Teks -- Ayub 35:8-16 (TB)
Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Jerusalem: Ayb 35:10 - Di mana Allah Elihu agaknya berpikir kepada orang yang tertimpa kemalangan yang didatangkan orang lain, Ayu 35:8. Jika mereka tidak tertolong oleh Allah maka sebabn...
Elihu agaknya berpikir kepada orang yang tertimpa kemalangan yang didatangkan orang lain, Ayu 35:8. Jika mereka tidak tertolong oleh Allah maka sebabnya ialah: mereka keras kepada oleh karena angkuh hati dan tidak mau meminta pembebasan.
Bdk khususnya Ayu 23:3-9; bdk Ayu 13:18-22.
Jerusalem: Ayb 35:15 - pelanggaran Ini menurut terjemahan-terjemahan kuno. Naskah Ibrani ternyata rusak.
Ini menurut terjemahan-terjemahan kuno. Naskah Ibrani ternyata rusak.
Ende -> Ayb 35:14
Ende: Ayb 35:14 - kautunggu jakni sampai Allah menampakkan keadilanNja, jang sampai kini
belum nampak.
jakni sampai Allah menampakkan keadilanNja, jang sampai kini belum nampak.
ditambahkan.
Endetn: Ayb 35:15 - kedurhakaan manusia diperbaiki menurut terdjemahan2 kuno. Kata Hibrani tidak diketahui maknanja.
diperbaiki menurut terdjemahan2 kuno. Kata Hibrani tidak diketahui maknanja.
Ref. Silang FULL: Ayb 35:8 - seperti engkau // anak manusia · seperti engkau: Yeh 18:24
· anak manusia: Yeh 18:5-9; Za 7:9-10
· seperti engkau: Yeh 18:24
· anak manusia: Yeh 18:5-9; Za 7:9-10
Ref. Silang FULL: Ayb 35:9 - Orang menjerit // banyaknya penindasan // yang berkuasa · Orang menjerit: Kel 2:23
· banyaknya penindasan: Ayub 20:19; Ayub 20:19
· yang berkuasa: Ayub 5:15; Ayub 5:15; Ayub 12:19; Ayu...
· Orang menjerit: Kel 2:23
· banyaknya penindasan: Ayub 20:19; [Lihat FULL. Ayub 20:19]
· yang berkuasa: Ayub 5:15; [Lihat FULL. Ayub 5:15]; Ayub 12:19; [Lihat FULL. Ayub 12:19]
Ref. Silang FULL: Ayb 35:10 - yang membuat // nyanyian pujian // waktu malam · yang membuat: Ayub 4:17; Ayub 4:17
· nyanyian pujian: Ayub 8:21; Ayub 8:21
· waktu malam: Mazm 42:9; 77:7; 119:62; 149:5; Kis 1...
Ref. Silang FULL: Ayb 35:11 - akal budi // melebihi · akal budi: Ayub 21:22; Ayub 21:22; Luk 12:24
· melebihi: Ayub 12:7
· akal budi: Ayub 21:22; [Lihat FULL. Ayub 21:22]; Luk 12:24
· melebihi: Ayub 12:7
Ref. Silang FULL: Ayb 35:12 - tidak menjawab // karena kecongkakan // orang-orang jahat · tidak menjawab: 1Sam 8:18; 1Sam 8:18
· karena kecongkakan: Ayub 15:25; Ayub 15:25
· orang-orang jahat: Mazm 66:18
· tidak menjawab: 1Sam 8:18; [Lihat FULL. 1Sam 8:18]
· karena kecongkakan: Ayub 15:25; [Lihat FULL. Ayub 15:25]
· orang-orang jahat: Mazm 66:18
Ref. Silang FULL: Ayb 35:13 - tidak dihiraukan · tidak dihiraukan: Ul 1:45; Ul 1:45; 1Sam 8:18; 1Sam 8:18; Ayub 15:31; Ayub 15:31; Ams 15:8; Ams 15:8
· tidak dihiraukan: Ul 1:45; [Lihat FULL. Ul 1:45]; 1Sam 8:18; [Lihat FULL. 1Sam 8:18]; Ayub 15:31; [Lihat FULL. Ayub 15:31]; Ams 15:8; [Lihat FULL. Ams 15:8]
Ref. Silang FULL: Ayb 35:14 - melihat Dia // bahwa perkaramu // menanti-nantikan Dia · melihat Dia: Ayub 9:11; Ayub 9:11
· bahwa perkaramu: Mazm 37:6
· menanti-nantikan Dia: Ayub 31:35
· melihat Dia: Ayub 9:11; [Lihat FULL. Ayub 9:11]
· bahwa perkaramu: Mazm 37:6
· menanti-nantikan Dia: Ayub 31:35
Ref. Silang FULL: Ayb 35:15 - tidak menghukum // mempedulikan pelanggaran · tidak menghukum: Ayub 9:24; Ayub 9:24
· mempedulikan pelanggaran: Ayub 18:5; Ayub 18:5; Mazm 10:11; Hos 7:2; Am 8:7
Ref. Silang FULL: Ayb 35:16 - dengan sia-sia // banyak bicara · dengan sia-sia: Tit 1:10
· banyak bicara: Ayub 34:35,37; Ayub 34:35; Ayub 34:37; 1Kor 4:20; Yud 1:10
· dengan sia-sia: Tit 1:10
· banyak bicara: Ayub 34:35,37; [Lihat FULL. Ayub 34:35]; [Lihat FULL. Ayub 34:37]; 1Kor 4:20; Yud 1:10
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry: Ayb 35:1-8 - Tutur Kata Elihu
Karena Ayub masih diam, Elihu meneruskan tegurannya. Dan di sini, untuk ketiga kalinya, dia berusaha menunjukkan kepada Ayub bahwa perkataannya ...
- Karena Ayub masih diam, Elihu meneruskan tegurannya. Dan di sini, untuk ketiga kalinya, dia berusaha menunjukkan kepada Ayub bahwa perkataannya keliru dan harus ditarik kembali. Elihu mendakwa Ayub atas tiga perkataan yang tidak patut, serta memberikan tiga jawaban berbeda terhadap masing-masing ucapan tersebut:
- I. Ayub menggambarkan ibadah kepada Allah sebagai sesuatu yang tidak penting dan tidak menguntungkan, hanya diperintahkan oleh Allah demi kepentingan-Nya sendiri, bukan demi manusia. Elihu memperlihatkan yang sebaliknya (ay. 1-8).
- II. Ayub mengeluh bahwa Allah menutup telinga-Nya terhadap seruan orang tertindas. Terhadap tuduhan tersebut, Elihu membela kebenaran Allah (ay. 9-13).
- III. Ayub sudah putus asa menantikan kembalinya perkenanan Allah atas dirinya, karena begitu lama perkenanan itu tidak kunjung datang. Tetapi, Elihu menunjukkan alasan yang sebenarnya di balik penundaan tersebut (ay. 14-16).
Tutur Kata Elihu (35:1-8)
- Dalam ayat-ayat di atas terdapat,
- I. Perkataan Ayub yang jahat yang ditegur Elihu (ay. 2-3). Untuk memperlihatkan jahatnya perkataan itu, ia mengarahkan tegurannya langsung kepada Ayub dan memintanya bercermin dengan akal sehatnya sendiri: “Apakah engkau menganggap dirimu benar?” (). Pertanyaan itu menunjukkan keyakinan Elihu bahwa tegurannya tepat, sebab ia berani menujukan penilaian itu kepada Ayub sendiri. Barang siapa memiliki kebenaran dan keadilan, cepat atau lambat, hati nurani setiap orang pun akan berpihak kepadanya. Pertanyaan Elihu juga menunjukkan pandangannya yang baik tentang Ayub. Ia percaya pikiran Ayub lebih jernih daripada kata-katanya, dan meskipun sudah berkata keliru, Ayub tidak akan bersikeras bertahan saat ia menyadari kesalahannya. Sewaktu kita mengucapkan sesuatu yang salah dalam keadaan tergesa-gesa, kita wajib mengaku bahwa pikiran kita selanjutnyalah yang menyadarkan diri kita bahwa perkataan tadi keliru. Elihu menegur Ayub karena dua hal:
- 1. Ia menganggap dirinya lebih benar daripada Allah. Inilah hal pertama yang menggusarkan Elihu (32:2). “Engkau sesungguhnya berkata, ‘Kebenaranku lebih daripada kebenaran Allah’” (ay. 2, ). Artinya, “Yang telah kulakukan bagi Allah lebih banyak daripada semua yang pernah Dia kerjakan bagiku, sehingga ketika dihitung selisihnya, terbuktilah bahwa Allah berutang kepadaku.” Ayub seolah beranggapan bahwa kesalehannya tidak diberi imbalan yang setimpal, sedangkan dosanya dihukum lebih berat daripada semestinya. Hal seperti itu sangat jahat dan fasik untuk dipikirkan, apalagi diucapkan. Ketika Ayub bersikeras tentang ketulusannya dan kekejaman perlakuan Allah, pada dasarnya dia berkata, “Aku lebih benar daripada Allah,” padahal, walapun kita sangat baik tetapi penderitaan kita begitu berat, kita tetaplah orang berdosa, sedangkan Allah tidak.
- 2. Ia menyangkal faedah dan berkat dari ibadah karena dirinya mengalami penderitaan. “Apakah gunanya bagiku bila aku bersih dari dosa?” (ay. 3). Perkataan ini berasal dari pasal 9:3031, “Walaupun aku mencuci tanganku dengan sabun, apakah gunanya bagiku? Engkau akan membenamkan aku dalam lumpur.” Dan pasal 10:15, “Kalau aku bersalah, celakalah aku!
- Dan kalau pun aku benar, sama saja.” Saat membandingkan kesengsaraannya dengan kemakmuran orang fasik, pemazmur juga tergoda untuk mengeluh, “Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih” (Mzm. 73:13). Jadi jika Ayub mengucapkan hal serupa, ia pada dasarnya berkata, “Kebenaranku lebih daripada kebenaran Allah” (ay. 2, ), sebab bila ia tidak mendapat apa-apa karena kesalehannya, berarti Allah berutang kepadanya lebih banyak daripada utangnya kepada Allah. Akan tetapi, sekalipun teguran ini tampaknya beralasan, namun tidaklah adil menuduh Ayub bersalah di sini, sebab ia sendiri sebelumnya sudah menegaskan bahwa perkataan seperti itu adalah ucapan jahat dari orang-orang berdosa yang makmur (21:15, “Apa manfaatnya bagi kami, kalau kami memohon kepada-Nya?), dan juga, Ayub sendiri mengakui ia tidak setuju dengan ucapan seperti itu. Rancangan orang fasik adalah jauh dari padaku (21:16). Menuntut orang lain menanggung akibat dari ucapan yang sudah jelas-jelas mereka sangkal adalah cara berdebat yang tidak adil.
- II. Jawaban yang bagus dari Elihu terhadap ucapan Ayub (ay. 4). “Akulah yang akan memberi jawab kepadamu dan kepada sahabat-sahabatmu bersama-sama dengan engkau,” yaitu, “semua orang yang menyetujui perkataanmu dan membenarkan engkau dengan perkataan itu, serta semua yang lain yang sependapat dengan kata-katamu. Kepada mereka, aku hendak mengajukan perkataan yang akan membungkam mereka semua.” Untuk itu, Elihu memakai pernyataannya sebelumnya (33:12), yakni “Allah itu lebih dari pada manusia.” Kebenaran ini, bila digunakan dengan tepat, akan mendukung banyak maksud baik, dalam hal ini khususnya untuk membuktikan bahwa Allah tidak berutang kepada siapa pun. Orang yang paling besar sekalipun bisa saja berutang kepada yang paling hina. Namun, perbedaan jarak antara Allah dan manusia begitu tidak terbatas perbandingannya hingga Allah yang Mahabesar tidak mungkin menerima keuntungan dari manusia. Oleh karena itu, mustahil Allah berutang atau memiliki suatu kewajiban kepada manusia. Jika Dia harus bertanggung jawab karena tujuan dan janji-Nya, Dia bertanggung jawab kepada diri-Nya sendiri. Tidak seorang pun sanggup memenuhi tan-tangan ini (Rm. 11:35), Siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Coba buktikanlah. Mengapa kita harus menuntut berkat atas kesalehan kita (seperti yang Ayub perbuat) sebagai suatu utang, padahal Allah yang kita layani tidak mendapat keuntungan apa-apa dari kita?
- 1. Elihu tidak perlu membuktikan bahwa Allah lebih tinggi daripada manusia. Semua menyetujui hal itu. Namun, ia berusaha meyakinkan Ayub dan kita tentang betapa luhurnya Allah, dengan menunjukkan tingginya langit dan awan-awan (ay. 5). Semua itu jauh tinggi di atas kita, dan Allah jauh lebih tinggi lagi di atas mereka. Jadi betapa jauh lagi Ia tak terjangkau dengan dosa kita atau segala ibadah kita! Arahkan pandanganmu ke langit dan lihatlah, perhatikanlah awan-awan. Allah menegakkan manusia, coelumque tueri jussit – dan menyuruhnya memandang ke langit. Para penyembah berhala melihat ke atas, lantas menyembah benda-benda langit, matahari, bulan, dan bintang-bintang. Tetapi kita harus melihat ke langit lantas menyembah Tuhan atas bala tentara langit. Mereka lebih tinggi daripada kita, tetapi Allah lebih tinggi dan tanpa terbatas daripada mereka. Keagungan-Mu yang mengatasi langit (Mzm. 8:2), dan hikmat Allah lebih tinggi daripada langit (11:8).
- 2. Dari situ, Elihu menyimpulkan bahwa Allah tidak terpengaruh oleh apa pun yang kita lakukan.
- (1) Ia mengakui bahwa sesama manusia bisa diuntungkan atau dirugikan oleh perbuatan kita (ay. 8): Hanya orang seperti engkau yang mungkin dirugikan oleh kefasikanmu. Kefasikan dapat menimbulkan masalah bagi orang lain. Orang fasik bisa melukai, merampok, memfitnah sesamanya, atau menyeretnya ke dalam dosa sehingga mencelakakan jiwanya. Demikian pula kebenaranmu, keadilanmu, amal baikmu, hikmat, serta kesalehanmu, bisa menguntungkan anak manusia. Kebaikan kita dirasakan oleh orang-orang kudus yang ada di tanah ini (Mzm. 16:3). Hanya kepada sesama manusia seperti kitalah, kita mampu melakukan percederaan atau kebaikan. Dalam perbuatan kita itulah, Tuhan yang berdaulat sekaligus Hakim atas semesta melibatkan diri-Nya, untuk mengganjar yang berbuat baik dan menghukum yang menyakiti sesama ciptaan. Dan,
- (2) Elihu sepenuhnya menyangkal bahwa Allah bisa dirugikan atau diuntungkan oleh apa pun yang diperbuat, atau yang bisa diperbuat oleh manusia, bahkan orang terbesar di muka bumi sekalipun.
- [1] Dosa-dosa orang durhaka yang paling jahat tidak merugikan Dia (ay. 6): “Jikalau engkau berbuat dosa dengan sengaja dan dengan maksud jahat menantang Dia, bahkan kalau pelanggaranmu banyak dan tindakan berdosa itu diulang-ulang begitu seringnya, apa yang kaubuat terhadap Dia?” Pertanyaan ini adalah tantangan bagi pikiran kedagingan, dan menantang pendosa yang paling berani untuk melakukan yang terburuk. Pernyataan Elihu menunjukkan betapa besar dan mulianya Allah hingga musuh-Nya yang terjahat pun tidak sanggup menyebabkan kerugian yang nyata bagi-Nya. Dosa disebut kejahatan terhadap Allah sebab pelakunya memang bermaksud menentang Allah, dan menista kehormatan-Nya. Namun, dosa tidak dapat berakibat apa-apa terhadap Allah. Maksud jahat dari orang-orang berdosa tidaklah berdaya, ia tidak mampu menghancurkan keberadaan Allah maupun kesempurnaan-Nya, tidak dapat menggulingkan Dia dari kuasa dan kekuasaan-Nya, tidak dapat mengusik kedamaian dan ketenangan-Nya, tidak dapat mengalahkan rencana dan rancangan-Nya, tidak pula dapat merampas kemuliaan-Nya yang hakiki. Oleh sebab itu, perkataan Ayub “Apakah gunanya bagiku jika aku bersih dari dosa? (ay. 3, )” adalah pemahaman yang keliru. Allah tidak mendapat keuntungan apa pun dari pertobatan Ayub. Dan, siapa yang diuntungkan lagi kalau bukan dirinya sendiri?
- [2] Segala ibadah orang kudus yang paling saleh tidak menguntungkan Dia (ay. 7). “Jikalau engkau benar, apakah yang kauberikan kepada Dia?” Allah tidak membutuhkan jasa kita. Kalau Dia ingin mengerjakan sesuatu, Dia bisa melakukannya tanpa kita. Kesalehan kita tidak menambah kebahagiaan-Nya sama sekali. Dia tidak berutang budi sedikit pun kepada kita, justru kita yang berutang budi kepada-Nya karena Dia menjadikan kita orang benar dan Dia menerima kebenaran kita. Oleh sebab itu, kita tidak dapat menuntut apa pun dari-Nya, dan tiada alasan bagi kita untuk mengeluh bila tidak mendapatkan apa yang kita harapkan. Yang bisa kita lakukan hanyalah bersyukur karena memperoleh yang lebih baik daripada apa yang pantas bagi kita.
Matthew Henry: Ayb 35:9-13 - Tutur Kata Elihu Tutur Kata Elihu (35:9-13)
Ayat-ayat di atas adalah jawaban Elihu terhadap salah satu ucapan Ayub lainnya, yang menurut Elihu, menyindir keadil...
Tutur Kata Elihu (35:9-13)
- Ayat-ayat di atas adalah jawaban Elihu terhadap salah satu ucapan Ayub lainnya, yang menurut Elihu, menyindir keadilan dan kebaikan Allah, sehingga tidak boleh berlalu begitu saja tanpa ditanggapi.
- I. Yang dikeluhkan Ayub ialah bahwa Allah tidak memperhatikan jeritan orang tertindas mengenai penindas mereka (ay. 9): “Orang menjerit oleh karena banyaknya penindasan, banyaknya kesukaran yang ditimpakan oleh para penguasa lalim atas orang miskin, serta perlakuan biadab terhadap mereka. Namun, jeritan itu sia-sia saja. Allah tidak tampil untuk membela mereka. Mereka berteriak, mereka terus berseru oleh karena kekerasan orang-orang yang berkuasa yang menindih mereka dengan beratnya.” Katakata ini tampaknya merujuk kepada ucapan Ayub dalam pasal 24:12, “Dari dalam kota terdengar rintihan orang-orang yang hampir mati dan jeritan orang-orang yang menderita luka karena para penindas, tetapi Allah tidak mengindahkan doa mereka, Dia tidak mengadakan perhitungan dengan mereka atas hal tersebut.” Ayub tidak tahu bagaimana harus menyikapi keadaan itu, atau menyelaraskan keadilan Allah dengan pemerintahan-Nya. Adakah Allah yang adil, dan mungkinkah Dia begitu lambat mendengar, begitu lambat melihat?
- II. Cara Elihu memecahkan persoalan pelik tersebut. Kalau jeritan orang tertindas tidak didengar, kesalahan bukan terletak pada Allah. Dia selalu siap mendengar dan menolong mereka. Kesalahannya terletak pada manusia itu sendiri. Kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa (Yak. 4:3). Mereka berteriak minta tolong oleh karena kekerasan orang-orang yang berkuasa, tetapi teriakan itu berupa gerutuan, keluh kesah, bukan teriakan doa pertobatan. Teriakan mereka adalah jeritan manusiawi yang lahir dari kegeraman, bukan dari anugerah. Bacalah Hosea 7:14, “Seruan mereka kepada-Ku tidak keluar dari hatinya, tetapi mereka meratap di pembaringan mereka.” Kalau demikian, mana mungkin kita berharap mereka akan dijawab dan dilepaskan?
- 1. Di tengah penderitaan, mereka tidak mencari Allah dan tidak berusaha mengenal Dia (ay. 10), “Tetapi orang tidak bertanya: Di mana Allah, yang membuat aku?” Kesusahan diberikan guna mengarahkan dan menggiatkan kita untuk berbalik dan mengingini Allah (Mzm. 78:34). Namun, banyak orang yang mengerang di bawah penindasan justru tidak mengindahkan Allah, mereka tidak menyadari keberadaan tangan-Nya dalam kesukaran mereka. Seandainya mereka mencari Allah, mereka akan dapat menanggung persoalan itu dengan lebih sabar serta mendapatkan lebih banyak berkat darinya. Di antara banyak orang yang menderita dan tertindas, hanya sedikit yang mendapatkan manfaat baik dari penderitaan tersebut. Kesesakan seharusnya mengarahkan manusia kepada Allah, tetapi jarang sekali hal itu terjadi! Sangat disayangkan, sedikit sekali orang miskin dan menderita yang beriman. Setiap orang bersungut-sungut karena persoalannya, tetapi tidak seorang pun bertanya: Di mana Allah, yang membuat aku? (ay. 10, ). Artinya, tidak ada yang bertobat dari dosa-dosanya, tidak ada yang berbalik kepada Dia yang menghajar mereka, tidak ada yang mencari wajah Allah dan perkenanan-Nya serta penghiburan di dalam Dia yang dapat melipur kesengsaraan mereka. Mereka sepenuhnya tenggelam dalam parahnya keadaan, seakan-akan situasi tersebut menjadi alasan agar mereka boleh hidup tanpa Allah di dunia yang semestinya membuat orang melekat semakin erat kepada-Nya. Perhatikanlah,
- (1) Allah adalah Pencipta kita, Dialah empunya keberadaan kita. Dengan pemikiran tersebut, kita harus menghormati dan mengingat Dia (Pkh. 12:1). Sebagian penafsir menuliskan “Allah, yang membuat aku,” dengan bentuk jamak, yang menyiratkan tentang Trinitas, yaitu adanya tiga Pribadi dalam satu kesatuan Ke-Allah-an. “Baiklah kita menjadikan manusia.”
- (2) Karena Allah adalah pencipta kita, maka kita wajib mencari-Nya. Di manakah Dia, supaya kami dapat berbakti kepada-Nya serta mengakui kebergantungan dan tanggung jawab kami kepada Dia? Di manakah Dia, supaya kami dapat meminta pemeliharaan dan perlindungan-Nya, menerima hukum dari-Nya, dan mencari kebahagiaan kami dalam perkenanan Dia yang kuasanya menjadikan kami ada?
- (3) Sangat disayangkan bahwa anak-anak manusia begitu jarang mencari-Nya. Semua orang bertanya, “Di manakah kesenangan? Di mana kekayaan? Di mana bisnis yang bagus?” Tetapi, tiada seorang pun bertanya, “Di mana Allah, yang membuat aku?”
- 2. Di tengah penderitaan, mereka tidak menyadari belas kasihan yang mereka nikmati dan tidak pula bersyukur atasnya. Oleh karena itu, janganlah berharap Allah harus melepaskan mereka dari kesusahan.
- (1) Dia menyediakan penghiburan dan sukacita batiniah di tengah kesukaran jasmani. Kita harus memanfaatkan hal tersebut dan menunggu persoalan kita disingkirkan pada waktu-Nya. Dia memberi nyanyian pujian di waktu malam. Artinya, sewaktu keadaan kita begitu gelap, menyedihkan, dan sendu, ada topangan sekaligus sukacita dan penghiburan bagi kita di dalam Allah, dalam penyelenggaraan serta janji-Nya yang cukup. Semua itu memampukan kita untuk bersyukur dalam segala hal, bahkan bersukacita di tengah kesengsaraan. Bila kita hanya memperhatikan kesukaran kita dan mengabaikan penghiburan dari Allah yang sudah tersedia bagi kita, maka wajarlah jika Allah menolak doa-doa kita.
- (2) Allah memberi kita akal budi dan pengertian untuk dipakai (ay. 11): Allah yang memberi kita akal budi melebihi binatang di bumi. Artinya, Dia menganugerahi kita dengan daya dan kemampuan nalar yang lebih tinggi daripada yang diberikan kepada binatang. Dia juga memampukan kita untuk menikmati kesenangan dan pekerjaan yang lebih mulia, sekarang dan selamanya. Nah dengan pemberian-Nya ini,
- [1] Beralasan bagi kita untuk mengucap syukur di tengah beban penderitaan terberat sekalipun. Apa pun yang dirampas dari kita, kita tetap memiliki jiwa yang kekal, permata yang jauh lebih berharga daripada seluruh dunia. Yang bisa membunuh tubuh pun tidak bisa menjamah jiwa kita. Jadi, bila kesusahan kita tidak merusak kemampuan jiwa mereka, dan kita masih dapat menikmati fungsi akal budi serta ketenteraman hati nurani, kita punya banyak alasan lagi untuk bersyukur, tidak peduli seberapa pun beratnya malapetaka yang menimpa kita.
- [2] Beralasan bagi kita untuk mencari Allah dan menanyakan Allah Pencipta kita di tengah penderitaan. Keunggulan tertinggi dari akal budi ialah bahwa ia membuat kita dapat beragama, dan itulah yang khususnya membuat kita melebihi binatang di bumi, dan burung di udara. Biantang-binatang itu memiliki naluri dan kecerdasan untuk mencari makanan, obat-obatan, dan tempat berteduh. Tetapi, tidak satu pun dari mereka yang mampu bertanya dan mencari, “Di mana Allah, yang membuat aku?” Hal-hal mengenai logika, filsafat dan cara hidup sudah diamati di antara binatang-binatang yang tidak berakal, tetapi tidak pernah diamati tentang keilahian atau agama di antara binatang-binatang. Halhal ini hanya ada pada manusia. Oleh karena itu, jika orang tertindas hanya berteriak minta tolong oleh karena kekerasan orang-orang yang berkuasa berdasarkan akal budi semata, dan tidak mencari Allah, maka seruan mereka tidak lebih daripada yang dilakukan binatang-binatang karena binatang mengeluh ketika sakit. Mereka melupakan pengajaran dan hikmat yang membuat mereka jauh melampaui binatang. Allah menolong binatang sebab mereka berseru kepada-Nya dengan kemampuan tertinggi yang ada pada mereka (39:3; Mzm. 104:21). Namun, atas dasar apa manusia mengharapkan kelegaan, bila mereka berteriak kepada Allah tak ubahnya seperti binatang, padahal mereka mampu menanyakan dan mencari Allah yang membuat mereka?
- 3. Di tengah penderitaan, mereka tetap congkak dan angkuh, padahal penderitaan diberikan untuk merendahkan dan menjauhkan mereka dari kesombongan (ay. 12). Ketika itu orang menjerit, tetapi Ia tidak menjawab (: tetapi tidak seorang pun menjawab). Mereka berseru-seru melawan para penindas dan memenuhi telinga orang-orang di sekeliling mereka dengan keluh kesah, tetapi mereka tidak meluangkan waktu untuk merenungkan tentang Allah dan penyelenggaraan-Nya. Allah tidak menyelamatkan mereka, dan barang kali orang lain juga tidak terlalu menghiraukan mereka. Mengapa? Oleh karena kecongkakan orang-orang jahat. Mereka itu orang jahat, mereka merancang niat jahat dalam hati, dan itu sebabnya Allah tidak mau mendengar doa mereka (Mzm. 66:18; Yes. 1:15). Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa. Persoalan mereka mungkin juga disebabkan oleh kejahatan mereka sendiri. Mereka menyusahkan diri sendiri, lantas siapa yang bisa mengasihani mereka? Namun, bukan itu saja. Mereka juga masih tetap congkak, karena itulah mereka tidak mencari Allah (Mzm. 10:4). Atau, kalaupun mereka berseru kepada-Nya, Dia tidak menjawab oleh karena kecongkakan mereka, sebab Dia hanya mendengarkan keinginan orang-orang yang tertindas (Mzm. 10:17, : orang-orang yang rendah hati.). Dengan penyelenggaraan-Nya, Dia hanya membebaskan orang yang telah dipersiapkan-Nya oleh anugerah dan dilayakkan-Nya untuk diselamatkan. Kalau hati kita tetap congkak di tengah kesesakan dan keangkuhan kita belum ditundukkan, berarti kita tidak termasuk di antara orang yang dilayakkan itu. Jadi, kini jelaslah bahwa jika kita berseru kepada Allah meminta kelepasan dari penindasan dan penderitaan, tetapi semua itu tidak juga terjadi, alasannya bukan karena tangan Tuhan terlalu pendek atau telinga-Nya berat mendengar, tetapi karena penderitaan itu belum mencapai maksudnya. Kita belum cukup belajar rendah hati dan karena itu merupakan kesalahan kita sendiri jika penderitaan itu terus berlanjut.
- 4. Permohonan mereka kepada Allah tidak tulus dan jujur, karena itulah Dia tidak mendengar dan menjawab mereka (ay. 13). Sungguh, teriakan yang kosong tidak didengar Allah. Teriakan kosong artinya doa yang munafik, yaitu doa yang sia-sia, keluar dari bibir yang dibuat-buat. Percuma saja berpikir bahwa Allah pasti mendengarnya, sebab Dia menyelidiki hati dan menghendaki kebenaran dalam batin.
Matthew Henry: Ayb 35:14-16 - Tutur Kata Elihu Tutur Kata Elihu (35:14-16)
Ayat-ayat di atas berisi,
I. Kesalahan lain dalam ucapan Ayub yang ditegur Elihu (ay. 14), “Lebih-le...
Tutur Kata Elihu (35:14-16)
- Ayat-ayat di atas berisi,
- I. Kesalahan lain dalam ucapan Ayub yang ditegur Elihu (ay. 14), “Lebih-lebih lagi kalau engkau berkata, bahwa engkau tidak melihat Dia,” artinya,
- 1. “Engkau mengeluh tidak dapat memahami arti perlakuan-Nya yang keras terhadapmu, juga maksud serta tujuannya” (23:8-9).
- 2. “Engkau putus asa menantikan kembalinya kemurahan Allah kepadamu dan datangnya hari-hari baik lagi, sehingga engkau hendak menyerah sama sekali.” Seperti kata Raja Hizkia (Yes. 38:11), “Aku tidak akan melihat TUHAN lagi.” Di tengah kelimpahan, biasanya kita berpikir bahwa kita akan tetap jaya. Demikian juga di tengah kesesakan, kita berpikir bahwa kita akan tetap terpuruk. Namun, dalam keadaan apa pun, adalah bodoh bila kita beranggapan bahwa besok akan sama seperti hari ini, sama bodohnya seperti berpikir bahwa cuaca akan selalu baik atau selalu buruk, gelombang pasang akan selalu pasang, atau gelombang surut akan selalu surut.
- II. Jawaban Elihu terhadap keputusasaan yang dituturkan Ayub, yaitu,
- 1. Saat ia memandang kepada Allah, tidak ada alasan yang benar baginya untuk berputus asa sedemikian, sebab “penghakiman ada di hadapan-Nya.” Artinya, “Allah tahu apa yang harus Dia perbuat dan Dia akan melaksanakan segalanya dengan hikmat dan keadilan yang tak terbatas. Dia memegang seluruh rancangan dan cara penyelenggaraan dan tahu apa yang hendak dilakukan-Nya. Kita tidak tahu, sehingga kita tidak mengerti apa yang diperbuat Allah. Suatu hari kelak akan ada di hadapan-Nya hari penghakiman, dan saat itulah segala pengaturan dunia yang tampaknya kacau akan dijelaskan dan bagian-bagian tersembunyi akan diterangkan. Pada waktu itu engkau akan melihat makna utuh dari segala peristiwa suram ini serta akhir dari pengalaman yang menyesakkan ini, maka engkau akan memandang wajah-Nya dengan sukacita. Oleh sebab itu, percayalah kepada-Nya, bersandarlah kepada-Nya, nantikanlah Dia, dan yakinlah bahwa perkara ini akan berakhir baik.” Bila kita mengingat bahwa Allah itu tidak terbatas hikmat-Nya, kebenaran-Nya, kesetiaan-Nya, dan bahwa Dialah Allah yang adil (Yes. 30:18), maka tiada alasan untuk berputus asa mengharapkan kelegaan dari-Nya. Yang ada hanyalah alasan untuk berpengharapan dalam Dia bahwa kelegaan itu akan datang pada waktunya, waktu yang terbaik.
- 2. Kalau Ayub belum juga melihat akhir dari masalahnya, itu karena dia tidak percaya dan menantikan Allah (ay. 15, ). “Karena engkau tidak percaya kepada-Nya oleh sebab persoalan ini, maka penderitaan yang mula-mula datang karena kasih kini bercampur dengan kekesalan. Kini Allah datang dengan murka, sebab hatimu tidak dapat mempercayai Dia, malah memikirkan anggapan-anggapan keliru tentang-Nya.” Jika di dalam kesusahan kita terkandung murka ilahi, itu karena kesalahan kita sendiri, sebab kita tidak menyikapi kesusahan itu dengan benar. Kita berbantah dengan Allah, kita bersungut-sungut, tidak sabar, dan tidak percaya kepada Penyelenggaraan ilahi. Inilah yang terjadi pada Ayub. Kebodohan menyesatkan jalan orang, lalu gusarlah hatinya terhadap Tuhan (Ams. 19:3). Elihu beranggapan bahwa Ayub tidak mengetahui dan merenungkan hal tersebut sebagaimana mestinya di tengah penderitaan. Dia belum juga diselamatkan karena kesalahannya sendiri. Oleh sebab itu, Elihu menyimpulkan bahwa Ayub berbesar mulut dengan sia-sia (ay. 16) saat mengeluhkan ketidakadilan yang dialaminya dan dalam meminta keadilan. Ia berbesar mulut saja dalam membenarkan diri dan membukti kan dirinya tidak bersalah. Semua itu sia-sia, sebab ia tidak percaya kepada Allah dan menantikan Dia. Ia tidak menghormati Allah dengan sepatutnya di tengah penderitaannya. Dia banyak bicara, tetapi tanpa pengertian. Semuanya percuma, sebab Ayub tidak menguatkan diri di dalam Allah dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Sia-sia saja kita memohon kepada Allah atau membuktikan kebenaran diri, bila kita tidak berusaha memenuhi tujuan dari penderitaan yang ditimpakan kepada kita. Sia-sia saja kita berdoa meminta kelegaan, bila kita tidak percaya kepada Allah. Sebab, orang yang meragukan Allah janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan (Yak. 1:7).
- Jawaban Elihu ini bisa juga ditujukan kepada perkataan Ayub seluruhnya. Setelah menunjukkan kebodohan dalam beberapa bagian ucapan Ayub, Elihu menyimpulkan bahwa ada banyak bagian lain yang sama-sama merupakan hasil ketidaktahuan dan kekeliruan Ayub. Elihu tidak menyebut dia munafik, seperti teman-temannya yang lain, ia hanya menyalahkan Ayub dengan dosa Musa, yaitu teledor dengan kata-katanya ketika hatinya merasa pahit. Setiap kali kita teledor dengan kata-kata dan tidak ada orang yang tidak pernah salah berucap, lalu kita ditegur, itu adalah belas kasihan, dan kita harus menerimanya dengan sabar dan rela seperti Ayub, tidak mengulangi tetapi menarik kembali perkataan kita yang salah.
SH: Ayb 35:1-16 - Nyanyian di waktu malam (Rabu, 14 Agustus 2002) Nyanyian di waktu malam
Elihu berusaha meyakinkan bah-wa Ayub tidak memiliki hak menuntut agar Allah menjawab keluhannya karena [1] tidak ada keharus...
