Topik : Ketaatan

18 Januari 2003

Maksud Baik

Nats : [Efod itu] yang menjadi jerat bagi Gideon dan seisi rumahnya (Hakim-hakim 8:27)
Bacaan : Hakim-hakim 8:22-27

Pernahkah saat Anda mencoba membantu, pada kenyataannya Anda justru menyusahkan orang yang dibantu? Mungkin Anda menawarkan bantuan untuk membawakan kue bolu ke meja, tetapi tanpa sengaja Anda menjatuhkannya. Atau barangkali Anda menawarkan diri untuk mengurus anjing tetangga, tetapi anjing itu malah melarikan diri.

Dalam Hakim-hakim 8, tampaknya Gideon mencoba melakukan hal yang baik, tetapi akibatnya justru sangat tragis. Mulanya bangsa Israel terkesan melihat kemampuan militer Gideon, karena itu ia diminta untuk menjadi raja mereka. Ia menolak (Hakim-hakim 8:22,23). Namun selanjutnya Gideon meminta mereka mempersembahkan anting-anting emas, yang akan dibuatnya menjadi sebuah "efod" (ayat 27). Efod itu dapat berupa jubah suci yang dipakai oleh iman agung atau patung berhala. Mengapa ia melakukan hal ini? Kita tidak tahu alasan tepatnya, mungkin Gideon mencoba menciptakan figur seorang pemimpin rohani. Namun apa pun motivasinya, Allah tak pernah menyuruhnya melakukan hal ini.

Ketika Gideon menempatkan efod itu di Ofra, benda ini membuat orang tidak lagi menyembah Tuhan, tetapi menyembah berhala (ayat 27). Itu sebabnya setelah Gideon mati, bangsa itu dengan mudah kembali menyembah Baal (ayat 33).

Gideon mungkin bermaksud baik, tetapi ia salah karena bertindak tanpa meminta nasihat Tuhan. Marilah kita berhati-hati agar tak ada yang akan mengalihkan pandangan kita dari Allah yang kudus dan penuh kasih, sehingga kita dan orang lain tak akan sesat --Dave Branon

6 Maret 2003

Perkataan yang Keras

Nats : Barang siapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain (Lukas 6:29)
Bacaan : Lukas 6:27-35

Seorang novelis Rusia bernama Leo Tolstoy menceritakan kisah tentang seorang tukang sepatu bernama Martin. Setelah istri dan anaknya meninggal, tukang sepatu itu meratap penuh keputusasaan kepada kawan lamanya yang saleh, “Sekarang, untuk apa saya hidup?” Kemudian kawannya menjawab, “Kamu hidup untuk Allah, Martin. Untuk Allah.” “Lalu seharusnya bagaimana cara hidup bagi Allah?” tanya Martin. “Kristus telah menunjukkan jalannya kepada kita,” jawab orang percaya itu. “Belilah Injil dan bacalah. Di sana akan kautemui bagaimana cara kita hidup bagi Allah. Segalanya dijelaskan di sana,” katanya.

Maka pada hari itu juga, Martin membeli sebuah kitab Perjanjian Baru dan mulai membacanya. Semakin lama ia membaca, semakin jelaslah apa kehendak Allah bagi dirinya dan apa artinya hidup bagi Allah. Maka, beban di hatinya pun semakin ringan.

Kemudian pada suatu hari Martin membaca Lukas 6:27-35, dan tiba-tiba ia tersentak saat membaca perkataan Yesus yang keras. Ia memikirkan dengan saksama perintah di ayat 29, “Barang siapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain.” Saat ia mulai menyadari bahwa ternyata hidupnya belum sesuai dengan perintah Yesus, ia pun berseru, “O Tuhan, tolonglah saya!”

Kita pun mungkin merasa sangat sulit untuk menaati sabda Yesus. Banyak perkataan keras-Nya yang kelihatannya mustahil untuk ditaati. Sama seperti Martin, hendaklah kita berseru, “O Tuhan, tolonglah saya!” Tanpa-Nya, kita tidak dapat berbuat apa-apa --David Roper

11 November 2003

Badai

Nats : Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu (Matius 7:24)
Bacaan : Matius 7:21-29

Neal Beidleman selamat dari ekspedisi malang pada tahun 1996, di mana delapan orang pendaki gunung tewas di atas Gunung Everest. Sebagian dari mereka telah membayar uang sebesar 65.000 dolar agar mendapat kesempatan mendaki puncak gunung tertinggi di dunia itu. Saat mengevaluasi penyebab kemalangan tersebut, Beidleman berkata, "Tragedi dan malapetaka ... tidak disebabkan oleh sebuah keputusan, kejadian, atau kesalahan tunggal, tetapi merupakan titik puncak dari banyak hal dalam hidup Anda. Ada sesuatu yang terjadi, dan kejadian itu menjadi katalisator bagi datangnya semua risiko yang telah Anda ambil."

Di atas Gunung Everest, "sesuatu" itu berupa badai salju yang mengamuk. Menurut jurnalis Todd Burgess, "Jika bukan karena badai, para pendaki gunung itu tetap akan menghadapi banyak tantangan yang penuh risiko. Tetapi badai itulah yang menunjukkan kelemahan mereka."

Berbagai hal yang berisiko dalam hidup kita kini, baik ketidakpedulian atau ketidaktaatan rohani, dapat menenggelamkan kita saat badai menerjang. Yesus menceritakan sebuah kisah tentang pembangun rumah yang bijak dan bodoh untuk menekankan arti penting ketaatan akan firman-Nya (Matius 7:24-27). Dia berkata, "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu" (ayat 24).

Ketaatan kepada Kristus tidak menghapuskan badai kehidupan, tetapi hal ini menentukan apakah kita akan bertahan atau jatuh ketika badai datang menerjang --David McCasland

2 Desember 2003

Perang Dalam Batin

Nats : Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging (Galatia 5:16)
Bacaan : Galatia 5:13-26

Dalam suratnya kepada jemaat Galatia, Paulus mencoba membuat mereka memahami konflik batin yang akan dialami semua orang yang menjadi milik Kristus. Peperangan ini terjadi antara "daging" (sifat dasar manusiawi kita yang berdosa) dan Roh Kudus yang tinggal di dalam kita (Galatia 5:17).

Karena sifat alami kita yang berpusat pada diri sendiri menginginkan jalannya sendiri, maka keinginan itu bertentangan dengan perintah Kristus di dalam diri kita. Akhirnya, kita kerap mengikuti keinginan diri sendiri, bukannya kehendak Allah (ayat 17).

Suatu kali saya berdoa dengan putus asa, "Tuhan, tolong tunjukkan bagaimana cara mengatasi masalah ini!" Tuhan pun menuntun saya pada ucapan Paulus dalam Galatia 5:16, "Hiduplah oleh Roh." Saya terus membacanya, dan akhirnya dapat mengenali "perbuatan daging" dalam diri saya, yakni iri hati, amarah, kebencian, dan kepentingan diri sendiri (ayat 19-21).

Saya memohon ampun kepada Allah, dan akhirnya mengerti bahwa saya telah disalib bersama Kristus (ayat 2:20). Kuasa tubuh dosa saya telah dipatahkan (Galatia 5:24; Roma 6:6,7). Perlahan-lahan, saya belajar membuat "kematian" ini bekerja dengan menjadikan daging saya tidak lebih dari jasad! Saya pun membuat suatu keputusan untuk hanya mengenali dan menaati kehendak Kristus setiap hari. Kadang saya gagal, tetapi pertobatan membawa saya kembali melangkah bersama Roh Kudus.

Kita menghadapi konflik ini setiap hari, tetapi Roh dapat mengatasi hasrat kita yang penuh dosa dan memenangkan peperangan. Bagian manakah dari hidup Anda yang menang? --Joanie Yoder

9 Desember 2003

Menunjukkan Rasa Hormat

Nats : Takut akan Tuhan adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut (Amsal 14:27)
Bacaan : 1 Tawarikh 13

Di Myanmar (Birma), anak-anak diajar untuk menggunakan kedua tangan bila memberi sesuatu kepada orangtua atau orang yang lebih tua. Saya tinggal di Singapura, dekat negara itu, dan saya tahu bahwa di Asia tidak sopan bila menyerahkan sebuah kartu nama dengan satu tangan saja. Dan sangat kasar bila seseorang melemparkan kartu itu ke atas meja penerimanya. Untuk menunjukkan rasa hormat, saya harus menyerahkannya dengan kedua tangan.

Dalam 1 Tawarikh 13, kita melihat betapa pentingnya menunjukkan rasa hormat kepada Allah. Daud sebenarnya berniat baik ketika memutuskan untuk mengembalikan tabut Allah ke Yerusalem. Namun, selama proses pemindahan, Uza menyentuh tabut itu supaya tidak terjatuh dari kereta. Dan Allah menyambarnya sehingga mati. Daud tercengang dan sakit hati karena kemarahan Allah. Mengapa Tuhan menanggapi hal itu demikian keras?

Akhirnya Daud sadar bahwa apa yang ingin ia lakukan untuk Allah harus dilakukan dengan hormat dan sesuai dengan petunjuk khusus-Nya. Allah telah memerintahkan agar tabut Allah itu diangkat oleh anak-anak Kehat dengan kayu pengusungnya, bukan dengan kereta, dan tak seorang pun boleh menyentuhnya (Keluaran 25:14,15; Bilangan 3:30,31; 4:15).

Apa yang dipelajari Daud adalah sesuatu yang juga perlu kita tanamkan dalam hati. Menunjukkan rasa hormat kepada Allah berarti belajar mengetahui apa yang Dia ingin kita lakukan dan kemudian sungguh-sungguh menaati-Nya. Untuk menyenangkan Tuhan, kita harus melakukan pekerjaan-Nya sesuai kehendak-Nya --Albert Lee

15 Januari 2004

Menipu Diri Sendiri

Nats : Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri (Yakobus 1:22)
Bacaan : Yakobus 1:19-25

Seorang anak diberi tahu ibunya, "Bercerminlah, lalu cuci wajahmu." Namun anak itu membantah, "Saya sudah bercermin!" Ibunya kemudian menjawab, "Kamu telah menipu dirimu sendiri!" Wajahnya yang masih kotor menandakan bahwa jika ia memang sudah bercermin, maka tentulah ia mengabaikan apa yang telah dilihatnya di cermin. Ia pasti sudah melihat keadaan dirinya yang sebenarnya, tetapi kotoran di wajahnya tidak dibersihkannya.

Rasul Yakobus mengajar bahwa siapa pun yang mendengar firman Allah tetapi tidak menaatinya, berarti telah menipu diri sendiri. Ia seperti seseorang yang melihat wajahnya di cermin, lalu pergi dan lupa bagaimana rupanya (Yakobus 1:22-24). Ia mendengar dan membaca firman Allah, tetapi mengabaikan dan tidak mengizinkan firman Allah mengubah hidupnya. Orang yang bercermin pada firman Allah dan rindu untuk berubah, "bukan hanya mendengar untuk melupakannya" (ayat 25). Ia rindu firman itu mengungkapkan hasrat hatinya yang sebenarnya, dan menunjukkan kebenaran yang perlu ia taati. Dan jika ia taat, maka secara berangsur-angsur ia akan menyerupai Yesus. Yakobus mengatakan bahwa orang yang demikian "akan berbahagia oleh perbuatannya" (ayat 25).

Jika kita benar-benar rindu untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus dalam sikap, perbuatan, dan tanggapan kita, maka kita perlu mengaca pada cermin Allah secara teratur, yaitu Alkitab. Namun, janganlah menipu diri sendiri, karena melihat saja tidak cukup. Firman Allah akan mengubah diri kita, hanya jika kita menaatinya --Joanie Yoder

23 Januari 2004

Kebebasan Dalam Struktur

Nats : Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat (1Yohanes 5:3)
Bacaan : 1 Yohanes 5:1-13

Pianis konser Jeannette Haien percaya bahwa struktur komposisi musik yang baik sebenarnya memberikan kebebasan yang besar bagi orang yang memainkannya. "Dalam keterbatasan tatanan musik," katanya, "terdapat seluruh kebebasan untuk berekspresi."

Kita mudah merasa terkungkung oleh struktur dalam iman kita karena secara alami kita memiliki sifat perlawanan terhadap berbagai aturan. Namun, perintah-perintah Allah diberikan justru untuk meningkatkan kualitas hidup kita, bukannya untuk membatasi.

Ayat 1 Yohanes 5:3 menyatakan, "Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat." Perintah-perintah-Nya itu tidak memberatkan, tetapi justru melindungi kita dari beban dosa. Jika menuruti perintah-perintah-Nya, kita akan mengalami kebebasan.

Berbicara mengenai komposisi musik yang bagus, Jeannette Haien berkata, "Dalam aturan-aturan struktur, Anda memiliki kebebasan untuk bekerja dengan cara paling bebas yang dapat Anda bayangkan. Namun, apa yang sudah ditulis [komposer], itulah yang saya hormati."

Alkitab adalah lembar partitur kehidupan kita. Hari ini kita dapat memainkan nyanyian kehidupan sesuai dengan yang telah dituliskan oleh Allah. Dan kita dapat menemukan janji Yesus yang baru bagi mereka yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu" (Yohanes 8:31,32) David McCasland

26 Januari 2004

Saatnya Bertindak

Nats : Berfirmanlah Tuhan kepada Musa, "Mengapakah engkau berseru- seru kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat" (Keluaran 14:15)
Bacaan : Keluaran 14:5-18

Wanita itu tertawa kecil ketika bercerita kepada saya tentang peristiwa saat ia membangunkan suaminya untuk memberi tahu bahwa ia hampir melahirkan dan perlu ke rumah sakit. Suaminya melompat dari tempat tidur, kemudian berlutut dan berkata, "Sayang, mari kita berdoa." Ia berkata kepada suaminya bahwa itu bukan saatnya berlutut dan berdoa. Itu adalah saatnya untuk bersiap-siap dan berangkat ke rumah sakit. Itu adalah saatnya bertindak!

