Takut untuk Takut
Topik : KetakutanNats : Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu (Mazmur 56:4)
Bacaan : Mazmur 56
Seorang wanita muda sedang menunggu bus di suatu wilayah yang rawan kejahatan. Kemudian tiba-tiba seorang polisi yang masih baru, mendekatinya dan bertanya, “Apakah Anda ingin saya temani untuk menunggu bus?” “Tidak perlu,” sahutnya. “Saya tidak takut.” “Baiklah, tapi,” sambung polisi baru itu dengan tersenyum lebar, “tidak keberatankah Anda menemani saya?”
Seperti polisi itu, kita sebagai orang kristiani harus bersedia mengakui bahwa kadang-kadang kita merasa sangat takut apabila menghadapi kematian, bila terserang kanker, bila kehilangan pekerjaan, bila anak-anak kita tertimpa masalah, bila menghadapi penuaan. Kita tidak suka untuk mengakui hal itu, sehingga kita mengabaikan, mengingkari, atau menekan rasa takut itu. Namun untuk mengatasi rasa takut, mula-mula kita harus mengakuinya.
Sang pemazmur mengakui rasa takutnya. “Waktu aku takut,” ujarnya, “aku ini percaya kepada-Mu” (Mazmur 56:4). Kepercayaan kepada Tuhan yang demikian itu justru membuatnya memiliki ke-yakinan yang semakin besar. “Aku tidak takut” begitu katanya (ayat 5). Dan sekali lagi dikatakannya, “Aku tidak takut” (ayat 12). Ini tidak hanya sekadar berbicara kepada diri sendiri. Ini merupakan suatu keputusan yang dilakukan secara sadar untuk memercayai Allah: “Aku percaya.”
Kita dapat menaklukkan rasa takut. Dengan mengakui bahwa kita takut, berarti mengakui bahwa kita adalah manusia biasa. Namun, mengakui rasa takut lalu memercayai Tuhan dan maju terus, akan menghilangkan rasa takut kita terhadap ketakutan itu sendiri —Dennis De Haan