Nyanyian di waktu malam
Elihu berusaha meyakinkan bah-wa Ayub tidak memiliki hak menuntut agar Allah menjawab keluhannya karena [1] tidak ada keharusan bagi Allah untuk menjawab, (ayat 3-8), [2] Allah tidak akan menjawab keluhan pembuat kejahatan (ayat 9-13), dan keluhan Ayub bahwa Allah tidak pernah menghukum orang jahat adalah omong kosong (ayat 14-16).
Elihu melihat kata-kata Ayub yang saling bertentangan (ayat 2b-3). Di satu sisi Ayub menyatakan meminta keadilan Allah, di sisi lain menganggap Allah tidak peduli akan kesusahannya. Pada ayat 5-8 Elihu menyatakan tentang jarak tak terhingga antara Allah dan manusia. Jadi, kesalahan atau ketidakbersalahan Ayub tak dapat mempengaruhi Allah. Tindakan manusia hanya berpengaruh terhadap manusia lainnya.
Di ayat 9-13, Elihu nampaknya menyatakan bahwa ketika orang-orang menderita, mereka tidak berseru kepada Tuhan untuk pertolongan. Inilah sebabnya Allah tidak menolong mereka. Ratapan mereka hanyalah teriakan kosong dari sifat yang egois, bukan dari kepercayaan kepada Allah. Mereka mengabaikan pengajaran Allah dari alam. Padahal Allah yang memberikan mereka nyanyian-nyanyian di waktu malam dan mengajar mereka melalui binatang-binatang (bdk. 12:7). Nyanyian di waktu malam mungkin adalah nyanyian bintang-bintang dan makhluk-makhluk surgawi lainnya yang bersukacita kala bumi dijadikan (ayat 38:7). Kaum tertindas harus mengingat pencipta mereka, dan berseru kepada-Nya, bukan kepada manusia.
Elihu menyimpulkan kasus Ayub dengan mengatakan: pernyataan Ayub bahwa Allah belum menampakkan diri-Nya adalah bodoh. Allah telah menyatakan diri melalui keajaiban alam (ayat 14). Ayub juga dianggap salah karena mengatakan bahwa Allah tidak menghukum dosa. Kalau kelihatannya demikian, tentu adalah karena orang yang tertindas belum datang kepada Allah dengan memohon secara tulus.
Renungkan: Dalam kesusahan Anda, pandanglah bintang dan hiruplah udara segar. Allah mengasihi Anda. Berserulah kepada-Nya!
SH: Ayb 35:1-16 - Peduli seperti Allah peduli (Jumat, 9 Desember 2005) Peduli seperti Allah peduli
Konselor sejati peduli dengan kliennya yang bermasalah. Ia akan
menolong si konseli. Namun, tidak jarang konselor ...
Peduli seperti Allah peduli
Konselor sejati peduli dengan kliennya yang bermasalah. Ia akan menolong si konseli. Namun, tidak jarang konselor terjebak hanya untuk membuktikan kebenaran teorinya atas masalah si konseli. Dengan keyakinan akan kebenaran teorinya tentang Ayub, Elihu menuding Ayub memaksa Allah membenarkan dirinya (ayat 2). Menurut Elihu, Ayub berpandangan bahwa berdosa atau tidak, tidak ada untung rugi bagi dirinya, apalagi bagi Allah (ayat 3). Elihu menjawab Ayub dengan mengatakan bahwa Allah memang tidak dirugikan dengan dosa Ayub, tetapi justru Ayub sendiri yang akan dirugikan (ayat 6-8). Oleh karena perbuatannya yang angkuh, menolak dan menyepelekan Allah (ayat 10-11, 14-16) maka Ayub akan menerima ganjaran setimpal tanpa pengampunan (ayat 12-13).
Sebenarnya, jawaban Elihu klise. Pertama, jawaban Elihu yang berkaitan dengan sikap Allah, hanya merupakan pengulangan dari pembicaraan Ayub dengan ketiga temannya yang dicatat pada pasal 7-22. Kedua, anggapan Elihu akan Allah ternyata salah. Ia bukan Allah yang tak memiliki perasaan, yang semata-mata mempertahankan prinsip kebenaran dengan arogan. Ia adalah Allah yang berespons terhadap sikap manusia yang salah. Allah sedih melihat ciptaan-Nya memberontak terhadap-Nya. Saat Allah menghukum, Ia menghukum dengan kasih.
Tanpa pengenalan yang benar akan hakikat Allah yang peduli akan keberdosaan umat-Nya, orang Kristen mudah sekali kehilangan simpati terhadap penderitaan sesamanya. Yang tersisa hanya sikap menghakimi dan memaksakan pandangannya yang sesat itu terhadap sesamanya. Kita perlu berpaling pada Dia dan belajar dari Tuhan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati terhadap orang-orang lemah dan berbeban berat (Mat. 11:28-30).
Doaku: Ampuni aku Tuhan, bila selama ini aku telah menjadi hakim pada sesamaku. Tolong, penuhi aku dengan kasih-Mu supaya aku mengasihi mereka.
SH: Ayb 35:1-16 - Allah Berempati (Kamis, 15 Desember 2016) Allah Berempati
Rupanya Elihu mau menanggapi sikap Ayub yang membela diri dan menyatakan bahwa ia tidak berbuat jahat, meskipun Ayub tidak tahu menga...
Allah Berempati
Rupanya Elihu mau menanggapi sikap Ayub yang membela diri dan menyatakan bahwa ia tidak berbuat jahat, meskipun Ayub tidak tahu mengapa dirinya mengalami azab Tuhan. Kalimat "Apakah kelebihanku bila aku berbuat dosa" (3b) harus dipahami dalam konteks penalaran metode logika. Misalnya, seseorang bisa menjadi kaya raya karena Tuhan memberkatinya. Tuhan hanya memberkati orang-orang yang diperkenan-Nya. Orang yang diperkenan-Nya adalah orang-orang saleh seperti Ayub (1:1-5). Ayub menjadi kaya raya karena ia adalah orang yang 'taat beribadah'. Jadi dalam imajinasi Elihu, seolah-olah Ayub berkata mustahil Tuhan memberkati hidupnya dengan berlimpah-limpah jika ia melakukan banyak kejahatan.
Kalau motivasi Elihu tulus dalam rangka mengajak Ayub melakukan introspeksi diri, seharusnya kalimatnya berbunyi, "Jikalau engkau berbuat dosa, apa yang akan kau lakukan terhadap Dia? Kalau pelanggaranmu banyak, apa yang kau buat terhadap Dia? Jikalau Engkau benar, apakah yang kau berikan kepada Dia? Atau apa yang diterima-Nya dari tanganmu?" (6-7). Kenyataannya, Elihu mengutamakan asumsi negatif ketimbang hal yang positif. Di sini kalimat Elihu bernada tendensius. Artinya, seakan-akan Elihu berempati kepada Ayub dengan cara mengedepankan sifat Allah yang empatik dan berbelas kasihan. Padahal, Elihu memakai cara halus untuk "memaksa" Ayub mengakui kejahatannya agar sahabatnya mendapatkan pengampunan Allah.
Allah bukanlah Pribadi yang acuh tak acuh, sebaliknya Ia adalah Allah yang peduli dengan kondisi kita. Meski umat-Nya telah berdosa kepada-Nya, asalkan datang di hadapan-Nya dan mengaku segala pelanggaran dengan hati yang tulus dan jujur, maka Ia akan memberikan ampunan. Inilah makna positif dari kalimat negatif Elihu pada Ayub 35:13-16, walau kebenaran ini dipakai dengan motif yang salah oleh Elihu untuk memojokkan sahabatnya, Ayub.
Allah adalah Pribadi yang berbelas kasihan. Ia rindu umat-Nya dapat hidup dalam damai sejahtera-Nya. [SS]
SH: Ayb 35:1-16 - Berempati dengan Tulus (Sabtu, 10 Juni 2023) Berempati dengan Tulus
Setiap orang punya beban hidup yang berbeda-beda dan masing-masing menanggungnya dengan daya yang berbeda juga. Saat beban hid...
Berempati dengan Tulus
Setiap orang punya beban hidup yang berbeda-beda dan masing-masing menanggungnya dengan daya yang berbeda juga. Saat beban hidup melanda kita, kerap kali kita menyalahkan Tuhan. Kita tak mau melihat dari perspektif lain atau merenungi apa yang Tuhan ingin tunjukkan lewat peristiwa yang kita alami.
Ayub mengalami penderitaan secara bertubi-tubi. Ironisnya, selama ini Ayub hidup taat di hadapan Tuhan. Karenanya, ia tidak mengerti mengapa semua penderitaan itu terjadi padanya.
Itulah mengapa, ketika teman-temannya menyalahkan cara hidupnya yang berdosa di hadapan Allah, ia membela diri dengan mengaku tidak bersalah. Inilah yang membuat Elihu geram. Elihu merespons pernyataan Ayub secara tendensius dan emosional.
Elihu menunjukkan pemahaman yang keliru tentang Allah. Ia percaya bahwa Allah adalah Pribadi yang jauh dari manusia (5). Kekuasaan dan kedaulatan-Nya jauh lebih besar daripada kebaikan dan kebenaran semua manusia, termasuk Ayub (6-7). Ia berpikir bahwa jika Allah tidak menolong Ayub, itu artinya Ayub bersalah (8-13). Baginya, apa yang dialami Ayub adalah hukuman yang memang pantas untuk diterima Ayub.
Pada akhirnya, Elihu mengatakan bahwa Ayub banyak bicara tanpa pengertian (14-16). Alih-alih berempati atas apa yang terjadi pada Ayub, ia malah berfokus pada pandangan dan pengertiannya sendiri.
Ketika seseorang menceritakan kesulitannya kepada kita, atau ketika kita melihat orang terdekat kita sedang mengalami musibah, kiranya kita dapat merespons dengan cara yang tepat, yaitu berempati dengan tulus. Turut merasakan penderitaan yang dialami lebih baik daripada memojokkan dan menyalahkan.
Ingatlah, Allah memerhatikan penderitaan setiap orang. Ia bukanlah Pribadi yang acuh tak acuh. Ingat juga, penderitaan yang kita alami tidak melebihi kekuatan kita karena Allah itu setia. Ia tak akan membiarkan kita dicobai dengan penderitaan yang membuat kita hancur dan binasa. Saat kita dicobai, Tuhan akan memberi jalan keluar, sehingga kita dapat menanggungnya. [SLM]
Baca Gali Alkitab 6
Bagi manusia yang berdosa, yang menderita karena kejahatannya sendiri, masih ada belas kasihan dan kemurahan dari Allah.
Elihu mengatakan bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah dirugikan oleh dosa/kefasikan manusia dan juga tidak diuntungkan oleh kebenaran manusia. Karena itu, di dalam kehangatan murka Allah, kasih-Nya juga dicurahkan dengan berlimpah.
Apa saja yang Anda baca?
1. Apa perkataan Ayub yang direspons oleh Elihu? (1-3)
2. Apa yang akan Elihu lakukan dan suruhkan kepada Ayub? (4-5)
3. Adakah pengaruh dosa dan kebenaran yang dikerjakan oleh manusia (termasuk Ayub) kepada Allah? (6-7)
4. Siapa yang dirugikan dan diuntungkan karena kefasikan dan kebenaran manusia (termasuk Ayub)? (8)
5. Apa yang tidak ditanyakan oleh manusia saat ia menjerit karena penindasan yang dialaminya? (9-11)
6. Mengapa Allah tidak mendengar teriakan manusia? (12-13)
7. Bagaimana kemurahan Allah kepada Ayub dan bagaimana sikap Ayub menurut Elihu? (14-16)
Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda?
1. Ketika seseorang berteriak minta tolong kepada Allah dan Allah sepertinya tidak mendengarkan, mengapa hal itu bisa terjadi?
2. Mengapa Allah harus menjadi satu-satunya Pribadi yang menjadi tujuan bagi Anda untuk mencari pertolongan dari pergumulan?
Apa respons Anda?
1. Pernahkah Anda mengalami pergumulan, tetapi tidak datang kepada Allah? Apa yang seharusnya Anda lakukan saat itu?
2. Apa tekad Anda untuk lepas dari jerat dosa yang mendatangkan penderitaan bagi Anda?
Pokok Doa:
Mohonlah pemulihan dari Allah atas pribadi Anda yang sudah terjerat dalam dosa dan menderita karenanya.
Topik Teologia: Ayb 35:9 - -- Umat Manusia Pada Umumnya
Unsur-unsur Pembentuk Keindividualitas Manusia
Bagian dari Tubuh Manusia sebagai Aspek Moral Kemanusiaan
...
- Umat Manusia Pada Umumnya
- Dosa
- Dosa-dosa Terhadap Sesama
- Dosa-dosa Merugikan Orang Lain
- Penindasan
- Ayu 6:27 Ayu 20:19-22 Ayu 22:5-9 Ayu 24:21 Ayu 34:26,28 Ayu 35:9 Maz 42:10-11 Maz 62:11 Maz 73:8 Maz 103:6 Ams 14:31 Ams 22:16,22-23 Ams 28:3,8,15-16 Pengk 5:7 Yes 1:17 Yes 5:8 Yes 29:20-21 Yes 30:12-14 Yes 32:7 Yes 49:26 Yes 59:12-15 Yer 6:6 Yer 17:11 Yer 21:12 Yer 22:13,17 Yeh 18:12-13,18 Yeh 45:9-10 Hos 12:8 Amo 4:1-2 Mik 2:1-3 Hab 2:6 Luk 3:12-14
Topik Teologia: Ayb 35:10 - -- Allah yang Berpribadi
Pribadi Allah
Pekerjaan-Pekerjaan Allah
Urutan Penciptaan Allah
Urutan Ciptaan
Penciptaan Umat Manus...
- Allah yang Berpribadi
- Pribadi Allah
- Pekerjaan-Pekerjaan Allah
- Urutan Penciptaan Allah
- Urutan Ciptaan
- Penciptaan Umat Manusia
- Umat Manusia adalah Pekerjaan Allah yang Khusus
- Umat Manusia Pada Umumnya
- Tempat Umat Manusia Pada Urutan Penciptaan
- Manusia Dalam Relasinya dengan Makhluk Ciptaan Lain
- Manusia adalah Superior Terhadap Binatang
Topik Teologia: Ayb 35:11 - -- Pekerjaan-Pekerjaan Allah
Urutan Penciptaan Allah
Urutan Ciptaan
Penciptaan Umat Manusia
Umat Manusia adalah Pekerjaan A...
- Pekerjaan-Pekerjaan Allah
- Urutan Penciptaan Allah
- Urutan Ciptaan
- Penciptaan Umat Manusia
- Umat Manusia adalah Pekerjaan Allah yang Khusus
- Umat Manusia Pada Umumnya
- Tempat Umat Manusia Pada Urutan Penciptaan
- Manusia Dalam Relasinya dengan Makhluk Ciptaan Lain
- Manusia adalah Superior Terhadap Binatang
Topik Teologia: Ayb 35:12 - -- Dosa
Dosa Menyebabkan Keterpisahan dari Allah
Kej 3:22-24 Ula 25:16 Ula 31:16-18 2Ta 24:20 Ayu 35:12-13 Maz 5:5-7 Maz 11:5 Maz 66:1...
- Dosa
- Dosa Menyebabkan Keterpisahan dari Allah
- Kej 3:22-24 Ula 25:16 Ula 31:16-18 2Ta 24:20 Ayu 35:12-13 Maz 5:5-7 Maz 11:5 Maz 66:18 Maz 78:58-61 Ams 1:28-29 Ams 10:29-30 Ams 15:8-9,29 Yes 1:15 Yes 43:24 Yes 59:1-2 Yes 64:7 Hos 9:10,12 Amo 3:2 Mik 3:4 Ibr 1:13 Zak 8:17 Mat 7:23 Luk 16:15 Yoh 9:31 Rom 8:7 1Ko 6:9-10 Efe 2:1,3-5,12 Efe 4:18 Efe 5:5 Ibr 12:14 Yak 4:3-4 Wah 21:23,27
- Para Pendosa Angkuh (Arogan)
- Kehidupan Kristen: Tanggung Jawab kepada Allah
- Berkomunikasi dengan Allah
- Berdoa kepada Allah
- Halangan-halangan pada Doa
- Kecongkakan Menghalangi Doa
Topik Teologia: Ayb 35:13 - -- Dosa
Konsekuensi Dosa
Dosa Menyebabkan Keterpisahan dari Allah
Kej 3:22-24 Ula 25:16 Ula 31:16-18 2Ta 24:20 Ayu 35:12-13 Maz 5:...
- Dosa
- Konsekuensi Dosa
- Dosa Menyebabkan Keterpisahan dari Allah
- Kej 3:22-24 Ula 25:16 Ula 31:16-18 2Ta 24:20 Ayu 35:12-13 Maz 5:5-7 Maz 11:5 Maz 66:18 Maz 78:58-61 Ams 1:28-29 Ams 10:29-30 Ams 15:8-9,29 Yes 1:15 Yes 43:24 Yes 59:1-2 Yes 64:7 Hos 9:10,12 Amo 3:2 Mik 3:4 Ibr 1:13 Zak 8:17 Mat 7:23 Luk 16:15 Yoh 9:31 Rom 8:7 1Ko 6:9-10 Efe 2:1,3-5,12 Efe 4:18 Efe 5:5 Ibr 12:14 Yak 4:3-4 Wah 21:23,27
- Kehidupan Kristen: Tanggung Jawab kepada Allah
- Berkomunikasi dengan Allah
- Berdoa kepada Allah
- Halangan-halangan pada Doa
- Kecongkakan Menghalangi Doa
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Ayub (Pendahuluan Kitab) Penulis : Tidak Dikenal
Tema : Mengapa Orang Benar Menderita ?
Tanggal Penulisan: Tidak Pasti
Latar Belakang
Kitab Ayub tergol...
Penulis : Tidak Dikenal
Tema : Mengapa Orang Benar Menderita ?
Tanggal Penulisan: Tidak Pasti
Latar Belakang
Kitab Ayub tergolong sebagai salah satu kitab hikmat dan syair dalam PL: "hikmat" karena membahas secara mendalam soal-soal universal yang penting dari umat manusia; "syair" karena hampir seluruh kitab ini berbentuk syair. Akan tetapi, semua syair ini berdasarkan seorang tokoh sejarah yang nyata (lih. Yeh 14:14,20) dan suatu peristiwa sejarah yang nyata (lih. Yak 5:11). Tempat terjadinya peristiwa dalam kitab ini ialah "tanah Us" (Ayub 1:1) yang kemudian menjadi wilayah Edom, terletak di bagian tenggara Laut Mati atau di sebelah utara Arabia (bd. Rat 4:21); jadi latar belakang sejarah Ayub bersifat Arab dan bukan Ibrani.
Dua tanggal penting hendaknya dipertimbangkan berhubungan dengan kitab Ayub:
- (1) tanggal kehidupan Ayub sendiri dan peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam kitab ini, dan
- (2) tanggal penulis kitab ini yang diilhamkan.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa Ayub sendiri hidup sekitar zaman Abraham (2000 SM) atau sebelumnya. Fakta-fakta yang paling penting ialah:
- (1) Ayub masih hidup selama 140 tahun setelah peristiwa-peristiwa dalam kitab ini (Ayub 42:16), yang menyarankan jangka hidup yang hampir 200 tahun (Abraham hidup 175 tahun);
- (2) kekayaannya dihitung dari jumlah ternak (Ayub 1:3; Ayub 42:12);
- (3) pelayanannya sebagai imam dalam keluarganya, seperti Abraham, Ishak, dan Yakub (Ayub 1:5);
- (4) sistem keluarga pimpinan ayah menjadi kesatuan sosial mendasar seperti pada zaman Abraham (Ayub 1:4-5,13);
- (5) serbuan orang-orang Syeba (Ayub 1:15) dan orang Kasdim (Ayub 1:17) yang cocok dengan zaman Abraham;
- (6) sering kali (31 kali) penulis memakai nama yang dipakai para patriarkh bagi Allah, yaitu Shaddai (Yang Mahakuasa); dan
- (7) tidak ada petunjuk sama sekali kepada sejarah Israel atau hukum Musa sehingga memberi kesan tentang zaman pra-Musa (sebelum 1500 SM).
Ada tiga pandangan utama mengenai tanggal kitab ini ditulis. Kitab ini mungkin disusun
- (1) selama zaman para leluhur (sekitar 2000 SM) tidak lama sesudah semua peristiwa ini terjadi dan mungkin ditulis oleh Ayub sendiri;
- (2) selama zaman Salomo atau tidak lama sesudah itu (sekitar 950-900 SM), karena bentuk sastra dan gaya penulisannya mirip dengan kitab-kitab sastra hikmat masa itu; atau
- (3) selama masa pembuangan (sekitar 586-538 SM), ketika umat Allah sedang bergumul mencari arti teologis dari bencana mereka.
Penulis yang tidak dikenal, jikalau bukan Ayub sendiri, pastilah memiliki sumber-sumber lisan atau tertulis yang terinci dari zaman Ayub, yang dipakainya di bawah dorongan dan ilham ilahi untuk menulis kitab ini sebagaimana adanya sekarang. Beberapa bagian dari kitab ini pasti telah diberikan melalui penyataan langsung dari Allah (mis. Ayub 1:6--2:10).
Tujuan
Kitab Ayub menggumuli pertanyaan abadi, "Jikalau Allah itu adil dan penuh kasih, mengapa diizinkan-Nya orang yang sungguh-sungguh benar seperti Ayub (Ayub 1:1,18) menderita demikian hebat?" Ketika menggumuli soal ini, penulis mengemukakan kebenaran-kebenaran berikut.
- (1) Selaku musuh Allah, Iblis menerima izin untuk menguji kesejatian iman seorang benar dengan menyiksa dia; tetapi kasih karunia Allah menang atas penderitaan karena oleh iman Ayub tetap kokoh dan tidak goyah, bahkan ketika kelihatannya tidak ada keuntungan jasmaniah atau duniawi untuk terus mengabdi kepada Allah.
- (2) Allah digerakkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang terlalu luas sehingga tak dapat dipahami oleh pikiran manusia (Ayub 37:5); karena kita tidak melihat dengan kelapangan hati dan visi Yang Mahakuasa, maka kita memerlukan Allah menyatakan diri-Nya kepada kita.
- (3) Landasan iman yang sesungguhnya tidak terletak dalam berkat-berkat Allah, dalam situasi-situasi pribadi atau jawaban-jawaban yang cerdik pandai, tetapi dalam penyataan Allah sendiri.
- (4) Allah kadang-kadang mengizinkan Iblis menguji orang benar dengan kesengsaraan agar memurnikan iman dan kehidupan mereka, sebagaimana emas dimurnikan oleh api (Ayub 23:10; bd. 1Pet 1:6-7); ujian semacam itu mengakibatkan peningkatan integritas rohani dan kerendahan hati umat-Nya (Ayub 42:1-10).
- (5) Sekalipun cara-cara Allah menghadapi kita kadang-kadang tampak suram dan kejam (sebagaimana dikira oleh Ayub sendiri), akhirnya Allah tampak dalam belas kasihan dan kemurahan yang penuh. (Ayub 42:7-17; bd. Yak 5:11).
Survai
Terdapat lima bagian tertentu di dalam struktur kitab Ayub:
- (1) Prolog (pasal 1-2; Ayub 1:1--2:13) yang melukiskan musibah Ayub dan penyebabnya;
- (2) tiga rangkaian dialog di antara Ayub dan ketiga orang temannya, ketika mereka mencari jawaban-jawaban yang masuk akal untuk penderitaan Ayub (pasal 3-31; Ayub 3:1--31:40);
- (3) empat monolog oleh Elihu, seorang yang lebih muda daripada Ayub dan ketiga temannya, yang berisi sekilas pengertian mengenai makna (sekalipun belum mengenai penyebab) penderitaan Ayub (pasal 32-37; Ayub 32:1--37:24);
- (4) Allah sendiri, yang menegur ketidaktahuan dan keluhan Ayub serta mendengarkan tanggapan Ayub atas penyataan-Nya (pasal 38, 1-42, 6; Ayub 38:1-38; Ayub 1:1--42:17; Ayub 6:1-30);
- (5) epilog (Ayub 42:7-17) yang mencatat pemulihan Ayub. Kitab Ayub seluruhnya ditulis dalam bentuk syair, kecuali tiga bagian:
- (a) prolog,
- (b) Ayub 32:1-6, dan
- (c) epilog.
Dalam pasal 1 (Ayub 1:1-22) Ayub diperkenalkan sebagai seorang benar yang takut akan Allah (Ayub 1:1,8) dan terkaya dari semua orang di sebelah Timur (Ayub 1:3). Keadaan hidupnya mendadak berubah oleh serangkaian musibah besar yang memusnahkan harta milik, anak-anak, dan kesehatannya (Ayub 1:13-22; Ayub 2:7-10). Ayub bingung sama sekali, karena tidak menyadari bahwa dirinya terlibat dalam pertentangan di antara Allah dan Iblis (Ayub 1:6-12; Ayub 2:1-6). Ketiga teman Ayub -- Elifas, Bildad, dan Zofar -- datang untuk menghibur Ayub, tetapi akhirnya berdebat dengannya mengenai penyebab terjadinya penderitaan itu. Mereka bersikeras bahwa karena Allah itu adil, penderitaan Ayub pasti merupakan hukuman atas dosa-dosa tersembunyi dan satu-satunya jalan keluar baginya adalah bertobat. Ayub menolak jawaban mereka, menegaskan ketidakbersalahannya dan mengaku ketidakmampuannya untuk memahami (pasal 3-31; Ayub 3:1--31:40). Elihu mengemukakan sudut pandang yang lain, yaitu penderitaan Ayub menyangkut maksud penebusan Allah untuk lebih memurnikan Ayub (pasal 32-37; Ayub 32:1--37:24).
Pada akhirnya semua terdiam, termasuk Ayub, ketika Allah sendiri berbicara kepada Ayub mengenai hikmat dan kuasa-Nya selaku Pencipta. Ayub mengakui ketidaktahuan dan ketidakberartian dirinya dengan penuh penyesalan dan rendah hati (pasal 38-41; Ayub 38:1--41:25). Ketika Ayub bertobat dari berbantah dengan Yang Mahakuasa (Ayub 40:1-4,8; Ayub 42:5-6) dan berdoa bagi teman-temannya yang telah sangat melukai hatinya (Ayub 42:8,10), ia dibebaskan dari pencobaan berat itu dan dipulihkan dua kali lipat (Ayub 42:10); Ayub juga dibenarkan ketika Allah berkata bahwa Ayub telah "berkata benar tentang Aku" (Ayub 42:7). Kehidupan Ayub kemudian hari lebih diberkati daripada sebelum penderitaan itu (Ayub 42:12-17). Sekalipun Allah tidak pernah memberikan pemahaman filosofis kepada Ayub mengenai penyebab penderitaannya, pembaca memperoleh perspektif yang penting ini dari prolog.
Ciri-ciri Khas
Tujuh ciri utama menandai kitab ini.
- (1) Ayub, penduduk Arab utara, seorang bukan Israel yang benar dan takut akan Allah, mungkin telah hidup sebelum keluarga perjanjian Israel ada (Ayub 1:1).
- (2) Kitab ini menyajikan pembahasan terdalam yang pernah ditulis mengenai rahasia penderitaan. Sebagai puisi dramatik, drama dalam kitab ini berisi rasa kesedihan yang mengharukan dan dialog intelektual yang menggugah perasaan.
- (3) Kitab ini menyingkapkan suatu dinamika penting yang beroperasi dalam setiap ujian berat yang dialami orang saleh: sementara Iblis berusaha untuk menghancurkan iman orang saleh, Allah bekerja untuk membuktikan iman itu dan memperdalamnya. Keteguhan Ayub dalam iman yang sejati memungkinkan maksud Allah menang atas niat Iblis (bd. Yak 5:11).
- (4) Kitab ini memberikan sumbangan tak ternilai kepada seluruh penyataan alkitabiah tentang pokok-pokok penting seperti Allah, umat manusia, penciptaan, Iblis, dosa, kebenaran, penderitaan, keadilan, pertobatan, dan iman.
- (5) Sebagian besar kitab ini mencatat penilaian teologis yang salah tentang penderitaan Ayub oleh teman-temannya. Mungkin cara berpikir mereka yang salah diulang begitu sering dalam kitab ini karena mencerminkan kesalahan yang umum terdapat antara umat Allah dan yang harus diperbaiki.
- (6) Peranan Iblis sebagai "penuduh" orang benar ditunjukkan dengan lebih jelas dalam Ayub daripada di kitab PL lainnya. Dari 19 acuan kepada Iblis dalam PL, 14 kali di antaranya ada dalam kitab ini.
- (7) Secara dramatis kitab Ayub mempertunjukkan prinsip alkitabiah bahwa orang percaya diubah oleh penyataan dan bukan informasi (Ayub 42:5-6).
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Penebus yang diakui Ayub (Ayub 19:25-27), perantara yang didambakannya (Ayub 9:32-33), dan jawaban kepada semua pertanyaan dan keperluan yang mendalam, semuanya menemui penggenapannya di dalam Yesus Kristus. Yesus sepenuhnya manunggal dengan penderitaan manusia (bd. Ibr 4:15-16; Ibr 5:8) sebagai Penebus, perantara, hikmat, penyembuh, terang, dan hidup yang ditetapkan Allah. Roh nubuat mengenai kedatangan Kristus terungkap paling jelas dalam Ayub 19:25-27. Ayub dua kali disebutkan dalam PB:
- (1) sebagai sebuah kutipan (Ayub 5:13 dalam 1Kor 3:19), dan
- (2) sebagai acuan kepada ketabahan Ayub dalam penderitaan dan akibat yang penuh kemurahan dari tindakan Allah dalam hidupnya (Yak 5:11).
Kitab Ayub melukiskan dengan jelas kebenaran PB bahwa ketika orang percaya mengalami penganiayaan atau ujian penderitaan yang berat, mereka harus tetap teguh di dalam iman dan terus mempercayakan diri mereka kepada Dia yang menghakimi dengan adil, sama seperti yang dilakukan Yesus ketika Ia menderita (bd. 1Pet 2:23). Ayub 1:6--2:10 merupakan gambaran paling jelas mengenai musuh kita sebagaimana dinyatakan dalam 1Pet 5:8-9.
Full Life: Ayub (Garis Besar) Garis Besar
I. Prolog Prosa: Krisisnya
(Ayub 1:1-2:13)
A. Ayub, Orang Benar yang Takut Akan Allah
(A...
Garis Besar
- I. Prolog Prosa: Krisisnya
(Ayub 1:1-2:13) - A. Ayub, Orang Benar yang Takut Akan Allah
(Ayub 1:1-5) - B. Percakapan Antara Tuhan Dengan Iblis, dan Berbagai Musibah
yang Kemudian Menimpa Ayub
(Ayub 1:6-2:10) - C. Kunjungan Ketiga Sahabat Ayub
(Ayub 2:11-13) - II. Dialog Antara Ayub dan Teman-temannya: Usaha Mencari Jawaban
yang Masuk Akal
(Ayub 3:1-31:40) - A. Rangkaian Dialog Pertama: Kebenaran Allah
(Ayub 3:1-14:22) - 1. Ayub Meratapi Hari Kelahirannya
(Ayub 3:1-26) - 2. Tanggapan Elifas
(Ayub 4:1-5:27) - 3. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 6:1-7:21) - 4. Tanggapan Bildad
(Ayub 8:1-22) - 5. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 9:1-10:22) - 6. Tanggapan Zofar
(Ayub 11:1-20) - 7. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 12:1-14:22) - B. Rangkaian Dialog Kedua: Nasib Orang Fasik
(Ayub 15:1-21:34) - 1. Tanggapan Elifas
(Ayub 15:1-35) - 2. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 16:1-17:16) - 3. Tanggapan Bildad
(Ayub 18:1-21) - 4. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 19:1-29) - 5. Tanggapan Zofar
(Ayub 20:1-29) - 6. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 21:1-34) - C. Rangkaian Dialog Ketiga: Sifat Berdosa Ayub
(Ayub 22:1-31:40) - 1. Tanggapan Elifas
(Ayub 22:1-30) - 2. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 23:1-24:25) - 3. Tanggapan Bildad
(Ayub 25:1-6) - 4. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 26:1-14) - 5. Rangkuman Terakhir Ayub Mengenai Pendapat Dasarnya
(Ayub 27:1-31:40) - III.Berbagai Wejangan Elihu: Awal Pengertian
(Ayub 32:1-37:24) - A. Elihu Diperkenalkan
(Ayub 32:1-6a) - B. Wejangan Pertama: Ajaran Allah Kepada Manusia Melalui Penderitaan
(Ayub 32:6-33:33) - C. Wejangan Kedua: Keadilan Allah dan Kepongahan Ayub
(Ayub 34:1-37) - D. Wejangan Ketiga: Kejujuran Tidaklah Tanpa Keuntungan
(Ayub 35:1-16) - E. Wejangan Keempat: Kesemarakan Allah dan Ketidaktahuan Ayub
(Ayub 36:1-37:24) - IV. Tuhan Menjawab Ayub: Penyataan Langsung
(Ayub 38:1-42:6) - A. Allah Menegur Ketidaktahuan Ayub
(Ayub 38:1-40:2) - B. Kerendahan Hati Ayub
(Ayub 40:3-5) - C. Allah Menentang Kecaman Ayub Terhadap Keadilan-Nya Dalam Memerintah
Dunia (Ayub 40:1-41:25) - D. Ayub Mengakui Keterbatasan Pengetahuannya Tentang Jalan-Jalan Allah
(Ayub 42:1-6) - V. Epilog Prosa: Krisis Berakhir
(Ayub 42:7-17) - A. Ayub Berdoa untuk Ketiga Temannya
(Ayub 42:7-9) - B. Berkat Dua Kali Lipat bagi Ayub
(Ayub 42:10-17)
Matthew Henry: Ayub (Pendahuluan Kitab)
Kitab Ayub ini berdiri sendiri, tidak terkait dengan kitab lain, sehingga harus dijelaskan sendiri. Banyak salinan dari Alkitab Ibrani menempatk...
- Kitab Ayub ini berdiri sendiri, tidak terkait dengan kitab lain, sehingga harus dijelaskan sendiri. Banyak salinan dari Alkitab Ibrani menempatkannya setelah Kitab Mazmur, dan beberapa lagi setelah Kitab Amsal, yang mungkin memberi alasan bagi beberapa sarjana untuk menganggapnya ditulis oleh Nabi Yesaya atau beberapa dari para nabi terakhir. Akan tetapi, karena isi kitab ini berkaitan dengan masa yang lebih kuno, maka kita tidak punya alasan untuk berpikir lain selain bahwa susunan isi kitab ini paling tepat ditempatkan pada urutan pertama dalam kumpulan kitab-kitab yang mengandung moral ilahi (yaitu Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung – pen.). Selain itu, karena berisi pengajaran, kitab ini tepat untuk mendahului dan memberi pengantar kepada Kitab Mazmur, yang bersifat renungan, dan juga mendahului Kitab Amsal, yang bersifat praktis. Sebab bagaimana kita menyembah atau menaati Allah yang tidak kita kenal? Mengenai kitab ini,
- I. Kita yakin bahwa kitab ini diberikan melalui pengilhaman Allah, kendati kita tidak tahu pasti siapa yang menulisnya. Orang Yahudi, kendati bukan teman dari Ayub, karena dia adalah seorang asing bagi lingkungan Israel, namun sebagai pemelihara sabda Allah, mereka selalu mempertahankan kitab ini di dalam Kitab Suci mereka. Kisah Ayub ini dirujuk oleh seorang rasul (Yak. 5:11) dan sebuah nas (5:13) dikutip oleh rasul lain, dengan cara yang biasa dipakai ketika mengutip Kitab Suci, ada tertulis, (1Kor. 3:19). Banyak penulis kuno berpendapat bahwa kitab ini ditulis oleh Musa sendiri di Midian, dan disampaikan kepada saudara-sau daranya yang menderita di Mesir, untuk mendukung dan menghibur mereka karena beban-beban yang mereka tanggung. Serta juga untuk mendorong pengharapan mereka bahwa Allah pada waktunya akan melepaskan dan memulihkan mereka dengan limpah, seperti yang telah diperbuat-Nya kepada Ayub si penderita yang sabar ini. Beberapa penafsir menduga kitab ini mula-mula ditulis dalam bahasa Arab, dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani oleh Salomo (menurut Monsieur Jurieu) atau penulis lain yang diilhami, untuk dipergunakan oleh jemaat Yahudi. Yang tampak paling mungkin bagi saya adalah Elihu penulisnya, paling tidak berdasarkan percakapan-percakapan yang ada, karena (32:15-16) dia mencampur perkataan dari seorang ahli sejarah dengan seorang pembantah. Namun, mungkin Musa yang menulis dua pasal pertama dan yang terakhir, untuk menjelaskan percakapan-percakapan di dalamnya. Sebab dalam pasal-pasal itu Allah sering disebut Yehova, tetapi tak satu pun di dalam semua percakapan pasal-pasal lain, kecuali pasal 12:9. Nama tersebut hanya sedikit diketahui oleh bapak-bapak leluhur sebelum Musa (Kel. 6:2). Jika Ayub sendiri yang menulisnya, beberapa dari penulis Yahudi mengakuinya sebagai seorang nabi di kalangan orang-orang non-Yahudi. Jika Elihu, kita mendapati dia memiliki suatu roh nubuatan yang memenuhinya dengan kata-kata dan mendesaknya dengan semangat(32:18).
- II. Kita yakin bahwa Kitab Ayub ini, karena hakikat isinya, adalah sebuah sejarah yang sungguh-sungguh terjadi, bukan sebuah cerita romantis, kendati dialog-dialognya bersifat puitis. Tak diragukan sungguh ada seorang manusia seperti Ayub. Nabi Yehezkiel menyebut namanya bersama Nuh dan Daniel (Yeh. 14:14). Cerita yang kita baca di sini tentang kemakmuran dan kesalehannya, musibah aneh yang menimpa dirinya dan kesabarannya yang patut dicontoh, inti pokok percakapannya dengan teman-temannya, dan percakapannya dengan Allah melalui tiupan angin puyuh, dengan pemulihannya pada akhirnya kepada suatu keadaan yang sangat makmur, tidak diragukan lagi adalah sungguh-sungguh benar, kendati sang penulis kitab yang penuh ilham ini sangat bebas dalam menggunakan kata-katanya sendiri dalam menceritakan persoalan antara Ayub dan teman-temannya.
- III. Kita yakin bahwa cerita ini sangat kuno, kendati kita tidak dapat menduga waktu tepatnya kapan Ayub hidup atau kapan kitab Ayub ditulis. Begitu banyak, begitu tampak jelas, tanda-tanda zaman kuno terlihat dalam kitab ini, sehingga kita punya alasan untuk menduga waktunya sama dengan Kitab Kejadian itu sendiri, dan Ayub yang saleh ini hidup sezaman dengan Ishak dan Yakub. Kendati tidak menjadi ahli waris dengan mereka dari janji Kanaan duniawi, namun ia memiliki harapan yang sama bersama mereka akan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Mungkin Ayub adalah keturunan dari Nahor, saudara Abraham, yang memiliki anak sulung bernama Us (Kej. 22:21), dan yang dalam keluarganya agama masih terpelihara selama beberapa abad, seperti tampak dalam Kejadian 31:53, di mana Allah disebutkan tidak hanya sebagai Allah Abraham, tetapi juga Allah Nahor. Ia hidup sebelum umur manusia diperpendek menjadi 70 hingga 80 tahun, seperti di zaman Musa, sebelum persembahan korban ditetapkan hanya pada satu mezbah saja, sebelum kemurtadan besar bangsa-bangsa dari pengetahuan dan ibadah kepada Allah yang sejati, dan sebelum ada penyembahan berhala lain selain kepada matahari dan bulan, yang dihukum oleh para hakim (31:26-28). Ia hidup di zaman ketika Allah lebih dikenal dengan nama Allah Yang Mahakuasadaripada Yehova. Sebab Ia disebut Shaddai – Yang Mahakuasa, lebih dari 30 kali di dalam kitab ini. Ia hidup di zaman ketika pengetahuan tentang Allah disampaikan bukan melalui tulisan, tetapi melalui mulut dari generasi ke generasi. Sebab buktinya disebutkan di sini (8:8; 21:29; 15:18; 5:1). Oleh karena itu kita punya alasan untuk menganggap bahwa Ayub hidup sebelum Musa, sebab di sini tidak disebutkan sama sekali tentang pembebasan Israel keluar dari Mesir, atau tentang pemberian hukum Taurat. Memang ada satu nas yang dapat ditafsirkan sebagai menggambarkan penenggelaman Firaun (26:12): Ia telah meneduhkan laut dengan kuasa-Nya dan meremukkan Rahab dengan kebijaksanaan-Nya (: Ia membelah laut dengan kuasa-Nya), di mana nama Mesir sering disebut di dalam Alkitab sehubungan dengan hal ini, seperti Mazmur 87:4; Mazmur 89:11; Yesaya 51:9. Namun ayat itu dapat juga merujuk kepada gelombang-gelombang laut yang angkuh. Kita menyimpulkan karenanya bahwa kita di sini harus kembali kepada zaman bapak-bapak leluhur, dan, di samping karena kewenangannya, kita menerima kitab ini dengan penghormatan karena masa purbakalanya.
- IV. Kita yakin bahwa kitab ini berguna bagi jemaat, dan bagi setiap orang Kristen yang baik, kendati ada banyak bagian di dalamnya yang gelap dan sukar untuk dimengerti. Kita tidak dapat begitu pasti tentang arti yang sesungguhnya dari setiap kata dan frasa bahasa Arab yang kita temui di dalamnya. Kitab Ayub ini adalah sebuah buku yang memakan banyak kerja untuk dikaji. Tetapi cukup jelas untuk membuat keseluruhannya menguntungkan dan semuanya itu ditulis bagi pembelajaran kita.
- 1. Puisi yang mulia ini menghadirkan kepada kita, dengan penggambaran yang sangat jelas dan hidup, lima hal ini di antara yang lainnya:
- (1) Sebuah monumen theologi awal mula sekali. Prinsip-prinsip atau dasar-dasar pertama dan agung dari terang alam, yang menjadi dasar pendirian agama alamiah, dengan jelas dan dengan kesepakatan umum dibentangkan sebagai kebenaran-kebenaran abadi, dan digambarkan dan ditekankan sebagai kebenaran-kebenaran yang harus diterima oleh hati. Prinsip-prinsip ini dihadirkan kepada kita dalam suatu bentuk perdebatan yang hangat, panjang dan terpelajar. Pernahkah keberadaan Allah, atribut kesempurnaan-Nya dan kemuliaan-Nya, hikmat-Nya yang tak terselami, kuasa-Nya yang tak tertahankan, kemuliaan-Nya yang tak tergambarkan, keadilan-Nya yang tidak terbengkokkan, dan kedaulatan-Nya yang tak tertandingi, dibicarakan dengan lebih jernih, lengkap, hormat dan dengan kefasihan ilahi selain di dalam kitab ini? Penciptaan dunia dan pemerintahan terhadapnya di sini dijelaskan dengan rasa kagum, bukan sebagai sebuah dugaan yang indah, tetapi untuk meletakkan kewajiban yang paling kuat ke atas kita untuk takut dan melayani, untuk tunduk dan percaya kepada Pencipta, Pemilik, Tuhan, dan Penguasa kita. Kebaikan dan kejahatan moral, kebajikan dan perilaku buruk, tidak pernah dibuat tampak lebih hidup, yaitu keindahan yang satu dan keburukan yang lain, selain di dalam kitab ini. Demikian pula halnya dengan aturan penghakiman Allah yang tidak dapat diganggu gugat lebih tegas dibentangkan di sini, sehingga berbahagia orang benar! Sebab mereka akan memakan hasil pekerjaannya. Celakalah orang fasik! Malapetaka akan menimpanya. Semua hal ini dihadirkan di sini bukan sebagai pertanyaan-pertanyaan sekolah untuk mengajak dunia terpelajar menjawab, bukan pula sebagai alat untuk mengajak dunia yang tidak terpelajar merasa kagum. Tidak, tampak jelas melalui kitab ini bahwa semua perkara itu adalah kebenaran-kebenaran suci yang kepastiannya tidak diragukan lagi, dan yang diakui serta diterima dengan hati tunduk oleh umat manusia yang bijaksana dan berakal sehat di setiap masa.
- (2) Kitab ini menghadirkan kita dengan sebuah contoh kesalehan dari orang-orang bukan-Yahudi. Orang kudus agung ini bukan merupakan keturunan dari Abraham, tetapi Nahor. Atau, jika dari Abraham, maka bukan dari Ishak, tetapi dari salah satu anak dari gundik-gundik Abraham yang disuruhnya pergi ke Tanah Timur (Kej. 25:6). Atau jika dari Ishak, maka bukan dari Yakub, tetapi Esau. Dengan demikian orang saleh yang agung ini ada di luar kovenan istimewa yang hanya diberikan kepada Abraham dan keturunannya. Ia bukan seorang Israel, bukan seorang pemeluk agama Israel, namun tidak seperti Esau dalam hal agama. Dan juga, ia seorang kesayangan sorga di atas bumi ini, tidak seperti Esau. Karena itu, benarlah, sebelum Rasul Petrus memahaminya, bahwa setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya (Kis. 10:35). Ada anak-anak Allah yang tercerai-berai (Yoh. 11:52) di samping anak-anak Kerajaan yang telah dikumpulkan (Mat. 8:11-12).
- (3) Kitab ini menghadirkan kita dengan sebuah eksposisi kitab tentang Sang Penyelenggara, dan sebuah jalan keluar yang jelas serta memuaskan dari banyak bagian yang sulit dan kabur tentang Sang Penyelenggara. Kemakmuran orang fasik dan penderitaan orang benar selalu dianggap sebagai dua hal yang sulit di dalam kitab ini. Tetapi keduanya di sini diuraikan dan didamaikan dengan kebijaksanaan, kemurnian, dan kebaikan ilahi, menjelang akhir dari segala hal ini.
- (4) Kitab ini menghadirkan kita dengan sebuah teladan kesabaran yang agung dan kebersandaran yang kuat kepada Allah di tengah-tengah bencana yang paling menyakitkan. Tulisan Tuan Richard Blackmore yang paling cemerlang, dalam Kata Pengantarnya bagi uraiannya tentang kitab ini, menjadikan Ayub seorang pahlawan yang tepat untuk sebuah puisi kepahlawanan. Sebab, katanya, “Dia tampak berani dalam kesesakan dan gagah berani dalam kesengsaraan, mempertahankan kebajikannya, dan dengan itu mempertahankan karakternya, sekalipun ada dalam hasutan tiada taranya yang bisa diciptakan oleh kejahatan neraka, sehingga dengan demikian ia memberikan contoh yang paling mulia akan keberanian menghadapi kesakitan dalam diam, karakter yang tidak kalah dengan karakter seorang pahlawan yang gagah bertempur.”
- (5) Kitab ini menghadirkan kita dengan sebuah gambaran tentang Kristus, dan rincian tentang hal ini akan kita perhatikan lebih banyak pada pembahasan selanjutnya. Secara umum, Ayub adalah seorang penderita yang hebat, dikosongkan dan direndahkan, tetapi semuanya dengan tujuan untuk membawa dia kepada kemuliaannya yang lebih besar. Demikian pula Kristus merendahkan diri supaya kita dapat ditinggikan. Cendekiawan Uskup Patrick mengutip St. Jerome lebih dari sekali waktu membicarakan Ayub sebagai sebuah perlambang dari Kristus, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang dianiaya, untuk sesaat, oleh manusia dan setan, dan sepertinya telah ditinggalkan Allah pula, tetapi kemudian ditinggikan untuk menjadi seorang juru syafaat bagi para sahabatnya dan menambahkan derita pada kesusahannya. Pada waktu sang rasul berbicara tentang ketekunan Ayub, dia segera memperhatikan apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan, yaitu, bagi Tuhan Yesus (sebagaimana dipahami oleh beberapa penafsir), yang diperlambangkan oleh Ayub (Yak. 5:11).
- 2. Dalam kitab ini kita menemukan,
- (1) Kisah penderitaan Ayub dan kesabarannya (ps. 1-2), tidak tanpa perpaduan dengan kelemahan manusia (ps. 3).
- (2) Perdebatan antara dirinya dan para sahabatnya, di mana,
- [1] Para penentang adalah Elifas, Bildad, dan Zofar.
- [2] Sang penanggap adalah Ayub.
- [3] Para penengah adalah, pertama, Elihu (ps. 32-37). Kedua, Allah sendiri (ps. 38-41).
- (3) Akhir dari semuanya adalah kehormatan dan kemakmuran Ayub (ps. 42). Secara keseluruhan, kita belajar bahwa kemalangan orang benar banyak, tetapiketika TUHAN melepaskan mereka keluar dari semuanya itu,maka untuk membuktikan kemurnian iman mereka … sehingga memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan.
Jerusalem: Ayub (Pendahuluan Kitab) KITAB AYUB
PENGANTAR
Karya sastera paling unggul yang dihasilkan gerakan kebijaksanaan di Israel ialah kitab Ayub. Kitab ini dimulai dengan sebuah cer...
KITAB AYUB
PENGANTAR
Karya sastera paling unggul yang dihasilkan gerakan kebijaksanaan di Israel ialah kitab Ayub. Kitab ini dimulai dengan sebuah ceritera dalam prosa. Sekali peristiwa mengizinkan Ayub dicobai Iblis untuk melihat, kalau-kalau juga dalam kemalangan ia tetap setia. Mula-mula Ayub kehilangan seluruh harta-bendanya dan anak-anaknya. Kenyataan ini diterimanya juga, sebab dengan jalan itu Allah hanya mengambil apa yang diberikannya dahulu. Lalu Ayub didatangi penyakit yang menjijikkan dan sangat memayakan. Inipun tetap diterima Ayub, yang tidak menurut desakan isterinya untuk mengutuki Allah. Kemudian datanglan tiga orang sahabat Ayub, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar. Mereka datang melawat untuk mengucapkan belasungkawa danmenghibur Ayub, Ayb 1-2. Sesudah bagian pendahuluan ini, ceritera berubah menjadi dialog bersajak. Ini merupakan bagian pokok kitab Ayub. Dialog tersebut berlangsung antaraempat orang. Dalam tiga rangkaian percakapan, Ayb 3-14, 15-21, 22-27, ayub serta teman-temannya berutut-turut mengemukakan pendapatnya masing-masing tentang keadilan Allah. Jalan pikiran dengan agak bebas berkembang maju, tegasnya: dalil-dalil yang mula-mula dikemukakan berulang-ulang ditegaskan kembali oleh masing-masing pembicara. Elifas berbicara dengan tenang, sesuai dengan umurnya yang sudah lanjut, tetapi juga dengan keras berdasarkan pengalamannya yang lama tentang manusia. Sebaliknya, sesuai dengan umur mudanya Zofar berkata dengan panas: Bildad ternyata gemar akan banyak kata dan uraian panjang: ia menempuh jalan tengah. Tetapi ketiga sahabat Ayub semua mempertahankan pendirian tradisional tentang pembalasan di bumi, yaitu: Jikalau Ayub menderita maka sebabnya ialah: ia berdosa. Mungkin ia menganggap dirinya orang benar, tetapi tidak mungkin ia orang benar di hadapan Allah. Ayub tetap mempertahankan bahwa tidak bersalah, tetapi ketiga sahabatnya semakin kuat berpegang pada pendiriannya semula. Dalam pembelaannya Ayub melawankan pertimbangan-pertimbangan sahabat-sahabatnya dengan pengalamannya yang penuh kepedihan serta dengan ketidak-adilan yang bersimaharajalela di bumi. Berkali- kali Ayub mengulang pendapatnya, tetapi terus-menerus ia terbentur pada rahasia Allah yang memang adil, namun menimpakan kemalangan pada orang benar. Ayub tidak dapat memecahkan masalah itu dan meraba-raba dalam kegelapan. Dalam kebingungan Ayub sekali memberontak, sekali tunduk, sama seperti dalam kesakitan badannya, ia kadang-kadang mengalami krisis dan di lain waktu merasa lega. Kedua sikap hati Ayub yang berlain-lain itu mencapai puncaknya masing-masing dalam ucapan kepercayaan, bab 19, dan pernyataan bahwa tidak berdosa, bab 31. Maka tampillah seorang tokoh yang baru, yaitu Elihu. Dengan berpidato panjang lebar Elihu menyalahkan baik Ayub maupun sahabat-sahabatnya, bab 32-37, dan ia berusaha membenarkan Allah. Lalu Yahwe sendiri menyela pidato Elihu. "Dari dalam badai", yang mengingatkan penampakan-penampakan Allah di zaman dahulu, Tuhan menjawab Ayub. Tegasnya, Yahwe enggan menjawab, sebab manusia memang tidak berhak menghadapi Allah yang mahabijaksana dan mahakuasa kepada pengadilannya. Maka Ayub mengakui, bahwa ia telah berbicara tanpa pengertian Ayb 38:1-42:6. Kitab Ayub diakhiri dengan bagian penutup yang ditulis dalam prosa dan menyimpulkan isinya: Yahwe menegur ketiga sahabat Ayub dan menganugerahi Ayub dengan putera- puteri dan melipatgandakan harta-bendanya, Ayb 42:7-17.
Pelaku utama drama itu ialah Ayub. Ia adalah seorang pahlawan di zaman dahulu, Yeh 14:14,20, dan bertempat tinggal di daerah yang orang bijaksana termasyur, Yer 49:7; Bar 3:22-23; Ob 8. Dari daerah itu juga datang ketiga sahabat Ayub. Tradisi menganggap Ayub sebagai seseorang yang sungguh-sungguh benar, bdk Yeh 14, yang tetap setia kepada Allah, walaupun tertimpa musibah yanghebat. Pengarang kitab Ayub mempergunakan sebuah cerita kuno sebagai rangka kitabnya sendiri. Meskipun gaya bahasa dan nadanya berbeda-beda, namun dialog bersajak tidak dapat dibayangkan tanpa adanya ceritera berprosa, yang berperan sebagai pembukaan dan bagian penutup.
Beberapa bagian dari dialog itu diragu-ragu keasliannya. Syair tentang Hikmat bab 28, tak mungkin diucapkan Ayub, sebab di dalamnya terdapat suatu pengertian, tentang Hikmat yang tidak ada pada Ayub atau sahabat-sahabatnya. Sebaliknya, syair itu ada persamaannya dengan wejangan Yahwe, bab 38-39. Namun demikian syair itu tidak berasal dari kalangan yang sama, yang menghasilkan bagian-bagian kitab Ayub yang lain. Syair itu digubah tanpa hubungan dengan kitab Ayub. Tidak diketahui mengapa syair itu disisipkan ke dalam kitab Ayub tepat pada tempatnya sekarang. Bagian ini memang tidak sesuai dengan konteksnya. Wejangan-wejangan Yahwe, bab 38-41, jiga diperkirakan berasal dari sebuah sajak yang lebih tua dari kitab Ayub. Tetapi dugaan semacam itu tidak secukupnya memperhatikan mana arti kitab Ayub. Memang wejangan-wejangan Yahwe itu tidak mengindahkan perdebatan antara Ayub dengan sahabat-sahabatnya dan tidak pula menyinggung keadaan Ayub: wejangan-wejangan itu memindahkan diskusi dari tingkat manusiawi ke tingkat ilahi melulu. Tetapi justru dengan jalan itulah wejangan-wejangan itu memecahkan masalah dengan suatu cara yang samar-samar dirasakan pengarang kitab, yakbi: Tindakan-tindakan Allah senantiasa penuh rahasia. Dalam wejangan-wejangan Yahwe itu sementara ahli mau mencoret sebagai tidak aseli, setidak-tidaknya bagian tentang burung unta, Ayb 39:16-21, dan uraian-uraian panjang tentang kuda nil dan buaya, Ayb 40:10-41:25. Kalau bagian-bagian mengenai binatang- binatang ganjil itu dihilangkan, maka hampir tidak ada lagi yang sisa dari wejangan Yahwe yang kedua. Kita kiranya sampai kepada kesimpulan bahwa mula- mulanya hanya ada satu wejangan Yahwe yang kemudian ditambah, lalu dibagi menjadi dua dengan disisipkan jawaban pendek pertama yang diberikan Ayub, Ayb 39:34-38. Hipotesa ini sangat menarik. Namun tidak ada satu buktipun yang dapat meyakinkan. Selebihnya, masalah itu sama sekali tidak penting. Dalam rangkaian pembicaraan yang ketiga, bab 24-27, ada kekacauan. Ini dapat dijelaskan dengan mengandaikan bahwa naskah-naskah kitab Ayub mengalami kerusakan atau dengan menerima bahwa penggubah kitab mengacaukan bahannya.
Yang sunggu-sungguh dapat diragukan keasliannya ialah uraian Elihu, bab: 32- 37. Tiba-tiba tokoh ini muncul dengan tidak disebut terlebih dahulu. Yahwe yang memotong pidato Elihu sekali-kali tidak menghiraukan apa yang sudah dikatakan olehnya. Ini semakin mengherankan mengingat bahwa Elihu terlebih dahulu mengatakan apa yang akan difirmankan Tuhan. Wejangan Elihu malahan seolah-olah mau melengkapi keterangan-keterangan Tuhan. Di lain pihak Elihu hanya mengulangi apa yang dikatakan ketiga sahabat Ayub dengan tidak ada kemajuan pikiran. Akhirnya perbendaharaan kata dan gaya bahasa pidato Elihu berbeda dengan kosakata dan gaya bahasa yang dipakai bagian-bagian kitab Ayub yang lain. Pengaruh bahasa Aram dalam uraian Elihu lebih terasa pada dalam bagian-bagian lain. Maka nampaknya bab-bab ini (32-37) ditambahkan pada kitab Ayub oleh seorang pengarang lain. Namun bab-bab inipun menyumbangkan ajaran yang khas.
Pengarang kitab Ayub hanya kita kenal melalui karya unggul yang dihasilkannya. Ia pasti seorang Israel yang sering merenungkan tulisan para nabi dan ajaran para bijaksana. Mungkin sekali ia bertempat tinggal di Palestina. Tetapi pasti membuat perjalanan-perjalanan atau malahan tinggal di luar negeri, khususnya di negeri Mesir. Kita hanya dapat menerka-nerka di zaman mana pengarang hidup. Bagian-bagian berprosa sangat serupa dengan ceritera-ceritera mengenai para bapa bangsa. Kesamaan itu menyebabkan orang di zaman dahulu yakin, bahwa kitab Ayub sama seperti kitab Kejadian ditulis oleh Musa. Tetapi dugaan itu paling-paling berlaku untuk rangka kitab Ayub saja. tetapi warna dan nada ceritera berprosa itu juga dapat diterangkan sebagai warisan tradisi atau sebagai kesusateraan yang dibuat-buat saja. Kitab Ayub pasti dikarang sesudah zaman nabi Yeremia dan Yehezkiel. Sebab di dalamnya terdapat persamaan ungkapan dan gagasan dengan nabi-nabi itu. Bahasa yang dipakai kitab sehabis masa pembuangan. waktu nasib bangsa kurang memikat hati Israel, sedangkan nasib manusia perorangan merepotkan. Tanggal dikarangnya kitab Ayub yang paling sesuai ialah awal abad ke-5 seb. Mas., tetapi kepastian tidak ada.
Pengarang Ayub merenungkan nasib orang benar yang menderita. Menurut pendapat tentang pembalasan di bumi yang beredar di kalangan umum, nasib semacam itu tidak masuk akal. Menurut pendapat umum itu manusia di bumi sudah memperoleh ganjaran berupa berkat atau hukuman atas perbuatan-perbuatabnya. Di tingkat kolektip pendapat itu paling jelas terungkap dalam dua nas Perjanjian Lama, yaitu Ul 28 dan Im 26. Kitab Hakim-hakim dan kedua kitab Raja-raja menguraikan pengetrapan prinsip itu dalam perkembangan sejarah. Arajan para nabi juga terus-menerus mengandaikan prinsip itu. Pengertian tentang tanggungjawab pribadi dengan samar-samar sudah terasa dalam Ul 24:16; Yer 31:29-30; 2Raj 14:6, tetapi secara jelas baru diuraikan dalam Yer 18. hanya Yehezkiel sendiri masih terikat pada ajaran mengenai pembalaan di bumi. Tetapi kenyataan dan kejadian-kejadian tegas menyangkal ajaran nabi. Ditinjau dari segi solidaritas dapat diterima, bahwa manusia perorangan terkena oleh dosa kelompok, sehingga juga orang benar turut dihukum bersama-sama dengan orang fasik. Tetapi kalau setiap orang harus diperlakukan sesuai dengan perbuatan-perbuatannya sendiri, bagaimana gerangan mungkin orang benar menderita? Sebab memang ada orang benar yang menderita, bahkan menderita dengan kejam. Buktinya Ayub. Tentu saja pembaca kitab Ayub tahu dari bagian pendahuluan bahwa kemalangan Ayub disebabkan Iblis, bukan Allah. Penderitaan Ayub juga hanya ujian kesetiaannya. Tetapi baik Ayub maupun sahabat-sahabatnya tidak mengetahuinya. Sahabat-sahabat itu memberi keterangan yang lazim: kebahagiaan orang fasik hanya berlangsung sebentar saja, bdk Mzm 37 dan 73, dan kemalangan orang benar hanya menguji kebenarannya, bdk Kej 22:12; ataupun kemalangannya berupa hukuman atas kesalahan yang dilakukan karena kurang tahu atau karena kelemahan saja, bdk Mzm 19:13; 25:7. Begitulah pendirian sahabat-sahabat selama masih yakin bahwa Ayub seorang yang kurang lebih benar. Tetapi jeritannya karena sengsara dan kedurhakaannya terhadap Allah akhirnya meyakinkan sahabat-sahabat itu bahwa pada Ayub ada kefasikan yang lebih mendalam. Maka kemalangan yang mendatangi Ayub menyatakan, bahwa ia seorang yang berbuat dosa berat. Kalau Elihu ia memperdalam pendirian ketiga sahabat itu: jikalau Allah membiarkan seseorang, yang nampaknya benar, menderita, maka tujuannya ialah, supaya ia mendapat kesempatan memulihkan dosa-dosa kelalaian atau kesalahan yang tida disengaha, atau - dan inilah sumbangan khas yang disampaikan Elihu dalam bab 32-37 - supaya orang benar disembuhkan dari kesombongannya. Namun sama seperti sengsara dan dosa pribadi, walaupun Elihu kurang keras dalam ucapannya.
Berdasarkan keyakinannya bahwa tidak bersalah, Ayub keras-keras menolah hubungan antara dosa pribadi dan penderitaannya. Ayub tidak menyangkal adanya pembalasan di bumi, sebaliknya ia justru mengharapkannya. Allah akhirnya juga memperlakukan Ayub sesuai dengan keyakinannya itu, sebagaimana kita mengetahuinya dari bagian penutup kitab. Tetapi Ayub durhaka dan tidak mau menerima bahwa ganjaran-ganjaran atas perbuatan-perbuatannya yang benar tidak diperolehnya sekarang juga. Dengan percuma saja Ayub mencari-cari makna penderitaannya sekarang. Dengan nekad ia berjuang untuk menemukan Allah yang sedang bersembunyi, walaupun Ayub tetap yakin bahwa Allah adalah baik. Ketika Allah akhirnya turun tangan, maka Ia hanya membuka tabir transendensiNya dan transendensi rencanaNya dan mendiamkan Ayub. Maka pelajaran kitab Ayub adalah sebagai berikut: Manusia harus tetap teguh iman dan kepercayaannya, walaupun akal budinya tidak memahami apa-apa. Pada tahap Wahyu ini pengarang kitab Ayub tidak dapat melangkah lebih jauh. Untuk menerangkan rahasia sengsara orang benar, masih perlu keyakinan tentang pembalasan di alam baka serta pengertian mengenai nilai penderitaan manusia yang telah dipersatukan dengan penderitaan Kristus. Masalah yang memberati Ayub dipecahkan dua nas Paulus: "Penderitaa zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita", Rom 8:18, dan: "AKu menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuhNya, yaitu jemaat", Kol 1:24.
Ende: Ayub (Pendahuluan Kitab) IJOB
PENDAHULUAN
Karya utama dari sesusasteraan kebijaksanaan Israil dan jang termasuk bilangan
tjiptaan terbesar jang pernah dihasilkan pudjangga2 in...
IJOB
PENDAHULUAN
Karya utama dari sesusasteraan kebijaksanaan Israil dan jang termasuk bilangan tjiptaan terbesar jang pernah dihasilkan pudjangga2 insani, diberi nama tokoh utama karya itu, jaitu Ijob. Orang itu dikenal namanja didjaman kuno. Dalam kitab Jeheskiel (14,14.20) Ijob adalah seorang-orag dari djaman dahulukala, jang digambarkan sebagai orang jang bidjak dan badjik. Dalam kitan Ijob sendiri ia dilukiskan sebagai orang setengah-bedawi dari negeri, jang terkenal kebidjaksanaannja, jakni Edom, jang djuga mendjadi tempat asal kawan2 Ijob (1,3;2,11). Hikajat rakjat mengenai tokoh ini mengisahkan pertjobaan2 hebat, jang menimpa orang saleh itu atas asutan Setan, dengan diidjinkan Tuhan, untuk mengudji kesalehan Ijob. Tetap didalam penderitaanpun Ijob njatalah orang saleh, jang mengabdi kepada Allah dengan tulus iclas (2,10). Kesalehannja achirnja mendapat gandjarannja. Ini memang sungguh2 hikajat rakjat dengan tjorak keigamaan dan memperlihatkan sifat2 chas suatu hikajat rakjat, jang tidak mungkin ditentukan latar-belakangnja atau diketahui kenjataan sedjarah. Bahkan mungkinlah suatu chajalan belaka.
Hikajat ini mendjadi pangkal-mula bagi pengarag kitab Ijob dan merupakan rangka karyanja sendiri (1,1-2,12;42,7-17); tidak mustahil pula, tjerita itu sudah disadurnja untuk disesuaikan dengan maksudnja sendiri. Tjeritera "Ijob jang sabar" itu paling terkenal, tetapi bukannja jang terpenting dalam kitab Ijob. Si pengarang hendak mengatakan sesutu jang lebih penting dan tidak begitu bersusah- pajah, untuk menjelaraskan karyanja dengan isi hikajat lama itu. Dalam rangka tjerita prosa itu ia membentangkan pikiran2nja sendiri dalam bentuk puisi dengan suatu gaja serta kedalaman jang djarang2 terdapat.
Nama si pengarang tidak ketahuan. Nama2 jang dahulu di-sebut2, Musa atau Jeremia misalnja, bersandarkan chajalan. Pribadi pengarang hanja tampil dalam satu2nja karya, jang ada daripadanja. Ia adalah seorang Jahudi dari Palestina, jang termasuk bilangan besar kaum bidjaksana Israil. Ia sudah mengadakan banjak perdjalanan, djuga keluar-negeri, dimana ia melihat banjak dan boleh djadi djuga berkenalan dengan orang2 bidjaksana dari bangsa2 tetangga Israil, chususnja Edom dan Mesir. Walaupun mungkin ia telah menambah pengetahuannja disana, namun jang mendjadi sumber pokoknja, malahan mungkin sumber satu2nja, ialah Nabi2 dan orang2 bidjaksana Israil. Lebih2 ia berdekatan dengan nabi Jeremia (Ijob 3 Jr.20,14-18; Ijob 21,7-9 Jr.12,1-3) dan dengan kitab Amsal. Dalam kitabnja si pengarang tampil sebagai orang jang sangat berbakat dalam bidang puisi dan keigamaan.
Apapun djua jang dapat dikatakan tentang umur hikajat rakjat itu, namun sudah pastilah si pengarang kitab Ijob hidup didjaman kemudian dalam sedjarah Israil. Persoalan jang dibentangkannja, sudah mengalihkan kita kemasa jang kemudian dan bahasa jang digunakannjapun menguatkan pandapat ini. Meskipun para ahli bersimpang-siur pendapatnja, namun rasanja pendapat jang paling masuk akal ialah, bahwasanja si pengarang hidup dan bekerdja tak lama sesudah bangsa Jahudi kembali dari pembuangan, djadi kira2 dalam tahun 500 sebelum Masehi.
Kiranja tak seorangpun, jang mengenal baik2 kitab Ijob, akan menjangkal, bahwa kitab itu sukar dipahami dan lebih sukar lagi untuk diterdjemahkan dalam bahasa lain. Kesulitan2 itu sering diterangkan orang sebagai akibat dari kerusakan naskah Hibrani, jang banjak dialami sepandjang sedjarahnja. Ada pula jang berpendapat, bahwa kitab ini adalah hasil karya beberapa pengarang - malahan dari suatu mazhab lengkap - jang menambah dan menjadur kitab aselinja. Tetapi penjelidikan2 selandjutnja menundjukkan dengan terangnja,bahwa kitab Ijob tidak lebih rusak teksnja daripada kitab manapun djua Perdjandjian Lama, bahkan kurag dari itu. Salah-tulis atau salah turun dsb. jang lazim, terdapat djuga dalam kitab ini, tetapi teranglah tidak lebih banjak dari pada dalam kitab2 lain; sukar dibuktikan djuga, adanja kerusakan atau perubahan jang disengadja karena keraguan2 teologis, selain dalam satu hal keketjualian. Kesulitan2 jang terdapat, lebih berdasarkan keulungan si pengarang mengenai bahasa dan dalamnja gagasannja, jang tidak selalu diimbangi oleh penafsir2 modern.
Tentang keaslian beberapa bagian, jakni lagu kebidjaksanaan (28,1-28), pidato2 Elihu (32,1-37,24), pidato2 Jahwe (38,1-42,6) lebih2 mengenai burung unta (39,13-18) dan buaja (40,15-24), sering disangsikan, tetapi pada umumnja tanpa alasan jang tjukup dan berdasarkan salah-pengertian dari pihak para penafsir. Hanja mengenai pidato2 Elihu itu keaslianja dapat diragukan dengan alasan2 jang tjukup. Orang ini muntjul tiba2 didalam tjerita itu dan menghilang lagi dengan tak meninggalkan bekas. Ia menggunakan bahasa, jang berbeda sekali dengan bahasa bagian2 lainnja kitab itu. Dan lagi Elihu mengemukakan sedikit sadja jang baru dan rupa2nja peranannja hanja mendjawab beberapa persoalan jang kurang penting, jang disinggung dalam perdebatan itu.
Pasal2 24-27 boleh djadi kusut-murut dalam riwajat teksnja, sehingga urut2annja jang sekarang ini, sukar dimengerti dan djalan pikirannja beberapa kali terputus. Sudah banjak sekali ditjoba, memulihkan urutan2 jang asli, tetapi kesemuanja itu bertjorak hipotese atau perkiraan sadja. Adapun kami mengikuti hipotese, jang sedikit sekali merobah teksnja. Dengan memindahkan tiga bagian ketjil diperoleh urutan2 jang agak memuaskan. Jaitu sbb: 24,1-17;25,1;26,,5- 14;25,2-6;26,1-4;27,1-23;24,18-25;28,1-28. Kiranja tak usah pula dalam seri ketiga pidato sahabat2 itu, menaruh sebagian dalam mulut Sofar dan untuk itu menambahkan satu ajat kepada teks itu. sungguh aneh, bahwa sofar, jang dalam kedua seri lainnja mendapat gilirannja angkat bitjara, tak diketemukan sama sekali dalam ketiga itu. Ini alasan terutama, maka tidak kuranglah ahli jang menampilkan Sofar dalam seri ketiga. Tetapi perlu sih tidak. Biasanja 27,13-25 dianggap keluar dari mulut sofar, dengan ditambahkan 24,18-24 atau tidak.
Kitab Ijob tersusun sbb: kitab mulai dengan suatu prakata dalam prosa (1- 2);berikutlah pertjakapan antara Ijob dan sahabat2nja, jang terdiri atas tiga seri pidato (4,1-14,23;15,1-21,34;22,1-31,40). Kemudian Elihu angkat bitjara dengan lima buah pidato (32,1-37,24), jang terputus oleh dua pidato Jahwe sendiri, masing2 dibubuhi dengan djawaban singkat dari Ijob (38,1-42,6). Kata penutup dalam prosa lagi dan merupakan kelantjutan dari prakata (42,7-17).
Dalam prakata para pembatja berkenalan dengan tokoh2 jang akan memainkan peranan dalam perdebatan jang akan datangm jaitu Ijob, Elifaz, Bildad dan Sofar, dan dengan keadaan jang menjedihkan dari tokoh utama, jang sungguhpun saleh ditimpa dengan derita jang luar kekuatan insani oleh Setan akan mengudji kebadjikannja. Dengan itu dikemukakan pula persoalan kitab itu, jaitu derita orang jang djujdur. Isteri Ijob sambil lalu untuk lebih menonjolkan derita itu.
Setelah diam tudjuh hari tudjuh malam lamanja, lalu Ijob membuka perdebatan dengan djeritan pedih dari dalam kepapaannja. Tidak lain hanjalah keluhan jang menjajat hati. Persoalan belumlagi disinggung dan keluhan ini tidak ditundjukkan kepada sahabat2nja, melainkan se-mata2 suatu keluhan derita (3,1-26).
Kemudian setjara bergilir ketiga sahabat itu angkat berbitjara, danmasing2 didjawab Ijob (4,1-28,28). Ketiga sahabat itu adalah tiga orang bidjaksana, masing2 dengan wataknja sendiri. Elifaz adalah jang tertua, jang dapat berbitjara karena mempunjai pengetahuan jang luas dan banjak pengalaman. Pada hematnja, hal ini memberikan hak kepadanja, untuk menjampaikan pendapatnja kepada Ijob dengan terus-terang dan djudjur. Adapun Bildad lebih muda dan berbitjara dengan kehangatan nafsu kaum muda dan dengan pedas, bahkan menghina dalam utjapan2nja. Sofar kira2 berdiri di-tengah2 keduanja itu. Dalam djalan perdebatan hanja ada sedikit kemadjuan pikiran. Hal jang sama djua di-ulang2, hanja mada makin lama makin pedas dan tadjam. Ketiga sahabat itu mengukuhi, bahwa Allah adalah adil dan bahwa jang djahat dihukum diatas bumi ini, desang jang baik pasti digandjar. Karena Ijob ditimpa malapetaka jang amat berat, djadi ialah pendosa besar. Ini pokok pertjakapan, jang tidak akan dilepaskan mereka. Tetapi Ijob tetap menjatakan, bahwa ia tak bersalah, danmembuktikan, bahwa dalil sahabat2nja tidak sesuai dengankenjataan serta pengalaman. Allah, jang mereka wartakan itu bukan allah jang adil. Nada utjapan2 Ijob terus-menerus berumbang- ambing antara dua kutub. Kadang2 ia penuh denga perasaan merontak, hampir2 menghodjat;ini mentjapai puntjaknja dalam pertjakapan achir Ijob dengan diri sendiri, dalam mana ia sekali lagi menjatakan dengan bersumpah, bahwa ia tak bersalah (29-31). Sebaliknja iapun ber-ulang2 menjatakan kesediaannja untuk tunduk serta patuh setjara satria, dan kehendaknja jang sungguh2 untuk menjelami rahasia itu. Nada ini mentjapai puntjaknja dalam pasal 19.
Dengan dibubuhi kata pengatar tersendiri, Elihu lalu mentjampuri perdebatan itu (32,1-37,24). Ia berpandjang lidah dan tjongkak. Tetapi tidak banjak hal jang baru keluar dari mulutnja. Iapun sependirian denga sahabat2 itu: derita adalah hukuman atas dosa perseorangan atau se-kurang2nja,-ini hal baru jang dikemukakannja - hukuman atas dosa karena kedjahilan atau hendak mentjegah dosa, lebih2 dosa kesombongan. Tetapi bagaimanapun djua, ada gandingannja antara derita dan dosa.
Kata2 jang membandjir dari mulut Elihu itu dihentikan Jahwe, jang bersabda dalam angin ribut sebagaimana lazimnja dalam Kitab Sutji (38,1-42,6). Sabda Allah itu penuh ironi terhadap Ijob. suatu pemetjahan dari persoalan itu tidak diberikan, tetapi Jahwe menundjukkan akan kemahakuasaanNja dan kebidjaksanaanNja, karena djustru dalam hal itu Ia melampaui manusia. Pekerdjaan Allah tidak boleh tidak adalah suatu rahasia bagi manusia dan tetap demikian pula halnja. Maka itu manusia harus menerima. Dia begitu sadja. Itulah satu2nja sikap, jang dapat memberikan suatu pegangan, bahkan kepastian, kepada manusia dalam hidupnja serta deritanja.
Ijob menerima itu (40,3-5;42,1-6) Ia mengaku, bahwa ia telah berbitjara karena kurang tahunja. Ia menjatakan kepertjajaan jang mutlak, kendati segala rupa lahir jang tampak, dan menerima rahasia Allah itu.
Epilog merupakan penutup jang menjenangkan dari keseluruhannja. Ketiga sahabat itu ditjela: pendapat mereka tidak tertahankan. Setjara resmi Ijob dinjatakan tak-bersalah dan mendapat kembali kemakmuran jang telah hilang itu, bahkan djauh lebih banjak.
Dengan gaja puisinja jang indah Ijob mengemukakan persoalan jang pokok: jakni persoalan derita orang saleh dan disamping itu kitab tadi mempersoalkan, apa pengertian tentang allah seperti jang diterima dikalangan pengarang itu sungguh2 pengertian jang benar dan lengkap tentang Allah. Teranglah, bahwa gagasan2 si pengarang sendiri jang ditaruh dalam mulut Ijob demikianpun halnja dengan sabda Jahwe. Sedangkan ketiga sahabat itu mewakili aliran teologi para guru ilmu kebidjaksanaan, seperti jang lazim dianut. Persoalan derita atau sengsara bukanlah suatu persoalan jang chas bagi bangsa Jahudi, melainkan bertjorak insani umum. Djustru karena itulah kitab Ijob adalah buku segala djaman dan mempunjai makna universil. Sudah barang tentu bukan tanpa maksudlah si pengarang Jahudi manampilkan orang2 bukan Jahudi. Bukan hanja kitab Ijob sadjalah, jang membentangkan persoalan tadi. Sudah lama ada denga samar2 (lih.Jer.31,29), dan tampil kemuka dalam beberapa mazmur. Kemudian si Pengchotbah mengemukakan lagi persoalan itu, tetapi dalam bentuk jang sangat umum dengan menanjakan apa makna seluruh dunia dan seluruh hidup manusia. Tetapi belum pernah persoalan itu dikemukakan demikian hangatnja seperti dalam kitab Ijob: didalamnja orang bergulat untuk mendapat pemetjahan, sementara keteguhan mentjapai puntjaknja, dan orang menderita minta djawaban.
Adjaran lama, jang diwakili sahabat2 Ijob, telah memberikan keterangan sbb: derita adalah akibat dari hukum bagi dosa. Dalil sedikit banjak memuaskan, selama pengertian tentang kesalahan kolektif dapat bertahan. Orang salehpun dapat ditimpa derita karena kedjahatan orang lain. Tetapi sedjak nabi Jeheskiel menandaskan tanggungdjawab pribadi dan kesalahan perseorangan )Jehesk. 18,1-32), djawab tadi dapat memuaskan. Dengan mulut Ijob si pengarang memprotes dengan keras sekali. Si pendosa sendiri harus mendjalani hukuman, bukannja orang lain (21,20). Rangka lama pembalasan tidak berlaku lagi. Sungguhpun sahabat2 Ijob dapat memandjat pada tradisi (15-18) dan bahkan pada wahju (4,12-17), namun mereka tidak dapat mejakinkan seorang djuapun. Teori mereka sangat bertentangan dengan kenjataan. Ijob sendiri - si pengarang - mentjari suatu pemetjahan, tetapi senantiasa terbentur pada rahasia Allah, jang tak dapat diselaminja.
Bagi adjaran lama Allah bukan suatu rahasia. Ia disesuaikan dengan rangka tadi. Didalam hidup didunia ini Allah harus menggandjar jang baik dan menghukum jang djahat. Allah diselaraskan dengan teori, maka dikemukakannja Allah menurut pandangannja sendiri. Tetapi pengertian tentang Allah itu tidak diterima oleh Ijob, karena, mengingat kenjataan derita, lalu Ia mendjadi Allah jang kedjam dan tak adil. Karena itu dalam ketjamannja atas adjaran lama pembalasan itu si pengarang djuga menolak pengertian tentang Allah, jang sesuai dengan adjaran itu. Dalam pidato2 Jahwe, Allah tampil, menurut gagasan si pengarang, sebagai rahasia besar, jang mengatasi daja-pikir manusia, dan jang tak mau dipaksakan kedalam kategori2 pemikiran manusia. Dengan berpegangan pada pengertian itu, si pengarang mengalihkanpersoalan derita daripada bidng insani, jang tetap dipegang sahabat2 Ijob itu, kebidang ilahi. Rahasia derita adalah suatu sudut dari rahasia Allah. Karena itu haruslah tetap rahasia adanja dan tidak dapat didjangka dengan pemetjahan insani. Si pengarang dan Ijob tunduk dengan kepertjajaan jang sempurna dan buta kepada rahasia ini. Ijob, jang dirampas segala miliknja, bahkan dari pertolongan insani jang mungkin terdapat dalam kepertjajaan itu, tetap setia kepada Allah. Ia menerima hal itu dandjuga pembalasan Allah sebagaimana adanja, dengan kepertjajaan akan Allah jang sempurna dan sutji, tanpa imbauan insani sedikitpun. Dengan denikian Ijob djuga mendjadi tjontoh jang paling murni dari "orang2 hina-dina Jahwe", jang telah mengilhami amat banjak mazmur dalam rasa-keigamaan jang murni sekali dan jang mentjari serta menganut Allah, hanja karena Ia itu Allah, bukannja manusia.
Pengarang kitab Ijob tidak memberikan pemetjahan persoalan, jang merisaukan hatinja dan hati banjak orang sesamanja. Namun ia menemukan sikap satu2nja jang tepat dan mungkin, mengingat djaman waktu ilahi itu. Peladjaran jang hendak diberikannja ialah kepertjaan jang sempurna akan Allah dalam keagungaNja jang penuh rahasia itu, dengan kepatuhan penuh kepadaNja. Perdjandjian Baru mendekatkan persoalan itu kepemetjahan jangdefinitif. Wahju jang baru itu mengarahkan pandangan kehidup lain atau achirat, dimana pembalasan dapat dilaksanakan. Paulus merumuskannja dengan amat baiknja sbb: "Menurut pendapatku, sengsara dunia ini tidak sepadan dengan kemuliaan jang akan dinjatakan" (Rm.8,18). Bahkan dimasa sekarangpun derita sudah bisa mendapat arti dan nilainja, kalau itu dipertalikan dengan Kristus jang menderita sengsara: "Kini aku bersukatjita, karena aku boleh menderita untukmu danboleh melengkapi dalam tubuhku apa jangkurang dalam sengsara Kristus, demi untuk tubuhNja, jaitu Geredja" (Kol.1,24). Disini terbukalah perspektif2 baru, tetapi sekarangpun rahasia itu masih tetap rahasia dan belum segala kabut dihalaunja. Kini Alah serta pekerdjaanNja bagi manusia masih tetap suatu rahasia, jang hanja dapat dihampiri dan diterima dengan kepertjajaan serta pasrah kepadaNja. Karena itu sikap Ijob djuga tetap adalah sikap orang kristen, jakni: pertjaja akan Allah dan pasrah kepada keAllahanNja jang tak-terdugai. Adapun persoalan itu dan djuga djawaban kristen dewasa ini sangat hangat, mengingat dewasa ini ada banjak kegelisahan, banjak derita jang tak beralasan dan bangsa manusia berada dalam kesukaran besar. Kalau eksistensialisme modern memberikan djawaban palsu atas persoalan besar ini, maka pembatja Kitab Sutji mendapat djawaban kristennja dalam kitab Ijob, jang dapat mendjadi buku pelipur dan kekuatan banjak orang, buku jang kendati tuanja toh masih sangat mederen.
BIS: Ayub (Pendahuluan Kitab) BUKU AYUB
PENGANTAR
Buku Ayub adalah kisah tentang seorang yang baik budi, ia mengalami musibah
hebat; ia kehilangan semua anaknya dan segala harta
BUKU AYUB
PENGANTAR
Buku Ayub adalah kisah tentang seorang yang baik budi, ia mengalami musibah hebat; ia kehilangan semua anaknya dan segala harta bendanya, lalu dihinggapi penyakit kulit yang menjijikkan. Dalam tiga rangkaian percakapan yang bersajak, si penulis menggambarkan bagaimana teman-teman Ayub, dan Ayub sendiri menanggapi malapetaka itu. Pokok yang penting dalam percakapan-percakapan itu ialah yang menyinggung caranya Allah memperlakukan manusia. Pada bagian terakhir, Allah sendiri menyatakan diri-Nya kepada Ayub.
Teman-teman Ayub menjelaskan penderitaan Ayub itu menurut ajaran agama yang tradisional. Pada sangka mereka, Allah selalu mengganjar orang yang baik dan menghukum orang yang jahat. Jadi, penderitaan Ayub hanya dapat berarti bahwa ia telah berbuat dosa. Tetapi bagi Ayub pendapat itu terlalu dangkal; tidak sepantasnya ia mendapat hukuman yang sekejam itu, sebab ia seorang yang sangat baik dan jujur. Ia tidak dapat mengerti mengapa Allah membiarkan orang seperti dirinya mengalami begitu banyak bencana, dan dengan berani ia menantang Allah. Ayub tidak kehilangan kepercayaannya kepada Allah, tetapi ia sungguh-sungguh ingin supaya dibenarkan oleh Allah dan supaya mendapat kembali kehormatannya sebagai orang yang baik.
Allah tidak memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Ayub, tetapi Allah menanggapi kepercayaan Ayub dengan memberinya banyak contoh mengenai kuasa dan hikmat-Nya. Contoh-contoh itu dilukiskan dengan puisi. Kemudian dengan segala rendah hati, Ayub mengakui kebijaksanaan dan keagungan Allah, lalu menyesali kata-katanya yang keras dan penuh kemarahan itu.
Bagian terakhir dari kisah ini, yang ditulis dengan bahasa biasa, menuturkan bagaimana Ayub dikembalikan kepada keadaannya semula, dengan kekayaan yang jauh melebihi kekayaannya sebelum itu. Allah memarahi teman-teman Ayub karena mereka tidak dapat memahami arti kesengsaraan Ayub. Hanya Ayublah yang sungguh-sungguh menyadari bahwa Allah lebih besar daripada yang telah diajarkan oleh agama yang tradisional itu.
Isi
- Pendahuluan
Ayub 1:1-2:13 - Ayub dan teman-temannya
Ayub 3:1-31:40 - a. Keluhan Ayub
Ayub 3:1-26 - b. Percakapan pertama
Ayub 4:1-14:22 - c. Percakapan kedua
Ayub 15:1-21:34 - d. Percakapan ketiga
Ayub 22:1-27:23 - e. Pujian terhadap hikmat
Ayub 28:1-28 - f. Pernyataan Ayub yang terakhir
Ayub 29:1-31:40 - Wejangan Elihu
Ayub 32:1-37:24 - TUHAN menjawab Ayub
Ayub 38:1-42:6 - Penutup
Ayub 42:7-17
Ajaran: Ayub (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Ayub, anggota jemaat mengerti bahwa suatu
penderitaan dapat membawa kemenangan dan pengenalan yang lebih d
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Ayub, anggota jemaat mengerti bahwa suatu penderitaan dapat membawa kemenangan dan pengenalan yang lebih dalam akan Allah.
Pendahuluan
Penulis : Penulis Kitab Ayub tidak diketahui dengan jelas.
Isi Kitab: Kitab Ayub terdiri dari 42 pasal. Isi Kitab Ayub merupakan kisah nyata dari seorang bernama Ayub yaitu mengisahkan kehidupan Ayub yang berbahagia karena kesalehannya, tetapi kemudian hidup dalam penderitaan karena pencobaan iblis. Akhirnya dia kembali memperoleh kebahagiaan, karena ketekunannya dalam beribadah walaupun menderita.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Ayub
Pasal 1 (Ayub 1:1-5).
Keadaan Ayub sebelum pencobaan iblis Ayub adalah seorang yang hidup dalam kesalehan dan kelimpahan.
Pendalaman Bacalah pasal Ayub 1:1-5, sebutkanlah keadaan Ayub waktu itu.
Pasal 1-3 (Ayub 1:6-3:26).
Keadaan Ayub dalam pencobaan iblis Dalam bagian ini dijelaskan bahwa iblis mengambil semua harta milik dan kesehatan Ayub. Hal ini membuat Ayub sangat menderita.
Pendalaman
- Siapakah yang tidak mengingini kebahagiaan Ayub? (Ayub 1:6-12). Tetapi sebenarnya apakah maksud Iblis kepada Tuhan? (Ayub 1:9,11).
- Perhatikan pasal Ayub 1:13-22. Apakah yang terjadi dalam kehidupan Ayub? Dan bagaimanakah tanggapan Ayub terhadap hal itu? (Ayub 1:20-22).
- Perhatikan pasal Ayub 2:1-10. Penderitaan apa lagikah yang Ayub alami? Tetap bagaimanakah sikapnya terhadap Allah? (Ayub 2:9-10).
Pasal 4-37 (Ayub 4:1-37:24).
Percakapan Ayub dengan sahabat-sahabatnya
Pada bagian ini dijelaskan tentang 3 orang sahabat Ayub yang bernama Elifas, Bildad, dan Zofar. Mereka datang dan mengatakan bahwa penderitaan Ayub adalah akibat dari dosa yang dibuat secara sembunyi-sembunyi. Mereka menyuruh Ayub supaya mengakui saja dosanya, tetapi Ayub tetap bertahan, bahwa ia hidup benar di hadapan Allah. Setelah tiga teman Ayub itu selesai berbicara, seorang muda bernama Elihu memperingatkan mereka semua termasuk Ayub bahwa Tuhan adalah Maha besar dan mempunyai maksud yang baik dalam penderitaan orang beriman. (dalam pasal Ayub 9:33).
Pendalaman
- Bacalah pasal Ayub 4:1-9. Siapakah yang berbicara dalam bagian ini? Dan apakah tuduhannya terhadap Ayub?
- Bacalah pasal Ayub 8:1-7. Siapakah yang berbicara dalam bagian ini? Dan apakah tuduhannya terhadap Ayub?
- Bacalah pasal Ayub 11:1-6. Siapakah yang berbicara dalam bagian ini? Dan apakah tuduhannya terhadap Ayub?
- Bacalah pasal Ayub 31:1-6. Bagaimanakah Ayub memandang dirinya sendiri?
- Bagaimanakah pendapat Elihu mengenai hal ini? (Ayub 32:1-5).
Pasal 38-42 (Ayub 38:1-42:17).
Jawaban Tuhan kepada Ayub Dalam bagian ini Ayub di tegur oleh Allah. Kemudian Ayub merendahkan diri dihadapan Allah serta mencabut pembelaan dirinya. Setelah ini Ayub tidak lagi hidup menderita, karena diberkati Allah.
Pendalaman
- Bacalah pasal Ayub 38:1,34-38. Apakah yang terjadi dalam bagian ini?
- Bacalah pasal Ayub 42:1-6. Apakah yang terjadi dengan Ayub?
- Bagaimanakah keadaan Ayub pada akhirnya? (pasal Ayub 42:7-17).
II. Kesimpulan/penerapan
Kitab Ayub mengajarkan kepada orang beriman bahwa Iblis tidak berkuasa untuk mencabut nyawa seseorang.
Kitab Ayub mengajarkan bahwa Allah mengijinkan anak-anaknya mengalami penderitaan untuk menunjukkan kemahakuasaan-Nya.
Kitab Ayub mengajarkan bahwa penderitaan dapat menjadi suatu alat untuk membawa seseorang pada pertumbuhan rohani yang dewasa.
Kitab Ayub mengajarkan Ayub sebagai teladan orang yang menyembah Allah secara benar, yaitu penyembahan yang didasari ketulusan hati.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Apakah isi Kitab Ayub?
- Siapakah nama-nama sahabat Ayub?
- Penderitaan apa sajakah yang dihadapi oleh Ayub? Dan siapakah yang menginginkan hal ini?
- Apakah pelajaran rohani yang saudara dapatkan setela mempelajari Kitab Ayub?
Intisari: Ayub (Pendahuluan Kitab) Mengapa orang tak berdosa harus menderita
ORANG-ORANG ISRAEL YANG BIJAKSANASelain oleh para nabi dan imam, umat Allah juga dilayani oleh sekelompok o
Mengapa orang tak berdosa harus menderita
ORANG-ORANG ISRAEL YANG BIJAKSANA
Selain oleh para nabi dan imam, umat Allah juga dilayani oleh sekelompok orang yang dinamakan "Orang-orang berhikmat". Mereka ini adalah para pembimbing dan penasihat yang menghabiskan waktu mereka untuk memutuskan cara-cara yang paling bijaksana dan paling benar untuk menjalani kehidupan dan menjalankan pemerintahan. Hasil penelitian mereka selalu diterapkan dalam kehidupan nyata. Kita mengetahui hal ini dari kitab-kitab mereka yang biasanya disebut "Kitab Hikmat" (Ayub, Amsal, Pengkhotbah, ditambah beberapa Mazmur). Kadangkala mereka memberikan nasihat mereka dalam bentuk pepatah yang singkat dan jelas atau "amsal". Selain itu mereka juga berbicara mengenai masalah-masalah besar dalam kehidupan, terutama masalah penderitaan.
SIAPAKAH AYUB?
Apa yang kita ketahui mengenai Ayub tidak lebih daripada apa yang digambarkan pada permulaan kitab itu. Rupanya ia orang yang terkenal (Yeh 14:14,20), namun oleh karena tidak ada acuan terhadap sejarah orang Israel, Ayub mungkin hidup jauh sebelum umat Allah bermukim di Kanaan. Beberapa orang berpendapat bahwa kisah mengenai penderitaannya dipakai oleh beberapa penulis yang tak dikenal sebagai latar belakang untuk membicarakan masalah penderitaan. Kita pun tidak tahu kapan kitab itu ditulis. Minat terhadap hikmat Allah sudah ada sejak zaman Salomo, dan kitab ini mungkin ditulis pada zaman pemerintahannya.
POKOK PERMASALAHAN
Kitab ini menyangkut suatu pertanyaan abadi yaitu "Mengapa orang yang tak berdosa harus menderita?" Ayub adalah seorang yang baik yang tiba-tiba kehilangan segalanya. Seperti banyak dari penderitaan kita, rasanya hal ini tidak adil. Jawaban baku teman-temannya -- bahwa Allah menghakimi orang yang jahat, dan oleh karenanya pasti Ayub telah melakukan kejahatan -- sama sekali tidak cocok. Mereka mengatakannya dengan berbagai cara. Elifas sopan dan sedikit berbau mistik. Bildad, seorang tradisionalis, mengutarakannya berdasarkan pendapat yang sudah lama dikenal, sementara Zofar adalah pembantah Allah yang kurang ajar dan kasar. Ketiga mereka pada akhirnya kehilangan kesabaran terhadap Ayub. Sesungguhnya, pada percakapan ketiga, Bildad hanya berbicara sedikit sekali, sementara Zofar menolak untuk berbicara lagi. Ayub berdebat dengan kedua orang itu dan dengan Allah; dan dengan demikian ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang hanya dapat dijawab dalam Perjanjian Baru. Oleh karena Elihu masih muda, ia tidak dihargai oleh yang lain. Argumentasinya penuh dengan keyakinan orang muda, tetapi juga agak kacau dan tidak matang. Percakapan dengan Elihu mungkin baru belakangan ditambahkan pada kitab itu.
Pesan
1. Dilucuti sampai bergantung sepenuhnya pada imano Ayub adalah contoh seorang yang bergantung kepada Allah waktu segalanya berjalan dengan baik dan yang terus percaya kepada-Nya pada waktu mengalami kesusahan. Ayu 1:1,20-22; 2:10
o Ia mungkin menganggap kerugiannya sebagai hukuman Allah, namun demikian ia telah melakukan segalanya dengan tulus untuk melayani Allah. Allah seakan-akan telah meninggalkan dia. Ayu 12:4; 13:19; 16:15-17; 23:10-12; 27:2-6
o Tuduhan-tuduhan yang dilancarkan oleh kawan-kawannya dan tentangan dari istrinya membuat dia sungguh-sungguh seorang diri. Ayu 2:9; 19:13-20
2. Penghibur yang tidak berguna
o Kawan-kawan Ayub sama sekali tidak memberikan pertolongan. Lebih baik jika mereka tidak mengatakan apa-apa. Ayu 13:4,5; 16:2-3; 19:1-3
o Pendapat mereka yang utama, yaitu bahwa Allah memberkati orang saleh dan menghukum orang jahat, secara umum memang benar. Tetapi, tidaklah benar untuk menerapkan pendapat itu tanpa melihat kualitas kehidupan secara menyeluruh. Pendapat itu tidak memberikan jawaban mengapa orang yang tak berdosa kadangkala menderita, sedangkan orang yang tidak saleh terhindar dari malapetaka. Ayu 4:7; 5:19-26; 8:5-7,20:22; 11:13-20
o Mereka mengambil kesimpulan bahwa penderitaan yang diderita oleh Ayub tentunya merupakan penghakiman Allah atas dosa-dosanya. Sanggahan Ayub bahwa ia sungguh-sungguh tidak berdosa hanya membuat mereka bertambah marah. Ayu 22:1-30
3. Penderitaan sebagai didikan
Pendapat Elihu bahwa penderitaan dapat merupakan cara Allah mengajar kita, perlu diperbincangkan lebih lanjut. Tetapi oleh karena baik Ayub maupun Allah tidak memberi tanggapan pada Elihu, maka ini berarti bahwa hal itu tidak berlaku di sini. Ayu 5:17,18; 33:14-30; 36:5-16
o Ayub terdorong untuk mengatakan banyak hal secara gegabah, karena kekerasan kawan-kawannya yang kurang simpatik. Ia sungguh-sungguh tersesat ketika menantang Allah dan memperdebatkan masalahnya dengan Dia. Ia seakan-akan menyatakan bahwa ia lebih tahu daripada Allah. Ayu 7:11-21; 9:14-35; 13:3,15-28; 23:2-7; 31:35-37
o Seperti kawan-kawannya, Ayub hanya dapat berpikir dalam hubungannya dengan kehidupan ini saja. Namun demikian, permohonannya akan keadilan sebenarnya mulai menggapai masalah di balik kematian dan mengharapkan keadilan dalam kehidupan selanjutnya. Ayu 10:20-22; 14:7-22; 17:13-16; 19:23-27.
5. Jawaban Allah
Allah tidak secara terang-terangan menjelaskan kepada Ayub mengapa ia menderita seperti yang dialaminya. Sebaliknya Dia menunjukkan secara sekilas kebesaran-Nya dan kebijakan-Nya yang tanpa batas, yang terlihat terutama dalam keajaiban ciptaan-Nya. Jika Ayub tidak dapat mengerti rahasia yang paling sederhana, bagaimana mungkin ia mengerti akan rencana Allah dalam kehidupannya? Ayu 38:1-42:6
Penerapan
1. Penderitaan dialami oleh semua orang
Setiap orang yang hidup dalam dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa ini tidak akan luput dari penderitaan. Kita tidak dapat berharap untuk menjalani kehidupan tanpa mengalami kesakitan atau kesusahan hanya karena kita umat Allah.
2. Jangan mengaburkan kebenaran
Biasanya Allah memberkati dan melimpahi mereka yang mengasihi Dia. Allah juga menghakimi orang yang jahat. Tetapi, tidak selalu terjadi demikian dalam kehidupan ini. Sama sekali tidak benar dan kejam, mengatakan bahwa jika seseorang menderita, maka hal itu pasti disebabkan oleh dosa-dosanya.
3. Apa yang terjadi di balik segala peristiwa
Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi dalam dunia rohani yang mempengaruhi keadaan kita di dunia ini. Apa yang kita derita mungkin merupakan gambaran peperangan rohani yang sedang terjadi "di surga".
4. Krisis dan pertumbuhan
Pada saat kita tidak tahu lagi apa yang dapat kita lakukan selain bergantung kepada Allah yang tahu apa yang dilakukan-Nya, maka iman kita menjadi sungguh-sungguh iman yang hidup. Allah kadang-kadang mengambil semua perkara yang kita andalkan, sehingga kita betul-betul bertumpu pada-Nya.
5. Terlalu besar bagi kita
Walaupun kita kadang-kadang dapat melihat rencana Allah dalam penderitaan kita, jalan-jalan-Nya selalu lebih tinggi daripada pengertian kita, sehingga rencana-Nya yang sempurna selalu berada di luar jangkauan pengertian kita. Banyak penjelasan kita hanya melulu kata-kata. Pada saat-saat seperti itu akan lebih baik bila kita diam saja dan menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah.
Tema-tema Kunci
1. Sifat-sifat Allah dan pekerjaan-Nya
Allah berdaulat. Bahkan iblis pun tidak dapat berbuat apa-apa tanpa izin-Nya. Baik Ayub maupun kawan-kawannya sadar akan hal ini dan akan kenyataan bahwa Allah menciptakan dunia ini serta memeliharanya. Kitab ini penuh berisi kebesaran dan kearifan Allah. Lihat Ayu 5:8-16; 9:2-13; 11:7-9; 12:10,13-25; 25:2-6; 26:5-14; 34:10-15; 35:10,11; 36:22-33; 37:1-24; 38:1-39:30; 40:8-41:34.
2. Kelemahan manusia
Kisah Ayub mengilustrasikan kelemahan kita, ketidaktahuan, dosa, dan singkatnya hidup kita. Permohonan Ayub akan keadilan sungguh-sungguh menuntut suatu kehidupan yang melampaui kehidupan saat ini, tempat Allah dapat menghukum yang jahat dan meluruskan yang salah dari dunia ini. Lihat Ayu 4:17-21; 5:7; 7:1-10; 9:2,25,26; 14:1,2,4,7-12; 15:14-16; 25:4-6.
3. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan Allah, yaitu pikiran Allah, kepandaian dan rencana-Nya, digambarkan kepada kita sebagai hal yang benar-benar di luar jangkauan kita (Ayu 28:1-28). Jika kita diberi sedikit pengertian tentang rahasia-rahasia ini, hal ini bukan oleh karena kepandaian kita. Hanya pada saat kita berserah kepada-Nya kita dapat mengerti sedikit tentang jalan-jalan-Nya. Pikirkanlah pengertian yang terkandung dalam Yesaya 55:8 dan 1Ko 1:18-31.
4. Saling menghibur
Kawan-kawan Ayub memberi kita suatu contoh yang baik tentang apa yang tidak boleh kita lakukan! Banyak yang mereka katakan itu benar, tetapi tidak ada hubungannya dengan masalah Ayub dan menyakitkan. Perhatikan juga bagaimana Paulus mengajar kita mengenai saling menghormati. Pelajaran apa yang secara tak langsung ingin dikatakan tentang bagaimana kita harus memakai pengalaman hidup kita (2Ko 1:3-8)?
5. Ayub dan Perjanjian Baru
Walaupun Ayub hanya disebut sekali saja dalam Perjanjian Baru (Yak 5:11), pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya dapat lebih jelas dimengerti jika dilihat dari sudut pandang seorang Kristen. Sebagai contoh lihat Ayub 9:33, 1Ti 2:5; Ayu 14:14, Yoh 11:25; Ayu 16:19;; Ibr 9:24; Ayu 19:25; Ibr 7:25; Ayu 23:3; Yoh 14:6.
Garis Besar Intisari: Ayub (Pendahuluan Kitab) [1] MENGAPA SEMUA ITU TERJADI Ayu 1:1-3:26
Ayu 1:1-2:10Iblis mencobai Ayub
Ayu 2:11-13Kawan-kawannya datang
Ayu 3:1-26Ayub bertanya "Mengapa?"
[1] MENGAPA SEMUA ITU TERJADI Ayu 1:1-3:26
Ayu 1:1-2:10 | Iblis mencobai Ayub |
Ayu 2:11-13 | Kawan-kawannya datang |
Ayu 3:1-26 | Ayub bertanya "Mengapa?" |
[2] PERDEBATAN PERTAMA Ayu 4:1-14:22
Ayu 4:1-5:27 | Elifas menyatakan pendapatnya |
Ayu 6:1-7:21 | Ayub menyesali nasibnya |
Ayu 8:1-22 | Bildad membela tradisi |
Ayu 9:1-10:22 | Ayub mengalami kegetiran |
Ayu 11:1-20 | Zofar membela Allah |
Ayu 12:1-14:22 | Ayub memprotes ketidakberdosaannya |
[3] PERDEBATAN KEDUA Ayu 15:1-21:34
Ayu 15:1-35 | Elifas mengatakan ia lebih tahu |
Ayu 16:1-17:16 | Ayub merasa putus asa |
Ayu 18:1-21 | Bildad mengulangi pendapatnya |
Ayu 19:1-29 | Ayub memohon pertolongan |
Ayu 20:1-29 | Zofar setuju dengan pendapat kawan-kawannya |
Ayu 21:1-34 | Ayub menentang mereka |
[4] PERDEBATAN KETIGA Ayu 22:1-31:40
Ayu 22:1-30 | Elifas melontarkan tuduhan kepada Ayub |
Ayu 23:1-24:25 | Ayub merindukan keadilan |
Ayu 25:1-6 | Bildad kesal |
Ayu 26:1-27:23 | Ayub setuju dan tidak setuju |
Ayu 28:1-28 | Pujian kearifan |
Ayu 29:1-31:40 | Ayub mengambil kesimpulan |
[5] ELIHU BERBICARA Ayu 32:1-37:24
Ayu 32:1-22 | Elihu frustrasi |
Ayu 33:1-33 | Penderitaan merupakan didikan |
Ayu 34:1-35:16 | Allah tidak dapat berbuat salah |
Ayu 36:1-37:24 | Allah tahu apa yang dilakukan-Nya |
[6] ALLAH MEMBERI JAWABAN KEPADA AYUB Ayu 38:1-42:6
[7] BAGAIMANA SEMUA ITU BERAKHIR Ayu 42:7-17
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi