banyak dengan penuh percaya diri.

Paulus mengajarkan kepada kita untuk membumbui ucapan kita dengan “penuh kasih” (Kolose 4:6). Dengan melakukan hal itu, maka kita akan mengeluarkan “kata-kata yang hidup”, yang memberi dukungan -JEY

10 Maret 2006

Pelatih yang Hebat

Nats : Karena tak ada seorang pun padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan begitu bersungguh-sungguh memerhatikan kepentinganmu (Filipi 2:20)
Bacaan : Filipi 2:12-24

Meskipun Billy Connors bukan atlet yang hebat, banyak orang menganggapnya pelatih melempar bola terbaik dalam liga bisbol utama saat ini. Manager klub New York Yankees, Joe Torre berkata, "Kadang kala pemain terbaik tidak dapat menjadi pelatih, karena mereka berbakat secara alami ... sementara orang seperti Billy harus bekerja keras dalam hal itu, dan mencurahkan perhatian pada banyak hal kecil."

Connors juga mengenal dan peduli pada atlet yang dilatihnya. Mereka semua pernah diundang makan di rumahnya. Perhatiannya yang tulus membuat para atlet itu menaati ucapannya.

Kisah tentang pelatih yang tangkas dan penuh perhatian ini mengingatkan saya pada Timotius dalam Perjanjian Baru. Meski terkadang ia tampak ragu dan ketakutan (2Timotius 1:6-8), namun Paulus menganggap Timotius dapat diandalkan dan teruji dalam membimbing orang lain. Paulus menulis, "Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan Timotius kepadamu .... Karena tak ada seorang pun padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan begitu bersungguh-sungguh memerhatikan kepentinganmu" (Filipi 2:19,20).

Dalam pelatihan rohani kita tidak hanya memberi tahu orang lain bagaimana mengerjakan hal-hal besar untuk Allah. Kita mengawali latihan rohani dengan mulai memerhatikan mereka sehingga kita nantinya akan didengarkan. Kemudian, dengan mata yang lembut dan perkataan yang ramah, kita dapat mendorong orang lain untuk masuk dalam jalan iman.

Setiap orang kristiani dapat menjadi pelatih rohani yang hebat berkat anugerah Allah --DCM

31 Mei 2006

Bergandengan dan Melompat!

Nats : Berdua lebih baik daripada seorang diri (Pengkhotbah 4:9)
Bacaan : Pengkhotbah 4:8-12

Ketika Leo dan Amy membuka restoran yang dikemas mewah dengan 300 kursi, Leo mengaku "takut akan semua hal". Amy menggambarkan lompatan iman mereka dalam memulai bisnis ini seperti dua orang yang bergandengan sambil melompat dari atas gunung. Namun, apabila Anda hendak melakukan sesuatu yang menakutkan, "Anda pasti ingin melakukannya dengan seseorang yang Anda kenal dan percayai," lanjut Leo.

Chris dan Karie, pasangan lain yang mengambil risiko untuk memiliki dan mengelola restoran bersama, mengatakan bahwa mereka mempunyai "hubungan kerja yang baik, dan saling mengagumi pekerjaan masing-masing".

Salomo, orang paling bijak yang pernah hidup di dunia, tahu betapa pentingnya mempunyai teman-teman. Ia menulis, "Berdua lebih baik daripada seorang diri" (Pengkhotbah 4:9). Jika yang satu jatuh pada waktu yang sulit, yang lain menghibur dan mengangkatnya (ayat 10-12). Kita membutuhkan pasangan hidup dan teman-teman untuk menolong kita melewati waktu-waktu yang menakutkan dan memberi dukungan emosional. Orang-orang yang sendirian, akan mengalami hidup yang semakin keras (ayat 8). Namun, orang-orang yang menyadari kebutuhan mereka akan orang lain, memperoleh pertolongan dan penghiburan.

Jika Anda perlu melakukan lompatan iman -- yang melibatkan keuangan, perubahan karier, pelayanan yang baru -- ajaklah seseorang yang dapat dipercaya untuk menggandeng tangan Anda saat Anda "melompat". Atau berikanlah dorongan yang sama kepada seseorang yang dekat dengan Anda. Sebab berdua lebih baik daripada seorang diri --AMC

26 Juni 2006

Dua Ketakutan Besar

Nats : Dituntun-Nya mereka ke pelabuhan kesukaan mereka (Mazmur 107:30)
Bacaan : Mazmur 107:23-32

Mazmur 107 menceritakan tentang "orang-orang yang mengarungi laut dengan kapal-kapal" (ayat 23). Sepanjang perjalanan mereka di laut, mereka melihat Allah sebagai Pribadi yang berada di balik badai yang bergelora dan Pribadi yang menenangkan badai tersebut. Di dunia kapal layar, ada dua ketakutan besar, yaitu angin ribut yang menakutkan dan tidak ada angin sama sekali.

Di dalam puisi yang berjudul The Rime of the Ancient Mariner, penyair Inggris, Samuel Taylor Coleridge (1772-1834) menggambarkan badai dan kesunyian di laut. Dua kalimat dari puisi tersebut telah sangat terkenal:

Air, air di mana-mana,

Dan tak setetes pun dapat menghapus dahaga.

Pada posisi garis lintang tertentu, angin benar-benar berhenti bertiup sehingga kapal layar tidak bergerak. Kapten dan awak kapal "terjebak" tanpa bantuan. Akhirnya, tanpa adanya angin yang bertiup, persediaan air mereka pun habis.

Kadang kala kehidupan menuntut kita untuk bertahan di dalam badai. Namun pada kesempatan yang lain, kita juga diuji di dalam kejemuan. Kita mungkin merasa terjebak. Sesuatu yang sangat kita idam-idamkan, sama sekali tidak dapat kita raih. Akan tetapi, sekalipun kita berada di dalam keadaan krisis atau berada di sebuah tempat di mana "angin" rohani telah diambil dari pelayaran kita, sangatlah penting bagi kita untuk memercayai tuntunan Allah. Tuhan, yang bertakhta atas situasi yang berubah-ubah, pada akhirnya akan menuntun kita menuju pelabuhan kesukaan kita (ayat 30) --HDF

2 Agustus 2006

Tiga Sahabat

Nats : Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi saudara dalam kesukaran (Amsal 17:17)
Bacaan : Daniel 1:11-21

Tokoh Perjanjian Lama Ayub dan Daniel mempunyai banyak kemiripan. Keduanya mengalami berbagai percobaan dan tantangan berat. Akan tetapi, keduanya juga memperoleh sukses besar berkat kehadiran Allah di dalam hidup mereka. Keduanya dipandang sebagai raksasa-raksasa iman, yang seorang karena kesabarannya dalam menanggung penderitaan, dan yang lain karena kesuciannya di tengah budaya yang najis.

Ayub dan Daniel mempunyai persamaan yang lain, yaitu masing-masing mempunyai tiga orang sahabat yang berarti. Akan tetapi, persamaan mereka berakhir di sini. Teman-teman Ayub menjadi duri dalam daging. Mereka justru menyalahkannya ketika ia membutuhkan belas kasih dan pendampingan. Pada saat Ayub bergumul dengan kehilangan dan kesedihan, Elifas, Bildad, dan Zofar tampaknya cenderung menambah kesakitannya daripada memberi pertolongan dalam kesengsaraannya.

Ketiga teman Daniel sangat berbeda. Ketika mereka bersama-sama ditangkap, Daniel dan sahabat-sahabatnya; Sadrakh, Mesakh, dan Abednego saling mendukung serta menguatkan dalam masa-masa sulit ini. Mereka berdiri bersama-sama untuk menghormati Allah (Daniel 1) dan berdoa (2:17,18), serta menolak untuk menyembah patung raja (3:16-18). Sahabat-sahabat seperti inilah yang kita butuhkan!

Jadi, sahabat seperti apakah saya? Amsal 17:17 mengatakan demikian, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu." Siapakah yang membutuhkan Anda untuk menjadi sahabatnya pada hari ini? -WEC

4 Agustus 2006

"saya Juga Melakukannya"

Nats : "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di anta-ra mereka akulah yang paling berdosa (1Timotius 1:15)
Bacaan : Matius 18:23-33

Teman kami Barbara Leavitt sangat menyukai bunga. Rumahnya seperti taman yang sangat indah dan harum semerbak, demikian pula hidupnya. Ia hadir seperti buket bunga yang menyenangkan.

Tahun 2005, Barbara pergi selama-nya untuk bertemu Tuhan. Namun, peristiwa yang terjadi beberapa hari menjelang kematiannya tak akan pernah saya lupakan. Istri saya dan saya sedang duduk di samping tempat tidurnya bersama beberapa kawan lain dan bercerita tentang masa kanak-kanak kami. Lalu saya bercerita bahwa saya pernah mencuri beberapa tangkai bunga. Ada sebuah taman di antara sekolah dasar tempat saya bersekolah dan rumah kami. Suatu hari, ketika saya berjalan melalui taman itu, saya melihat sederet bunga iris yang sedang berkembang dan memetik beberapa tangkai untuk ibu saya. Beberapa anak lelaki yang lebih tua melihat perbuatan saya dan mengancam akan memanggil polisi. Saya ketakutan selama berminggu-minggu karena berpikir bahwa mereka akan datang dan membawa saya pergi.

Barbara menyentuh tangan saya dan berbisik, "Saya juga per-nah melakukannya." Saya pikir, begitu semestinya tanggapan saya jika melihat atau mendengar dosa orang lain, "Saya juga melakukannya." Mungkin saya tak melakukan dosa yang sama, tetapi semua dosa kita tercela dan membutuhkan ampunan Allah.

Menurut John Newton, kesadaran atas keburukan diri sendiri disebut "akar dari kelembutan hati yang kekal". Saya tidak ingin menjadi seperti hamba yang tidak tahu berterima kasih dalam Matius 18. Saya ingin berbudi baik dan menunjukkan belas kasihan, sebab "Saya juga melakukannya" -DHR

7 Agustus 2006

Harapan Bagi yang Bersedih

Nats : Curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita (Mazmur 62:9)
Bacaan : Mazmur 62

Anda pernah merasakannya sendiri, atau paling tidak mendengar orang lain menceritakan saat-saat mereka merasa sedih, atau sangat berputus asa. Lynette Joy, dalam sebuah artikel yang ditulisnya untuk christianwomentoday.com, mengemukakan beberapa langkah yang dapat kita lakukan pada saat-saat gelap itu untuk dapat berpaling kepada Yesus, Sang Terang Dunia:

o Terangilah hati Anda dengan doa. Curahkanlah isi hati Anda kepada Allah apabila Anda merasa terlalu berat (Mazmur 62:9). Serahkanlah kekhawatiran Anda kepada-Nya dalam doa (Filipi 4:6,7). Jika Anda menulis di buku harian atau menuliskan doa-doa Anda, maka Anda dapat melihatnya kembali di kemudian hari untuk menyaksikan bagaimana Tuhan telah menjawab doa Anda.

o Terangilah pikiran Anda dengan kebenaran. Bacalah firman Tuhan setiap hari, paling tidak selama beberapa menit. Izinkanlah kebenaran-Nya menantang, menyerap, dan mengubah pikiran-pikiran Anda yang tidak benar bahwa hidup itu tidak ada harapan (Mazmur 46:2; Roma 12:2).

o Terangilah hidup Anda dengan melakukan kehendak Allah. Dia menghendaki agar Anda menyembah dan melayani-Nya. Tetaplah terlibat di gereja tempat Anda dapat berbakti dan bersekutu bersama orang lain dan melayani-Nya (Ibrani 10:25). Hal ini akan membantu Anda untuk semakin menumbuhkan iman kepada Allah.

Apabila kita merasa kegelapan mulai melingkupi, kita perlu berpaling kepada Yesus, Sang Terang. Dia akan menjadi perlindungan (Mazmur 62:8,9) dan akan memberikan kekuatan kepada kita untuk terus maju -AMC

26 Maret 2007

Teologi Eeyore

Nats : Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami (Mzm. 90:17)
Bacaan : Mazmur 90:1-17

Bagaimana cara orang yang percaya kepada Yesus Kristus mengatasi beban kehidupan dan singkatnya kehidupan tanpa menyerah pada apa yang disebut Michael Easley dari Moody Bible Institute sebagai "teologi Eeyore"? Eeyore, keledai pemurung teman Winnie-the-Pooh, selalu berjalan lamban dengan kepala menunduk. Ia melihat segalanya dari sisi negatif. Seorang kristiani yang seperti Eeyore akan melontarkan pernyataan seperti ini: "Dosa merajalela di mana-mana, bahkan di gereja." "Dunia bertambah buruk daripada sebelumnya." "Allah akan menghakimi kita atas kefasikan kita."

Ketika menulis Mazmur 90, Musa sedang bermuram durja karena merenungkan beda antara kemuliaan Allah yang kekal dan kelemahan manusiawi kita. Kita bergumul, berduka, berdosa, takut akan Allah, dan mati (ay. 7-10). Ini membuat depresi, bukan? Namun, Musa tak mengakhiri mazmurnya dengan suasana muram.

Bagaimana respons Musa terhadap teologi Eeyore? Ia menulis, "Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami" (ay. 14). Apabila kita melihat nilai setiap momen dan hidup di dalam kemuliaan karena penebusan Kristus serta sukacita karena berkat-Nya atas kita, sesungguhnya kita tengah menunjukkan kepuasan kita di dalam Allah kepada anak dan cucu kita (ay. 16,17).

Ya Tuhan, jauhkan kami dari sikap seperti Eeyore, dan tolonglah kami untuk mewariskan sukacita, pengharapan, dan damai sejahtera --DCE

Bila cobaan datang dan hatiku berat,
Bila sakit dan sedih terus menyerbu,
Aku berserah kepada-Mu, Tuhan, biar kulihat
damai sukacita yang Kaujanjikan kepadaku. --Fitzhugh

27 Oktober 2007

Mendorong Orang Lain

Nats : Ia menasihati mereka, supaya mereka semua dengan kesungguhan hati setia kepada Tuhan (Kisah 11:23)
Bacaan : Kisah 11:19-26

Saat masih remaja, Jean sering berjalan-jalan dan melihat ibu-ibu duduk di bangku sambil bercakap-cakap di taman. Anak-anak mereka yang masih kecil duduk di ayunan, berharap agar ada orang yang mau mendorong mereka. "Saya mendorong mereka," kata Jean. "Dan, tahukah Anda apa yang terjadi saat Anda mendorong seorang anak di atas ayunan? Tak lama kemudian anak itu akan melakukannya sendiri. Itulah peran saya dalam kehidupan; saya mendorong orang lain."

Dalam hidup, mendorong orang lain adalah tujuan hidup yang mulia. Yusuf, seorang saleh dalam kitab Kisah Para Rasul, memiliki karunia itu. Pada zaman gereja mula-mula, ia menjual tanahnya dan memberikan uangnya kepada gereja supaya digunakan untuk membantu orang-orang yang kurang beruntung (4:36,37). Ia juga pergi bersama Paulus dalam perjalanan misi dan mengabarkan Injil (11:22-26; 13:1-4).

Anda mungkin telah mengenal Yusuf sebagai "Barnabas", yaitu nama yang diberikan para rasul kepada "Anak Penghiburan". Saat gereja yang berada di Yerusalem mendengar bahwa orang-orang di Antiokhia mulai mengenal Yesus sebagai Juru Selamat, mereka mengirim Barnabas karena "Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman" (11:24). Ia "menasihati mereka, supaya mereka semua dengan kesungguhan hati setia kepada Tuhan" (ayat 23).

Kita pun dapat memberikan "dorongan" semangat kepada orang-orang lainnya dalam perjalanan mereka bersama Tuhan --AMC

11 Desember 2007

Sangat Diberkati

Nats : Bumi penuh dengan kasih setia Tuhan (Mazmur 33:5)
Bacaan : Mazmur 33:1-9

Pohon-pohon mapel di halaman depan rumah saya adalah pohon-pohon terakhir yang kehilangan daun-daunnya pada musim gugur. Jadi, pada suatu hari yang dingin di bulan November, saya menggerutu sambil menyerok dan memasukkan daun-daun terakhir ke dalam kantong sampah.

Lalu terdengarlah suara riang, "Selamat pagi!" Tanpa saya sadari, wanita yang mencatat meteran gas kami menghampiri saya. Saya bertanya, "Bagaimana kabar Anda di pagi yang sangat berangin ini?"

"Saya sangat diberkati," katanya sambil tersenyum. Setelah menyesuaikan diri dengan cepat, saya menyahut, "Saya juga. Bukankah Allah luar biasa?"

"Ya. Dia memang luar biasa," jawabnya. "Apakah Anda juga percaya kepada Yesus?" "Ya," balas saya, "dan Dia telah mengisi hidup saya dengan berkat."

Percakapan singkat itu tidak saja mencerahkan hati saya, tetapi juga mengingatkan saya bahwa kita, orang-orang yang percaya kepada Kristus, sangat diberkati. Setelah saudara seiman di dalam Kristus ini pergi, langit tidak lagi tampak begitu gelap; angin tidak lagi begitu dingin; pekerjaan membersihkan daun terasa lebih ringan. Tuhan telah memakai seorang saudara seiman untuk mengalihkan perhatian saya kepada-Nya dan melihat kebaikan-Nya (Mazmur 33:5).

Orang-orang kristiani merupakan bagian dari masyarakat. Marilah kita saling memberi semangat satu sama lain. Kita tidak pernah tahu kapan seorang saudara seiman perlu diingatkan akan kebaikan Allah --DCE

15 Desember 2007

Butuh Tuhan dan Orang Lain

Nats : Perhatikanlah teriakku minta tolong, ya Rajaku dan Allahku, sebab kepada-Mulah aku berdoa (Mazmur 5:3)
Bacaan : Pengkhotbah 4:9-12

Pada tahun 2006, ketika mempromosikan film Rocky Balboa, Sylvester Stallone mengejutkan orang-orang kristiani dengan apa yang diungkapkannya. Ia mengatakan bahwa imannya kepada Yesus Kristus tidak hanya memengaruhi penulisan film Rocky-nya yang pertama, tetapi bahwa keputusannya untuk menciptakan film yang terakhir diilhami oleh masuknya ia kembali ke dalam kekristenan. Sebagai bagian dari perubahan itu, Stallone menyadari bahwa dulu pilihan buruk telah menuntun hidupnya -- yaitu percaya pada kemampuan diri sendiri. Ia berkata, "Kita memerlukan keahlian dan bimbingan orang lain." Stallone belajar suatu hal yang mulai diakui oleh banyak orang -- kita semua membutuhkan Allah dan orang-orang lain.

Alkitab menegaskan bahwa kita membutuhkan Allah dan orang lain. Daud telah mengungkapkan kepercayaannya kepada Allah dengan berseru dan memohon kepada-Nya di dalam doa. "Perhatikanlah teriakku minta tolong, ya Rajaku dan Allahku, sebab kepada-Mulah aku berdoa" (Mazmur 5:3). Dan di dalam kitab Pengkhotbah kita membaca bahwa Salomo menganjurkan supaya kita tidak menggantungkan hidup kita sepenuhnya kepada orang lain. Sebenarnya, ia mengatakan bahwa sikap saling menolong dapat menguatkan kita, tetapi individualisme dan percaya pada kemampuan diri sendiri itu berbahaya serta melemahkan. Berdua lebih baik daripada seorang diri (4:9-12).

Allah menciptakan kita untuk hadir satu sama lain. Marilah dengan penuh gairah kita bergantung kepada kuasa-Nya dan menerima bantuan orang-orang lain --MLW

30 Desember 2007

Para Tumpuan

Nats : Kami senantiasa berdoa juga untuk kamu ... sehingga nama Yesus, Tuhan kita, dimuliakan di dalam kamu (2Tesalonika 1:11-12)
Bacaan : 2Tesalonika 2:13-17

Saya sangat menghargai para laki-laki dan perempuan pemberani yang mendaki puncak-puncak gunung berbatu. Mereka harus sangat berhati-hati ketika mendaki batu karang yang curam. Salah satu pengaman yang mereka gunakan adalah tali yang selalu dihubungkan dengan orang yang berada di bawahnya. Orang tersebut disebut "tumpuan". Apabila seorang pendaki kehilangan keseimbangan atau jatuh, sang tumpuan memegangnya dengan kuat sehingga ia dapat berpijak kembali dan melanjutkan pendakian atau penurunannya. Jadi, "ditumpui" berarti menjadi tambatan, memegang dengan kuat, dan menjaga keselamatan orang lain.

Hope Church, di dekat Cincinnati, mempunyai kelompok persekutuan dewasa yang disebut "The Belayers" [Para Tumpuan]. Para anggotanya berjanji untuk saling menolong dan mendukung dalam perjalanan mereka sehari-hari dengan Kristus, dan berjanji untuk saling mendukung dalam doa. Mereka menyediakan pertolongan bila diperlukan, saling memberi semangat, dan saling mendampingi pada saat menghadapi bahaya rohani. Mereka "memegang tali" untuk satu sama lain.

Saya pikir Rasul Paulus menjadi tumpuan bagi banyak gereja, termasuk gereja di Tesalonika. Orang-orang percaya di sana mengalami pengejaran dan merasa khawatir. Ia mengingatkan mereka bahwa mereka dipilih dan tetap dikasihi Allah (2Tesalonika 2:13). Dan ia memberi mereka semangat untuk terus memercayai Tuhan, serta berdoa bagi mereka (ayat 15-17).

"Tali" siapakah yang dianjurkan oleh Allah untuk Anda pegangi? --DCE

13 April 2008

Berkat Dalam Ibadah

Nats : Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (Kisah 2:42)
Bacaan : Kisah 2:41-47

Waktu masih kecil, saya sering mendengar pernyataan demikian, "Buat apa kamu terus ke gereja, apakah gereja akan memberimu makan?" "Bukankah kamu justru kehilangan uang karena harus memberi untuk persembahan?" Pemikiran semacam itu terus mengisi benak saya selama bertahun-tahun, hingga suatu saat Tuhan mengubah haluan hidup saya dan membuat saya bertobat.

Alkitab memberi perspektif yang lain tentang ibadah. Ternyata Tuhan menyediakan berkat yang khusus dalam ibadah. Bacaan kita hari ini diawali dengan khotbah Petrus yang membawa perubahan hidup. Jemaat yang pertama mendapat pencurahan Roh Kudus. Setelah itu, cara mereka beribadah pun diperbarui. Ibadah yang selama ini dijalankan biasa-biasa saja, kini berubah menjadi kebutuhan mutlak. Jemaat memiliki kehausan yang mendalam akan firman Tuhan. Mereka bertekun dalam pengajaran para rasul dan dalam persekutuan. Setiap hari mereka berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (ayat 42). Peristiwa-peristiwa ajaib terjadi sebagai bukti penyertaan Tuhan atas firman-Nya. Dan lebih hebat lagi, Tuhan menambahkan jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan (ayat 47). Sungguh besar segala berkat dalam ibadah!

Menghayati makna ibadah dengan benar adalah keharusan. Jika kita beribadah sebagai rutinitas belaka, maka tidak akan ada dampak apa pun. Ibadah gereja mula-mula membawa berkat rohani dan jasmani, sebab berawal dari kehausan akan kehadiran Tuhan dan firman-Nya. Karena itu, mari kita sama-sama berusaha menumbuhkan kerinduan yang dalam untuk bertemu Tuhan dalam setiap ibadah! -MZ

25 Mei 2008

Kuat Dalam Tuhan

Nats : Segala hal dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)
Bacaan : Filipi 4:10-19

Pada suatu malam, anak pertama saya yang berusia 5 tahun mengalami panas tinggi. Saat itu saya sedang hamil tua. Dengan perut besar, saya menggendong anak pertama saya ke rumah sakit. Akibat panasnya itu, ia mengigau dan mengeluarkan darah dari hidung, telinga, dan mulutnya. Dalam keadaan demikian saya berdoa memohon kebaikan Tuhan, dan Roh Kudus mengingatkan saya akan firman Tuhan, "Segala hal dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku" (ayat 13). Melalui ayat tersebut, saya tahu Roh Kudus menguatkan saya untuk melewati masa yang berat itu.

Paulus membukakan sebuah rahasia kepada kita agar dapat kuat menanggung segala sesuatu, yakni hidup di dalam Tuhan, yang dapat memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya (ayat 19). Apa pun yang terjadi, tidak ada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan yang berasal dari Tuhan. Paulus sudah membuktikan hal ini.

Memang ada banyak hal di dunia ini yang dapat menjauhkan kita dari Tuhan, sehingga kita tidak lagi hidup di dalam Dia. Bisa berupa hal yang berkaitan dengan kelimpahan atau kekurangan. Bisa juga berupa hal yang berkaitan dengan kekenyangan atau kelaparan (ayat 12). Namun, Paulus yang telah mengalami semua itu, mengingatkan kita agar jangan terkecoh oleh apa pun yang dapat membuat kita tidak berada di dalam Tuhan. Mari kita belajar mencukupkan diri dalam segala hal (ayat 11) dan memohon rahmat-Nya setiap hari, supaya Roh Kudus memberi hati yang bijak dan menolong kita untuk terus ada di dalam Tuhan -CHA

6 Juni 2008

Meledak Seperti Pistol

Nats : Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: Janganlah matahari terbenam, sebelum padam kemarahanmu (Efesus 4:26)
Bacaan : Efesus 4:20-32

Seorang perempuan yang suka marah-marah berusaha membenarkan kebiasaannya, "Kalau amarah saya sudah bisa meledak, berarti persoalan selesai. Jadi daripada dipendam, lebih baik diluapkan saja. Betul, tidak?" Temannya pun menimpali, "Yah, tapi kemarahanmu itu seperti pistol. Hanya dengan satu ledakan, kerusakan yang terjadi bisa sangat fatal." Kemarahan memang emosi yang pelik. Ada orang yang gampang sekali meledak amarahnya, seperti perempuan di atas. Ada orang yang suka menyimpan kemarahannya; sehingga menjadi akar pahit. Namun, ada pula orang yang tak bisa marah. Ia cukup menyalahkan diri sendiri, dan akhirnya depresi.

Apakah marah itu dosa? Alkitab tidak menyatakan bahwa kita tidak boleh marah. Hanya, kita perlu menghadapi kemarahan secara wajar. Ada saatnya kita juga perlu marah. Namun, Alkitab membatasi agar kita jangan memendam kemarahan hingga menjadi dendam (ayat 26). Kita mesti berjaga-jaga agar tak terjebak dalam amarah yang mengundang pengaruh Iblis (ayat 27).

Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, nasihat Paulus tentang amarah ini ditaruh dalam konteks pelatihan rohani untuk menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru (ayat 23,24). Dalam proses ini kita ditantang untuk secara lebih tenang dan dewasa mengenali hal-hal yang memang sepatutnya memicu kemarahan, menyadari bahaya amarah yang tak terkendali, serta menjauhi amarah yang mendatangkan dosa.

Saat terjadi kecurangan atau ketidakadilan, misalnya, kita boleh marah. Namun, jangan asal meledak seperti pistol. Belajarlah mengungkapkan kemarahan dengan semestinya —ARS

2 Juli 2008

Tidak Mirip

Nats : Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak s (Roma 8:29)
Bacaan : Roma 8:18-30

Saya pernah mendengar seorang tokoh mengatakan, 'Saya menyukai Kristus, namun saya tidak suka pada orang-orang kristiani. Orang-orang kristiani itu sangat tidak mirip dengan Kristus.' Memang begitu ya?" tanya saya kepada seorang teman.

"Yah, begitulah. Menjadi seperti Kristus memang berat. Beberapa kawan non-kristiani berkomentar serupa. Kristus yes, orang kristiani no," jawab teman saya.

Kegagalan seperti itu bisa mematahkan semangat. Bisa juga malah memberi dalih, membenarkan kegagalan kita dalam upaya meneladani Kristus, membuat kita tidak bersungguh-sungguh mengikuti Dia. Kalau toh itu mustahil, kenapa mesti dicoba juga? Demikian kita berpikir.

Nyatanya, firman Tuhan menunjukkan bahwa tujuan pembaruan hidup kita tak lain agar kita semakin serupa dengan Kristus (ayat 29). Hanya, kebanyakan dari kita salah berpikir dengan mengira hal itu harus diusahakan dengan kekuatan sendiri. Tidak. Alkitab menegaskan, kita hanya mungkin mengalami pembaruan jika mengandalkan kekuatan anugerah Allah.

Dalam proses menjadi semakin serupa dengan Kristus, kita akan menemukan jati diri dan tujuan hidup kita dalam rencana Tuhan. Dan kita menempuh proses itu dengan menyimak dan menekuni firman, memerhatikan kehidupan Yesus di bumi yang tercatat dalam Injil, menjalin relasi yang akrab dengan-Nya, meminta kepenuhan Roh-Nya, dan menjalankan pelayanan-Nya di dunia.

Memang, seperti kata teman saya, itu proses yang berat. Namun, tidak berarti kita menyerah saja sebelum bertanding, bukan? Apalagi kita tidak berjuang seorang diri! (ayat 28) -ARS

9 Juli 2008

Perbuatlah Demikian!

Nats : Kata Yesus kepadanya, "Pergilah, dan perbuatlah demikian!" (Lukas 10:37)
Bacaan : Lukas 10:29-37

Cerita orang Samaria yang baik hati sudah sangat terkenal. Banyak film, drama, novel, dan cerpen yang ditulis berdasarkan cerita ini. Cerita ini bukan kisah nyata, tetapi maknanya sangat riil. Orang yang membutuhkan pertolongan, orang yang baik hati, dan orang yang tidak mau peduli terhadap sesama yang menderita adalah sosok-sosok nyata yang ada di dunia ini dari dulu sampai sekarang.

Bukan tanpa sengaja kalau Tuhan Yesus menjadikan orang Samaria sebagai "tokoh baik", sedangkan imam dan orang Lewi sebagai "tokoh buruk". Orang Samaria di mata orang-orang Yahudi adalah kelompok marginal, yang dianggap hina, sedangkan imam dan orang Lewi dianggap sebagai kalangan elite masyarakat dan terhormat. Cerita ini seakan-akan hendak menjungkirbalikkan anggapan umum yang ada pada waktu itu, bahwa yang Tuhan hargai dari manusia bukanlah status atau kedudukan sosial yang disandangnya, tetapi karya kasihnya kepada orang lain yang menderita.

Di dalam cerita itu, imam dan orang Lewi digambarkan sebagai orang-orang yang tidak memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap sesama. Sebaliknya orang Samaria, dengan sigap menyingsingkan lengan baju untuk menolong si korban. Bahkan, ia memberi pertolongan tanpa pamrih dan gembar-gembor. Tuhan Yesus menutup cerita ini dengan satu nasihat praktis, "Pergilah dan perbuatlah juga demikian" (ayat 37). Dalam hidup bermasyarakat, kita akan selalu bertemu dengan "korban", yakni mereka yang memerlukan pertolongan. Tuhan menghendaki kita perbuat seperti orang Samaria itu -AYA

18 Juli 2008

Prakarsa Tuhan

Nats : Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: "Aku telah memintanya dari pada TUHAN" (1Samuel 1:20)
Bacaan : 1Samuel 1:1-20

Setelah menikah hampir dua tahun, seorang istri akhirnya mengandung anak pertamanya. Namun, dokter mendiagnosa kandungannya bermasalah. Kemungkinan kelak anaknya akan lahir dengan "kelainan", kecuali terjadi mukjizat. Kemudian ia dan suaminya tekun berdoa serta berpuasa. Mereka memohon agar anak mereka lahir sehat walafiat. Ketika tiba saatnya sang istri melahirkan, ternyata anaknya menderita autis. "Kami sudah berusaha dan berdoa. Kalau Tuhan memberikan anak ini dalam keadaan demikian, tentu Dia sudah mempertimbangkan yang terbaik buat kami," kata mereka.

Suami istri itu kemudian tekun mempelajari segala hal tentang autisme-lewat buku, majalah, internet, dan seminar, hingga mereka menjadi banyak tahu tentang autisme. Mereka kerap diminta bersaksi di gereja dan menjadi tempat bertanya bagi banyak pasangan yang memiliki anak dengan "kebutuhan khusus". Mereka tak pernah menyesal anaknya menderita autis.

Kelahiran anak adalah prakarsa Tuhan. Manusia boleh berencana dan berusaha, tetapi Sang Penentu adalah Tuhan sendiri. Hana, istri Elkana, bergumul keras untuk memperoleh keturunan. Tuhan kemudian memenuhi permohonannya. Lahirlah Samuel, yang kelak menjadi salah satu tokoh penting dalam Perjanjian Lama.

Tuhan memberikan anak dengan pertimbangan matang. Tidak mungkin Dia memberikan anak dengan sembarangan. Tuhan pasti punya rencana yang baik untuk setiap anak yang Dia izinkan lahir ke dalam dunia, bagaimanapun keadaannya. Maka baiklah kita menyambut setiap anak yang lahir dengan iman, dengan rasa syukur, dan dengan kasih sayang -AYA

8 September 2008

Akibat Kurang Tidur

Nats : Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditelan gelombang, tetapi Yesus tidur (Matius 8:24)
Bacaan : Matius 8:23-27

Salah satu kasus terbanyak penyebab kecelakaan di jalan tol adalah pengemudi yang mengantuk. Tidak heran di setiap jalan tol biasanya tersedia rest area atau tempat beristirahat. Pengemudi yang mengantuk diimbau untuk menepi dan beristirahat sejenak. Lembaga Antariksa Amerika Serikat (NASA) pernah melakukan penelitian tentang pengaruh tidur sesaat kepada para pilot militer dan astronot. Hasilnya, dengan tidur empat puluh menit, kinerja mereka meningkat 34%. Kesiagaan dan konsentrasi mereka pun meningkat hingga 100%.

Kita perlu beristirahat untuk melepas kepenatan, kesumpekan, dan kelelahan demi mengembalikan tenaga. Tidur membuat metabolisme dalam tubuh kita melambat. Seluruh organ tubuh beristirahat. Tubuh kita melakukan perbaikan jaringan yang rusak. Itulah sebabnya, tidur yang cukup akan memberi kesegaran, tidak hanya jasmani, tetapi juga rohani. Namun, kita kerap kali mengorbankan waktu tidur hanya demi mengejar target pekerjaan atau belajar. Hal ini tentu saja keliru, karena secara alamiah tubuh kita justru akan lebih produktif apabila cukup tidur. Apalagi, kurang tidur juga bisa menyebabkan emosi kita menjadi tidak stabil.

Hari ini kita menyimak kisah tentang Tuhan Yesus yang tengah tidur di dalam perahu saat berlayar bersama para murid. Kesibukan mengajar dan melayani orang banyak tentu membuat-Nya lelah dan penat. Dalam kemanusiaan-Nya, seperti juga kita, Tuhan Yesus pun memerlukan tidur. Secara alamiah, tidur membuat-Nya tidak kehilangan kendali diri, bahkan ketika krisis terjadi (ayat 26). Sudahkah kita cukup tidur hari ini? -AYA



TIP #05: Coba klik dua kali sembarang kata untuk melakukan pencarian instan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA