DANIEL
PENDAHULUAN
Kitab Daniel memperkenalkan kita dengan tokoh jang bernama demikian. Kitab itu
sedikitpun tidak menjatakan telah ditulis oleh Daniel sendiri. Betul beberapa
petilan disusun dalam bentuk orang kesatu, sehingga merupakan sebangsa kutipan
dari apa jang dikisahkan Daniel, tetapi toh dibingkaikan dengan pengantar-
pengantar singkat dalam bentuk orang ketiga (7,1-2;10,1), sehingga oleh
karenanja orang lain djugalah, jang menuliskan petilan-petilan tsb. Tokoh Daniel
dikemukakan sebagai seorang buangan Juda, jang dalam umur muda belia diangkut
radja Nebukadnezar ke Babel. Disana ia dididik bersama-sama dengan beberapa
pemuda lainnja untuk pelajanan diistana. Daniel dan kawan-kawannja ternjata
setia kepada Taurat Jahudi, dan penuh kepertjajaan pada Allah mereka. Untuk itu
chususnja Daniel dianugerahi kurnia kebidjaksanaan jang luar biasa (pasal 1).
Daniel ternjata mengatasi semua tjerdik-pandai Babel dalam hal kebidjaksanaan,
dengan tidak hanja dapat mentakbirkan mimpi radja, tetapi djuga mengetahuinja
tanpa pemberitahuan sedikitpun dari pihak radja. Terpesona karena itu,
Nebukadnezar lalu mengaku Allahnja Daniel dan memberi kan djabatan-djabatan jang
tinggi kepada Daniel dan kawan-kawannja (pasal 2). Didalam djabatan itu Azarja,
'Anania dan Misael mendapat udjian jang berat. Nebukadnezar mendirikan sebuah
patung raksana dan pada pentahbisannja semua pendjawat tinggi harus turut-serta
dalam upatjara itu. Karena kejakinan batin maka ketiga pendjabat Jahudi itu
menolak untuk turut-serta dalam pemudjaan berhala. Mereka didakwa dan
ditjemplungkan kedalam tungku api. Tetapi mereka tertolong setjara adjaib. Hal
itu mendorong Nebukadnezar untuk mengakui lagi Allah Israil (pasal 3,1-(97)).
Lagi-lagi Daniel tampil sebagai pentakbir mimpi dihadapan Nebukadnezar, dan
dengan berpegangan itu ia lalu menubuatkan penjakit djiwa jang akan diderita
radja, tetapi radja akan sembuh daripadanja. Seperti dinubuatkan, demikianpun
terdjadi. Didalam surat kepada rakjatnja radja sendiri memberi laporan tentang
seluruh peristiwa itu dan mengakui lagi Allahnja Daniel (3,31-4,34). Didalam
pemerintahan putera dan pengganti Nebukadnezar, jaitu Baltasar, Daniel tampil
lagi diistana. Ditengah djamuan besar tamoaklah huruf-huruf jang adjaib
didinding. Hanja Daniellah jang sanggup membatja dan menerangkan tulisan itu.
Keterangannja memuat sebuah nubuat tentang runtuhnja keradjaan Babel, jang
dilaksanakan pada malam itu djua (pasal 5). Dalam pemerintahan radja jang
pertama dari wangsa baru, jakni Darios dari Media, Daniel masih bertugas
diistana. Karena irihati rekan-rekannja ia dituduh melanggar titah radja, jaitu
bahwa sebulan lamanja orang tidak boleh mendjembah ilah manapun djua selain
radja, titah mana tidak dapat dipenuhi oleh orang Jahudi jang mursjid karena
kejakinan batin. Sesungguhnja tidak menurut kehendak radjalah, Daniel
dilemparkan kedalam lubang-kurungan singa, supaja dimakan binatang-binatang itu.
Ia tertolong setjara adjaib, dan lawan-lawannja mengalami nasib jang
direntjanakan mereka sendiri terhadapnja. Orang kafir lalu mengakui Allahnja
Daniel (pasal 6). Daniel tetap dalam djabatannja diistana radja djuga dalam
pemerintahan pengganti Darios, jakni Cyrus, orang Parsi. Sampai fengan tahun
ketiga pemerintahan Cyrus itu Daniel masih tampil (10,1). Selama seluruh masa
djabatannja diistana Daniel mendapat pelbagai penglihatan djuga, jang memenuhi
bagian kedua kitab itu. Tentang achir hidupnja tidak diberitahukan sedikit
djuapun
Diluar keterangan-keterangan dari kitab itu sendiri tidak ketahuan sedikit
djuapun tentang Daniel. Dalam kitab Jeheskiel betul disebutkan seorang orang
jang bernama Daniel (sebenarnja: Danel) (14,14-20;28,3), agaknja seorang
bidjaksana jang tersohor dari djaman kuno; tetapi orang tsb. sedikit atau sama
sekali tidak ada sangkut-pautnja dengan tokoh kitab Daniel. Danielnja (Danel)
Jeheskiel rupa-rupanja ada hubungannja dengan tokoh mythologi jang senama, jang
diketahui dari dokumen2 kena'an (Ras-Sjamra, Ugarit), tokoh setengah dewa.
Tetapi usaha untuk meng-hubung2kan tokoh tersebut dengan tokoh kitab Daniel,
tetaplah tidak beralasan. Dengan menggunakan dokumen2 lainnja, entah Kitab Sutji
entah keterangan2 diluarnja, tidak dapat disoroti lebih landjut tokoh Daniel
itu.
Tempat kitab Daniel didalam keseluruhan Kitab Sutji berlainan didalam naskah2
Hibrani dan didalam naskah2 terdjemahan Junani. Didalam Kitab Sutji Hibrani
kitab itu tidak termasuk dalam koleksi nabi2, melainkan mendapat tempat dibagian
terachir kanon diantara naskah2 lain jang amat berlainan tjoraknja. Tempatnja
dibelakang Pengchotbah dan Lagu2 Ratap dan didepan Esra-Nehemia. Tetapi tidak
djelaslah, apakah itu tempatnja jang aseli, karena ada saksi2 jang mengenal
urutan lain. Dalam terdjemahan Junani (Septuaginta) dan dalam terdjemahan Latin
Vulgata, Daniel tergolong dalam nabi2 dan adalah jang terachir dari keempat nabi
besar. Apa sebab-musababnja perbedaan tempat itu, tidaklah djelas. Mungkin itu
bergandingan dengan terdjadinja daftar resmi kitab2 sutjij, jang sedjarahnja
tetap sangat kabur. Tetapi dari perbedaan itu tidak boleh ditarik terlalu banjak
konklusi, mengenai terdjadinja kitab itu atau tjoraknja.
Perbedaan lain antara teks Hibrani dan teks Junani ialah bagwa teks Junani
bebeda besar dari teks Hibrani. Ini berlaku bagi seluruh Kitab, sehingga teks
Junani (Septuaginta) rupa2nja bukan terdjemahan teks Hibrani, jang kita miliki
sekarang, tetapi bersandarkan teks aseli jang amat berlainan. Bagaimana
perbedaan itu harus diterangkan, tidaklah begitu mudah. Lagipula teks Junani itu
djauh lebih pandjang. Didalamnja terdapatlah dalam pasal 3 sesudah ajat 24
tambahan jang pandjang, jakni dua lagu (3,24-45.52-90), jang diselingi dengan
berita singkat dalam bentuk prosa (3,46-51). Mengenai berita tersebut djelaslah,
bahwa dalam teks Hibrani jang aseli mestilah terdapat hal serupa, karena kisah
dalam bentuknja sekarang ini betul tidak muat, tapi toh mengandaikan peristiwa
sematjam itu. Djuga lagu2 itu tidak dapat tidak aselinjapun ditulis dalam bahasa
Hibrani, tapi teks itu tidak sampai kepada kita. Rupa2nja kita berhadapan dengan
tambahan2 belakangan dalam kitab aseli Daniel. Kitab aseli tiu kiranja mengenal
dua terbitan, jaitu jang satu pendek, seperti terdapat dalam naskah2 Hibrani
sekarang; dan jang lain pandjang, janag terpaelihara dalam terdjemahan Junani.
Lagipula terdjemahan Junani itu mengenal tiga kisah pada achir kitab, jakni
"Daniel dan Susana", "Daniel dan Bel" dan "Daniel dan naga". Dalam terdjemahan
Junani Theodotian kisah pertama, jang mengenai masa muda Daniel, ada pada awal
kitab, sedangkan dalam Septuaginta dan terdjemahan Latin ketiga2nja ditempatkan
pada achir kitab sebagai sebangsa lampiran. Itupun terpisah dengan djelasnja
dari kitab dengan anakdjudul2 tersendiri. Walaupun hanja terpelihara dalam
bahasa Junani, namun2 kisah2 tersebut aselinja ditulis dalam bahasa Hibrani
(atau Aram). Pastilah pula tambahan2 itu adalah tambahan pada kitab Daniel jang
aseli. Asal tambahan2 tersebut, jang mengenai sifat dan tjiraknja sesuai dengan
bagian pertama kitab itu, adalah kabur. Oleh orang Jahudi dan Geredja2 Kristen
bukan-Katolik semua tambahan tersebut tidak digolongkan dalam Kitab Sutji. Namun
demikian, petilan2 itupun oleh orang2 Jahudi (paling tidak diluar Palestina)
diterima sebagai Kitab Sutji, sebagaimana ternjata dari terdjemahan2 Junani.
Djuga oleh pengarang2 Kristen kuno diakui sebagai Kitab Sutji, karena petilan2
itu dikutip dan digunakan mereka sedjak abad2 pernmulaan sebagai sabda Allah.
Dua bahasa jang digunakan dalam kitab Daniel merupakan persoalan, jang masih
belum mendapat pemetjahan jang memuaskan. Soalnja bukannja mengenai teks
Hibrani dan petilan-petilan jang hanja terpelihara dalam terdjemahan-terdjemahan
Junani, melainkan mengenai teks dalam naskah-naskah Hibrani itu sendiri. Sebab
teks itu sendiri atas bagian jang ditulis dalam bahasa Hibrani (1,1-2,4a; 8-12)
dan bagian lain jang ditulis dalam bahasa Aram (2,4b-7,28). Dan soalnja disini
bukanlah, seperti halnja dalam kitab Esra, tentang dokumen-dokumen, jang ditulis
dalam bahasa Aram dan sebagian daripadanja disalin dalam bahasa Hibrani; ataupun
kitab itu sudah sedjak permulaan disusun dalam kedua bahasa itu. Kemungkinan-
kemungkinan itu mempunjai penganut-penganutnja diantara para ahli. Mereka jang
berpendapat, bahwa jang aseli itu adalah Hibrani, harus menerangkan mengapa
sebagian diterdjemahlan. Mereka lalu mengirakan, bahwa itu dilakukan d\supaja
kitab itu dimasukkan dalam daftar kitab-kitab sutji. Tetapi tidak ada bukti
satupun, bahwa bahasa Aram pernah dianggap tidak tjukup sutji untuk Kitab Sutji.
Dan lagi: mengapa gerangan hanja sebagian sadja diterdjemahkan? Dari teks Aram
itu sendiri tidak dapat dibuktikan, bahwa itu adalah suatu terdjemahan.
Bahwasannja kedua bahasa itu aseli, djuga tidak dapat diterima tanpa keberatan,
tapi toh merupakan dugaan jang paling memuaskan. Kesukarannja ialah: mengapa si
pengarang ditengah-tengah tjeritanja (2,4a) beralih kebahasa lain dan chususnja
mengapa ia berganti bahasa sesudah pasal 7, jang toh erat gandingannja dengan
pasal 8, jang disusun dalam bahasa Hibrani. Bahwasannja si pengarang mengira,
bahwa orang-orang Babel kuno berbahasa Aram dan oleh karenanja ia menulis
djawaban orang-orang Chaldai dalam 2,4b dan berikutnja dalam bahasa tsb.,
mudahlah diandaikan tetapi tidak begitu mudah dibuktikan supaja dapat diterima.
Dengan itupun samasekali tidak diterangkan, mengapa ia sampai pasal 7 memakai
bahasa tsb. untuk kemudian segera beralih lagi kebahasa Hibrani dan bagian
pertama dari karya tersendiri dari pengarang jang satu dan sama djua. Satu dalam
bahasa Aram (1-7 atau mungkin 2-6) dan satu lagi dalam bahasa Hibrani (7-12).
Kemudian kedua kitab itu didjadikan satu, dan dalam pada itu prakatanja (1,1-
2,4a) diterdjemahkan dalam bahasa Hibrani dan bagian pertama dari karya Hibrani
(7) disalin dalam bahasa Aram. Atau djuga, menurut ahli-ahli lain lagi: si
pengarang mulai menerbitkan karyanja dalam bahasa Aram (2-7) dan kemudian
beralih kebahasa Hibrani untuk melandjutkan kegiatan sasteranja dalam bahasa
tsb. (8-12). Peralihan dapat diterangkan dari hidupnja kembali nasionalisme dan
djiga karena hal-hal seperti jang diperbintjangkan dalam pasal 2 dan 7 itu
agaknj kurang lajak ditulis dalam bahasa, jang diketahui umum. Ketika achirnja
seluruh karya itu disatukan, si pengarang menulis prakata dalam bahasa Hibrani
(1,1-2,4a) akan ganti prakata jang semula dalam bahasa Aram atas peristiwa jang
ditjeritakan dalam pasal 2. Ini sudah barang tentu suatu pengandaian jang
tjerdik, tetapi tidak lebih dari itu pula. Dengan tjara jang agak berlainan
hipotese jang sama itu dikemukakan begini. Pasal 7-12 adalah karya jang sudah
ada dari djaman jang lebih dahulu. Seorang pengarang lain mulai menulis tjerita-
tjerita tentang Daniel dalam bahasa jang umum pada waktu itu, jaitu bahasa Aram,
dan lalu mendjilidkannja. Karya itu hendak dilengkapinja dengan kitab Hibrani
tersebut diatas. Kitab tsb. hendak diterdjemahkannja dalam bahasa Aram
seluruhnja dan memang ia sudah menjalin bagian pertama dalam bahasa Aram (7).
Tetapi kemudian dianggapnja terdjemahan itu, entah karena alasan apa, tidak
mungkin atau tidak pada tempatnja lagi. Karena itu sisa teks itu diambilnja
begitu sadja. Pada penerbitan seluruh karya itu, entah karena alasan apa, tidak
mungkin arau tidak pada tempatnja lagi. Karena itu sisa teks tiu diambilnja
begitu sadja. Pada penerbitan seluruh karya itu ditulisnja (atau
diterdjemahkannja) prakata dalam bahasa Hibrani (1,1-2,4a). Kemungkinan jang
ketiga, jaitu teks, jang aselinja Hibrani dengan terdjemahan untuk sebagian
dalam bahasa Aram, oleh banjak ahli dianggap mungkin dan dapat diterima. Tapi
alasan-alasa jang menjakinkan tidaklah dapat dikemukakan, mengapa sebafian sadja
diterdjemahkan dan karena alasa apa dibuat peralihan ditempat hal itu menurut
kenjataannja terdjadi. Achiru'l kata haruslah dikatakan, bahwa tiap-tiap
pemetjahan tetap mangandung banjak ketidak-tentuan dan kesulitan.
Kitab itu sendiri terdiri atas dua bagian, jang dari satu sudut kuat gandingan,
baik itu sendiri-sendiri maupunsatu sama lain, tapi dari lain sudut toh
mengandung inkonsekwensi jang tidak sedikit dan malahan pertentangan-
pertentangan. Bagian pertama (1-6) muat enam buah tjerita tentang tokoh utama
kitab itu serta kawan-kawannja. Tjerita itu hampir sama dudunannja. Daniel (atau
ketiga kawannja) diudji karena kejakuna keigamaan mereka. Tiap-tiap kali mereka
tertolong dari kesukaran dengan tjara jang sedikit banjak adjaib. Hal itu
mendorong radja (orang-orang kafirO untuk mengakui Allahnja Daniel
(2,19;2,48;5,27;6,29) dan kawan-kawannja (3,30) ditinggikan. Selalu
ditundjukkan, bahwa kebidjaksanaan Daniel, suatu kurnia dari Allah, djauh
mengatasi kesanggupan djuru-djuru hobatan dan ahlunnudjum. Bagian kedua (7,12)
terdiri atas empat buah penglihatan, jang didapat Daniel dalam hidupnja -
tanggalnja tiap-tiap kali disebutkan. Seperti tjerita-tjerita itu, penglihatan-
penglihatanpun amat sedjadjar. Ada sematjam susunan pilihan didalamnja. Sesudah
dalam pasal 2 seakan-akan diberikan suatu pendahuluan singkat tentang empat
keradjaan sedjagat, maka thema tsb. dikemukakan lagi dalam pasal 7 didalam
bentuk lain dan djuga diperluas dalam pasal 8. Pasal 9 lalu lebih menundjukan
perhatiannja jang chusus kepada jang keempat dari keempat keradjaan sedjagat
itu, dengan lebih terperintji. Masa sedjarah itu lalu dalam pasal 10 mendjadi
pokok perhatian jang satu-satunja. Dalam pasal 11-12 hal itu dilukiskan sampai
peristiwa-peristiwa jang ketjil-ketjil. Diantar bagian pertama, tjerita-tjerita
itu, dan bagian jang kedua, penglihatan-penglihatan, disamping susunan jang
serupa itu, masih ada gandingan jang djauh lebih erat. Sebab thema jang umum
menundjukkan kesaman jang mentjolok, kendati dalam bentuk jang samasekali
berlainan. Dalam bagian pertama Daniel (dan kawan-kawannja). Tiap-tiap kali
pahlawan-pahlawan itu diselamatkan oleh tjampurtangan Allah setjara adjaib, jang
kekuasaannnja dan kekedjamannja bertimbal-balik, dan jang ganti-menggantikan
setjara berturut-turut. Adapun jang terachir daripadanja melantjarkan
pengedjaran terhadap orang-orang sutji Allah dan terhadap kekuasaanNja. Dengan
tjampurtangan surga jang tiba-tiba dari pihak Allah musuh itu dipunahkan, orang-
orang sutji diselamatkan dan keradjaan Allah ditetapkan. Djuga dalam bagian
pertama musuh-musuh para pahlawan tidak djarang dihukum. Musuh-musuh itu ditelan
njala api dari tungku (3,47) atau dilemparkan didepan singa (6,25) dan Baltasar
sipenghodjat malahan dibunuh. Pasal 2 dengan mimpinj tentang lambang keempat
keradjaan itu berdjalan sedjadjar dengan penglihatan Daniel kadang-kadang
malahan sampai terperintji. Dan demikianlah kedua bagian itu digandingkan dengan
amat eratnja. Bahwasannja tjerita-tjerit tersendiri dari bagian pertama itu toh
ada sangkut-pautnja, terbukti lebih dari tjukup dengan gaja bahasa dan tjara
pengolahan jang sama. Apa jang dikatakan dalam 4,5 tentang Daniel, jang sudah
dikenal oleh radja, mengandaikan pasal 2. Kedudukan Daniel selalu sama
(2,48;4,6;5,11). Tanpa pasal 1-4 maka 5,11-12 tidak dapat dimengerti; djuga
5,18-20 mengandaikan pasal 4. Pasal 3 mentjeritakan suatu kedjadian berkenaan
dengan Anania, 'Azarja dan Misael, jang diperkenalkan kepada para pembatja dalam
2,6-8; dalam 2,17-18 mereka sudah diikut-sertakan dalam tjerita itu. Nama
Babelnja Daniel selalu tetap sama (2,26;4,6;5,12) dan ungkapan jang aneh itu
"roh sutji dewata" kembali berulang-ulang (5,5-6.11.14). Tetapi sebaliknja dapat
ditundjuk pula pelbagai hal jang tak konsekwen. Pertobatan berulang-ulang dari
Nebukadnezar (2,47;3,15.28-29.23-27) gandjil rasanja, karena radja, kendati itu,
toh tetap sama djua. Daniel, jang diangkut oleh Nebukadnezar dari Palestina,
harus mendapat didikan tiga tahun lamanja sebelum ia bertugas dihadapan radja.
Namun demikian, dalam tahun kedua pemerintahan radja tsb. ia sudah melakukan
tugas itu (1,18-19;2,1). Sesudah ia berada diistana dalam pemerintahan
Nebukadnezar, namun Daniel tidak dikenalnja dalam 2,25-27. Menurut 2,17 Daniel
sudah berada didekat radja dengan perantaraan Arjok, tetapi, kendati itu, dalam
2,24-25 ia harus dipersuakan oleh Arjok itu djuga berkenaan dengan perkara jang
sama. Djika Danuel mendjadi tokoh utama dalam pasal, maka dalam pasal 3 ia tidak
memainkan peranan samasekali. Kata "Chaldai" dalam 1 lain artinja dengan kata
tsb. dalam pasal 2. Untuk "malaekat" dalam pasal 4 dipakai istilah "pendjaga
sutji", istilah mana asing pada pasal-pasal lainnja. Hanja pasal 9 mengenal nama
Jahwe, jang tidak terdapat lagi dalam seluruh kitab itu. Pasal 4 disusun dalam
bentuk surat, jang dikatakan berasal dari Nebukadnezar; dan pasal 7 terdiri atas
beberapa petilan jang simulai dengan rumus jang sama (7,9.14) dan disusun dalam
bentuk laporan. Djika dalam pasal 6 kisah sudah mandju, menurut urutan waktu
jang tepat, sampai radja Darios, maka dalam pasal 7 kisahnja kembali
kekeruntuhan Babel lagi.
Kenjataan-kenjataan jang aneh ini menimbulkan pertanjaan: Bagaimana kitab itu
terdjadi? Karena besarnja kesatuan seluruh kitab itu, agaknja haruslah diterima,
bahwa kitab itu berasal dari pengarang jang satu dan sama djua dan disusun
sebagai suatu kesatuan. Tetapi karena perbedaan dan hal-hal jang tak konsekwen
itu, agaknja hal itu tidak mungkin. Untuk menerangkan semuanja itu, rupa-rupanja
irang mesti menerima, bahwa tjerita-tjerita pasal 1-6 (atau mungkin 2-6) itu
aselinja berdiri sendiri-sendiri, walaupun dari tangan pengarang jang sama. Baru
kemudian dikumpulkan dan mungkin pula diolah kembali mendjadi suatu keseluruhan,
boleh djadi dengan tambahan pasal 1. Si pengarang mula-mula menjiarkannja
sebagai sebangsa "tjerita pendek" dan kemudian mendjilidkannja sendiri.
Penglihatan-penglihatan itupun mula-mula berdiri sendiri-sendiri, tapi tidak
djelaslah apa itu sedjak permulaan diterbitkan dalam suatu pengolahan sastera
jang disengadja, jang tiap-tiap kali mendjadjikan lagi kepada pembatja dalam
bentuk jang lain thema jang sama itu dengan tiap-tiap kali tambahan dan
perluasan jang ketjil-ketjil. Dengan demikian si pembatja dibawa dari kesan umum
jang pertama, jang merangsang keinginan-tahunja, kepengertian jang lebih
terperintji dari thema itu. Djadi, penglihatan-penglihatan itu tiap-tiap kali
mengenai perkara jang sama. Oleh karena parelelisme antara mimpi Nebukadnezar
dengan penglihatan-penglihatan itu, haruslah peleburan penglihatan-penglihatan
dengan tjerita-tjerita itu djuga datang dari tangan pengarang jang sama, jang
mungkun pula ketika itu baru menambahkan pasal 2. Djadi, dalam kitab Daniel kita
berhadapan tidak begitu sadja dengan kumpulan jang berlainan unsur-unsurnja,
tapi dengan kitab sesungguhnja, jang tidak hanja disusun tapi djuga ditjiptakan
sebagai suatu kesatuan, kendati dengan menggunakan unsur-unsur jang masing-
masing berdiri tersendiri.
Dengan sendirinja timbullah pertanjaan, siapa gerangan pengarangnja dan didjaman
mana ia telah menjusun karyanja. Pendapat klasik ialah bahwa tokoh utama kitab
itu, jaitu Daniel, adalah djuga pengarangnja dan bahwa oleh karenanja kitab itu
ditulis dalam pembuangan, antara tahun 587 dan 538. Tetapi pendapat itu tidak
banjak pendukungnja lagi. Seperti telah dikatakan diatas, kitab itu sendiri
tidak menjatakan ditulis oleh Daniel. Lagipula kitab itu menggunakan agak banjak
kata asing, baik dalam bagian Hibrani maupun mbagian Aram, jaitu baik kata-kata
Parsi maupun Junani. Nah, pengaruh Parsi baru kelihatan sesudah tahun 538,
sesudah Babel direbut oleh Cyrus. Pengaruh Junani baru mulai terasa didjaman
Parsi belakangan. Tetapi ada pul kata-kata (nama alat-alat musik dalam pasal 3),
jang beberapa dari antaranja baru terdapat dalam bahasa Junani Arestoteles dan
Plato. Karena itu haruslah kitab tsb. ditulis paling tidak didjaman Junani,
jaitu sesudah tahun 300. Tetapi bilamana didjaman Junani itu? Ada ahli jang
mengukuhi tanggal sekitar tahun 300. Tetapi kebanjakan ahli berpendapat, bahwa
mereka dapat membuktikan, jang kitab itu baru ditulis dalam pemerintahan
Antiochus I Epifanes (175-164 163). Djalan pikiran mereka begini. Didalam
seluruh kitab, chususnja dalam pasal 2 dan didalam penglihatan-penglihatan, jang
memperbintjangkan keempat keradjaan sedjagat itu, perhatian jang terbesar
ditudjukan kepada keradjaan jang keempat, jaitu keradjaan Junani. Didalamnja
tampillah radja tertentu kedepan. Dalam Dan. 11 sedjarah, kendati tanpa
menjebutkan nama-nama, dilukiskan begitu terperintji, sehingga pastilah bahwa
radja jang fasik itu memang adalah Antiochos epifanes. Sekalipun nubuat-nubuat
jang sesunggunhnja mungkin, agaknja setidak-tidaknja mungkinlah, djika bukan
pasti, bahwa si pengarang menjaksikan dengan matakepala sendiri kedjadian-
kedjadian itu, dan oleh karenanja ia hidup dan menulis dalam pemerintahan
Antiochos. Tetpi tentang keruntuhan Antiochos dalam 11,40-45 si pengarang
bertutur begitu rupa, sehingga djelaslah hal itu masih terletak dikemudian hari
dan adalah nubuat jang sebenarnja. Sebab didalamnja terletak dikemudian hari dan
adalah nubuat jang sebenarnja. Sebab didalamnja ia tetap samar-samar dan
menggunakan gambaran-gambaran, jang pada para nabi hampir-hampir mendjadi rumus
tetap. Djadi dapatlah disimpulkan, bahwa kitab itu terdjadi dalam tahun 164.
Karena si pengarang ternjata tidak menjaksikan pula, bahwa para Makabe merebut
kembali baitullah dan mentahbiskannja lagi, maka kiranja kitab itu terdjadi
sebelum Desember tahun 164, jaitu tanggal pentahbisan baitullah. Tetapi ada
ahli-ahli chususnja ahli-ahli Katolik, jang berpendapat, bahwa kitab ini
bertanggal lebihtua dan dalam keseluruhannja muat nubuat-bubuat jang
sesungguhnja. Nubuat-nubuat itu kata mereka diolah kembali didjaman Antiochos
menurut kenjataan-kenjataan, djuga disesuaikan dengannja. Tentu sadja hal itu
mungkin, meskipun tidak begitu mudah membuktikannja, karena tidak dapat
dibedakan antara jang aseli dan jang diolah. Dan karena perubahan-perubahan itu
agak besar djuga, maka tetap benarlah, bahwa kitab itu mendapat bentuknja jang
sekarang dan definitif (dalam naskah Hibrani) baru didjaman Makabe. Dapat pula,
seperti dilakukan banjak ahli, penglihatan-penglihatan itu dikatakan berasal
dari Daniel sendiri dan oleh karenanja ditanggalkan didjaman pembuangan. Mimpi
Nebukadnezar dalam pasal 2 harus digolongkan kedalamnja pula. Penlihatan-
penglihatan itu kemudian, jaitu didjaman Parsi, diolah lebih landjut. Kejadian-
kedjadian jang dikisahkan dalam pasal 1-6 berlangsung didjaman pembuangan,
tetapi baru kemudian mendapat bentuk sasteranja berdasarkan bahan jang kuno itu.
Pada permulaah masa Junani kiranja segala bahan itu dikerdjakan mendjadi suatu
keseluruhan dan dilengkapi serta diolah pengarang-redaktor jang satu dan sama
djua. Seluruhnja itu katanja diselesaikan segera sesudah kemenangan-kemenangan
Iskandar (sesudah tahun 323). Tetapi hipotese ini agaknja kurang mungkin karena
alasan-alasan tersebut diatas dan djuga karena agak berbelit-belit tanpa dapat
diberikan bukti-buktinja. Dugaan bahwa kitab itu terdjadi dalam pemerintahan
Antiochos dalam tahun 164 agaknja adalah jang paling memuaskan. Motifnja sekali-
kali bukanlah bahwasanja nubuat-nubuat itu tidak mungkin, tetapi terutama ialah
tjorak chas kitab itu dan chususnja djelasnja tjara si pengarang membitjarakan
Antiochos, sedangkan untuk waktu sesudahnja ia sangat samar-samar dan
menggunakan rumus-rumus umum sadja. Mengenai sedjarah sebelum djaman itu ternjat
pula ia kurang baik pengetahuannja, sehingga ia kadang-kadang meleset dan pada
umumnja djuga djauh kurang terperintji pemberitannja. Tetapi haruslah diterima,
bahwa untuk bagian tjeritanja si pengarang bersumber pada bahan kuni, jang tidak
dapat dupungkiri segala sifat historisnja. Suatu penguatan walaupun bukan bukti,
bahwa kitab Daniel, setidak-tidaknja dalam bentuknja jang definitif, muntjul
didjaman belakangan, dapatlah dilihat dalam kenjataan, bahwasannja Sir. 44-49.,
jang toh menjebutkan segala tokoh besar dari masa lampau, rupa-rupanja tidak
mengenal Daniel, orang bidjaksana jang trulung itu. Adapun kitab Sirah tsb.
ditulis sekitar tahun 200-150.
Tjorak chas kitab itu memang dapat menoling untuk ikut menentukan waktu
terdjadinja.
Bagian kedua kitab itu (7-12 dan djuga 2) digolongkan dalam apa jang disebut
apokaliptik. Sedjak abad kedua sebelum Masehi sampai keabad ketiga sesudah
Masehi ada sedjenis kesusasteraan jang chas, jang amat disukai orang-orang
Jahudi (dan orang-orang Kristen). Kesusasteraan tsb., jang berakar dan mempunjai
pendahulu-pendahulunja didaman jang sudah djauh lampu, disebut "Apokalips",
jaitu "penjingkapan", atau "wahju", karan hal itu memperkenalkan diri sebagai
pemakluman rahasia-rahasia Ilahi jang sidampaikan setjara chas kepada orang
tertentu oleh Allah. Kesusasteraan itu dari sudut adalah sebangsa kelandjutan
dari nabi-nabi lama, tetapi sekaligus menjimpang djauh pula darupadanja. Nabi-
nabi lama bukan hanja dan bukan pertama-tama adalah penelah hari depan. Mereka
adalah terutama djiribitjara Allah pada umatNja, jang diadjak mereka untuk
bertobat. Dalam djabatan itu mereka kadang-kadang djuga menubuatkan perihal hari
depan, pula hari depan jang djauh, dalam mana keselamatan akan terwudjudkan.
Keselamatan itu pada umumnja mendjadi kenjataan didunia untuk menduga
latarbelakang sedjarah jang semasa dengan mereka dan menjingkapkan makna
ilahinja. Boleh djadi tugas itu djauh lebih penting daripada menubuatkan perihal
hari depan. Dalam menafsirkan sedjarah djaranglah para nabi sampai lebih djauh
dari djaman mereka sendiri serta kedjaduan-kedjadian jang konkrit. Pada umumnja
bahasa m ereka djelas dan kuasan-kiasan merekapun sudah pasti tidak disengadja
kabur, tetapi dapat dimengerti oleh kaum semasanja. Sebaliknja apokaliptik rupa-
rupanja melulu mengenai hari depan. Kesusasteraan itu menubuatkan perihal maa
depan bukan hanja dari bangsa Jahudi, tetapi menempatkan itu djuga dalam
keseluruhan sedjarah dunia. Apokaliptik melingkupi seluruh sedjarah manusia,
jang achirnja akan berkesudahan dengan bentjana jang umum. Bentjana itu membawa
keruntuhan musush-musuh umat Allah, kadang-kadang djuga keruntuhan bagi para
pendosa dari antara umat itu sendiri, dan keselamatan bagi orang-orang pilihan.
Pada penghabisannja terdjadilah penembusan jang tiba-tiba dari keselamatan,
jaitu keradjaan Allah, jang pada umumnja terwudjudkan didalam suatu dunia lain
jang dibaharui dan jang dikerdjakan dari luar setjara langsung oleh Allah
sendiri. Nubuat-nubuat tsb. dituang dalam bahasa jang amat kabur, jang menjukai
lambang2 rahasia, jang sering tidak dapat ditangkap maknanja, dan angka2 musjkil
untuk lamanja malapetaka dan kedatangan keradjaan Allah. Apokaliptik tidak
dimaksudkan akan bertobatnja umat, melainkan bagi djaman achir dan keselamatan
oleh Allah. Pemakluman itu djuga tidak diberitahukan setjara langsung oleh
Allah, tetapi diterima dalam penglihatan2 dan mimpi2 jang begitu kabur sehingga
harus diterangkan oleh malaekat. Penjingkapan2 tsb. dikatakan datang dari
orang2 jang tersohor dari djaman kuni seperti Adam, Henok, Noah dsb. Tetapi ini
adalah chajalan belaka dan jang disengadja. Pengarang jang sesungguhnja dalam
penglihatan2 itu memberikan ichtisar sedjarah, pendek atau pandjang, sampai
dengan kedjadian2 semasanja. Kemudian sesudah masa kesesakan bagi para mursjid,
datanglah pembalasan Ilahi pada achir sedjarah. Sering dikatakan djuga, bahwa
mereka jang katanja mendapat penglihatan2, diberi perintah unuk
menjembunjikannja sampai waktunja jaitu waktu sipengarang jang sesungguhnja.
Apokalips itupun hanja tersedua bagi sekelompik ketjil orang pilihan.
Apabila bagian kedua kitab Daniel dibandingkan dengan djenis kesusasteraan tsb.,
maka segera menjoloklah kemiripan jang aneh itu, walaupun dibandingkan dengan
apokalips2 lainnja kitab Daniel masih sangat sederahana dan bersahadja, dan
tidak muat gagasan2 dan pendapat2 jang kadang2 gandjil, sebagaimana tidak
djarang muntjul dalam djenis kesusasteraan tsb. Pernah orang menamakan kitab
Daniel - dan ini bukan samasekali tidak tepat - apokalips jang per-tama2 dan
paling murni, jang belum digerogoti kemerosotan jang lekas membuat djenis
kesusasteraan tsb. mendjadi umpannja. Bahkan dibandingkan dengan apikalips lain
jang termasuk Kitab Sutji, jaitu Wahju Johanes dalam Perdjandjian Baru, maka
kitab Daniel dalam hal bentuknja masih sederhana kelihatannja. Djika Dan 7-12
sungguh termasuk djenis kesusasteraan tsb., maka tidak begitu mengherankan lagi,
kalau si pengarang dalam bentuk nubuat2 sesungguhnja menjadjikan sedjarah dan
meletakkan tulisannja alam mulut orang lain, jakni Daniel, jang sebenarnja tiada
sangkut-pautnja samasekali dengan itu. Lagipula adalah nirmal, bahwa kitab itu
ditulis didjaman jang terutama mendapat perhatian si pengarang, jaitu djamannja
sendiri. Tetapi itu tidak berarti bahwa kitab itu sekaligus djuga tidak
merupakan nubuat. Djuga tulisan tsb., tidak berbeda dengan nabi2 lama,
memberikan suatu tafsir sedjarah, bukan hanja dari djamannja sendiri, tetapi
djuga dari masa jang sudah lampau dan masa jang akan darang. Memang didalamnja
ada djuga nubuat2 janag sebenarnja, sedjauh si pengarang sungguh melihat
sebelumnja masa terachir itu, walaupun ia dalam hal itu dengan sendirinja tidak
dapat mendjadjkikan begitu terperintji. Djenis kesusasteraan tsb. dapat
disesuaolan pula dengan adjarang tentang inspirasi Kitab Sutji. Sebab inspirasi
dapat menggunakan tiap2 djenis kesusasteraan insani untuk memberitahukan perihal
wahju Allah. APa jang dilakukan manusia dengan kemampuannja sendiri, se-akan2
didjamin didalam Kitab Sutji dan oleh karenanja, bebas dari sesatan dalam bidang
keigamaan dan kesusilaan jang seirng mempengaruhi pemikiran2 apokalips itu,
mendjadi alat dalam tangan Allah untuk memberitahukan kabarNja kepada manusia.
Bagian pertama (1-6) dalam arti tertentu mempunjai tjorak jang tidak lain
samasekali. Pasal 2 dapat digolongkan begitu sadja kedalam apokaliptik dan
pasal2 lainnja sampai taraf tertentu djuga. APa jang dalam bagian kedua terdjadi
dalam rangka sedjagat itu, dalam bagian pertama dikonkretisir dalam diri
beberapa oknum. Seperti dalam bagian kedua ada empat keradjaan jang memainkan
peranan musuh, demikianlah dalam bagian pertama ada empat radja (Nebukadnezar,
Baltasar, Sarios, Cyrus). Daniel dan kawan2nja sampai batas tertentu adalah
perorangan dari umat Allah, maka dalam bagian pertamapun pahlawan2 itu ditolong
oleh Allah setjara adjaib. Tetapi ada perbedaan besari ini antara bagian pertama
dan bagian kedua, jaitu bahwa dalam bagian kedua semuanja dipindahkan kemasa
depan, sedangkan bagian pertama memprijektir semuanja kemasa lampau. Dalam
bagian kedua arahnja ialah dari masa lampau kemasa sekarang dan kemasa depan;
sedangkan dalam bagian pertama arahnja terutama dari masa sekarang kemasa
lampau. Kalau bagian kedua menggunakan penglihatan2, maka sebaliknja bagian
pertama menggunakan kisah2 historis. Tetapi kisah2 itupun per-tama2 bermaksud
menjampaikan adjaran. Dapatlah itu dinamakan "kisah kebidjaksanaan". Hal itu
sudah ternjata dari tokoh Daniel, jang merupakan tjontohnja "sang Bidjaksana"
dan malah karena daja adikodrati. Bahwasannja kedjadian2 itu berlangsung
diistana radja, adalah sangat biasa pada kisah2 sematjam itu. Djuga logat bagian
pertama kitab Daniel sangat mirip logat kesusasteraan kebidjaksanaan; djuga
usaha untuk melukiskan dengan tadjam dan djelas jang baik dan jang djahat serta
gandjaran dan hukuman jang sepadan dengannja, adalah sama2 bagi kedua2nja.
Apabila dikatakan bahwa Dan. 1-6 itu adalah "kisah kebidjaksanaan", maka itu
tidak berarti, bahwa seluruhnja adalah chajalan belaka. Si pengarang ternjata
sedikit banjak unsusr historis dalam kitabnja. Sebaliknja ia tidak keradjangan
sedjarah dan pengetahuan sedjarahnja digunakannja untuk tudjuannja sendiri.
Dapatlah dikatakan, bahwa itu adalah kisah2 jang digubah, dalam mana dikerdjakan
unsur2 sedjarah dan unsur2 tidak historis mendjadi satu keseluruhan. Kisah2 itu
adalah kisah2 gubahan, jang diolah untuk kegunaan suatu adjara tertentu.
Djika demikianlah tjorak kitab Daniel, maka hal2 jang tidak tepat menurut
sedjarah itu, dengan sendirinja tidak merupakan keberatan apappun djua. Pernah
dikemukakan, bahwa dalam sedjarah Babel tidak ada tempat bagi seorang radja jang
bernama Baltasar, tetapi dia adalah putera Nabonid, radja Babel jang terachir,
dan tidak pernah naik tachta. Nabonid digantikan oleh jang merebut Babel, jakni
Cyrus, dan bukan oleh seorang jang bernama Darios orang Media" (6,1). Tentang
Darios itu bukan hanja tidak ketahuan sedikit djuapun, tetapi baginjapun tidak
ada tempat sebagai pengganti Baltasar (Nabonid). Tentang penjakit Nabukadnezar,
jang membuat dia beberapa lamanja tidak mampu untuk memerintah, djua tidak
ketahuan sedikit djuapun. Dan lagi dalam pemerintahannja tidak ada sesuatu masa,
dalam mana hal itu dapat terdjadi. Tidak mungkin pula Darios atau Cyrus telah
mengeluarkan dekrit2 jang memerintahkan untuk menjembah dewa tertentu atau malah
radja itu sendiri (6,8). Kesulitan2 tadi dan lain sebagainja memang bukan
kesulitan2 jang riil lagi dalam kesusasteraan sematjam itu. Karena itu tidak ada
gunanja pula memusingkan kepala tentang hal itu. Nilai jang riil dari kitab itu
tidak ditentukan olehnja dan djuga tidak bergantung daripadanja.
Melihat tjorak kitab itu, maka dapaaat djuga diberikan djawaban atas pertanjaan
mengenai tjorak historis tokoh Daniel. Kiranja ber-lebih2an untuk menjatakan dia
seluruhnja sebagai suatu chajalan belaka. Sebab apokalips2 itu bermaksud
meletakan nubat2nja dalam mulut tokoh2 jang tersohor dari djaman kuno, jang
historis atau jang se-tidak2nja diterima umum sebagai historis. Demikianlah si
pengarang kitab Daniel mengambil tokoh tertentu jan gterkenal, jaitu orang jang
pernah hidup dalam pembuangan. Betul kita tidak tahu sedikitpun tentang tokoh
sedemikian itu, ketjuali apa jang dibertahukan kitab itu sendiri, tetapi itu
belum berarti, bahwa orang itu bagi orang2 jang semasa dengan pengarang adalah
tokoh jang tidak dikenal pula. Sekiranja tidak dikenal umum, maka mustahillah si
pengarang mengambilnja sebagai tokoh utama kitabnja. Bahwasanja demikian itu,
tidaklah menjesatkan para pembatja didjamannja. Sebab mereka tahu, djenis
kesusutasteraan apa kitab itu. Djika seorang pengarang moderen meletakkan
romannja dalam mulut orang lain, mungkin seorang oknum dalam sedjarah, maka
tidak ada pembatja moderen satupun teperdaja karenanja. Sebab ia tahu waktu
membatja, bahwa ia berhadapan dengan sebuah roman, djadi dengan chajalan. Nah,
kesusasteraan apikaliptis memilih nama tersohor sebagai pandji bagi kitabnja
untuk menarik para pembatja, setiap orang tahu setelah membatjanja, apa sangkut-
paut sebenarnja kitab itu dengan olnum tsb. Kalau kemudian orang berpendapat
lain, maka hal itu disebabkan karena orang tidak tahu lagi tentang djenis
sastera, jang digunakan dalam kitab tsb.
Nilai jang terutama dan arti jang tetap - pula bagi umat Kristen - dari kitab
Danuiel terletak dalam kabar Ilahi jang disampaikannja. Si pengarang bermaksud
menetapkan hati kaum sebangsanja, jang mendapat pertjobaan, dan mengukuhkan iman
mereka. Dibawah pengedjaran jang hebat oleh Antiochos dapatlah dimengerti bahwa
banjak mulai gojah dan menjangsikan djandji2 Allah, dan bahwa mereka mulai
melepaskan harapan mereka akan hari depan. Itulah jang ditentang si pengarang.
Ia memperlihatkan Allah sebagai jang menguasai dan memimpin sedjarah. Sedjarah
hanjalah pelaksanaan rentjana Ilahi, jang tertudju kepada fase terachir. Allah
mempunjai kuasa, dan kendati segala kekuasaan musuh, rentjanaNja akan terlaksana
djua. Seluruh sedjarah menudju keachir itu dan bukanlah urutan fakta2 tersendiri
tanpa banjak arti. Achir jang diarah oleh semuanja, ialah keradjaan Allah, dalam
mana Allah pada achir djaman akan menetapkan pemerintahanNja untuk se-lama2nja
dan dengan teguh. Dan pemerintahan Allah itu adalah djuga pemerintahan para
mursjid dan pilihan. Djadi terhadap djalannja sedjarah, betapapun berat dan
sulitnja, tidak usahlah orang mursjid merasa takut, dan kepertjajaan serta
pengharapannja djangan sampai digojangkan karenanja. Sebab keradjaan Allah itu
bukanlah buatan manusia, melainkan diberikan oleh Allah kepada orang2 pilihan
sebagai anugerah, jaitu anugerah jang bertjorak keigamaan dan kesusilaan. Sebab
keradjaan itu adalah suatu keradjaan tanpa dosa tapi dengan kesutjian (9,24) dan
bukannja suatu keduniawi (12,3). Dalam kedatangan keradjaan itu para martir jang
di-kedjar2 memainkan peranan jang chas (11,35;12,3), sehingga derita mereka se-
kali2 tidak tanpa arti adanja. Sebaliknja kekerasan sendjata dan perang tidak
ambil bagian dalam perwudjudan keradjaan Allah itu. Adjaran tentang
penjelenggaraan Ilahi, jang tidak dapat tidak membimbing sedjarah kekedjajaan
keradjaan Allah, sesungguhnja adalah jang terpenting dalam seluruh kitab itu.
Dan bagaimana hal itu menurut maksud Allah menudju ke Perdjandjian Baru, sudah
didjelaskan oleh Jesusu sendiri dengan menjamakan diriNja sendiri dengan Putera
manusia dari Kitab Daniel (Mk.14,26; Mt.13,26;25,31 dan memandang diriNja
sebagai penguntji sedjarah. Si pengarang kitab Danuel belum meluhatnja sampai
terperintji dan perwudjudannja, tetapi dalam hakikatnja sebagai anugerah jang
terachir dan definitif dari Allah. Adjaran Daniel tentang kebangkitan, se-
tidak2nja dari sebagian orang2 mati (12,3) - dengan mana ia mendjadi jang
pertama2 jang mengatakan hal itu dengan djelasnja mendapaat tempatnja pula dalam
adjarannja tentang keradjaan Allah. Keradjaan itu, walaupun masih akan datang,
toh meluas sampai kemasa jang lampau dan achirnja akan melingkupi semua orang
mursjid dan pilihan. Makanja bukan tanpa maknalah, bahwasanja menurut indjil
Mateus (21,52-53) orang2 mursjid jang mati itu bangkit, ketika Kristus sudah
menjelesaikan tugasNja, untuk dengan demikian mendapat bagian dalam keradjaan
Allah jang telah dibawaNja.
Karena kitab Daniel dalam nubuat2nja lebih berkenaan dengan masa lampau daripada
dengan hari depan, maka orang menjalahgunakan kitab tsb. dan memperkosa artinja,
apabila hendak menerapkan penglihatan2 itu kepada kedjadian2 sedjarah dan kepada
sedjarah djamannja sendiri. Bahasa itu bukan chajalan belaka. Dalam sedjarah
Geredja muntjul ber-ulang2 sampai dewasa ini. Tetapi ia harus selalu diberantas
dengan tegas, karena merupakan perkosaan terhadap sabda Allah. Temasuk
penjalahgunaan Kitab Sutji itu ialah, kalau orang mentjoba perkirakan achir
dunia dengan pertolongan kitab Daniel. Achir dunia tidak dikenal oleh Daniel dan
Putera-manusia sekalipun tidak mengetahui hari dan saatnja (Mt.24,36).! Djadi
adalah suatu ketololan belaka, apabila orang toh menjalahgunakan sabda Allah
sebagai dasar bagi chajalan dan impiannja sendiri. Keradjaan Allah, jang
diwartakan Daniel itu, bukan bahan keinginan-tahu manusia, melainkan bahan iman
akan Allah dan Jesus Kristus, jang membawa keradjaan itu kepada kita sebagai
suatu anugerah.
PENDAHULUAN
BARUKH
Dalam terdjemahan Latin Vulgata terdapatlah sesudah lagu-lagu Ratap Jeremia
sebuah kitab ketjil jang terdiri atas enam fasal, jang dikatakan berasal atas
dua tulisan tersendiri, jakni kitab Baruch (1-5) dan surat atas nama Jeremia
(6).
Didalam terdjemahan Junani kedua-duanja dibedakan dengandjelasnja dan malahan
terpisah. Sebab didalam naskah-naskah umumnja Baruch tertera segera sesudah
Jeremia, dan diikuti Lagu-lagu ratap dan achirnja Jeremia dengan djudul
tersendiri.
Kedua tulisan itupun hanja terdapat dalam naskah-naskah Junani (dan Latin) dan
sekali-kali tidak ada dalam naskah-naskah Hibrani. Maka itu oleh orang-orang
Jahudi djuga tidak dimasukkan dalam Kitab Sutji dan dengan mengikuti orang-orang
Jahudi maka Geredja-geredja Kristen bukan-Katolik djuga tidak menerima itu
sebagai kitab termasuk dalam Kitab Sutji. Tetapi sebaliknja baik kitab Baruch
maupun surat Jeremia oleh Geredja Kristen dari abad-abad permulaan dipandang dan
digunakan sebagai Kitab Sutji. Sedjak pengarang-pengarang Kristen dari abad
kedua dikutiplah teks-teks dari kitab-kitab tsb, sebagai Kitab Sutji, walaupun
umumnja dibawah nama Jeremia. Sebab Baruch dipandang sebagai suatu lampiran
kitab nabi Jeremia, sedang surat itu dengan tegasnja disebutkan dengan namanja.
Dari antara pengarang-penarang kristen sesungguhnja hanja S.Hieronimus jang
rupa-rupanja tidak menggolongkannja kedalam kitab-kitab sutji, karena tidak
didapatkanja didalam Kitab Sutji Hibrani, jang dikukuhi mati-matian oleh bapak
Geredja tsb. Tetapi ada beberapa keterangan dari djaman kuno, darimana dapat
disimpulkan bahwa orang-orang Jahudi membatjakan kitab Baruch itu didalam
synagoga-synagoga mereka dan bahwa pada merekapun pernah kitan tsb.mendapat
tempatnja didalam Kitab Sutji. Pada mazhab Qumran rupa2rupanja surat Jeremia
(dalam bahasa Junani) itu dipergunakan, karena beberapa fragmen tulisan
tsb.terdapat pada dokumen-dokumen jang ditinggalkan oleh mazhab itu.
Namun soal jang samasekali lain ialah, apakah kitab Baruch dan surat Jeremia
aselinja ditulis dalam bahasa Hibrani atau mungkin dalam bahasa Aram. Jang sudah
terang ialah bahwa kedua tulisan itu sampai kepada kita hanja dalam bahasa
Junani sadja. Walaupun masih ada beberapa ahli jang berpendapat bahwa surat
Jeremia itu aselinja ditulis dalam bahasa Junani oleh karena murninja bahawa
Junani jang digunakan, namun sekarang hampir semua ahli sependapat, bahwa itu
adalah terdjemahan (jang baik) dari naskha jang aselinja Semitis; djadi dengan
itu kembali kepada pendapat lama. Anggapan tsb. tidak hanja bersandarkan
keterangan beberapa bapak Geredja, tetapi djuga kenjataan, bahwa teks Junani
kadang-kadang hanja dapat dimengerti dari dalam naskah jang aselinja Hibrani,
jang diterdjemahkan setjara salah. Persoalan tsb. lebih sulit berkenan dengan
kitab Baruch. Maka itupun ada banjak pendapat. Banjak ahli beranggapan, bahwa
kitab itu seluruhnja ditulis dalam bahasa Hibrani dan kemudian diterdjemahkan
kedalam bahasa Junani oleh pelbagai penterdjemah; hal mana dapat menerangkan
perbedaan bahasa, jang terdapat didalamnja. Sebaliknja ahli-ahli lain
berpendapat, bahwa sebagian dari kitab itu aselinja Hibrani dan sebagian lagi
aselinja Junani. Bagian mana termasuk jang satu atau jang lain, masih
diperdebatkan lebih landjut. Tidak sedikit ahli mengira dapat mengatakan dengan
pasti, bahwa seluruh bagian pertama (1,1-3,14) aselinja dalam bahasa Hibrani,
sedangkan ahli - ahli lain membaginja lagi mendjadi dua, jang satu Junani (1,1-
14) dan jang lain Hibrani (1,15-3,8). Pendapat terachir ini kiranja lebih
mungkin.Dianggap lebih mungkin pula, bahwa 3,9-4,4 pun aselinja Hibrani,
walaupun hal tsb, ditentang oleh pelbagai ahli. Untuk 4,5-5,9 oleh kebanjakan
ahli diterima teks Junani aseli. Terangkanlah persoalan ini tidak mudah
dipetjahkan.
Isi dan pembagian KITAB BARUCH amat djelas rangkanja
Setelah prakara historis (1,1-14) tentang terdjadinja kitab tsb, jang dibatjakan
Baruch didepan sekelompok orang buangan di Babel dan dengan disertai surat
kemudian dikirim bersama dengan uang derma ke Jerudjalem untuk dibatjakan pula
disana, berikutlah dia tobat (1,15-3,8), jang terdiri atas pengakuan salah
(1,15-2,35 dan permohonan untuk mendapat ampun dan kembalinja dari pembangunan
(3,1-8). Bagian kedua memuat lagu pudjian kepada kebidjaksanaan ilahi (3,9-4,4),
jang disamakan dengan Taurat Musa. Kebidjaksanaan tadi tidak dapat diperoleh
manusia (3,15.31), karena malulu milik Allah adanja (3,32-36). Tetapi Ia telah
menganugerahkannja kepada umatNja (3,37-4,4). Kesemuanja itu merupakan suatu
andjruan untuk kembali kepada kebidjaksanaan itu, jaitu untuk menepati Taurat
(3,9-14). Bagian ketiga (4,5-5,9) terdiri atas dua andjuran. Jerusjalem, jang
diperorangkan, berseru dalam bentuk lagu ratap kepada rakjat, chususnja kepada
kaum buangan, untuk menaruh kepertjajaan dan pengharapan; serupa itu disertai
dengan antjaman lawan para penindas (4,30-5,9) dan mendjandjikan kepadanja
kembalinja kaum buangan dan semarak jang baru.
didalam keseluruhannja tampaklah djalan pikiran umum jang djelas. Pendahuluan
itu melukiskan situasi Israil, jaitu pembuangan. Dengan menjatakan bahwa
pembuangan itu adalah hukuman atas dosa (1,13) dipersembahkan bagian pertama
itu. Didalam bagian pertama itu Israil mengakui kesalahannja, ketidaksetiaannja
kepada Taurat, hal mana membenarkan sepenuhnja hukuman itu. Tetapi Israil mhon
kerelaan Allah, supaja dosa-dosanja diampuninja dan supaja bangsa dipulihkan.
Pertobatan, jang dilakukan setjara demikian itu, adalah pertobatan kepada hukum
Allah, kepada kebidjaksanaanNja, jang lalu dimuliakan dan dipudji dalam bagian
kedua. Ketidak-setiaan kepada kebidjaksanaan itu mendatangkan hukuman, sedangkan
pertobatan mendjamin kebahagiaan. Kebahagiaan lalu dilukiskan dalam bagian
terachir sebagai kembalinja dari pembuangan, punahnja musuh dan kedjajaan
Jerusjalem.
Kendati kesatuan jang tak dapat dipungkiri itu, masih dapat djuga dikemukakan
pertanjaan, bagaimana kitab itu terdjadi. Apakah kitab itu suatu keseluruhan
jang aseli, jang ditjiptakan dan ditulis sebagai suatu kesatuan oleh pengarang
jang satu dan sama djua, ataukah kitab itu merupakan suatu kumpulan dari
tulisan-tulisan jang sudah ada, jang berlainan tjoraknja serta asalnja? Selama
orang berpendapat, bahwa kitab itu ditulis entah oleh Jeremia entah oleh
paniteranja, jaitu Baruch dengan sendirinja orang mengukuhi kesatuan seluruh
kitab itu. Sekarangpun masih ada ahli, jang jakin akan hal itu, meskipun orang
mau mengetjualikan 3,9-4,4, jang katanja suatu tambahan belakangan kepada kitab
Baruch. Tetapi ada lebih banjak ahli, jang menjangsikan kesatuan kitab itu dan
malahan jang menjangkalnja sama sekali. Kitab itu kiranja tersusun atas
sedjumlah tulisan tersendiri dari pelbagai pengarang dari djaman jang berlainan.
Pertama-tama tersendiri, bahwa mungkin sekali tidak semua bagian aselinja
ditulis dalam bahasa jang sama; kenjataan tsb, merupakan petundjuk jang kuat
bagi adanja bebrapa pengarang. Tambahan pula ada perbedaan pemakaian bahasa, hal
mana djuga menundjukkan adanja beberapa pengarang. Pula bahwa sebagian disusun
dalam bentuk prosa dan sebagian lagi dalam bentuk puisi, dapatlah diterima
sebagai penguatan kesan tsb, walaupun bukan bukti jang djitu. Lagipula: walaupun
sebangsa kesatuan tidak dapat dipungkiri, namun bagian-bagian tersendiri dari
kitab itu tidaklah amat kuat gandingannja satu sama lain. Pengakuan salah (1,15-
3,8) adalah sekumpulan rumus-rumus tetap, jang diambil dari Kitab Sutji dan dari
doa-doa pertapaan jang serupa dari Perdjandjian Lama. Teranglah itu bergantung
dan adalah suatu saduran dari doa Daniel (9,4-20). Rumus-rumus doa itu tjoraknja
dan dapat diterapkan kepada banjak situasi jang berlainan. Orang tidak dapat
mengelakkan kesan, bahwa si penjusun kitab itu menerapkan teks-teks jang sudah
ada kepada konkrit didjamannja. Berlainan samasekali dari pengakuan dosa dalam
bentuk prosa itu ialah lagu pudjian dalam bentuk puisi kepada kebidjaksanaan
(3,9-4,4). Dalam seluruh petilan itu sekali-kali tidak disinggung kembalinja
pembuangan. Israil sudah lama tinggal dinegeri asing (3,10) karena telah
meninggalkan kebidjaksanaan.Namun demikian, tidak diletakkan tekanan jang kuat
diatas kenjataan tsb.sebagai hukuman atas dosa-dosa. lagu tsb. djika tidak
bergantung, toh amat mirip bagian-bagian tertentu dari kitab-kitab
kebidjaksanaan (Ijob 28,12-28;Ams.8,22-31; Sir.24), sedangkan pengakuan salah
itu menampakkan suasana jang berlainan samasekali. Antara 4,5-5-9 dan 1,1-3,8
ada suatu kesamaan, sedjauh kedua-duanja itu mungkinlah latar-belakangnja
pembuangan. Tetapi djuga hanja sampai itu sadja kesamaannja. Kalau bagian
pertama itu prosa belaka, maka bagian terachir adalah puisi. Bagian pertama
mengenal sebangsa kerelaan hati terhadap musuh, jang telah mengangkut Israil
kepembuangan (1,11;2,24) sebagai alat penghukum dalam tangan Allah. Sedangkan
bagian terachir lebih disemangati dengan rasa bentji jang hebat kepada para
penindas dan dengan keinginan untuk membalas dendam (4,31-33). Dalam bagian
pertama orang memperkirakan masa pembuangan jang lama, jang baru sadja dimulai
(1,1-2.12),sedangkan dalam bagian terachir pengangkutan kepembuangan itu sudah
djauh lampau. Saat kembali dari pembuangan rupa-rupanja sudah dekat-sekali (5,5-
9).
Mengikat alasan-alasan tsb. dan alasan lainnja lagi, rasanja mustahil bagi
banjak ahli, untuk memegang teguh kesatuan pengarang serta waktu asalnja. Tetapi
bagaimana sebenarnja terdjadi, tidaklah begitu musah menentukannja. hampir tak
terbilanglah pendapat, jang dikemukakan para ahli. Sudahpasti harus ditolaklah
anggapan, jang hendak menanggalkan seluruh kitab itu atau sebagian daripadanja
sesudah runtuhnja Jerusjalem dalam tahun 70 sesudah masehi. Katanja,
Nebukadnezar (1,11) itu ialah kaisar Domitianus dan Baltasar itu Titus, jang
merebut Jerusjalem. Ahli-ahli lain mau mempertalikan kitab itu dengan perebutan
Jerusjalem oleh Pompeius dalam tahun 63 sebelum Masehi. Pada hemat kami inipun
tidak mungkin dan sekali-kali tidak terbukti. Kendati masih hanjak hal jang
tidak pasti, namun pada hemat kami mungkinlah dugaan jang berikut ini.Karena
bar. 1,15-3,8 djelaskan bergantung dari Daniel 9,4-20, maka bagian itu haruslah
dari waktu belakangan. Kalaupun doa tobat Daniel itu tambahan belakangan dalam
kitabnja, namun dapatlah dikatakan bahwa kitab Daniel sudah memuat petilan itu
sekitar tahun 165 sebelum Masehi. Maka Bar. 1,15-3,8 dapat ditanggalkan pada
djaman itu pula. Karena Bar.3,9-4,4 sangat mirip Sir 24 dan Sirah dapat
ditanggalkan antara tahun 200-150, maka bagian kita Baruch ini dapatlah berasal
dari djaman dan lingkungan jang sama djuga. Dapatlah dikatakan dari djaman
sebelum pemberontakan Makabe dalam tahun 167. Bagian ketiga (4,5-5,9)
menundjukkan persesuaian jang amat kuat malahan menurut hufur-huruf dengan
mazmur-mazmur apokrit Sulaiman, jang ditulis sekitar tahun 63 sebelum Masehi.
Untuk menarik kesimpulannja bahwa itu berasal dari waktu jangsama, adalah
mungkin tapi sukar dibuktikan. Karena Bar.4,5-5,9menundjukkan kesamaan dengan
Sir. 36, maka bagian tsb.lebih baiklah ditangalkan dimasa jang sama seperti 3,9-
4,4, djadi antara tahun 200 dan 150. Prakata historis rupa-rupa lebih baik
ditempatkan didjaman para Makabe, kira-kira didjaman kitab Daniel, karena
seperti dalam kitab tsb.(5,2.22)Baltasar disebut putera Nebukadnezar (Bar 1,11).
Bilamana dan tempatnja bagian-bagian itu dikumpulkan mendjadi kesatuan seperti
sekarang ini adanja, sukarlah dikatakan. Kiranja orang mendekati kebenaran,
kalau ia mengirakan antara tahun 150 dan 100. Bagaimanapun djua pada hemat kami
orang tidak dapat mengemukakan alasan-alasan jang kuat untuk menanggalkan kitab
itu sampai sesudah tahun 100 sebelum Masehi.
Djika kitab itu terdjadi dengan tjara tersebut diatas atau jang serupa, maka
djelaslah, bahwa keseluruhan atau sebagian kitab itu tidak datang dari tangan
panitera jang setiawan dari nabi Jeremia, jaitu Baruch (Lih.Jr 32,12-14:36,4-
15.18.32;45,1-5;43,2-7). Djudul kitab dan penanggalan jang disebutkan didalamnja
haruslah dipandang sebagai suatu chajalan sastera, sebagaimana lazimnja pada
orang-orang Jahudi sesudah pembuangan dan oleh karenanja djuga tidak menjebabkan
banjak kesulitan berkenan dengan adjaran Katolik tentang inspirasi. Kitab itu
kiranja dikatakan dari Baruch, karena erat hubungannja dengan nabi Jeremia, jang
tidak hanja menubuatkan tapi djuga mendjaksikan dengan mata-kepala sendiri
pembuangan itu sebagai hukuman atas bangsa itu. Tentu sadja samasekali tidak
mungkinlah, menjebutkan nama-nama tertentu untuk pengarang-pengarang bagian-
bagian tersendiri dan untuk penjusun keseluruhnja; mereka semua tetap anonim.
Adjaran jang termasuk dalam kitab Baruch adalah sedjalah dengan pendapat-
pendapat umum dari Perdjadjian Lama, chususnja dari para nabi dan kitab-kitab
Kebidjaksanaan. Anehnja si pengarang ternjata belum mengetahui sedikitpun
tentang pembalasan sesudah mati atau tentang kebangkitan badan. Karena hal itu
dikonstatir djuga dalam kitab Sirah, maka agaknja si penjusun termasuk dalam
aliran jang sama di Israil. 'Walaupun doa pertapaan doa pertapaan Baruch itu
mirip dengan doa tobat Daniel (9), namun di penjusun tidak mengenal kitab Daniel
seluruhnja, karena Daniel dengan djelasnja mengadjarkan kebangkitan orang-orang
mati.
Kechasan kitab Baruch ialah kesadaran jang kuat telah berbuat dosa; dosa-dosa
itu dihukum dengan seadil-adilnja oleh Allah. Tetapi kesemuanja itu tidak
memadamkan harapan, karena kepertjajaan manusia disandarkan bukan atas
peruatannja sendiri atas belaskasihan Allah. Harapan tadi pada achir kitab itu
tertudju kehari depan. 'Walaupun sedikit djua tidak mengenai al-Masih jang
berpribadi, namun kitab Baruch melandjutkan dengan tjaranja sendiri harapan
Israil akan masa depan.
Harapan akan masa depan jang penuh kemuliaan itu malahan akan melebihi kurnja
jang terbesar kepada Israil, jaitu Kebidjaksanaan ilahi jang terdjelma dalam
Taurat Musa. berhubungan dengan Taurat tsb. kitab Baruch mempunjai pendapat jang
amat tinggi. Sebab Taurat itu tidak dilihat pertama-tama sebagai sekumpulan
peraturan-peraturan, melainkan sebagai pemakluman jang penuh rahmat dari
kebidjaksanaan Allah, dari hakekatnja ilahiNja sendiri jang hendak mendjadi
pedoman bagi tingah-laku manusia dan dengan itu menuntunnja kearah kebahagiaan.
Dengan mengarahkan pandangan pula kehari depan, maka kitab Baruch djua merupakan
persiapan akan pemakluman diri jang terachir dan total dari Allah didalam
Perdjandjian Baru dalam diri kebidjaksanaan berpribadi, dari Allah jaitu dalam
Sabda jang mendjelma mendjadi manusia, jang tidak menghapus melainkan menggenapi
dan menjelesaikan Taurat atau pemakluman diri jang lama.
SURAT JEREMIA adalah tulisan jang agak murah dan kasar lawan pemudjaan patung-
patung berhala, djadi sebangsa surat pengedjek. Namun surat itu tidak
ditumdjukkan kepada kaum kafir, melainkan lebih-lebih kepada orang-orang Jahudi
didalam pembuangan, guna melindungi mereka terhadap bahaja ibadah Babel dengan
upatjara-upatjara jang meriah. tulisan itu sedjalan dengan kedua tjeritera
terachir dari kitab Daniel (Junani, fasal 14) dan dengan Js.40,19-
20;41,7.23;44,9-20;45.16.20;46,6-7 dan dengan edjekan jang dimuat lagi dalam
kitab Kebidjaksanaan (13,10-19:14,8-21;15.15-17). Surat Jeremia hanjalah
perkembangan lebih landjut dari Jr. 10.13-16 dan pastilah bergantung padanja.
Djadi sedikit sadja jang aseli dalam surat jang tersusun atas sepuluh petilan
paralel, jang tiaptiap kali dikuntji dengan rumus jang serupa
(14.22.28.39.44.51.56.64.68.71).
Si pengarang membuat patung-patung berhala dan djuga tidak berdajanja berhala-
berhala kafir itu mendjadi tertawaan, untuk lalu dibandingkan dengan kekuasaan
Allan jang benar dari Israil. Pemudjaan patung-patung, jang dimaksudkan si
pengarang, memang adalah pemudjaan patung-patung di Babel didjaman belakangan.
Pendapat jang lebih umum dari kaum kafir ialah bahwasanja patung itu sungguh
ilah itu sendiri, bukan hanja manifestasi atau lambang sadja dari ilah itu.
Patung dan ilah itu, walaupun setjara adjaib,adalah satu dan sama djua. Memang
ada beberapa orang tjerdik-pandai, jang tahu membedakan patung dan ilah dengan
djelas, tapi pedapat jang lebih umum dan tidak hanja populer sadja tidak
membedakan hal itu. Djadi si pengarang dapat dengan beralasan menandaskan, bahwa
dewata kafir itu buatan tangan manusia dan lebih tak berdaja daripada para
pembuatnja sendiri. Tak berdajanja dewata itu membuktikan dengan amat djelasnja,
bahwa dewa-dewa itu memang bukan ilah. Hanja Allah Israil patut akan nama itu,
karena Ia sungguh-sungguh kuasa. Betul hal itu tidak dinjatakan dengan tegas,
tetapi hal itu sudah sewadjarnja bagi orang Jahudi jang beriman, jang mempunjai
pengertian tentang Allah, dengan mana dipengarang mengadakan perbandingan.
Walaupun orang lama mengukuhi, bahwa surat ini sungguh surat aseli dari Jeremia,
namun sekarang ini umumnja orang jakin, bahwa itu adalah suatu pseudonim, nama
samaran sadja. Apa jang dikatakan sipengarang tentang lamanja pembuangan, jaitu
tudjuh angatan (2) tidak dapat disesuaikan dengan tudjuh puluh tahun dari
Jeremia (25,11;29,10), tetapi adalah lebih suatu usaha untuk menjesuaikan tudjuh
puluh tahun itu dengan kenjataan, bahwa pembuangan itu sesudah ketudjuhpuluh
tahun itu masih djuga belum berachir seluruhnja. Djuga sangat tepergantungannja
surat itu dari Jr. 10,13-16, petilan mana umumnja tidak dianggap aseli, tidak
membenarkan Jeremia sebagai pengarang surat itu. Seluruh djalan pikiran surat
itupun berbeda dari djalan pikiran Jeremia. Apa jang dikatakan tentang tak
berdajanja berhala-berhala itu (49.55) bagi orang-orang jang menjaksikan
runtuhnja Jerusjalem, dapat djuga dipakai lawan Jahwe. Bahwasanja surat itu
tidak dimasukkan dalam daftar kitab-kitab sutji Jahudi agaknja djuga melawan
keaseliannja; mana boleh surat Jeremia jang aseli tidak diakui? Dari kenjataan
itu dapat disimpulkan, bahwa surat itu baru ditulis sesudah pembuangan, karena
beberapa kitab dari djaman sesudah pembuangan (I.II.Mak.,Sir.,Kebidjak.) djuga
tidak terdapat dalam kanon Jahudi. Sekalipun sudah diterima bahwa Jeremea bukan
pengarangnja, namun nama lainnja tidak dapat disebut, sehingga pengarangnja
tetap anonim sadja.
Bahwasanja tulisan itu disiarkan dibawah nama Jeremia, dapatlah dimengerti.
Sebab Jeremia sungguh-sungguh telah menulis surat kepada kaum buangan
(Jr.29;Lih.III Mak 2,2). Tambahan pula sipengarang mengambil suatu petikan dari
kitab Jeremia (10,13-16) mendjadi dasar bagi tulisannja. Karena itu dapatlah
dimengerti, mengapa ia menaruh tulisannja dibawah kewibawaan Jeremia, nabi jang
besar itu, atau mengapa orang lain berbuat demikian setelah tersiarnja surat
itu.
Waktu terdjadinja surat Jeremia itu dapat ditentukan dengan ketelitian dan
kepastian jang agak besar. Ketudjuhpuluh tahun pembuangan jang dinubuatkan
Jeremia itu, sudah lewat. Sebab si pengarang memberikan tafsiran lain kepada
tahun-tahun itu(2). Sebaliknja ketudjuh angkatan, jang dinjatakan sebagai
djangka waktu itu, njata belum berlalu. Pembuangan itu dimulai dalam tahun 587
dan kalau itu dikurangkan dengan tudjuh angkatan (tudjuh kali 40 tahun),maka
orang sampai ketahun 307 sebelum Masehi. Karena djangka waktu tsb. belum lewat,
maka surat itu harus ditanggalkan tanggal itu.
Artaxerxes II (409-338) memadjukan pemudjaan patung-patung berhala didalam
keradjaannja dan didjaman itu dapatlah dimengerti, bahwa pemudjaan berhala-
berhala Babelpun mengalami kesuburan jang besar. Djadi dapatlah surat itu
ditanggalkan didjalam itu. Djika II Mak.2,2 sungguh membuat sindiran atas surat
itu, maka surat tsb, dikenal didjaman itu; dikenal didjaman itu; kalau begitu,
maka surat Jeremia bagaimana djua harus ditanggalkan diwaktu sebelum tahun 164
sebelum Masehi, tanggal surat jang tertera dalam kitab Makabe, jang memuat
sindiran tsb.