Saya pikir, demikian juga pesan Allah kepada Musa saat Dia berbicara tentang orang Israel, "Mengapakah engkau berseru-seru demikian kepada-Ku?" (Keluaran 14:15). Beberapa saat sebelumnya, Firaun telah mengizinkan bangsa Israel meninggalkan Mesir, tetapi kemudian ia berubah pikiran (ayat 5,6). Karena menginginkan bangsa Israel kembali, Firaun dan pasukannya kemudian mengejar mereka (ayat 7-9). Orang-orang Israel ketakutan saat melihat tentara Mesir mendekat. Mereka terjebak di tepi Laut Merah, dan tidak menemukan jalan keluar! Namun Musa meyakinkan bangsa itu bahwa Allah akan melepaskan mereka. Sekarang saatnya bertindak -- bukan terus berseru-seru kepada Allah. Ini saatnya untuk "berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering" (ayat 16).

Untuk segala sesuatu ada waktunya (Pengkhotbah 3:1), termasuk waktu untuk berdoa dan bertindak. Saat kita melihat seseorang yang kekurangan makanan dan pakaian, maka sebaiknya kita memberi apa yang mereka butuhkan (Yakobus 2:15,16). Kadang kala kita perlu percaya kepada Allah, dan segera mengambil tindakan --Herb Vander Lugt

1 Februari 2004

Pemberontak

Nats : Sebab mereka itu suatu bangsa pemberontak, anak-anak yang suka bohong, anak-anak yang enggan mendengar akan pengajaran Tuhan (Yesaya 30:9)
Bacaan : Yesaya 30:8-17

Saya tak mau mendengarkan Ayah dan Ibu lagi!" Inilah ucapan yang tidak ingin didengar para orangtua dari anak remaja mereka. Ini berarti bahwa mereka telah memutuskan untuk tidak menaati orangtua. Biasanya mereka mengatakannya dengan penuh amarah, dan akan segera melupakannya.

Namun, terkadang seorang remaja memutuskan untuk menjadikan sikap ini sebagai cara hidup, sehingga akan menimbulkan kesulitan bagi setiap anggota keluarganya. Penolakan anak untuk me-naati otoritas hanya akan senantiasa menciptakan kekacauan dan mengurangi sukacita dalam hidup.

Para remaja secara terbuka menun-jukkan pemberontakan dan berpikir bahwa mereka akan bahagia bila menentang otoritas. Padahal, sebenarnya hal ini akan membuat hati mereka menderita.

Nabi Yesaya menceritakan tentang beberapa pemberontak -- orang-orang yang memberontak dan suka berbohong, yang menolak untuk mendengarkan firman Allah (ayat 30:8-17). Mereka berkata kepada-Nya, "Kami telah cukup mendengar. Kami tidak perlu mendengarkan Engkau!" Kekerasan hati telah membuat mereka menentang kebenaran Allah.

Pemberontakan tidak hanya dilakukan oleh para remaja atau umat di zaman Nabi Yesaya. Terkadang kita juga suka memberontak. Kita membaca firman Allah dan menganggap firman itu terlalu membatasi kita. Atau kita menyadari bahwa Allah ingin kita melakukan sesuatu, tetapi kita malah lari darinya. Semua ini hanya akan mengakibatkan kesedihan. Namun, jika kita menaati firman Allah, kita akan menikmati kedamaian-Nya di dalam hati kita --Dave Branon

12 Maret 2004

Hanya Satu Pilihan

Nats : Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya (Habakuk 2:4)
Bacaan : Habakuk 1:1-2:4

Jika Anda meminta beberapa orang untuk menggambar sebuah garis lekak-lekuk di atas selembar kertas, mereka tidak mungkin membuat dua garis yang persis sama. Dari sini kita dapat menarik sebuah pelajaran: Ada begitu banyak cara untuk hidup tidak lurus, namun hanya ada satu cara untuk hidup lurus.

Tuhan mengatakan kepada kita bahwa orang yang benar hanya memiliki satu pilihan, yaitu untuk “hidup oleh percayanya” (Habakuk 2:4). Dalam pasal sebelum pernyataan dari Tuhan ini, Nabi Habakuk mengeluh tentang kekerasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya. Ia merasa seolah-olah orang fasik menelan orang yang benar (Habakuk 1:13).

Allah menjawab keluhan Habakuk dengan mengatakan bahwa Dia berharap supaya umat-Nya bersikap “benar” dan hidup dengan iman. Dia tidak ingin mereka menjadi seperti orang yang “membusungkan dada” dan “tidak lurus hatinya” (2:4). Orang yang sombong dan terlalu percaya diri akan mencari-cari alasan atas kesalahan yang ia perbuat dan atas ketidaksempurnaannya. Ia tidak ingin mengakui bahwa dirinya membutuhkan Allah. Jalan hidupnya tidak lurus.

Kejahatan tampaknya menang di dunia kita ini. Namun, Allah mendorong kita untuk hidup dengan iman, dan menyimpan di dalam hati jaminan yang diberikan-Nya kepada Habakuk, yaitu bahwa akan tiba hari pembalasan bagi orang-orang jahat.

Satu-satunya cara untuk menyenangkan Allah sekarang ini dan menyiapkan diri untuk menghadapi hari pembalasan itu adalah hidup dengan iman —Albert Lee

14 Maret 2004

Konsekuensi yang Mahal

Nats : Engkau tidak mengikuti perintah Tuhan .... Sekarang kerajaanmu tidak akan tetap (1 Samuel 13:13,14)
Bacaan : 1 Samuel 13:1-15

Saya selalu sadar bahwa ketidaktaatan memiliki konsekuensi tertentu. Namun, saya terpaksa mengakuinya saat menjalani latihan dasar selama Perang Dunia II. Saya telah melakukan perjalanan melebihi jarak yang diizinkan pada akhir pekan untuk menemui istri saya Ginny. Dan saya terlambat pulang ke kamp karena kereta apinya rusak. Saya harus membayar pelanggaran itu dengan 20 jam tugas tambahan mencuci alat-alat dapur!

Raja Saul juga belajar tentang mahalnya sebuah ketidaktaatan. Ia menghadapi kemungkinan pertempuran melawan tentara Filistin yang sangat besar jumlahnya dan memiliki persenjataan lengkap, sedangkan ia hanya memiliki sekelompok kecil pengikut yang ketakutan dan tidak terlatih. Sementara menunggu kedatangan Samuel yang akan mempersembahkan korban sebelum menuju medan perang, Saul tidak sabar dan mempersembahkan korban itu sendiri. Padahal ia tahu bahwa Allah hanya memberikan hak itu kepada imam. Sungguh kesalahan yang harus dibayar mahal.

Saul sebenarnya telah memulai pemerintahannya dengan rendah hati serta penuh belas kasihan, dan ia memercayai Allah (1 Samuel 11). Dan Nabi Samuel memberitahunya bahwa Allah akan mempertahankan kedudukan raja dalam keluarganya jika saja ia menaati perintah Allah (13:13,14). Namun, satu ketidaktaatan telah mengubah jalan hidupnya. Sejak saat itu, perjalanan hidupnya semakin memburuk.

Jangan Anda lupa bahwa ketidaktaatan memiliki berbagai konsekuensi. Dan beberapa di antaranya harus dibayar mahal —Herb Vander Lugt

19 Maret 2004

Manusia Kupu-kupu

Nats : Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging (Galatia 5:16)
Bacaan : Galatia 5:13-26

Internet adalah salah satu perkembangan paling luar biasa di zaman kita. Sungguh menakjubkan bahwa dengan beberapa ketukan pada kibor komputer, Anda dapat menemukan alamat Paman Frank di New York, resep hidangan ikan ala Brazil, atau statistik tentang atlet favorit Anda.

Namun, tentu saja internet juga turut membuka dunia yang penuh dengan pilihan dosa. Itu sebabnya banyak provider internet menawarkan sebuah layanan untuk melindungi komputer keluarga dari situs-situs yang mempromosikan hal-hal yang tidak bermoral. Sebuah perusahaan memajang pria berwajah lucu yang berpakaian seperti kupu-kupu untuk menggambarkan jasa layanan mereka. Dalam iklan itu ditunjukkan betapa ia melindungi anak-anak dari berbagai kegiatan yang tidak bermoral.

Orang kristiani juga memiliki sumber yang serupa, tetapi sumber ini tidak menarik biaya dari kita setiap bulannya. Sumber itu bukanlah manusia kupu-kupu, melainkan Roh Kudus yang hidup di dalam hati setiap orang percaya. Saat kita mencari pimpinan dari firman Allah dan berdoa, Dia akan memampukan kita untuk mendeteksi dan menyaring hal-hal yang tidak bermoral. Dia akan menolong kita menjauhi tempat yang tidak benar, tidak melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan, dan tidak mengatakan hal yang tidak seharusnya diucapkan.

Dunia, seperti halnya internet, memiliki banyak hal yang harus kita hindari. Bila setiap hari kita berusaha untuk hidup di dalam Roh dan bersandar pada hikmat serta kuasa-Nya, maka kita akan tetap bersih —Dave Branon

7 Juni 2004

Apa yang Anda Hargai?

Nats : Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? (Lukas 6:46)
Bacaan : Lukas 6:46-49

Robert Ginnett, seorang peneliti di Pusat Kepemimpinan Kreatif di Colorado Springs, mendapati bahwa nilai-nilai yang kita klaim sebagai milik kita ternyata tidak begitu sesuai dengan tindakan nyata yang mungkin kita pikirkan.

Seorang eksekutif bisnis yang mengatakan bahwa putrinya yang berusia lima tahun adalah bagian paling berharga dari hidupnya, menyadari bahwa biasanya ia berangkat kerja sebelum putrinya bangun dan sering pulang ke rumah setelah putrinya itu tidur di malam hari. Maka pada hari Sabtu, ia meluangkan waktu bersama putrinya dan mengajaknya pergi ke kantornya. Setelah melihat berkeliling, putrinya bertanya, “Ayah, inikah tempat tinggalmu?” Ia mungkin menyatakan bahwa putrinya itu penting baginya, tetapi tindakannya telah mencerminkan apa yang sesungguhnya ia hargai.

Dalam hubungan kita dengan Kristus, Dia meminta ketaatan kita, bukan perasaan nyaman atau pernyataan percaya. Dia bertanya kepada mereka yang mengikuti-Nya, “Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Lukas 6:46). Yesus menggambarkan maksud-Nya dengan perumpamaan pembangun rumah yang bodoh dan bijaksana (ayat 47-49). Fondasi batu kokoh yang dibangun oleh pembangun rumah yang bijaksana menggambarkan hasil ketaatan kita kepada Allah. Perbuatan ini memuliakan Kristus dan memampukan kita bertahan dalam badai kehidupan.

Apa yang kita lakukan, lebih dari apa yang kita katakana, mencerminkan apa yang sesungguhnya paling kita hargai —David McCasland

11 Juni 2004

Tetap Dalam Batasan Allah

Nats : Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif (Efesus 5:15)
Bacaan : Efesus 5:15-21

Salah satu kesenangan terbesar bagi Suzannah Worl adalah mengendarai sepeda motor Harley-Davidsonnya. Dalam sebuah artikel renungan untuk Covenant Publications, ia menulis tentang perjalanannya melintasi jalan-jalan Chicago bersama sahabat-sahabatnya pada suatu malam di musim panas. Mereka bersepeda motor di sepanjang tepi Danau Michigan, menikmati terangnya cahaya bulan dan lembutnya percikan air danau.

Tiba-tiba pimpinan rombongan para pengendara sepeda motor itu membalapkan motornya dan beberapa orang dari rombongan itu mengikutinya sehingga mencapai kecepatan 160 km per jam. Suzannah tergoda untuk ikut-ikutan, tetapi ia tidak melakukannya. Ia tahu itu berbahaya dan melanggar hukum. Maka ia menahan diri, dan melanjutkan perjalanannya pada kecepatan normal.

Kadang-kadang cara hidup orang lain kelihatan jauh lebih menarik dan menyenangkan daripada kehidupan kristiani kita. Kita tergoda untuk melanggar perintah Allah atau mengkompromikan prinsip dari firman-Nya. Namun, kita dipanggil untuk hidup setiap hari dengan disiplin diri dan kearifan rohani. Rasul Paulus berkata, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif” (Efesus 5:15).

Kita perlu meminta pertolongan Tuhan sehingga kita dapat memandang situasi melalui mata-Nya dan membuat pilihan yang bijaksana. Apabila kita menaati Dia dan tinggal di dalam batasan-Nya, kita akan menemukan kebahagiaan sejati dan kepuasan kekal —Dave Egner

7 Juli 2004

Membuat Perbedaan

Nats : Pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia di padang gurun (Lukas 3:2)
Bacaan : Lukas 3:1-20

Tujuh orang yang disebutkan dalam Lukas pasal 3 memiliki kekuasaan secara politik, ekonomi, dan agama atas Israel. Ketujuh orang tersebut adalah Penguasa Romawi Kaisar Tiberius, Wali Negeri Pontius Pilatus, Raja Wilayah Herodes, Filipus, dan Lisanias, serta Imam Besar Hanas dan Kayafas. Ketika mereka memegang tampuk kekuasaan, “datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun. Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: ‘Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu’” (ayat 2,3).

Perbedaan apa yang mungkin dibuat oleh seseorang yang tidak memiliki kekayaan dan kekuasaan dalam menanggapi firman Allah, pada saat orang-orang lain tampaknya begitu kuat memegang tampuk kekuasaan? Bagaimana mungkin tindakan seseorang yang bukan orang penting dapat mengubah segala sesuatu? Jawabannya terungkap dalam pesan Yohanes Pembaptis mengenai pertobatan, pernyataannya tentang Mesias yang akan segera datang (ayat 16,17), dan keberaniannya menentang Herodes (ayat 19). Yohanes memiliki peran untuk menyiapkan jalan bagi Yesus, Sang Mesias, dan dunia diberkati oleh karena ketaatannya.

Kini tugas kita sebagai orang kristiani adalah mencerminkan pribadi Sang Juruselamat yang telah disalibkan dan bangkit, dalam segala tindakan kita, serta mewartakan kabar tentang Dia kepada sesama kita. Allah memanggil kita masing-masing untuk hidup menurut petunjuk-petunjuk-Nya di dalam Alkitab. Tanggapan kita akan membuat perbedaan di dunia ini —David McCasland

9 Agustus 2004

Tinggal dan Taat

Nats : Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja (Yakobus 1:22)
Bacaan : Yakobus 1:21-27

Seorang jemaat memberi tahu pendetanya bahwa ia akan pergi ke Kota Suci Yerusalem. Ia menyatakan keinginannya untuk mengunjungi Gunung Sinai. "Begini," ujarnya kepada sang pendeta, "saya berencana mendaki sampai ke puncak gunung itu, dan setelah tiba di sana saya akan membaca Sepuluh Perintah Allah keras-keras."

Pria itu mengira perkataannya akan menyenangkan pendetanya. Jadi, ia terkejut saat mendengar tanggapan sang pendeta, "Tahukah Anda, saya dapat memikirkan suatu ide yang lebih baik dari itu." Pria itu menyahut, "Benarkah, Pak Pendeta? Apakah itu?"

Pendeta itu menjawab tanpa tedeng aling-aling, "Daripada menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer untuk membaca Sepuluh Perintah Allah di Gunung Sinai, mengapa Anda tidak tinggal di rumah saja dan menaati sepuluh perintah tersebut?"

Allah tentu berharap kita membaca firman-Nya. Namun yang lebih penting, Dia ingin agar kita menaatinya. Oleh karena itu, saat membuka Alkitab setiap hari, seharusnya kita tidak hanya berdoa untuk mendapatkan penerangan supaya dapat memahaminya, tetapi juga kesediaan untuk menaatinya. Mendengar dan melakukan harus berjalan beriringan (Yakobus 1:22).

Ketika Saulus mendengar Yesus berbicara kepadanya dalam perjalanan ke Damsyik, ia bertanya, "Tuhan, apa yang Kaukehendaki untuk aku perbuat?" (Kisah Para Rasul 9:6, Alkitab Versi King James). Sungguh pertanyaan bagus yang bisa kita ajukan setiap kali membaca Alkitab atau mendengarnya dibacakan.

Marilah kita menjadi "pelaku firman" --Richard De Haan

2 Desember 2004

Membalas Kasih Allah

Nats : “Aku mengasihi kamu,” firman Tuhan (Maleakhi 1:2)
Bacaan : Maleakhi 3:16-18

Kitab Maleakhi diawali dengan ucapan sepenuh hati dari Tuhan kepada umat-Nya yang setengah hati, “Aku mengasihi kamu” (1:2). Meski Israel sudah lama menjadi sasaran kasih Allah, mereka tak lagi membalas kasih-Nya.

Allah mendaftar berbagai cara yang dilakukan umat-Nya untuk menolak kasih-Nya dengan ketidaktaatan mereka. Israel justru menanggapi kasih-Nya dengan meragukan Allah. Ketika Dia meminta mereka, “Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu,” mereka bertanya kepada-Nya dalam kebutaan mereka, “Dengan cara bagaimanakah kami harus kembali?” (3:7). Dengan “kasih teguh” yang ilahi, Tuhan menyingkapkan ketidak-tahuan mereka agar mereka bertobat, menerima kasih-Nya, dan membalas kasih itu dengan ketaatan sepenuh hati.

Kita pun sering bersikap setengah hati dalam iman kita. Tampaknya kita mengasihi dan melayani Allah, tetapi sesungguhnya mengasihi dan melayani diri sendiri. Seperti pada zaman Maleakhi, saat ini Allah mencari orang-orang yang menghormati-Nya dengan cara menjaga dua praktik rohani: berbicara tentang Dia kepada sesama, dan merenungkan sifat-sifat-Nya yang luar biasa (ayat 16). Yang pertama melibatkan persekutuan dengan umat Allah; yang kedua melibatkan persekutuan dengan Allah sendiri. Kita tidak hanya diminta untuk menerima dan membagikan kasih Allah, tetapi juga membalasnya dengan ketaatan yang dilakukan dengan sukacita.

Para penyembah seperti itu adalah “milik kesayangan” Allah (ayat 17). Apakah Anda termasuk salah satu di antara mereka? —Joanie Yoder

20 Januari 2005

Jika

Nats : Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya (Yohanes 13:17)
Bacaan : Yohanes 13:1-17

Sebuah peraturan baru pemerintah Amerika akan mengharuskan para pembuat makanan di Amerika Serikat mencantumkan jumlah lemak jenuh pada label sebagian besar produk makanan yang dapat dibeli di toko. Lemak jenuh, yang telah dikaitkan dengan penyakit jantung, kolesterol tinggi dan obesitas, adalah sesuatu yang harus dibatasi atau dihindari bersama-sama oleh kebanyakan orang. Badan Pengawas Obat dan Makanan memperkirakan bahwa orang Amerika dapat menghemat sampai 1,8 miliar dolar dalam biaya medis jika mereka mengurangi konsumsi lemak jenuh.

Kata kuncinya adalah jika. Ini suatu peringatan bahwa informasi dalam label baru itu hanya akan bermanfaat bagi mereka yang mengubah kebiasaan makan. Bukan apa yang kita ketahui, melainkan apa yang kita lakukanlah yang penting.

Setelah Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya dan memberi tahu kepada mereka supaya mengikuti teladan-Nya dalam hal saling melayani, Dia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, ataupun seorang utusan daripada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya” (Yohanes 13:16,17).

Dalam Alkitab, kita mengetahui kehendak Allah bagi kita. Ketaatan memindahkan pengetahuan dari kepala ke tangan kita dalam melayani orang lain. Dan tidak hanya itu, kita sendiri diberkati apabila menaati apa yang dikatakan firman Allah kepada kita untuk dilakukan. Tetapi semuanya itu tergantung pada satu kata sederhana: jika —David McCasland

22 Januari 2005

Melawan Arus

Nats : Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu (Roma 12:2)
Bacaan : 1 Petrus 4:1-5

Dua orang mahasiswa di Moorhead, Minnesota, membuat lukisan mural pada dinding luar ruang asrama mereka. Menurut berita di USA Today, lukisan mereka itu menunjukkan sekelompok ikan yang berenang searah kecuali satu ekor ikan yang menuju ke arah yang berlawanan.

Ikan yang satu itu dimaksudkan sebagai simbol kuno untuk Kristus. Pada lukisan itu tertulis “Berjalan melawan arus”. Melihat lukisan itu, pejabat universitas berpendapat bahwa lukisan tersebut dapat menyinggung perasaan orang-orang nonkristiani. Ia lalu memerintahkan para mahasiswa untuk mengecat ulang dinding itu.

Di dalam ketaatan kepada Tuan kita, kita pun harus bersedia menentang arus dari masyarakat kita. Apabila kita mengikuti Yesus, maka tujuan, nilai, dan kebiasaan kita seharusnya berbeda dari orang-orang yang bukan kristiani. Itulah keadaan pada abad pertama ketika para penyembah berhala menjadi bingung dan dianggap salah menurut gaya hidup orang-orang kristiani. Petrus menulis, “Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama- sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu” (1 Petrus 4:4).

Apabila kita berbaris menurut entakan penabuh drum yang berbeda, tentu saja langkah kita tidak akan serempak dengan aspek tertentu dalam masyarakat. Hal ini tentu saja membutuhkan keyakinan, keberanian, dan sopan santun. Tetapi dengan anugerah Allah yang memampukan, kita dapat menjadi berbeda secara efektif —Vernon Grounds

18 Maret 2005

Sehatkah Ketakutan?

Nats : Takut akan Tuhan adalah didikan yang mendatangkan hikmat (Amsal 15:33)
Bacaan : 2Tawarikh 17:3-10

Pada saat terjadi badai guntur yang hebat, seorang ibu menidurkan anaknya dan mematikan lampu kamarnya. Karena takut pada badai tersebut, sang anak kemudian bertanya, "Mama, maukah Mama menemani aku tidur malam ini?" Sambil memeluknya, sang ibu menjawab, "Tidak bisa, Sayang. Mama harus tidur dengan Papa." Ketika keluar dari kamar anaknya, sang ibu mendengar, "Dasar Papa pengecut!"

Ketakutan adalah hal yang nyata. Namun, hal itu tidak selalu negatif. Dalam 2 Tawarikh 17:3-10, kita membaca tentang ketakutan yang sehat dan positif, yang mencegah peperangan antara Yehuda dengan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Apa yang menyebabkan ketakutan ini? Dikatakan bahwa "ketakutan yang dari Tuhan menimpa semua kerajaan di negeri-negeri sekeliling Yehuda, sehingga mereka tidak berani berperang melawan Yosafat" (ayat 10).

Raja Yosafat ingin agar rasa hormat dan takut akan Tuhan juga dimiliki rakyatnya. Lalu ia membuat ketentuan utama bahwa mereka akan diajar tentang Taurat Allah. Ia tahu bahwa jika rakyatnya hormat kepada Allah yang Mahakuasa, maka mereka akan merendahkan hati dan menaati Allah. Melakukan apa yang benar akan membawa kemakmuran bagi Yehuda dan penghormatan dari kerajaan-kerajaan yang lain.

Kitab Amsal 15:33 menyatakan, "Takut akan Tuhan adalah didikan yang mendatangkan hikmat." Orang yang memiliki rasa takut akan Dia akan bertindak dengan penuh hikmat; mereka berjalan dengan setia di hadapan Dia sambil menaati perintah-perintah-Nya —AL

23 Mei 2005

Menjadi Anak Baik

Nats : Mengapa engkau tidak mendengarkan suara Tuhan? (1Samuel 15:19)
Bacaan : 1Samuel 15:10-23

Ketika Ratu Victoria masih kecil, ia tidak menyadari bahwa di kemudian hari ia akan mewarisi takhta kerajaan Inggris. Para guru yang bertugas menyiapkan dirinya menghadapi masa depan merasa frustrasi, karena mereka tidak dapat menumbuhkan motivasi kepadanya. Ia tidak mau belajar dengan sungguh-sungguh. Akhirnya, para gurunya memutuskan untuk memberi tahu bahwa suatu hari ia akan menjadi ratu Inggris. Setelah mendengar tentang hal ini, Victoria kemudian dengan tenang berkata, "Kalau begitu saya akan jadi anak yang baik." Kesadaran bahwa ia akan mewarisi panggilan mulia ini memberinya rasa tanggung jawab yang memengaruhi tingkah lakunya secara mendalam semenjak hari itu dan seterusnya.

Bacaan Kitab Suci kita pada hari ini menceritakan bagaimana Saul telah dipilih dari antara bangsa Israel untuk menjadi raja yang diurapi (1 Samuel 15:17). Allah Yang Mahakuasa telah memberikan kehormatan besar kepadanya dengan menempatkannya sebagai pemimpin umat-Nya yang terpilih. Akan tetapi Saul tidak memedulikan perilaku yang seharusnya menyertai panggilannya yang mulia tersebut. Jika ia peduli, tentu ia tidak akan mengambil jarahan perang seakan-akan ia seorang pemimpin gerombolan terlarang (ayat 19).

Sebagai orang percaya, kita adalah anak-anak Allah dan ahli waris bersama-sama dengan Kristus (Roma 8:16,17). Kita memiliki panggilan yang mulia. Ingatlah selalu akan siapa diri kita yang sebenarnya. Hal ini akan membantu kita berkata seperti Victoria, "Saya akan menjadi anak baik" —HVL

28 Juni 2005

Tak Perlu Perubahan

Nats : Segala tulisan ... diilhamkan Allah (2Timotius 3:16)
Bacaan : Yeremia 36:20-26

Di setiap era selalu ada semangat zaman yang menantang penerimaan kita terhadap Kitab Suci. Godaannya adalah untuk menghilangkan atau mengubah beberapa bagian Alkitab yang tampak kuno.

Banyak orang merasa terpaksa untuk menolak beberapa bagian Alkitab, baik doktrin mengenai neraka atau pandangan Allah terhadap perilaku seksual. Mau tak mau, beberapa kebenaran akan menyerang setiap zaman.

Berabad-abad yang lalu, seorang raja Yahudi diberi sebuah gulungan yang berisi pesan dari Allah. Ketika dokumen itu dibacakan keras-keras, sang raja melakukan perlawanan. Dengan sebuah pisau kecil ia memotong bagian gulungan itu dan mencampakkannya ke dalam api. Pada akhirnya seluruh naskah itu dicampakkan ke dalam api. Sang raja dan para pegawainya yang telah mendengar firman Tuhan itu "tidak terkejut dan tidak mengoyakkan pakaiannya" (Yeremia 36:24). Akhirnya, raja itu kehilangan kerajaan oleh karena ketidaktaatannya.

Apabila kita secara selektif menyunting Alkitab agar sesuai dengan keinginan kita, atau mengabaikan pengajarannya, hal itu menunjukkan bahwa kita tidak takut akan Allah. Bukannya tunduk pada apa yang difirmankan-Nya, kita menempatkan akal kita yang terbatas dan hati nurani kita yang bisa salah di atas tulisan yang diilhamkan Allah.

Ketika Anda tergoda untuk tidak memerhatikan atau mengabaikan bagian dari firman Allah, ingatlah: "Segala tulisan ... diilhamkan Allah" (2 Timotius 3:16). Alkitab memberitahukan segala yang perlu kita ketahui untuk menjalani hidup yang berkenan bagi-Nya —HDF

30 Juni 2005

Tidak Sesuai Insting

Nats : Kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus. Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah (Yudas 1:20,21)
Bacaan : Yudas 1:18-20

Paul Gellerman, dalam bukunya How People Work, berkata, "Memecahkan masalah organisasi yang sukar memerlukan strategi yang berlawanan dengan intuisi." Dalam bisnis, hal yang berlawanan dengan intuisi adalah ide unik yang bertentangan dengan hal yang umum.

Konsultan yang menyarankan pemikiran ini semata-mata menegaskan nasihat Yesus. Berulang kali Dia mendesak para pengikut-Nya untuk melakukan apa yang dinyatakan benar oleh Allah, bukan yang diperintahkan oleh hasrat, insting, dan intuisi.

Hasrat berkata, "Saya menginginkannya." Yesus berkata, "Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima" (Kisah Para Rasul 20:35).

Insting berkata, "Sayalah yang utama." Yesus berkata, "Orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir" (Matius 20:16).

Intuisi berkata, "Perasaan saya akan menjadi lebih baik jika saya membalas dendam." Yesus berkata, "Berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu" (Lukas 6:27).

Menginginkan sesuatu tidak membuat hal itu menjadi baik. Memperoleh sesuatu tidak menjadikan hal itu berharga. Dan memiliki perasaan yang kuat tentang sesuatu tidak menjadikannya benar. Seperti yang ditulis Yudas, mereka yang menuruti hasrat dan insting mereka sendiri akan mengantarkan sesama menuju konflik dan perpecahan (1:18,19).

Alternatif lain adalah menjadi rohani, artinya, melakukan apa yang tidak datang secara alami. Kenyataannya, perlu kuasa adikodrati yang hanya dapat diberikan oleh Allah —JAL

20 November 2005

Jangan Membuat Berita!

Nats : Kamu telah mendengar dari kami bagaimana kamu harus hidup supaya berkenan kepada Allah. Hal itu memang telah kamu turuti, tetapi baiklah kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi (1 Tesalonika 4:1)
Bacaan : 1Tesalonika 4:1-12

Sebuah berita di koran lokal melaporkan proyek jalan raya dan transit umum senilai 1,73 milyar dolar di Denver, Colorado, hampir selesai tepat pada waktunya dan sesuai anggaran. Akan tetapi, berita itu tidak dimuat di halaman depan. Bahkan, berita itu hanya terselip di antara kolom rangkuman singkat dengan huruf berukuran kecil pada halaman 3 di bagian berita lokal. Seandainya proyek itu terganggu oleh pemalsuan, penundaan, dan melebihi anggaran, maka pasti peristiwa itu menjadi berita utama.

Saya memutuskan “Jangan Membuat Berita” menjadi moto yang baik dalam kehidupan. Jika kita menipu, berbuat curang, dan mencuri, itu baru berita. Tetapi apabila kita jujur dan menuruti aturan moral, kita dapat memiliki pengaruh rohani yang tidak dikenali namun efektif terhadap orang-orang di sekeliling kita.

Ketika Paulus memerintahkan orang-orang kristiani di Tesalonika supaya saling mengasihi, ia berkata kepada mereka, “Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan … sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka” (1 Tesalonika 4:11,12).

Karenatujuan kita adalah untuk menyenangkan Allah dalam segala sesuatu yang kita lakukan (ayat 1), maka entah orang memuji perbuatan kita atau tidak, itu tidak ada bedanya. Kita dipanggil untuk setia, bukan supaya terkenal. Perbuatan jahat akan membuat surat kabar laku terjual. Sedangkan kejujuran dan integritas memuliakan Tuhan. Jangan membuat berita! -DCM

21 November 2005

Lepaskan

Nats : “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman” (Ibrani 3:15)
Bacaan : Ibrani 3:7-19

Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun dari North Carolina tidak mau berhenti bermain game boy Nintendo selama jam pelajaran. Kepala sekolah pun sudah memanggilnya, tetapi ia tetap menolak berhenti bermain. Ketika petugas pengawas sekolah mencoba menggeledahnya, remaja itu menendang dan memukulnya. Pihak sekolah lalu mendatangkan polisi, namun anak itu tetap bersikeras menolak. Setelah polisi memberikan dua sengatan listrik dari sebuah senjata Taser, mereka akhirnya dapat merebut mainan itu darinya. Ia tidak terluka, tetapi salah satu polisi digigit oleh si anak.

Bagaimana bisa seseorang begitu keras kepala! Coba renungkan penolakan Firaun yang keras untuk melepaskan umat Allah meskipun banyak tulah telah menimpa (Keluaran 5-9). Akhirnya setelah tulah yang ketujuh, hati Firaun pun mulai melunak (9:27,28).

Firaun telah melakukan sesuatu hal yang bodoh dengan mengeraskan hatinya untuk menentang Allah. Namun, lihatlah siapa yang mengeraskan hati di padang gurun. Ibrani 3:15,16 mengatakan, “‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman,’ siapakah mereka yang membangkitkan amarah Allah, sekalipun mereka mendengar suara-Nya? Bukankah mereka semua yang keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa?”

Hari ini, marilah kita merenungkan apakah Allah sedang berbicara kepada kita. Mungkinkah saat itu kita sedang asyik dengan suatu “mainan” dan menolak untuk mengizinkan-Nya menjadi Tuhan atas kehidupan kita? -AL

25 November 2005

Kasih Melampaui Rasa Suka

Nats : Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu (Ulangan 6:5)
Bacaan : 1Korintus 13:4-8

Sejak kecil kita didorong untuk menunjukkan kasih, untuk orangtua, binatang kesayangan atau untuk para sahabat, dan terutama untuk Yesus. Tetapi apakah kasih itu?

Kita menganggap kasih adalah suatu emosi, suatu perasaan lembut, dan suatu tindakan yang positif. Maka, ketika Kitab Suci memerintahkan kita untuk mengasihi Allah dan sesama, kita mungkin bingung dengan arti kasih tersebut (Matius 22:37-40).

Perasaan memang bukan sesuatu yang dapat diperintah. Seorang ibu dapat memerintah anaknya untuk menyukai bayam, tetapi ia tidak dapat memaksanya untuk memberikan reaksi yang positif ketika berhadapan dengan sayuran berwarna hijau itu.

Jadi, kasih pasti lebih dari sekadar emosi. Sebuah terjemahan kuno dari perintah Tuhan mungkin membantu kita untuk memahami kasih sebagai suatu tindakan yang kita pilih: “Kasihilah ….” Mengasihi berarti memilih untuk sabar, murah hati, tidak memegahkan diri, dan tidak sombong (1 Korintus 13:4,5). Kita dapat mengasihi orang lain walaupun kita mungkin tidak menyukai mereka, karena mengasihi berkenaan dengan hal membuat pilihan.

Ya, kita dapat merespons dengan penuh ketaatan untuk melakukan hal yang diarahkan Juru Selamat kita. Namun, Dia tahu bahwa kita tidak dapat melakukan hal ini sendiri. Oleh karena itu Dia memberikan Roh Kudus yang memampukan kita untuk menjalani hidup yang penuh ketaatan. Dengan pertolongan-Nya, kita dapat belajar mengasihi orang-orang yang tidak kita sukai. Siapa tahu? Kita bahkan mungkin mulai menyukai mereka -VCG

12 Desember 2005

“tetapi Allah ...”

Nats : Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perem-puan itu dan lari ke luar (Kejadian 39:12)
Bacaan : Kejadian 39

Bagaimana jika seandainya Yusuf menyerah pada godaan istri Potifar? (Kejadian 39). Bayangkan bahwa sebenarnya ia dapat membenarkan dosanya. “Tapi Allah, Engkau tentu tak ingin saya tidak bahagia, dan Engkau tahu betapa kesepiannya saya di sini. Lagi pula, saya pikir saya sungguh mencintainya.”

Bagaimana jika seandainya Abram tidak taat saat Allah menyuruhmya meninggalkan Ur dan pergi ke daerah yang tak dikenal? (Kejadian 12). Bagaimana jika seandainya ia berkata, “Tapi Allah, saya sudah mantap di sini. Saya tidak dapat mengambil risiko untuk sebuah masa depan yang tak pasti. Saya harus menjaga Sarai. Saya tidak mau pergi.”

Terpujilah Allah karena Yusuf dan Abram melakukan hal yang benar. Yusuf kabur dari godaan; ia lari dari dosa. Abram meninggalkan Ur; berkelana dengan penuh ketaatan.

Dalam hidup, kita menghadapi dua macam pilihan. Kadang godaan muncul di hadapan kita. Saat itu, kita bisa lari meninggalkan godaan dan memperoleh penghargaan dari Allah-atau kita menyerah, dan menuai konsekuensi yang menyedihkan, lalu membuat alasan-alasan penyesalan. Kadang kita merasa Allah menuntun kita ke arah tertentu. Kita dapat memilih mengikuti Dia dan percaya bahwa Dia Mahatahu-atau kita dapat memberikan alasan yang mengada-ada dan hidup di dalam ketidaktaatan.

Kesalehan yang memberi hidup berkelimpahan jauh lebih baik daripada hidup yang penuh dengan alasan dan keputusasaan. Mari kita hidup dengan cara sedemikian sehingga kita tidak akan menyerah kepada keinginan untuk berkata, “Tetapi Allah …” -JDB

24 Desember 2005

Panggilan Saat Ini

Nats : Jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Lukas 1:38)
Bacaan : Lukas 1:26-38

Kehidupan ibu Yesus itu sederhana. Ia melakukan tugas-tugas yang juga dilakukan oleh wanita lain seusianya, belajar bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi calon suaminya nanti. Tidak ada sesuatu yang luar biasa tentang kehidupan luarnya-setidaknya tidak diungkapkan di dalam Kitab Suci.

Namun betapa indahnya harta karun yang tersembunyi di dalam sikap Maria! Saat malaikat memberitahukan bahwa anaknya akan disebut “Anak Allah”, ia menjawab, “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38).

Jawaban Maria mengandung segala yang diminta oleh Tuhan, yaitu penyerahan jiwa yang murni dan sederhana kepada kehendak-Nya. Inilah rahasia kerohanian Maria yang dalam: Ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah pada saat itu dan menerima karunia untuk melakukan apa yang diminta Allah darinya.

Apakah yang diminta oleh Allah untuk Anda kerjakan? Barangkali Anda diminta untuk melakukan sesuatu yang besar atau hal yang biasa. Anda mungkin diminta untuk menanggapi sebuah perintah Kitab Suci dengan aktif, atau untuk berserah dengan sabar terhadap penderitaan saat ini. “Apa yang dirancangkan oleh Allah untuk kita alami setiap saat, merupakan hal paling kudus yang dapat terjadi pada kita,” demikian kata penulis abad ke-18 Jean-Pierre de Caussade.

Apakah Anda mampu menerima setiap momen dengan rasa syukur dan penyerahan diri? Dapatkah Anda menjawab Tuhan seperti kata Maria kepada sang malaikat, “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”? -DHR

3 Januari 2006

Pertobatan Tiga Tahap

Nats : Orang-orang yang menerima perkataannya itu dibaptis.... Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (Kisah Para Rasul 2:41,42)
Bacaan : Kisah Para Rasul 2:38-47

Dikatakan bahwa seorang kristiani yang berkomitmen akan menjalani tiga pertobatan: "Pertama kepada Kristus, lalu kepada gereja, dan kemudian kembali ke dunia."

Kita melihat sebuah contoh dalam Kisah Para Rasul 2 dan 8. Melalui pembaptisan, 3.000 orang mendeklarasikan pertobatan kepada Kristus (2:41). Lalu mereka menunjukkan pertobatan kepada gereja dengan mengabdikan diri kepada pengajaran rasul-rasul dan bersekutu dengan orang-orang percaya lainnya. "Mereka disukai semua orang" (2:47) menandakan bahwa mereka pun menolong orang lain. Kemudian, saat mereka tersebar karena penganiayaan, mereka "menjelajahi seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil" (8:4). Ini adalah bentuk pertobatan mereka kembali ke dunia.

Pertama-tama, pertobatan terutama merupakan sebuah komitmen kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita. Tindakan ini membawa keselamatan. Namun, begitu kita mengenal Yesus sebagai Juru Selamat, keinginan untuk bersekutu dengan orang-orang lain yang memiliki iman sama adalah sesuatu yang wajar. Orang-orang kristiani yang berjuang sendirian, yaitu mereka yang tidak ingin melibatkan diri, cenderung tergelincir kembali ke cara hidup lama atau menjadi sombong dan merasa paling benar.

Walaupun bersekutu dengan sesama orang percaya itu penting, kita memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Kita perlu kembali ke dunia dengan belas kasihan, perbuatan kasih, perkataan yang ramah, dan senyum yang hangat. Kita hanya memerlukan satu pertobatan untuk diselamatkan, tetapi ada tiga tahap pertobatan untuk menjadi seperti yang diinginkan Allah --HVL

3 Februari 2006

"saya Tantang Anda!"

Nats : Sebab aku berharap kepada hukum-hukum-Mu. Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya (Mazmur 119:43,44)
Bacaan : Mazmur 119:41-48

Saya mendengar suatu cerita tentang sebuah gereja kecil yang mengadakan reuni. Seorang mantan jemaat yang menghadiri perayaan itu telah menjadi seorang jutawan. Ketika ia bersaksi bagaimana Allah memberkatinya selama bertahun-tahun, ia mengaitkan hal itu dengan suatu peristiwa dari masa kecilnya.

Ia mengatakan bahwa ketika masih kecil, saat ia mendapatkan penghasilan pertama, ia memutuskan untuk menyimpannya sampai akhir hidupnya. Namun kemudian seorang misionaris tamu berkhotbah tentang kebutuhan mendesak di ladang misi. Ia bergumul untuk memberikan uangnya itu. "Namun, Tuhan menang," kata lelaki itu. Kemudian, dengan bangga ia menambahkan, "Saya memasukkan uang yang menjadi harta saya itu ke dalam kantung persembahan. Dan saya yakin, alasan Allah sangat memberkati saya adalah karena ketika masih kecil, saya memberikan semua yang saya miliki kepada-Nya." Jemaat terharu mendengar kesaksian itu. Namun, kemudian seorang wanita tua bertubuh kecil yang duduk di depan bersuara, "Saya tantang Anda untuk melakukannya lagi!"

Ada kebenaran penting di balik cerita itu: Prestasi masa lalu bukanlah ukuran kedewasaan rohani saat ini. Mazmur 119:44 mengatakan, "Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa." Pemazmur sadar ia perlu menjaga komitmennya selalu segar setiap hari.

Sebagai orang kristiani, kita tidak dapat mengandalkan kemenangan-kemenangan masa lalu. Saat ini kita harus memberikan kesetiaan kita seutuhnya kepada Tuhan. Maka tak ada orang yang akan menantang kita, "Saya tantang Anda untuk melakukannya lagi!" --DCE

13 Maret 2006

Dalam Hangat Mentari

Nats : Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku (Yohanes 15:10)
Bacaan : Yohanes 15:5-17

Dalam bukunya yang berjudul The Best Is Yet To Be, Henry Durbanville menceritakan suatu kisah tentang seorang gadis kecil di London yang memenangkan hadiah pada suatu pameran bunga. Bunga yang diperlombakannya tersebut ditanam dalam sebuah poci tua yang telah retak dan ditaruh di jendela loteng sebuah apartemen yang telah reyot. Ketika seseorang menanyakan bagaimana ia berhasil merawat bunga menjadi sedemikian indah di tempat yang kurang baik, ia mengatakan bahwa ia menaruhnya di loteng agar bunga itu terus terkena cahaya matahari.

Kemudian Durbanville mengingatkan para pembaca mengenai perkataan Yesus, "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, memikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu" (Yohanes 15:9). Dari hal ini kita belajar bahwa kita juga perlu menjaga agar diri kita terus-menerus berada di dalam kehangatan kasih Kristus.

Kita tinggal di dalam kasih Kristus apabila kita menunjukkan kasih kepada orang lain. Hal ini jelas dikatakan oleh Yesus, "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku .... Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya" (ayat 10,12,13).

Kita akan dapat merasakan kehangatan kasih Kristus apabila kita menaati perintah-Nya untuk mengasihi dan melayani sesama. Itulah cara agar kita dapat senantiasa tinggal dalam "hangatnya cahaya mentari" --RWD

28 April 2006

Gelandangan dan Pendatang

Nats : Mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini (Ibrani 11:13)
Bacaan : Ibrani 11:13-16

Selama Masa Depresi Besar pada awal tahun 1930-an, banyak orang menjadi gelandangan. Mereka naik kereta barang untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya, tidur di gerbong barang yang kosong, dan mendapat sedikit uang dengan melakukan kerja musiman. Bila tidak mendapatkan pekerjaan, mereka terpaksa mengemis. Ibu saya menjadi "sentuhan lembut" bagi gelandangan mana pun yang datang ke rumah kami untuk meminta makanan. Mereka telah kehilangan kenyamanan yang hanya bisa didapat di rumah sendiri.

Seperti gelandangan, seorang pendatang pun tak memiliki kenyamanan dan perlindungan yang hanya bisa didapat di rumah, tetapi ia tahu ke mana akan pergi. Pengharapan dan aspirasinya diarahkan pada suatu tujuan.

Orang-orang kristiani harus menjadi seperti pendatang. Dalam kitab Ibrani kita membaca tentang para pahlawan iman yang "mengakui bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini" (11:13). Mereka dapat menjalani kehidupan iman yang saleh karena mereka merindukan "tanah air yang lebih baik, yaitu satu tanah air surgawi" (ayat 16).

Tuhan sedang mempersiapkan Anda dan saya untuk menyongsong kekekalan, dan segala yang kita kerjakan penuh makna. Meskipun bumi ini bukan tempat tinggal kita yang tetap, kita bukanlah pengembara yang tanpa tujuan. Kita menjadi pesinggah yang hidup dengan penuh tanggung jawab tatkala pergi ke tempat tujuan yang telah dipersiapkan. Kita mempunyai Bapa surgawi yang mengasihi dan akan menyambut kita ke dalam rumah yang telah dipersiapkan oleh Juru Selamat kita --HVL

3 Mei 2006

Perhatikanlah Peringatan

Nats : Semuanya ini ... dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita (1Korintus 10:11)
Bacaan : 1Korintus 10:1,5-11

Beberapa bulan setelah terjadi gelombang tsunami Asia yang sangat merusak di bulan Desember 2004, muncul sebuah kisah mengagumkan tentang penduduk Pulau Simuelue yang selamat. Pulau itu adalah daratan berpenduduk yang paling dekat dengan pusat gempa.

Sebuah berita melaporkan bahwa dari seluruh penduduk pulau terpencil Indonesia yang berjumlah 75.000 jiwa itu, hanya 7 orang yang meninggal ketika gelombang setinggi 9 meter melanda setengah jam setelah terjadi gempa bumi. Selama puluhan tahun, penduduk itu telah mendengar kisah yang diceritakan nenek moyang mereka tentang gelombang-gelombang raksasa yang telah membinasakan ribuan orang di pulau itu pada tahun 1907. Jadi, saat tanah berguncang dan air laut surut dari pantai, para penduduk teringat peringatan nenek moyang mereka dan melarikan diri ke dataran yang lebih tinggi.

Pasal 1Korintus 10 menggambarkan bencana rohani yang dapat kita hindari. Setelah rakyat Israel dibebaskan dari perbudakan di Mesir, mereka selalu berpaling dari Tuhan. Paulus mengutarakan lagi kelemahan mereka yang selalu terulang dan akibat-akibat yang mencelakakan mereka, dengan menulis: "Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita .... dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita" (ayat 6,11). Kegagalan mereka dicatat agar kita terhindar dari bencana yang akan terjadi bila kita tidak taat.

Apabila ada tanda-tanda yang memperingatkan hidup kita hari ini, itu berarti sudah saatnya kita lari meninggalkan dosa yang membinasakan diri kita, menuju tempat lebih tinggi, dan memperoleh berkat pengampunan Allah --DCM

10 Juni 2006

Siapa Tahu yang Terbaik?

Nats : Mereka mengolok-olok utusan-utusan Allah itu, menghina segala firman-Nya, dan mengejek nabi-nabi-Nya (2Tawarikh 36:16)
Bacaan : 2Tawarikh 36:15-21

"Saya mencintai pekerjaan saya," kata Maggie, seorang perawat yang masih muda, "namun ketika saya memberi tahu orang apa yang perlu dilakukan agar ia tetap sehat, tetapi nasihat saya tidak dituruti, saya pun menjadi sangat frustrasi."

Saya tersenyum dengan penuh pengertian. "Saya pun merasa demikian saat memulai karier editorial saya," kata saya kepadanya. "Saat pengarang tidak memedulikan nasihat saya agar naskah mereka menjadi lebih baik, saya pun merasa frustrasi."

Kemudian saya menyadari bahwa hal ini mirip dengan masalah kerohanian. "Jika kita merasa frustrasi saat orang tidak menuruti nasihat profesional kita," kata saya, "coba bayangkanlah perasaan Allah apabila kita mengabaikan nasihat-Nya." Dia adalah Pribadi yang paling mengetahui hal terbaik bagi kita. Akan tetapi, kita kerap kali justru bersikap seakan-akan kita sudah mengetahui yang lebih baik.

Begitulah kasus bangsa Israel dahulu. Karena berpikir mereka tahu lebih banyak daripada Allah, mereka pun menuruti jalan mereka sendiri (2Tawarikh 36:15,16). Akibatnya, Yerusalem dan Bait Allah jatuh ke tangan orang-orang Babel.

Kita pun menghadapi kasus yang sama saat perintah-perintah Allah terlihat sulit. Kita menyimpulkan bahwa Dia melakukan pengecualian terhadap situasi kita.

Allah dengan murah hati mengajarkan hal yang terbaik (Yesaya 48:17,18) namun tidak memaksa kita untuk melakukannya. Dia dengan sabar menawarkan sesuatu yang benar dan baik, dan mengizinkan kita untuk memilihnya --JAL

27 Juli 2006

Dipanggil untuk Menjadi Berkat

Nats : Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya (Ibrani 11:8)
Bacaan : Kejadian 12:1-9

Salah satu pengalaman yang paling menyedihkan dalam hidup ini adalah ketika kita dipisahkan dari benda-benda dan orang yang kita cintai. Kerap kali sulit bagi kita untuk meninggalkan rumah yang menyimpan banyak kenangan indah, dan selalu berat bagi kita untuk mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang yang kita kasihi tatkala harus meninggalkan mereka.

Demikian pula tidak mudah bagi Abraham untuk menaati permintaan Allah supaya ia meninggalkan negeri, teman-teman, dan kerabatnya. Namun, bila ia tidak taat pada perintah Allah, tidak akan ada berkat bagi dia dan keturunannya.

Allah memanggil Abraham untuk menjalani kehidupan dengan pengabdian yang khusus ini, karena Dia telah memilihnya menjadi saluran yang melaluinya Dia akan mengerjakan rencana penebusan. Umat manusia telah memberontak dan menjadi penyembah berhala, sedangkan Abraham harus menyembah satu-satunya Allah yang sejati.

Tugas semua orang kristiani adalah memutuskan hubungan dengan segala yang menghalangi kemajuan dan efektivitas kerohanian. Kita harus meninggalkan semua dosa, seluruh kekerasan hati, dan setiap kesenangan duniawi yang dapat menjauhkan hati kita dari Allah.

Jika kita melakukan hal ini, saat diuji dan dicobai, maka integritas rohani dalam hidup kita akan tetap bertahan melalui ujian kehidupan itu. Kita dikuatkan dalam proses tersebut, agar pada gilirannya kita dapat menjadi berkat bagi orang lain yang ada di sekitar kita --HVL

7 Desember 2006

Menantikan Allah

Nats : Simeon ... seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel (Lukas 2:25)
Bacaan : Lukas 2:25-35

Penulis Henri Nouwen mengamati bahwa ternyata halaman-halaman pertama Injil Lukas dipenuhi dengan orang-orang yang sedang menanti. Mereka adalah Zakharia dan Elisabet, Maria dan Yusuf, Simeon dan Ana. Mereka semua menantikan pemenuhan janji Allah. Akan tetapi, bukannya menanti dengan sikap yang pasif, mereka justru dengan aktif mencari Tuhan setiap hari dalam hidup mereka. Nouwen menyebut sikap mereka sebagai sikap "siap sedia".

Simeon, misalnya. Alih-alih dikendalikan oleh rasa putus asa, ia justru dituntun oleh Roh yang kemudian mendorongnya untuk pergi ke Bait Allah. Kata-kata pujian yang terlontar dari mulutnya pada saat melihat bayi Yesus, Sang Mesias yang dijanjikan, mencerminkan suatu teladan harapan yang penuh kesabaran kepada Allah. Ia berkata, "Mataku telah melihat keselamatan yang dari-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menyatakan kehendak-Mu bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel" (Lukas 2:30-32).

Banyak di antara kita yang menantikan jawaban doa atau pemenuhan janji dari Allah. Firman-Nya datang kepada kita, sama seperti pengalaman mereka yang disatukan dalam berbagai peristiwa yang menandai Natal pertama: "Jangan takut, hai Zakharia" (1:13); "Jangan takut, hai Maria" (1:30); "Jangan takut, [hai para gembala]" (2:10).

Apabila kita mendengarkan Allah melalui firman-Nya dan menaati-Nya, kita akan menemukan kebaikan dan kuasa-Nya ketika kita menanti-Nya --DCM

4 Januari 2007

Tempat Tinggal Kita

Nats : Karena iman Abraham taat ... lalu ia berangkat tanpa mengetahui tempat yang ditujunya (Ibrani 11:8)
Bacaan : Kejadian 12:1-8

Ketika Abraham berusia 75 tahun, Allah memanggilnya supaya ia meninggalkan tanah bapaknya. Maka jadilah, di usia lanjut, ia pergi ke tanah Kanaan. Hidupnya tidak menentu, tak memiliki tempat tinggal, "tanpa mengetahui tempat yang ditujunya" (Ibrani 11:8). Demikianlah kisah hidup Abraham.

Usia membawa perubahan dan ketidakpastian dalam hidup kita. Usia merupakan transisi dari masa lalu yang pasti ke masa depan yang tidak pasti. Usia dapat berarti pindah dari rumah keluarga menuju suatu tempat yang lebih kecil, ke rumah anak perempuan, ke lingkungan para pensiunan, ke rumah jompo -- "tempat peristirahatan terakhir". Seperti halnya Abraham, sebagian dari kita berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya, selalu bepergian, dan tidak mengetahui tempat yang kita tuju.

Namun, kita dapat merasa nyaman di mana saja, karena perlindungan kita tidak terletak pada tempat tinggal kita , tetapi pada Allah sendiri. Kita dapat tinggal "dalam lindungan Yang Mahatinggi" dan "bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa" (Mazmur 91:1). Di sana, di hadirat-Nya, di bawah sayap-Nya, kita akan menemukan tempat perlindungan (ayat 4). Allah yang kekal menjadi tempat perteduhan bagi kita (ayat 9).

Sekalipun tempat tinggal kita di dunia ini barangkali tidak pasti, Allah tetap akan menjadi teman dan sahabat kita sampai hari-hari perjalanan kita berakhir dan kita sampai ke rumah hati kita yang sejati, yaitu surga. Sebelum hari bahagia tersebut tiba, marilah kita memancarkan sinar kasih Allah kepada para pengembara yang lain --DHR

11 Januari 2007

Cara Menuju Kebahagiaan

Nats : Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong (Mazmur 146:5)
Bacaan : Mazmur 146

Semua orang ingin bahagia. Namun, banyak orang gagal dalam usaha menemukan hadiah yang sukar dipahami itu, karena mereka mencari di tempat yang salah.

Amsal 16:20 berkata, "Berbahagialah orang yang percaya kepada Tuhan." Dan, Mazmur 146:5 menunjukkan bahwa kebahagiaan hanya didapat oleh mereka yang mencari pertolongan dan pengharapan dalam Allah.

Landasan kebahagiaan adalah hubungan yang benar dengan Tuhan. Namun, untuk mengalami kebahagiaan itu secara penuh, kita harus membangun cara-cara praktis berdasarkan landasan itu. Saya menemukan Sepuluh Aturan Menuju Hidup yang Lebih Bahagia:

1. Berbagi.
2. Melakukan kebaikan.
3. Selalu mengucap syukur.
4. Bekerja penuh semangat.
5. Mengunjungi orang tua dan belajar dari pengalaman mereka.
6. Memandang lekat-lekat wajah seorang bayi dan mengaguminya.
7. Sering tertawa -- tawa adalah minyak pelumas hidup.
8. Berdoa untuk mengetahui jalan Allah.
9. Membuat rencana seperti Anda akan hidup selamanya -- dan itu pasti.
10. Hidup seakan-akan hari ini adalah hari terakhir Anda di bumi.

Semuanya adalah pemikiran yang sangat baik untuk menjalani hidup yang bahagia. Topanglah masing-masing aturan ini dengan pujian, dan kebahagiaan Anda akan menjadi sempurna. "Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Aku hendak memuliakan Tuhan selama aku hidup" (Mazmur 146:1,2) --RWD

15 Februari 2007

Patung Polisi

Nats : Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti perintah-perintah-Ku (Yoh. 14:15)
Bacaan : Yohanes 14:15-24

Selama beberapa tahun, keluarga kami tinggal di Kalifornia sebelah selatan, ketika saya melayani di sebuah gereja yang ada di sana. Lingkungan tempat tinggal kami tidak memiliki polisi yang cukup untuk terus mengawasi lalu lintas. Maka, sungguh memprihatinkan bila keselamatan di situ kurang terjamin, khususnya karena pengemudi yang sembrono.

Untuk menanggapi keadaan ini, para pejabat kota menyampaikan sebuah solusi yang mereka sebut Patung Polisi. Maneken berseragam ini ditempatkan di mobil-mobil patroli sepanjang jalan. Tentu saja "petugas polisi" ini tidak bisa mengejar pelanggar hukum atau menulis surat tilang, tetapi kemunculan mobil-mobil patroli yang "berpenumpang" ini sudah cukup membuat para pengemudi mengurangi laju kendaraan. Ini merupakan cara kreatif untuk mengelabui supaya warga mematuhi hukum.

Sebagai orang-orang yang percaya kepada Kristus, seharusnya kita tidak perlu dipaksa atau dikelabui supaya melakukan yang benar. Kenyataannya, makna penting di balik ketaatan menjadi hilang jika kita taat hanya karena merasa wajib melakukannya, atau karena menganggapnya sebagai tugas. Selayaknya kita memilih melakukan sesuatu yang berkenan kepada Tuhan karena kita mengasihi-Nya. Yesus berkata, "Siapa saja yang memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku" (Yoh. 14:21). Kita sebaiknya "berusaha, supaya kami berkenan kepada-Nya" (2 Kor. 5:9).

Marilah kita melakukan hal benar dari hati yang penuh syukur atas anugerah-Nya bagi kita --WEC

Motivasi ketaatan yang paling murni
Saat kita mengikuti jalan-jalan Allah
Adalah sewaktu kita berusaha
Menyenangkan, mengasihi, dan memuji Dia. --Sper

25 Maret 2007

Khotbah yang Sama

Nats : Sejak itu Yesus mulai memberitakan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!" (Mat. 4:17)
Bacaan : Matius 4:12-17

Ada sebuah kisah tentang seorang pria yang memberikan khotbah yang mengesankan. Ia berusaha menjadi pendeta di sebuah gereja baru. Semua orang menyukai khotbahnya dan memilihnya untuk menjadi pendeta baru mereka. Namun, mereka agak terkejut ketika sang pendeta menyampaikan khotbah yang sama pada hari Minggu pertamanya di sana -- dan lebih mengejutkan lagi, ia mengkhotbahkan hal yang sama lagi pada minggu depannya. Setelah ia memberikan khotbah yang sama selama tiga minggu berturut-turut, para pemimpin gereja menemuinya untuk mencari tahu alasannya. Pendeta itu meyakinkan mereka, "Saya tahu apa yang saya lakukan. Bila Anda semua sudah mulai menjalankan pesan khotbah tadi dalam hidup ini, barulah selanjutnya saya akan memberikan khotbah yang lain."

Yesus kerap berkhotbah dengan tema berulang. Jangan heran, itu karena Raja segala raja ingin memastikan bahwa umat-Nya sudah memahami apa yang mereka butuhkan untuk menjadi bagian di kerajaan-Nya. Dia memberi perintah ke seluruh dunia, yaitu perintah yang sangat berbeda dengan yang biasa dijalani manusia dalam hidup ini. Tema seperti pengampunan, pelayanan, serta belas kasih dan anugerah yang tak bersyarat berulang kali dikhotbahkan-Nya.

Dua ribu tahun kemudian, ternyata kita pun membutuhkan khotbah yang sama tersebut. Begitu kita mulai bertobat dan hidup di bawah otoritas, pemerintahan, dan kekuasaan Yesus Sang Raja, kita akan merasakan manfaatnya bagi hidup kita, yakni untuk memuliakan nama-Nya dan untuk menjadi berkat bagi sesama --JS

Alkitab memberi pedoman pada kita
Untuk hidup memuliakan nama-Nya,
Tetapi tidak berguna kalau tidak dibaca
Dan ditaati segala perintah-Nya. --Sper

6 Agustus 2007

Peregangan yang Baik

Nats : Sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna (2Korintus 12:9)
Bacaan : Roma 8:26-28

Setelah operasi penggantian lutut, seorang pasien harus menjalani terapi fisik yang menyakitkan. Sebagai bagian dari terapi rutin yang saya jalani, terapis yang menangani saya menarik lutut saya sampai kaki saya menekuk serta memegangnya dengan kuat. "Peregangan yang baik, bukan?" Mason akan menguatkan saya. "Tidak," jawab saya sambil meringis, "tidak sebaik itu!"

Namun, saya segera memahami betapa pentingnya meregangkan otot dan persendian seseorang agar dapat bergerak secara penuh. Terkadang hal itu memang menyebabkan rasa tidak nyaman.

Itu bukan pertama kalinya saya "diregangkan" di luar zona nyaman saya. Allah terkadang mendorong saya untuk membagikan iman saya dengan seseorang yang tidak begitu saya kenal, memberi persembahan yang jumlahnya jauh dari biasanya, atau berkonfrontasi dengan seseorang mengenai suatu situasi.

Kehidupan Abraham menggambarkan pentingnya iman ketika Allah meminta kita bergerak melampaui zona nyaman kita. "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil ... lalu ia berangkat tanpa mengetahui tempat yang ditujunya" (Ibrani 11:8).

Ketika kita meregangkan otot rohani kita, mungkin kita merasa tidak nyaman. Namun, Allah menjamin, "Cukuplah anugerah-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" (2 Korintus 12:9). Kecukupan kita -- persediaan kita -- ada dalam Dia (3:5).

Ketika Anda melangkah dengan berani di dalam iman dan ketaatan kepada Allah, Anda mungkin akan terkejut betapa "peregangan yang baik" dapat menguatkan kehidupan rohani Anda! --CHK

28 Oktober 2007

Sedang Tidak Ingin

Nats : Jawab anak itu: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal dan pergi (Matius 21:29)
Bacaan : Matius 21:28-32

Pernahkah Anda menghadapi tugas yang tidak ingin Anda lakukan? Menyiangi rumput, mencuci pakaian, membersihkan rumah, atau bahkan mempersiapkan pelajaran Sekolah Minggu setelah menjalani satu minggu yang melelahkan dapat membuat kita ingin menunda semua pekerjaan itu.

Saat kami juga mengalami hal yang sama, saya dan istri memiliki sebuah semboyan yang kami katakan kepada satu sama lain, "Saya tidak ingin melakukannya, tetapi saya tetap akan melakukannya." Dengan mengakui bahwa kami kurang bersemangat, tetapi kemudian memilih untuk bertanggung jawab, membuat kami berhasil melakukan hal yang tak kami sukai tersebut.

Penilaian Allah terhadap iman dan ketaatan dapat kita lihat melalui perumpamaan-perumpamaan Yesus. Kristus berbicara tentang dua anak yang diminta oleh sang ayah untuk bekerja di kebun anggur. Anak yang pertama berkata tidak, tetapi "kemudian ia menyesal dan pergi" (Matius 21:29). Anak yang kedua berkata ya, tetapi tidak melakukannya. Lalu Tuhan bertanya, "Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" (ayat 31). Jawabannya sudah jelas, yaitu anak yang menyelesaikan tugasnya.

Perumpamaan Tuhan itu menggaris bawahi sebuah prinsip rohani yang sangat penting. Allah menginginkan iman dan ketaatan kita, bukan hanya niat baik kita. Lain kali, saat Anda tergoda untuk melalaikan tugas Anda, berkatalah, "Saya sedang tidak ingin melakukannya," kemudian mohonlah anugerah untuk tetap melakukannya kepada Allah --DHF

24 Desember 2007

Orang yang Dilupakan

Nats : Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri (Amsal 3:5)
Bacaan : Matius 1:18-25

Di tengah-tengah semua kegiatan Natal, ada satu orang yang kerap kali dilupakan.

Bukan, yang saya maksudkan bukanlah orang yang kita rayakan ulang tahunnya. Meskipun kita sering kurang memberi Yesus tempat utama yang patut diterima-Nya, kita biasanya tidak melupakan-Nya. Yang saya maksudkan adalah Yusuf -- orang yang begitu dipercaya Allah sehingga Dia menempatkan Putra-Nya di keluarganya untuk dikasihi dan diasuh. Sungguh besar tanggung jawab itu!

Yusuf benar-benar orang yang dilupakan dalam kisah Natal. Namun, tugasnya merupakan unsur penting dalam rencana Allah yang luar biasa. Ketika kita membaca kisah kelahiran Yesus, kita mengetahui bahwa Yusuf adalah orang yang lurus, adil, berbelas kasihan, melindungi, dan berani. Namun, lebih dari semua itu -- ia taat. Ketika malaikat mengatakan kepadanya untuk memperistri Maria, ia menaatinya (Matius 1:24). Dan ketika malaikat mengatakan padanya untuk melarikan diri ke Mesir dengan Maria dan Yesus, ia melakukannya (2:13,14).

Sebagaimana Maria dipilih dengan teliti untuk mengandung Putra Allah, Yusuf pun dengan sengaja dipilih untuk mencukupi kebutuhan istrinya yang masih muda dan bayi Kristus. Dan dengan memercayai Allah, Yusuf mengikuti apa saja yang Allah minta agar ia lakukan.

Apa yang Allah minta dari Anda hari ini? Apakah Anda mau berjanji untuk melakukan apa yang Dia ingin Anda lakukan?

Kita dapat banyak belajar tentang ketaatan dari Yusuf, orang yang dilupakan pada hari Natal --CHK

1 Januari 2008

Auld Lang Syne

Nats : Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu zaman akhir telah tiba (1Korintus 10:11)
Bacaan : 1Korintus 10:1-11

Lagu Auld Lang Syne sering dilantunkan pada tengah malam di banyak negara untuk menandai datangnya tahun baru. Lagu asal Skotlandia ini kurang lebih berarti: hari-hari kemarin yang indah. Beberapa baris liriknya mengingatkan kita untuk tidak melupakan hari kemarin -- baik keberhasilan, maupun kegagalan -- karena ingatan akan semuanya itu akan menguatkan hidup kita.

Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita akan perjalanan bangsa Israel di masa lalu dalam mengikuti pimpinan Tuhan -- keberhasilan dan kegagalan mereka. Sebenarnya, untuk apakah semua tulisan ini? Semuanya dicatat "sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita" (ayat 11). Bukan hanya itu, Alkitab memuat banyak kisah dari masa lalu; supaya kita juga belajar mengetahui kehendak Allah bagi manusia!

Mungkin di masa lalu kita menyimpan kegagalan, kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan yang membuat kita bergumul hebat. Namun, di masa lalu kita juga mencatat kemenangan atas pergumulan, kebangkitan dari kegagalan, kelegaan dan pemulihan dari dukacita, sehingga hati kita pun bisa berujar seperti Pemazmur, "Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya Tuhan ... Aku mau memberitakan dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung" (Mazmur 40:6).

Kini kita sudah berada di awal tahun 2008. Mari kita serahkan tahun yang baru ini ke dalam pimpinan Allah, tanpa melupakan pengalaman kita di tahun 2007. Sebab bagaimanapun, pengalaman di masa lalu masih terus berharga untuk menjadi bekal kita menjalani hari-hari di depan! --AW

19 Januari 2008

Melihat Tuhan

Nats : Maria Magdalena pergi dan berkata kepada murid-murid, "Aku telah melihat Tuhan!" (Yohanes 20:18)
Bacaan : Yohanes 20:11-18

Ketika seseorang diliputi gejolak perasaan yang kuat, ia melihat realitas melalui "kacamata emosi". Bila sedang marah, apa pun yang dilakukan orang lain tampak salah. Bila sedang jatuh cinta, apa pun yang ada pada diri sang kekasih tampak berkilauan. Bila sedih, semua tampak sendu kelabu.

Maria Magdalena pun demikian. Ia sedang dirundung duka. Ia berdiri dekat kubur Yesus dan menangis. Di sana, ia bertemu dua malaikat. Anehnya, reaksi Maria sangat biasa. Saat malaikat itu bertanya, Maria bukan seperti orang yang sedang berbicara dengan malaikat. Ia berkata, "Tuhanku telah diambil orang ..." (ayat 13). Bahkan ketika Yesus sendiri menyapa, "Ibu, mengapa engkau menangis? Siapa yang engkau cari?" (ayat 15), Maria menjawab tanpa menyadari kehadiran-Nya. Ia menyangka yang menyapa adalah penjaga taman.

Betapa besar pengaruh "kacamata emosi"! Namun Yesus yang telah bangkit membuka mata Maria dengan menyebut namanya: "Maria" (ayat 16). Baru Maria terjaga dari keterpurukan perasaannya dan bersaksi: "Aku telah melihat Tuhan!" (ayat 18).

Apakah Anda sedang terpuruk begitu dalam hingga mata Anda tertutup oleh "kacamata emosi" dan tak mampu melihat Tuhan? Yesus rindu menyapa Anda, sebagaimana Anda ada, dengan nama Anda. Bangunlah, lihatlah dengan mata hati yang bening. Apa pun ikatan emosi yang sedang "memenjara" Anda, tegarlah, karena Tuhan sudah bangkit. Bangkit bagi Anda! Hadapilah pergumulan hidup dengan mata hati yang tertuju kepada Tuhan. Agar seperti Maria, Anda pun dapat bersaksi bahwa dalam kepedihan sekalipun, Anda dapat melihat Tuhan --DKL

6 Februari 2008

Kemasan yang Memikat

Nats : Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati (1Samuel 16:7)
Bacaan : 1Samuel 16:1-13

Salah satu hal yang penting dalam marketing adalah kemasan. Walaupun ada lebih dari satu merek dalam satu jenis produk, tetapi bila kemasannya berbeda, maka akan berbeda pula hasil penjualannya. Survei membuktikan; kemasan berpengaruh sangat besar dalam penjualan. Sebab ternyata banyak orang yang membeli sebuah produk lebih karena kemasannya. Jadi, tak heran kalau misalnya permen, tidak hanya beraneka rasa dan bentuknya, tetapi juga beragam kemasannya.

Hal ini pula yang terjadi pada Samuel ketika bertandang ke rumah Isai. Ia datang untuk mengurapi seorang raja bagi Israel. Sebuah jabatan yang tidak main-main. Wajar kalau ia berpikir bahwa orang yang akan dipilih Allah adalah seseorang yang berperawakan tinggi dan kuat, berwajah penuh wibawa. Itu sebabnya, ia langsung kepincut ketika melihat Eliab, seorang anak Isai yang berpenampilan meyakinkan. Namun, apakah Tuhan memilihnya? Ternyata tidak. Samuel boleh saja melihat apa yang tampak oleh mata, tetapi Tuhan lebih melihat hati.

Banyak orang juga cenderung lebih berfokus pada "bentuk" daripada "isi"; lebih senang melihat penampilan luar daripada kualitas yang ada di dalam. Apakah ini salah? Dalam kaitannya dengan orang, tentu saja salah. Sebab penampilan luar seseorang tidak selalu mewakili kualitas hati. Jadi, salah juga bila kita ke-mudian begitu mati-matian menjaga penampilan lahiriah, tetapi lalai menjaga kualitas rohani. Mari kita berhati-hati menilai orang lain. Pula lebih bersungguh-sungguh menjaga hati. Tuhan lebih melihat apa yang ada di dalam --AYA

9 Februari 2008

Yang Menguras Energi

Nats : Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan itu menjauh dari matamu, peliharalah itu (Amsal 3:21)
Bacaan : Amsal 3:21-26

Konon di Tiongkok pernah hidup seorang hakim yang sangat dihormati karena tegas dan jujur. Ia memutuskan setiap perkara dengan adil, tanpa pandang bulu. Suatu hari, dua orang menghadap sang hakim. Mereka bertengkar hebat dan nyaris beradu fisik. Keduanya meminta keputusan atas kasus mereka, yang sebenarnya sangat sederhana. Keduanya berdebat tentang hitungan 3x7. Yang satu mengatakan hasilnya 21, yang lain bersikukuh mengatakan hasilnya 27. Ternyata sang hakim memvonis cambuk 10 kali bagi orang yang menjawab benar. Spontan si terhukum memprotes. Sang hakim menjawab, "Kamu bodoh, mau-maunya berdebat dengan orang bodoh yang tidak tahu kalau 3x7 adalah 21!"

Tentu saja itu hanya cerita rekaan. Hikmah dari cerita ini adalah bahwa jika kita sibuk memperdebatkan sesuatu yang tak berguna, berarti kita juga sama salahnya atau bahkan lebih salah daripada orang yang memulai perdebatan. Sebab dengan sadar kita membuang waktu dan energi untuk hal yang tidak perlu. Bukankah kita sering mengalaminya? Bisa terjadi dengan pasangan hidup, tetangga, atau kolega. Berdebat atau bertengkar untuk hal-hal yang tidak ada gunanya, hanya akan menguras energi percuma.

Ada saatnya kita mengalah untuk perdebatan atau pertengkar-an yang sia-sia. Mengalah bukan berarti kalah, bukan? Untuk itu kita perlu mempertimbangkannya dengan bijaksana. Seperti kata Amsal 3:21, "... janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan itu menjauh dari matamu." Memang tak mudah. Kita hanya dapat melakukannya dengan hati bersandar kepada Tuhan (ayat 26), hingga kita pun berjalan dengan aman, tanpa terantuk (ayat 23) --NDA

10 Februari 2008

Saling Menegur

Nats : Kalaupun seseorang kedapat-an melakukan suatu pelang-garan, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu ju (Galatia 6:1)
Bacaan : Matius 18:15-18

Kerap kali kita segan menegur orang lain yang melakukan kesalahan, dengan banyak alasan: "diam adalah emas", "nanti akan segera dilupakan", "takut membuat orang tersinggung dan menjadi marah", "saya sendiri belum sempurna". Namun, Alkitab justru mengajar kita untuk membudayakan tegur-menegur dalam hidup bergereja.

Pertama, bila kita tahu bahwa seseorang bersalah, jangan berdiam diri saja. Kita perlu menegur untuk mengingatkannya. Namun, kita harus mendapatkan data dan fakta tentang pelanggaran tersebut, bukan asal percaya gosip. Tegur ia terlebih dahulu secara pribadi, mungkin memang ia tidak menyadari kesalahannya itu (Matius 18:15). Kedua, kita harus memimpin orang ke jalan yang benar, artinya tidak mengkritik secara destruktif, tetapi memberi pemecahan yang membangun. Lebih bijaksana lagi bila kita mengawali dengan pertanyaan; sebab mungkin saja kita yang salah mengerti. Ketiga, jangan menyerah kalau ternyata orang itu tidak mau ditegur. Mewujudkan niat baik terhadap orang lain kadang juga perlu perjuangan. Libatkan pihak kedua atau ketiga yang berkompeten untuk bersama-sama menegurnya (ayat 16). Keempat, jika ia memang tak mau juga dinasihati, bawalah masalahnya ke jemaat (ayat 17). Supaya jemaat sebagai persekutuan orang percaya bisa turut membantunya. Dan kelima, yang juga penting adalah, menegur sambil mawas diri. Jangan sampai kita sendiri jatuh dalam kesalahan yang sama. Ya, kita perlu memiliki kerendahan hati agar dapat menegur sebagai sahabat yang solider (Galatia 6:1).

Mari kita budayakan tegur-menegur yang alkitabiah, agar gereja semakin bertumbuh! --ACH

11 April 2008

Ambisi

Nats : Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu (Markus 10:43)
Bacaan : Markus 10:35-45

Pada tahun 2003, Michael Weiskopf, wartawan majalah TIME, berangkat ke Irak. Bersama tentara Amerika Serikat, ia meliput suasana perang dari dalam tank baja. Tak dinyana, sebuah granat dilemparkan ke dalam tank itu dan meledak! Weiskopf pun kehilangan tangan kanannya. Ketika kembali pada keluarganya, ia merenung: "Mengapa aku mau diutus ke medan perang hingga cacat begini?" Akhirnya, ia menemukan jawabnya: ambisi. Weiskopf ingin menaikkan pamornya supaya dikenal sebagai jurnalis terhebat. Kini ia menyesal.

Ambisi adalah keinginan membara untuk sukses atau mencapai sesuatu yang lebih. Tak salah bila manusia berambisi. Bahkan, untuk memajukan gereja dibutuhkan pemimpin yang berambisi. Masalahnya, ke mana ambisi itu diarahkan? Yakobus dan Yohanes punya ambisi egois yang terarah pada diri sendiri. Mereka meminta Yesus kelak menempatkan mereka di posisi tertinggi (ayat 37). Menjadi yang terhebat. Pemegang kuasa. Mendengar permintaan itu, kesepuluh murid lain marah. Mengapa? Karena mereka pun mengincar kedudukan itu! Dari situ Yesus mengarahkan mereka agar memiliki ambisi yang terbaik: "meminum cawan yang harus Kuminum" (ayat 38). Ambisi untuk berkorban seperti Yesus. Menjadi hamba yang gigih melayani Tuhan dan sesama.

Dalam pelayanan, tidak salah kita memiliki ambisi, tetapi mesti hati-hati, sebab ambisi itu bagaikan api. Bisa menghangatkan, tetapi bisa juga menghanguskan. Ambisi egois menghasilkan perseteruan, sebaliknya ambisi yang kudus mempersatukan. Sudah benarkah arah ambisi Anda? Adakah Anda mencari hal-hal yang besar bagi Tuhan, atau bagi diri sendiri? -JTI

28 Mei 2008

Dahaga

Nats : "Tuan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air" (Yohanes 4:15)
Bacaan : Yohanes 4:13-19

Ketika Glynn Wolfe meninggal di usia ke-88, tak seorang pun mencarinya. Setelah ditunggu sekian minggu, akhirnya pemerintah mengubur jenazahnya di kuburan tanpa nama. Ironisnya, Glynn pernah tercatat di Guinness Book of Records sebagai pemegang rekor pria yang paling banyak menikah. Ia telah 29 kali menikah dan 29 kali bercerai juga, karena tidak puas dengan pernikahannya. Ia meninggalkan banyak istri yang masih hidup, banyak anak, cucu, bahkan buyut. Namun, tak seorang pun sudi menemaninya sampai ia meninggal.

Seperti Glynn, banyak orang haus akan cinta kasih lalu berusaha mencarinya di tempat yang salah. Mereka mengira bahwa dengan menemukan "orang yang tepat", hidup akan terpuaskan. Padahal, tidak ada orang yang tepat. Itu juga yang dialami oleh perempuan Samaria yang sudah punyai lima suami (ayat 18). Ia masih mencari pria lain, karena haus cinta. Tak seorang pun dapat mengisi kesepian hidupnya. Tak ada pria sempurna yang dapat menyenangkan dirinya dalam segala hal. Ia ibarat orang yang kehausan lalu berusaha meminum air laut. Dahaganya bukan hilang, ia malah makin haus! Yesus menyatakan bahwa yang dibutuhkan perempuan itu adalah "air hidup" (ayat 14,15). Hanya kehadiran Allah yang dapat mengusir kesepiannya. Hanya kasih Allah yang bisa mengisi ruang kosong dalam hatinya.

Jika kasih Allah telah memenuhi hati, kita akan mengalami kepuasan hidup. Akibatnya, kita tidak lagi sibuk mencari orang yang tepat. Sebaliknya, kita akan berusaha menjadi orang yang tepat bagi orang lain. Tak lagi menjadi seorang pengemis kasih, tetapi menjadi penyalur kasih -JTI

4 Juni 2008

Berjuang Sampai Akhir

Nats : Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (2 Timotius 4:7)
Bacaan : 2 Timotius 4:1-8

Zoe Koplowitz, wanita berusia 59 tahun, setiap tahun mengikuti lomba lari maraton di New York. Ia selalu menjadi peserta terakhir yang tiba di finis. Tahun lalu, juara pertama mencatat waktu 2 jam 9 menit. Zoe?

28 jam 45 menit! Harap maklum; Zoe lumpuh sejak 30 tahun lalu. Ia hanya bisa berjalan tertatih dengan dua tongkat penyangganya. Zoe ikut lomba bukan untuk menjadi juara. Ia ingin membuktikan bahwa kelumpuhan tak membuatnya berhenti berjuang. Buktinya? Walau susah payah, ia selalu mencapai finis!

Hidup kristiani ibarat lomba lari. Kita harus memelihara iman sampai akhir. Di akhir hidupnya, Paulus berkata mantap bahwa ia telah berhasil mencapai garis akhir. Apa rahasianya? Kepada Timotius, penerusnya, Paulus menekankan perlunya 3 hal: penguasaan diri, kesabaran menderita, dan ketekunan menjalankan panggilan Tuhan dalam situasi dan kondisi apa pun (ayat 5). Ibarat lomba lari, semua atlet bersemangat ketika berangkat dari titik start. Titik kritis terjadi saat masalah menghadang. Kelelahan, kepanasan, dan kehausan menggoda untuk berhenti. Hanya mereka yang terus berjuang sambil sabar menanggung ketidaknyamanan, akan tiba di garis akhir.

Dalam lomba lari iman bisa jadi banyak masalah menghadang,sehingga mengikut Yesus tak lagi gampang. Godaan dunia begitu memikat. Tawaran untuk menikmati kesuksesan semu atau memuaskan nafsu bisa membuat Anda keluar jalur. Penyakit atau persoalan hidup juga dapat membuat Anda putus asa dan ingin berhenti. Ingatlah pesan Paulus. Tetap berjuang, bertahanlah sampai akhir. Jangan sampai kehilangan mahkota kebenaran kekal, hanya karena lalai berjuang dalam hidup yang singkat ini —JTI

11 Juni 2008

Gambaran Suram

Nats : Hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku" (Yohanes 21:19)
Bacaan : Yohanes 21:15-19

Seperti apakah masa depan kita nanti? Para pengamat lingkungan meramalkan hidup akan semakin sulit. Meningkatnya pemanasan global akan membuat kota-kota di pesisir terendam air. Jumlah ikan di laut berkurang, bahkan akan habis karena terlalu banyak dikeruk. Bensin, solar, dan minyak tanah tidak ada lagi. Kalaupun ada, pasti mahal sekali. Persaingan hidup semakin tajam. Belum lagi munculnya krisis pangan, karena pertambahan penduduk tak seimbang dengan pertambahan produksi pangan. Jaringan televisi CNN pernah menayangkan gambaran suram masa depan bumi dalam tayangan berjudul Planet in Peril (Dunia dalam Ancaman Bahaya). Sungguh mengerikan!

Ketika Yesus menjelaskan masa depan Petrus kepadanya, Petrus juga merasa ngeri. Bayangkan, Yesus mengatakan bagaimana ia akan diikat dan dibawa ke tempat yang tidak ia kehendaki (ayat 18). Penganiayaan terbayang di depan. Ibarat film, hidupnya tak akan berakhir dengan happy ending. Di ujung jalan, salib menanti. Lalu, apakah Petrus lantas tak bersemangat hidup? Tampaknya tidak, karena sesudah memberitahukan semuanya Yesus berkata, "Ikutlah Aku" (ayat 19). Artinya, asal Petrus terus melangkah bersama Yesus, ia akan dimampukan untuk bertahan sampai akhir. Kenyataan membuktikan bahwa akhirnya Petrus mati disalib, namun ia tidak menyesal. Dengan tegar ia menghadapinya, malahan minta disalib terbalik.

Seperti apakah masa depan kita? Tak ada jaminan bahwa hidup akan semakin baik atau bumi semakin ramah. Namun, kita memiliki jaminan penyertaan Tuhan. Siapa saja yang mengikut Yesus akan dimampukan untuk tegar menghadapi situasi, seburuk apa pun —JTI

7 Juli 2008

Bersama Yesus

Nats : Siapa saja yang tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5)
Bacaan : Yohanes 15:1-8

Saat memasuki hari atau minggu yang baru, banyak orang merasa gembira dan bersemangat. Bagi mereka, hari baru adalah kesempatan baru, peluang baru, dan karena itu mereka menyambutnya dengan hati gembira, dengan semangat baru, dan tekad baru. Tetapi bagi sebagian orang yang lain bisa jadi tidak demikian. Hari baru bagai perpanjangan derita hidup yang membawa beban baru, persoalan baru, dan kepahitan baru, sehingga mereka pun merespons hari baru dengan muka masam dan hati galau.

Berada di kelompok manakah Anda saat ini? Apabila Anda termasuk kelompok pertama, puji Tuhan, itu berarti Anda sudah berada "di jalur" yang benar. Berjalanlah terus di sana dan biarlah orang-orang yang ada di sekitar Anda turut merasakan semangat dan kegembiraan hati Anda.

Namun, bisa jadi Anda berada di kelompok kedua. Anda merasa seolah-olah tak sanggup lagi meneruskan hidup ini. Anda sudah kehilangan semangat hidup. Anda enggan. Anda bingung. Anda merasa berat untuk memulai hari dan melanjutkan hidup. Jangan berkecil hati. Yesus mengasihi Anda apa adanya. Di dalam Yesus, Anda masih dapat melakukan banyak hal. Yang Anda butuhkan adalah menyerahkan kembali hidup Anda kepada Tuhan. Naikkan doa sederhana ini, "Yesus, aku menyerahkan hidupku kepada-Mu. Aku ingin tinggal di dalam-Mu. Sejak hari ini, saya adalah milik-Mu." Dia akan memberikan keteduhan dan kelegaan (Matius 11:28). Sungguh. Dia akan memberikan kekuatan baru, memampukan Anda untuk melangkah tegar, sehingga kita tetap dapat "berbuah" banyak -MNT

21 Juli 2008

Pola Asuh

Nats : Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya (Galatia 6:7)
Bacaan : Amsal 29:15-17

Tak ada peristiwa yang "kebetulan". Setiap kejadian pasti ada alasannya. Dalam Alkitab, Yakub dikenal sebagai penipu. Bayangkan, Esau-kakaknya yang sedang lapar-ditodong hak kesulungannya, diganti hanya dengan semangkuk kacang merah! Ia juga menipu ayahnya yang sudah renta dan rabun dengan berpura-pura menjadi Esau, demi mendapat berkat kesulungan (Kejadian 25, 27). Setelah menikah pun Yakub mengelabui Laban, mertuanya, hingga mendapat banyak kambing domba (Kejadian 30).

Mengapa Yakub penuh tipu daya? Sebab ia dibesarkan dalam keluarga di mana sang ayah lebih sayang kepada Esau, sedang si ibu lebih menyayanginya. Ibunya pula yang mengajari Yakub membohongi ayahnya. Selanjutnya, Yakub mengadopsi pola asuh yang dialaminya sebagai model untuk mengasuh anak-anaknya. Ia lebih menyayangi Yusuf dan Benyamin, anak-anak yang lahir dari Rahel, ketimbang sepuluh anak dari ketiga istrinya yang lain. Akibatnya, saudara-saudara Yusuf menaruh dendam terhadap Yusuf dan membohongi Yakub dengan berkata bahwa Yusuf diterkam binatang buas, padahal mereka menjualnya sebagai budak.

Bagi Anda yang sudah menjadi orangtua, camkan firman Tuhan hari ini: "Jangan sesat! ... apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Galatia 6:7). Hukum ini tak terelakkan, kecuali kita bertobat dan percaya kepada Kristus, sebab di dalam Dia kita menjadi ciptaan baru. Bangun dan didiklah anak-anak Anda dalam suasana pertobatan setiap hari; agar kejujuran, ketulusan, dan penerimaan seorang akan yang lain menjadi pola asuh dalam kehidupan keluarga Anda -SST

27 Juli 2008

Peran dan Keahlian

Nats : Juga Aku telah menetapkan di sampingnya Aholiab bin Ahisamakh, dari suku Dan; dalam hati setiap orang ahli telah Kuberikan keahlian. Haruslah mereka membuat segala apa yang telah Kuperintahkan kepa (Keluaran 31:6)
Bacaan : Keluaran 31:1-11

Dalam pertandingan sepak bola, setiap pemain memiliki perannya masing-masing. Peranan ini biasanya diambil sesuai dengan keahlian setiap pemain. Seseorang yang terampil mencetak gol seperti Andriy Shevchenko (pemain nasional Ukraina) akan bermain menjadi penyerang. Orang yang bagus dalam mengumpan bola seperti David Beckham akan menjadi pemain tengah. Mereka yang tangkas menepis bola seperti Gianluigi Buffon akan menjadi penjaga gawang.

Dalam tubuh Kristus juga ada pembagian tugas serupa itu. Ada berbagai peran di dalam gereja yang masing-masing seharusnya dikerjakan oleh orang yang tepat. Bangsa Israel sedang membutuhkan orang-orang yang akan membuat perkakas rumah ibadah yang diperintahkan Allah. Secara khusus, dua orang bernama Bezaleel dan Aholiab adalah orang-orang yang terampil menjalankan pekerjaan tersebut. Bezaleel dikaruniai keahlian, pengertian, dan pengetahuan dalam segala macam pekerjaan membuat perkakas dari emas, perak, dan tembaga (Keluaran 31:3,4). Demikian juga Allah menetapkan Aholiab untuk mendampingi pekerjaan Bezaleel. Allah memerintahkan Musa untuk menunjuk mereka sebagai orang-orang yang akan membuat perkakas tersebut.

Sama seperti Bezaleel dan Aholiab, masing-masing dari kita pasti memiliki keahlian tertentu yang dapat dipakai untuk melakukan tugas-tugas khusus dalam gereja. Barangkali keahlian dalam bermain musik, mengajar, membuat karya seni, menulis, mengatur keuangan, dan sebagainya. Setiap keahlian yang diberikan Tuhan seharusnya dipakai untuk melayani Dia, sesuai peranan yang Dia sediakan bagi setiap kita -ALS

19 Agustus 2008

Bebas Memaki

Nats : Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang (Galatia 5:13)
Bacaan : Galatia 5:1-15

Saya aktif mengikuti sebuah mailing list sastra. Bagi orang awam, sastra mengacu pada cabang kesenian berupa karya tulis, dengan bahasa yang elok dan isi yang mendidik. Namun, nyatanya diskusi di dalamnya kerap meluas, bahkan sampai ke kehidupan pribadi seseorang. Tak jarang diskusi menjadi panas, karena adanya orang mencaci maki dengan kata-kata kasar. Bila ada yang keberatan karenanya, orang itu akan berdalih bahwa itu adalah bagian dari kemerdekaannya berbicara.

Kemerdekaan, oleh sebagian orang, disalahartikan sebagai kebebasan melakukan atau mengatakan apa saja yang mereka kehendaki tanpa memedulikan kepentingan orang lain. Padahal ketika kemerdekaan disalahartikan dan disalahgunakan; bukannya ketenteraman yang timbul, melainkan kekacauan.

Jemaat Galatia rupanya juga telah menyalahgunakan kemerdekaan yang mereka peroleh. Kemerdekaan dianggap sebagai kesempatan untuk tetap berbuat dosa dan bertindak sekehendak hati (ayat 13). Ini salah! Orang yang sungguh-sungguh merdeka dalam Kristus melihat kemerdekaan sebagai kesempatan untuk melakukan kebenaran dan memuliakan Allah dengan mengasihi dan melayani sesama (ayat 14).

Kristus memanggil kita untuk merdeka dan lepas dari belenggu dosa, keegoisan, dan penyesatan Iblis. Bila hidup lama menuruti tabiat dosa, sekarang kita dimampukan untuk menolak perbuatan dosa. Bila dulu kita hidup egois, sekarang kita dimampukan untuk menyenangkan Allah. Kita dimerdekakan dari penyesatan Iblis, sehingga kita bertumbuh dalam kebenaran oleh bimbingan Roh Kudus. Bagaimana Anda menikmati kemerdekaan di dalam Kristus? -ARS

7 September 2008

Persepuluhan

Nats : Yang satu (persepuluhan)
Bacaan : Maleakhi 3:1-10

Tentang persepuluhan, ada yang berkata, "Persepuluhan harus dikembalikan ke gereja lokal, kalau tidak, berarti kita merampok milik Tuhan". Sebaliknya, ada pula yang berkata, "Itu sistem di Perjanjian Lama. Bukankah kita hidup di zaman Perjanjian Baru, zaman anugerah, jadi yang penting kita memberi dengan rela dan sukacita."

Begitulah, kita bisa terjebak dalam kebingungan bila mengubah, menambah, atau mengurangi ayat Alkitab semau kita menjadi "lebih indah dari warna aslinya". Padahal, Maleakhi 3:10 dan Imamat 27:30 telah menuliskan persepuluhan ini dengan jelas. Tak ada kata tuduhan "merampok" atau "merampas". Kita hanya menerima nasihat, "bawalah milik TUHAN". Selanjutnya, persepuluhan tidak hanya disebut dalam Perjanjian Lama, tetapi juga dalam Perjanjian Baru. Yesus mengatakan, "Yang satu (persepuluhan) harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan" (Matius 23:23). Bahkan lebih jauh Perjanjian Baru juga menegaskan, bahwa tak hanya sepersepuluh, tetapi juga seluruh hidup kita adalah milik Tuhan, karena kita sudah ditebus dengan darah Yesus yang mahal (1Petrus 1:18,19).

Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru berbicara sangat jelas mengenai persembahan. Yang penting; baik persepuluhan, persembahan iman dan syukur, atau apa pun namanya, harus diberikan bukan dengan duka atau terpaksa. Namun, dengan motivasi yang benar, bukan untuk pamer (Matius 6:3) dan dengan rela dan sukacita (2Korintus 9:7). Dengan demikian, Allah pun berkenan atas setiap persembahan kita. Inilah prinsip yang utuh di dalam seluruh Alkitab -ACH



TIP #25: Tekan Tombol pada halaman Studi Kamus untuk melihat bahan lain berbahasa inggris. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA