Topik : Kekhawatiran/Kegelisahan

29 Agustus 2003

Jengkel Itu Sia-sia

Nats : Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana (Mazmur 90:12)
Bacaan : Mazmur 90:10-17

Dengan semakin bertambahnya usia kita, hidup tampak semakin singkat. Penulis Victor Hugo mengatakan, "Hidup itu singkat, dan kita membuatnya semakin singkat dengan menyia-nyiakan waktu." Dan, tidak ada contoh yang lebih menyedihkan tentang waktu yang disia-siakan daripada hidup yang penuh dengan kejengkelan. Seperti seorang wanita Amerika yang impiannya untuk mengelilingi Inggris dengan kereta api menjadi kenyataan. Namun saat menaiki kereta api itu, ia jengkel dengan jendela dan temperatur, mengeluhkan tempat duduknya, sibuk merapikan bawaannya, dan seterusnya. Tak heran bila ia terkejut saat tiba-tiba sampai di tujuan. Dengan sangat menyesal ia berkata kepada penjemputnya, "Jika saya tahu bahwa saya akan tiba begitu cepat, saya tidak akan menghabiskan waktu dengan jengkel terhadap begitu banyak hal."

Perhatian kita sangat mudah teralih oleh masalah-masalah yang ternyata tidak ada artinya pada akhir kehidupan--tetangga yang menjengkelkan, anggaran yang ketat, tanda-tanda penuaan, orang-orang yang lebih kaya daripada kita. Musa menyadari pendeknya hidup ini dan ia pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana" (Mazmur 90:12).

Daripada jengkel karena banyak hal, dalamilah firman Allah dan terapkan dalam hidup Anda. Berjuanglah untuk bertumbuh dalam hikmat Allah setiap hari. Tetaplah memusatkan perhatian pada nilai-nilai yang abadi. Jadikan hal itu sebagai tujuan Anda, yakni bahwa suatu hari nanti Anda menyambut Sang Juruselamat dengan hati berhikmat, bukan dengan hati yang jengkel--Joanie Yoder

5 Agustus 2006

Berpacu Melawan Kuda

Nats : Jika engkau telah berlari dengan orang berjalan kaki, dan engkau telah dilelahkan, bagaimanakah engkau hen-dak berpacu melawan kuda? (Yeremia12:5)
Bacaan : Yeremia 12

Di kejuaraan Olimpiade, para pelari tercepat di dunia berlomba untuk memperebutkan medali emas dan rangkaian daun salam. Jauh sebelum perlombaan terakhir berlangsung, diadakanlah pertandingan di seluruh negara di dunia untuk menyeleksi atlet-atlet yang tidak cukup cepat untuk berlomba. Di Olimpiade, hanya atlet tercepat yang boleh mengikuti perlombaan terakhir.

Nabi Yeremia juga terlibat dalam pertandingan yang ketat-namun ia bertanding dengan para penyembah berhala dan imam yang jahat. Ia menjawab panggilan Tuhan untuk menghukum Yehuda dan meramalkan kejatuhannya. Ia menjadi begitu putus asa dan bertanya kepada Tuhan, "Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, [mengapa mereka] sentosa?" (12:1).

Pada saat itulah Allah berkata kepada Nabi Yeremia, yang intinya demikian, "Pertandingan baru saja dimulai. Sejauh ini, kamu baru saja berurusan dengan perkara-perkara yang kecil (berlari melawan pejalan kaki). Apabila kelak masalah-masalah yang sangat sulit datang (bersaing melawan kuda), bagaimana kamu akan menanganinya?"

Mungkin Anda baru saja menghadapi beberapa kesulitan: masalah dengan atasan, penyakit, atau konflik di gereja Anda. Mohonlah kepada Tuhan untuk dibebaskan dari masalah itu. Namun sebagai jawaban, Dia dapat saja berkata, "Jadilah kuat. Bertahanlah. Masalahmu mungkin akan semakin berat." Apabila Dia meminta Anda untuk "berpacu melawan kuda", Dia tentu akan mendampingi Anda untuk menguatkan dan menopang Anda. Itulah yang dilakukan Allah -DCE

27 September 2006

Takut Pada Hal Terburuk

Nats : Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Galatia 6:2)
Bacaan : Galatia 6:2-10

Ketika mengetahui bahwa saya perlu menjalani kemoterapi, ketakutan terbesar saya adalah kehilangan rambut. Saya tahu ini adalah pikiran yang sia-sia dan seharusnya hanya menjadi masalah kecil, namun saya beralasan bahwa boleh saja saya meratapi sesuatu yang disebut Alkitab sebagai kehormatan seorang wa-nita (1Korintus 11:15).

Namun, saya menyadari bahwa kehilangan yang saya ratapi itu bukanlah kehilangan kehormatan saya, melainkan jati diri saya. Rambut saya yang panjangnya selutut, benar-benar merupakan bagian jati diri saya. Saya takut kehilangan jati diri bila kehilangan rambut. Dulu saya bermimpi buruk jika rambut saya dipotong. Namun, bagaimana jadinya bila rambut saya benar-benar dipotong? Saya takut terhadap hal terburuk.

Namun, kejadian terburuk itu tidak pernah terjadi. Rambut saya memang dipotong pendek-hingga saya sedikit cemas namun tidak bermimpi buruk. Dan kemudian rambut saya rontok-ada rasa sedih, namun tidak patah semangat.

Beberapa minggu kemudian sahabat saya, Marge, berkata, "Julie, aku tidak bisa mengatakan betapa sering aku meratapi kehilangan rambutmu, karena itu benar-benar bagian dari dirimu."

Tiba-tiba saya menyadari bahwa Marge memenuhi perintah da-lam Galatia 6:2, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!" Ia telah mendampingi saya dengan doa-doa dan empati untuk me-ringankan beban saya.

Setan ingin mengalahkan kita dengan beban-beban berat, tetapi sesama orang percaya dapat memperkecil penderitaan yang ditimbulkannya, dengan kasih dan dukungan mereka -JAL

19 April 2007

Kedamaian Pikiran

Nats : Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku (Mazmur 23:1)
Bacaan : Mazmur 23

Dalam bukunya yang praktis, More Than Sparrows, Mary Welch menceritakan diskusinya tentang kekhawatiran dengan sekelompok remaja. Sekalipun mereka orang kristiani, mereka juga khawatir seperti orang-orang tidak percaya tentang hal-hal umum dalam hidup. Sambil mendengarkan mereka dengan penuh kasih, sebuah ide yang tak biasa terlintas di pikirannya, untuk memainkan sebuah permainan. Permainannya seperti ini:

Daripada berkata, "Saya khawatir," kita harus berkata, "Tuhanlah Gembalaku." Lalu tambahkan, "Karena itu saya khawatir setengah mati!" Para murid menertawakan kemustahilan ide itu, tetapi mereka berjanji memainkan permainan "kedamaian-pikiran" yang baru ini.

Beberapa waktu kemudian, Mary ditelepon seorang gadis yang merasa tak berdaya karena khawatir menghadapi ujian yang selalu ditakutinya. Ia berkata, "Permainan itu menolong saya memercayai Allah hari ini. Ketika saya tak dapat berbuat apa-apa karena merasa khawatir, saya ingat untuk berkata, 'Tuhan adalah gembalaku ... maka saya takut tidak lulus!' Tiba-tiba saya merasakan kedamaian pikiran yang sangat aneh. Saya menertawakan diri saya sendiri, lalu saya mengerjakan ujian itu -- dan saya lulus!"

Mengatakan "Tuhan adalah gembalaku, karena itu saya khawatir setengah mati" lebih daripada sekadar sebuah permainan pikiran untuk menunjukkan kemustahilan rasa khawatir. Allah dapat menggunakan kontradiksi ini untuk membawa kita menuju kepercayaan yang lebih penuh di dalam Dia --JEY


Mengapa khawatir kalau engkau dapat berdoa?
Percayalah kepada Yesus, Penolongmu yang setia;
Jangan ragu seperti Tomas, peganglah janji-Nya.
Mengapa khawatir kalau engkau dapat berdoa? --Peterson

11 Juni 2007

Kekhawatiran

Nats : Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau (Ibrani 13:5)
Bacaan : Mazmur 91:9-16

Saya tahu bahwa tidak seharusnya saya cemas, tetapi saya agak mengkhawatirkan sesuatu saat ini. Mungkin ini karena adanya situasi baru dalam keluarga kami. Bila melihat sekeliling, saya merasa agak gelisah. Ketahuilah, istri saya dan saya baru-baru ini mengetahui bahwa kami akan menjadi kakek dan nenek. Hal ini membuat saya berpikir tentang dunia tempat cucu kami dibesarkan nanti.

Tahun 2024 kelak, cucu kami itu akan lulus sekolah menengah. Mungkinkah biaya sekolah di perguruan tinggi akan sebesar Rp900.000.000,00 per tahun saat itu? Jika minyak masih ada, mungkinkah harga bensin jadi Rp58.500,00 per liter? Mungkinkah moral dan etika sudah ketinggalan zaman? Dan, apa gereja masih berpengaruh?

Masa depan bisa menjadi sesuatu yang menakutkan. Sesuatu yang belum diketahui dapat mencekam, terutama ketika hal yang diketahui saat ini diliputi begitu banyak perjuangan. Itulah sebabnya, kita harus memercayai janji Allah.

Apa pun situasi yang akan dihadapi cucu-cucu kita, mereka dapat bergantung pada janji pertolongan Allah -- tak peduli persoalan apa yang akan meliputi dunia ini. Allah berfirman, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau" (Ibrani 13:5). Yesus berkata, "Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman" (Matius 28:20).

Janji-janji agung itulah yang dapat kita andalkan tatkala kita mulai merasa khawatir, entah tentang masa depan kita sendiri atau masa depan generasi selanjutnya --JDB


Cemas akan urusan dan masalah masa depan
Hanya akan mendatangkan derita dan sengsara;
Tuhan meminta kita tidak cemas dan tertekan
Hari esok kita ada dalam tangan-Nya. --Sper

29 Juni 2007

Beban yang Melekat

Nats : Serahkanlah khawatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau! (Mazmur 55:23)
Bacaan : Mazmur 32:1-7

Apakah jari Anda pernah terkena lem super atau cat minyak? Anda akan mendapati bahwa apa yang tampaknya mustahil untuk dihilangkan ternyata dapat disingkirkan dengan solusi yang tepat.

Memang demikianlah beban hidup. Salah satu anak bimbing saya mengirim e-mail dan meminta saya mendoakannya. E-mail itu berbunyi, "Saya tidak mampu menyingkirkan beban ini. Ini adalah sesuatu yang tidak mampu saya serahkan kepada Allah. Saya sangat sedih karenanya. Saya tahu bahwa saya harus menyerahkannya kepada-Nya dan diubahkan. Saya benar-benar membutuhkan kekuatan dari Allah untuk melepaskan diri dari beban itu. Saya sadar bahwa pengampunan Allah dapat menyucikan saya jika saya mau. Saya hanya perlu memutuskan untuk mau melepaskan beban itu."

Saya menanggapi, "Sukacita kehidupan kristiani adalah tahu bahwa Allah dapat mengendalikan apa pun yang kita serahkan kepada-Nya .... Namun pada saat yang sama, beban besar kehidupan kristiani adalah bahwa kita -- individu yang lemah dan tanpa daya ini -- bergantung pada masalah yang patut kita serahkan kepada Allah. Kita semua tahu rasanya berada dalam kondisi seperti ini."

Dosa dan kekhawatiran kita, besar maupun kecil, tampaknya melekat pada diri kita seperti lem super. Solusinya? Kita harus melepaskan beban itu dari tangan kita dan meletakkannya di pundak Allah. Alkitab menyatakan, "Serahkanlah khawatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau!" (Mazmur 55:23)

Mengapa kita membawa-bawa beban yang melekat itu? --JDB


Allah mengerti beban dan salib kita,
Perkara yang melukai, pencobaan dan kerugian kita,
Ia memedulikan setiap jiwa yang berseru,
Dan menghapus air mata mereka yang tersedu. --Brandt

19 November 2007

Jangan Cemas

Nats : Janganlah kamu khawatir ... Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu (Matius 6:31,32)
Bacaan : Matius 6:25-34

Keponakan laki-laki saya akan segera kehilangan pekerjaan. Sebab itu, saya senang ketika mendengar kabar dari istrinya bahwa ia baru saja menerima tawaran untuk sebuah jabatan baru.

"Kami berdoa, saya cemas, dan Eric berketetapan untuk mendapatkan pekerjaan baru," demikian tulis Angie lewat e-mail, menjelaskan perjalanan hidup mereka selama beberapa bulan terakhir.

Kita dengan mudah menjadi panik ketika menghadapi masalah yang serius, misalnya kehilangan pekerjaan, anggota keluarga yang terkena kanker, anak yang suka melawan.

Kita pun berdoa, dan menyibukkan diri. Kita mulai melakukan segala sesuatu yang kita anggap bisa membawa kita ke arah yang positif.

Dan, kita cemas. Kita tahu bahwa itu hanya memboroskan waktu. Namun, banyak di antara kita terjebak dalam dilema ini. Kita tahu bahwa kita harus memercayai Allah, tetapi kita bertanya-tanya tentang apa yang kira-kira akan Dia lakukan.

Inilah saatnya bagi kita untuk berpaling kepada firman-Nya, dan mengingat bahwa Dia berjalan bersama kita dan meminta kita menyerahkan segala kekhawatiran dan beban kita kepada-Nya. Kitab Suci menyatakan, "Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia memelihara kamu" (1 Petrus 5:7), dan "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus" (Filipi 4:19).

Ketika pikiran Anda mencemaskan masa depan, ingatlah bahwa "Bapamu yang di surga tahu" (Matius 6:32) dan akan memberi Anda apa yang Anda butuhkan --CHK

16 April 2008

Pantang Mundur

Nats : Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap bahwa aku telah menangkapnya, tetapi inilah yang kulakukan: Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapank (Filipi 3:13)
Bacaan : Filipi 3:10-16

Setiap kali saya menunggu untuk naik pesawat, ada dua hal yang menarik perhatian saya di lapangan bandara. Pertama, bendera merah yang berfungsi menunjukkan arah angin. Kedua, kendaraan berat yang berfungsi mendorong mundur pesawat. Kedua hal ini menyadarkan saya bahwa sebuah pesawat dapat terbang karena dua hal. Ia harus melawan arus angin agar dapat terbang. Kedua, ia harus maju terus agar sampai ke tujuan. Bila sudah terbang, maka sebuah pesawat tidak dapat dan tidak mungkin mundur; berhenti sedetik saja ia akan jatuh.

Demikian juga dengan kehidupan iman orang kristiani. Pertama, seorang anak Tuhan harus berani melawan arus dunia yang tidak benar. Kedua, sebagai anak Allah ia tidak boleh mundur, imannya tidak boleh mudah kendur dan putus asa karena adanya tantangan dan hambatan.

Inilah pula rahasia kemenangan Paulus. Seburuk apa pun masa lalunya, ia tak menoleh ke belakang dan berhenti di situ. Ibarat pesawat, ia terus maju dan terbang semakin tinggi bersama Tuhan. Dan beginilah ia melakukannya,"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah" (Ibrani 12:2).

Jadi, inilah yang harus kita miliki sejak hari ini; sikap optimis, maju terus pantang mundur. Inilah sikap iman yang penuh harapan, yang terus memusatkan perhatian kepada Yesus, terfokus pada tujuan yang mulia dan kekal-ACH

3 Juli 2008

Mulutmu Harimaumu

Nats : Siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia orang yang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya (Yakobus 3:2)
Bacaan : Yakobus 3:1-12

"Mulutmu Harimaumu," demikianlah bunyi slogan iklan sebuah perusahaan jasa telepon selular. Ungkapan ini benar. Kata-kata yang keluar dari mulut kita ibarat harimau: sangat berkuasa. Ucapan hakim di pengadilan bisa menentukan hidup matinya seorang terdakwa. Ucapan seorang pejabat bisa memengaruhi nasib rakyat. Ucapan pengusaha pada rekannya dapat membuat transaksi bisnis jadi atau batal. Ucapan seorang pria pada kekasihnya bisa membuatnya tersanjung atau tersinggung. Sekali salah ucap, akibatnya bisa gawat!

Tidak heran, Yakobus menasihati agar orang berpikir ulang jika hendak menjadi guru. Tanggung jawab yang ditanggung berat. Setiap hari guru mengucapkan ribuan kata. Ucapannya membentuk cara berpikir murid. Idealnya, semua yang guru ucapkan harus benar. Padahal, kerap kali kita salah bicara. Mengucapkan apa yang tidak perlu atau tidak pantas. Mengendalikan lidah memang lebih sulit daripada mengendalikan api atau menjinakkan binatang. Tanpa dikekang, lidah bisa menjadi liar. Kadang mengucapkan berkat, kadang kutuk. Tidak konsisten. Jika ini terjadi, mana bisa guru menjadi teladan? Mana bisa dipegang perkataannya?

Setiap orang percaya adalah "guru". Pendidik. Kita diberi tugas mengajar dan menasihati sesama. Setiap orangtua pun bertugas menjadi guru bagi anak-anaknya. Jadi, belajarlah mengekang lidah. Berpikirlah lebih dulu, baru berbicara. Saring dulu, baru ucapkan. Lebih penting lagi: jagalah hati agar selalu murni. Sebab apa yang keluar dari mulut, berasal dari hati (Matius 15:18). Hati-hatilah: mulutmu harimaumu. Jangan menerkam orang lain dengan kata-kata Anda -JTI

4 Agustus 2008

Katakan Tidak

Nats : Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari hadapanmu (Yakobus 4:7)
Bacaan : Yakobus 1:12-15

Dalam buku Keponakan Penyihir dari seri The Chronicles of Narnia, diceritakan bagaimana Digory telah membuat sebuah kesalahan fatal, yakni dengan membunyikan bel yang membangkitkan seorang penyihir jahat. Ketika Aslan menanyai Digory tentang hal itu, Digory berkelit, "Aku rasa aku agak terkena mantra yang tertulis dalam bel itu". Mendengar jawaban itu, Aslan menegaskan, "Benarkah?" Kemudian barulah Digory mengaku, "Tidak. Sekarang aku tahu aku tidak terkena mantra. Aku hanya berpura-pura."

Ketika dihadapkan pada satu pencobaan dan gagal, kerap kali kita juga berkelit dengan mengatakan bahwa kita dijebak, digoda, atau terkena "mantra" seperti dalih Digory. Padahal, sebenarnya kita tidak terkena mantra apa pun. Kita sendiri yang membuat pilihan untuk jatuh. Yakobus mengatakan dengan jelas bahwa tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri (ayat 14). Setan bisa menggoda kita, tetapi pilihan untuk berdosa atau tidak, tetap berada di tangan kita.

Lalu bagaimana kita dapat menang melawan dosa? Bisa dengan dua hal: tunduk kepada Allah dan melawan Iblis. Keduanya sama penting, jadi harus sama-sama dilakukan. Kita bisa saja tetap gagal meski telah berdoa dan memohon belas kasihan Tuhan, karena kita tidak mau melawan Iblis dengan tegas. Kita hanya bisa melakukannya dengan berani berkata "Tidak!" kepada dosa. Itulah salah satu karunia yang kita peroleh dari Kristus yang telah menang atas maut. Karena Kristus telah menang bagi kita, maka saat kita berani berkata tidak, dosa pun tidak lagi berkuasa atas tubuh kita! -GS



TIP #05: Coba klik dua kali sembarang kata untuk melakukan pencarian instan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA