Topik : Kekuasaan

25 Mei 2003

Allah Sedang Berderap

Nats : Tuhan ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi! (Habakuk 2:20)
Bacaan : Habakuk 2:6-20

Pada tahun 1861, selama Perang Saudara Amerika, seorang pengarang sekaligus dosen Julia Ward Howe mengunjungi Washington, DC. Pada suatu hari ia pergi ke luar kota dan di sana ia melihat sejumlah besar tentara yang sedang berbaris. Keesokan harinya, ketika ia bangun pagi-pagi sekali, benaknya dipenuhi oleh syair sebuah lagu.

Ia menyadari segala keburukan perang, tetapi iman yang ia miliki memimpinnya untuk menulis demikian, "Mataku telah melihat kemuliaan saat Tuhan datang." Saya yakin saat itu ia melihat bahwa di dalam dan melalui berbagai macam keburukan, Allah sedang "berderap maju" menuju hari di mana Dia akan memperbaiki segala macam kesalahan di sepanjang segala zaman.

Nabi Habakuk juga memperoleh kesimpulan yang serupa. Pasal 1 dari kitabnya menyatakan betapa ia bersusah hati ketika mengetahui bahwa Allah akan menghukum orang-orang Yudea dengan membiarkan mereka dikalahkan oleh bangsa Babilonia yang jahat. Namun dalam pasal 2, Allah meyakinkan hamba-Nya itu bahwa di dalam dan melalui segala keburukan serta kesalahan sejarah, Dia sedang "berderap" menuju hari saat "bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan Tuhan" (ayat 14).

Jika kita mempercayai bahwa Allah memang sedang "berderap", maka meskipun ada banyak konflik tidak manusiawi yang menodai zaman ketika kita hidup, kita tidak perlu merasa putus asa. Dengan tenang kita dapat menanti penghakiman terakhir Tuhan kita, yang mengatur alam semesta dari "bait-Nya yang kudus" (ayat 20) --Herb Vander Lugt

25 Juli 2004

Menyelamatkan Dylan

Nats : Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia (Yohanes 9:3)
Bacaan : Yohanes 9:1-12

Seorang bayi yang sakit parah terbaring di rumah sakit, berjuang untuk bernapas. Ia menderita radang paru-paru, dan perjuangan untuk bertahan hidup begitu berat bagi bayi yang baru berusia 8 bulan itu. Dokter, perawat, dan keluarganya berjuang untuk menyelamatkan bayi lelaki yang lemah ini.

Sebagian orang mengatakan bayi itu seharusnya tidak perlu bertahan sampai usia 8 bulan. Beberapa orang lain mengatakan anak yang berharga ini mestinya tak usah diberi kesempatan untuk lahir, atau seharusnya dibiarkan mati setelah dilahirkan.

Mengapa mereka berkata begitu? Karena satu alasan sederhana: Dylan menderita sindrom Down. Cucu keponakan saya ini memiliki ekstra kromosom bukan karena kesalahannya sendiri maupun orangtuanya, dan ia akan menghadapi lebih banyak perjuangan di dalam hidupnya.

Tetapi bukankah hidupnya seberharga bayi sakit yang tidak memiliki ekstra kromosom? Bukankah kita semua sama berharganya di mata Sang Pencipta? Bukankah kita semua tidak sempurna? Kekurangan kita seharusnya mengingatkan kita bahwa tak seorang pun berhak menghakimi apakah orang lain berharga atau tidak.

Ketidaksempurnaan kita merupakan kesempatan bagi pekerjaan Allah dalam hidup kita. Itulah jawaban Yesus kepada murid-murid-Nya ketika mereka bertanya mengapa ada seorang pria yang dilahirkan buta. Dia berkata hal itu terjadi karena “pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” (Yohanes 9:3).

Kita sedang melihat Allah bekerja di dalam hidup Dylan. Untuk itulah ia ada di sini, seperti kita semua —Dave Branon

19 September 2004

Memberi Tahu Allah

Nats : Masakan kepada Allah diajarkan orang pengetahuan? (Ayub 21:22)
Bacaan : Mazmur 139:1-6

Kita tak dapat memberi tahu Allah tentang sesuatu yang tidak Dia ketahui. Jika kita berdoa, kita sekadar mengucapkan apa yang telah lama Dia perhatikan.

Itu tidak membuat doa menjadi tak berguna, tetapi justru mendorong kita berdoa. Kita akan lega ketika berbicara dengan Seseorang yang sepenuhnya mengenal dan memahami keadaan kita. Sungguh menghibur mengetahui bahwa jawaban Allah tidak berasal dari informasi yang kita berikan kepada-Nya, tetapi dari pengetahuan-Nya yang sempurna akan keadaan kita. Dia mengetahui semua keadaan -- masa lalu, kini, dan masa depan -- yang berkenaan dengan kesejahteraan kita.

"Bapamu mengetahui," kata Yesus dalam Matius 6:8. Dia tahu berbagai pikiran, maksud, dan keinginan kita; Dia sangat mengenal segala jalan kita (Mazmur 139:3). Dia tahu penderitaan batin, tekanan keputusasaan yang terus-menerus, musuh-musuh di dalam dan di luar yang melawan jiwa kita.

Jadi, dapatkah kita menentukan waktu dan batas kelepasan kita dari pencobaan atau kesulitan? Dapatkah kita berkata bahwa cara kita lebih baik, lebih sesuai untuk mengembangkan jiwa kita? Tidak, kita tak dapat mengajari Allah apa pun. Dia sendiri mengetahui jalan yang membawa kita pada kemuliaan.

Dari semua jalan yang mungkin ditempuh, Dia telah memilih jalan terbaik, jalur yang paling sesuai dengan diri kita dan dengan apa yang telah Dia sediakan bagi kita.

Kita tak dapat mengajarkan pengetahuan kepada Allah, tetapi kita dapat mengasihi dan memercayai-Nya. Itulah yang Dia inginkan dari kita --David Roper

5 November 2004

Keluar dari Jalur

Nats : Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu (Kejadian 12:1)
Bacaan : Kejadian 12:1-4

Kehidupan adalah sesuatu yang benar-benar kita alami, yang terkadang tidak sesuai dengan rencana kita. Hidup kita kerap kali justru berisi banyak kenyataan yang berbeda, dan perbaikan-perbaikan yang tidak kita harapkan.

Abraham dan Sarah dapat memberikan kesaksian tentang hal itu. Mereka telah berencana untuk pensiun, tetapi kenyataan berbicara lain. Allah membenahi agenda mereka. Dia berkata kepada Abraham, “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu” (Kejadian 12:1). Lalu pasangan yang sudah tua ini membongkar kemah mereka dan berangkat ke tempat yang hanya diketahui Allah.

Saat Alexander Agung telah menaklukkan Persia, ia pergi ke timur. Penulis Halford Luccock berkata sang jenderal “keluar jalur”.

Hal itu juga dialami Abraham dan Sarah. Allah memerintahkan mereka untuk berangkat, tanpa membekali peta. Mereka hanya memerlukan iman untuk memulai perjalanan tersebut. Mereka berjalan melalui daerah- daerah yang tidak mereka kenali dan mengalami pengalaman yang tak pernah terbayangkan. Allah tidak pernah memberi tahu mereka bahwa Dia akan menuntun mereka ke arah yang tak diketahui, sampai akhirnya Dia memenuhi janji-Nya untuk memberi seorang putra yang akan menjadi bangsa yang besar.

Buatlah rencana dalam hidup Anda. Namun, tuliskan semuanya di atas kertas, sebelum Anda mewujudkannya. Allah dan kehidupan punya cara tersendiri untuk turut campur tangan dalam rencana Anda dan memimpin Anda dalam perjalanan yang tidak pernah Anda pikirkan sebelumnya —Haddon Robinson

17 November 2004

Penderitaan Ada Gunanya

Nats : Dan ini pun datangnya dari Tuhan semesta alam; Ia ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan (Yesaya 28:29)
Bacaan : Yesaya 28:23-29

Di masa-masa susah, saya sering mengeluh, “Siapa yang butuh penderitaan? Saya tidak perlu!” Namun, Yesaya 28 dan pengalaman saya sendiri telah membuktikan bahwa pertanyaan seperti itu merupakan reaksi yang kurang tepat. Kita memang tidak memerlukan kesusahan, tetapi kita perlu diubah dan bertumbuh menjadi dewasa. Di tangan Allah, kesusahan dapat menjadi alat yang efektif untuk memacu pertumbuhan yang kita perlukan.

Di ayat 23-28 kita membaca perumpamaan Nabi Yesaya “yang puitis”. Perumpamaan itu ditulis untuk membantu orang Israel agar dapat memahami bagaimana cara Allah bekerja dan apa yang ingin diwujudkan- Nya dalam hidup mereka ketika melalui masa-masa sukar. Seorang petani digambarkan sedang membajak tanahnya dengan sangat terampil, menabur benih, kemudian mengirik hasil panennya. Jika tanah dapat bicara, mungkin ia akan mengeluh, “Siapa yang mau dibajak dengan menyakitkan seperti ini?” Namun, penderitaan bukannya tidak berguna. Yesaya menceritakan bahwa petani telah diajar Allah untuk bekerja menurut ukuran dan tepat waktu; memperlakukan gandum yang lembut dengan hati-hati dan gandum jenis lain dengan dipukul-pukul. Dan masa panen pun pasti segera tiba.

Saat menghadapi masa-masa sukar, kita mendapatkan jaminan bahwa Allah petani itu adalah Allah kita juga, yang “ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan” (ayat 29). Dia selalu memperlakukan kita secara bijaksana dan mempunyai tujuan, sehingga menghasilkan “buah kebenaran yang memberikan damai” (Ibrani 12:11) —Joanie Yoder

27 Februari 2005

Pencipta Kita

Nats : Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kejadian 1:1)
Bacaan : Kejadian 1

Bab pertama Alkitab membahas tentang persoalan hidup yang paling mendasar. Bagian ini menyatakan bahwa Allah mengadakan segala sesuatu. Hal ini seharusnya memengaruhi cara kita menjalani hidup.

Penulis kitab Kejadian membuat pernyataan radikal bahwa ada satu Allah. Tentunya kebenaran ini bertentangan tajam dengan politeisme dan penyembahan berhala pada zaman kuno. Gambaran masing-masing hari penciptaan mencela berbagai dewa yang dipuja oleh para penyembah berhala di zaman Musa, dan menyatakan bahwa semua itu bukanlah allah sama sekali. Mereka hanyalah ciptaan satu-satunya Allah tunggal yang benar dan hidup.

Pada hari yang pertama, dewa terang dan kegelapan disingkirkan; hari kedua, dewa laut dan langit; hari ketiga, dewa bumi dan tumbuh- tumbuhan; pada hari keempat, dewa matahari, bulan, dan bintang; hari kelima dan keenam, dewa binatang. Dan kemudian akhirnya, manusia. Meskipun semua orang dikaruniai oleh citra ilahi, mereka sebenarnya hanyalah makhluk ciptaan dan tidak boleh dipuja.

Penjelasan ini kemudian mendasari perjanjian bangsa Israel dengan Allah. Misalnya, mengapa Sepuluh Perintah Allah melarang penyembahan terhadap allah-allah yang lain? Karena hanya Allah yang menciptakan langit dan bumi. Mengapa pembunuhan tidak dapat dibenarkan? Karena manusia telah diciptakan serupa dengan gambar Allah.

Marilah kita menjadikan pengenalan terhadap Allah yang benar dan hidup menjadi tujuan kita —Haddon Robinson

20 April 2005

Allah yang Mutlak

Nats : Aku, Tuhan, tidak berubah (Maleakhi 3:6)
Bacaan : Maleakhi 3:6-12

Saya meragukan ketepatan timbangan badan yang terletak di kamar mandi kami. Karena itu saya telah belajar untuk memanipulasinya dengan cara saya sendiri. Saya dapat mengubah-ubah tombol kecil di samping timbangan, dan jika hal itu terlalu sulit, saya cukup memiringkan badan ke arah tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh angka yang bagus—semoga saja berkurang beberapa kilogram.

Kita hidup pada zaman di mana banyak orang merasa yakin bahwa tidak ada hal yang mutlak. Sikap melayani diri sendiri merajalela dan menginjak-injak hukum moral yang diberikan bagi perlindungan masyarakat. Budaya kita membanggakan "kebebasan" yang sesungguhnya merupakan perbudakan dari dosa (Roma 6:16,17).

Namun ada Allah yang mutlak dan timbangan-Nya selalu tepat. Bersama Dia, satu kilo adalah satu kilo, benar adalah benar, dan salah adalah salah. Dia berkata, "Aku, Tuhan, tidak berubah" (Maleakhi 3:6).

Bagi kita sebagai orang percaya, hal ini seperti besi baja yang menjadi tulang punggung rohani kita. Kita mendapatkan rasa percaya diri saat menghadapi kesulitan dan memperoleh keyakinan akan penggenapan setiap janji ilahi.

Apabila Allah dapat dengan mudah berubah pikiran, maka kehidupan kekal kita akan terus-menerus berada di dalam situasi yang membahayakan. Akan tetapi, karena Dia merupakan Pribadi Yang Tidak Berubah, maka kita "tidak akan lenyap" (ayat 6). "Tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi" (Ratapan 3:22,23) —PRVG

28 Mei 2005

Keindahan yang Berbahaya

Nats : Dari dalam kandungan siapakah keluar air beku, dan embun beku di langit, siapakah yang melahirkannya? (Ayub 38:29)
Bacaan : Ayub 38:22-30

Bunyi keriat-keriut dan kertak-kertuk yang keras memecah kesunyian pagi yang dingin. Hujan yang membuat beku telah membungkam setiap kebisingan akibat ulah manusia. Kabel-kabel listrik lepas dari tiang; rumah dan kantor usaha tidak dialiri listrik. Jalan-jalan tidak mungkin dilewati, membuat ribuan orang mustahil mengerjakan rutinitasnya. Alam menuntut diperhatikan, dan ia memang mendapatkannya. Ketika matahari terbit, keindahannya yang memesona tidak mungkin dilukiskan, tetapi kekuatannya yang destruktif pun tidak dapat dielakkan.

Es bersinar seperti kristal di hadapan langit biru yang cerah. Tetapi es yang membuat cabang pohon berkilau terkena sinar matahari juga membebaninya sehingga patah kelebihan beban.

Hal yang sama dapat dialami oleh orang hidupnya gemerlap. Mereka mencari perhatian dengan kecantikan, bakat, atau kepandaian yang memesona. Orang memerhatikan dan mengagumi mereka. Tetapi akhirnya kesombongan membuat orang retak dan patah. Kenyataannya, Tuhan sajalah yang layak menerima semua pujian.

Teman-teman Ayub mencari perhatian untuk diri mereka sendiri dengan berbicara seakan-akan mereka ahli dalam penderitaan. Ketika Allah sudah muak, Dia menyatakan kepada Ayub bahwa tak seorang pun memiliki pengetahuan, kekuasaan, atau arti penting jika terlepas dari-Nya. Di kemudian hari, dengan keras Dia menegur teman-teman Ayub, dan mengatakan, "Kamu tidak berkata benar tentang Aku" (Ayub 42:8).

Yang benar adalah memuliakan Allah, bukan diri kita sendiri —JAL

7 Juni 2005

Di Atas Segalanya

Nats : Siapa yang datang dari surga adalah di atas semuanya (Yohanes 3:31)
Bacaan : Yohanes 3:22-36

Pada pertengahan tahun 1800-an, Ralph Waldo Emerson menjadi pemimpin gerakan filsafat yang dikenal dengan sebutan "transendentalisme". Gerakan tersebut mengatakan bahwa kebenaran berasal dari pemahaman pribadi. Emerson menulis, "Dengan meyakini pikiran Anda sendiri, percaya bahwa apa yang benar bagi Anda dalam hati Anda itu benar bagi semua manusia—maka itulah yang disebut jenius."

Sayangnya, kesalahan cara berpikir tersebut menjadi berakar, sehingga pemikiran pribadi tentang Allah menggantikan pemikiran dan pernyataan Allah tentang diri-Nya sendiri. Di dalam kitab Yesaya Tuhan berkata demikian, "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu" (55:9).

Salah satu penulis lagu Israel kuno menyatakan kebesaran Allah demikian: "Sesungguhnya aku tahu, bahwa Tuhan itu mahabesar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah. Tuhan melakukan apa yang dikehendaki-Nya, di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya" (Mazmur 135:5,6).

Yesus, gambaran Allah yang tak terlihat, adalah sumber segala kebenaran (Kolose 1:15-19). Yohanes Pembaptis berkata tentang Dia demikian: "Siapa yang datang dari surga adalah di atas semuanya" (Yohanes 3:31).

Hanya Allah pencipta segalanya yang layak disebut transenden, yakni mengatasi dan melampaui segala hal. Berkebalikan dengan kesimpulan Emerson, kebenaran berasal dari atas, bukan dari dalam —JAL

24 Juni 2005

Perawatan yang Tak Memadai

Nats : Mereka mengobati luka umat-Ku dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera (Yeremia 6:14)
Bacaan : Yeremia 6:10-19

Pergelangan kaki yang terkilir adalah hal yang biasa terjadi. Tetapi itu dapat menimbulkan masalah yang tak kunjung usai jika tak ditangani dengan baik. Orang yang terkilir ringan akan lebih baik jika beristirahat, dikompres es, dan kakinya diangkat. Namun, orang yang terkilir tetapi mengabaikannya dan terus beraktivitas meski kesakitan, dapat terkilir lebih parah.

Seorang ahli bedah kaki mengatakan bahwa kita sering terbiasa dengan terkilir dan membiarkannya, padahal "kaki terkilir yang paling ringan seharusnya diobati agar tidak kambuh lagi". Selain itu, luka yang parah tentunya butuh perlakuan layak.

Ketika Yeremia menyampaikan pesan Tuhan untuk menentang para pemimpin Yudea yang jahat, ia berkata, "Mereka mengobati luka umat-Ku dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera" (Yeremia 6:14). Ia sekali lagi menyalahkan perawatan yang tak memadai atas luka rohani parah di pasal 18:11, lalu bertanya, "Tidak adakah balsam di Gilead? Tidak adakah tabib di sana? Mengapakah belum datang juga kesembuhan luka putri bangsaku?" (ayat 22).

Pertanyaan Yeremia yang menyelidik, mengilhami rohaniwan tua yang menyatakan pesan pengharapan dan pengampunan yang masih kita perlukan: "Ada balsam di Gilead untuk mengobati semua yang terluka; ada balsam di Gilead untuk menyembuhkan jiwa yang sakit karena dosa."

Balsam itu kuasa Yesus yang menyembuhkan luka kita yang dalam akibat dosa. Sudahkah Anda mengoleskan balsam-Nya? —DCM

4 Juli 2005

Hak-hak Allah

Nats : [Allah menantikan] supaya kebun itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya ialah buah anggur yang asam (Yesaya 5:2)
Bacaan : Yesaya 5:1-7

Kidung Yesaya yang menggambarkan bangsa Israel sebagai kebun anggur milik Allah telah mengajarkan kepada kita bahwa Allah berhak untuk mengharapkan kasih, penyembahan, dan ketaatan dari orang-orang yang diberkati-Nya. Sayangnya, seperti orang-orang pada zaman Yesaya, banyak di antara kita yang menunjukkan sedikit rasa terima kasih. Dan kita dengan sengaja merusak hukum-hukum moral-Nya. Ketika kita bersikap seperti ini, Allah tentunya berhak untuk memberikan hukuman.

Sejarah mengungkapkan bahwa apabila sebuah bangsa mengabaikan Allah dan menolak firman-Nya, bangsa itu akan menuai buah yang pahit.

Pada hari ini kita diingatkan kembali mengenai kemerdekaan yang telah kita nikmati. Kita harus benar-benar mensyukuri kemerdekaan ini. Namun, kadang-kadang kita menyepelekannya, kurang peduli terhadap orang-orang yang mendapatkan berkat tidak terlalu banyak. Kita menjadi bangsa individual yang secara egois memaksakan hak, melakukan hal-hal yang tidak adil terhadap orang lain, dan tidak memikirkan kesejahteraan mereka.

Yang terburuk, sewaktu menuntut untuk mendapatkan kemerdekaan pribadi, kita tidak terlalu mendengarkan hak-hak Allah. Karena itu, kita perlu menyadari bahwa Dia adalah Tuan atas kebun anggur. Dia berharap agar kita menghasilkan buah-buah kasih dan ketaatan, dan bukannya anggur asam dari rasa tak bersyukur dan kejahatan (Yesaya 5:2).

Saat kita bersyukur kepada Allah atas hak-hak kita, janganlah kita melupakan hak-hak Allah HVL

16 Juni 2006

Allah Bertakhta

Nats : Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi Raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! (Wahyu 19:6,7)
Bacaan : Mazmur 93

Saya ingat betul guncangan dan dukacita yang saya rasakan di tahun 1968 saat Senator Robert Kennedy dibunuh di Los Angeles. Orang di mana-mana, tanpa memerhatikan afiliasi politik mereka, mati rasa oleh dukacita dan kengerian. Tak lama setelah pembunuhan adiknya, Presiden John F. Kennedy bahkan mati lebih tragis lagi.

Namun setelah upacara pemakaman Senator Kennedy di Katedral St. Patrick, dinding-dinding menggemakan kata-kata kemenangan dari lagu Messiah karya Handel: "Tuhan Allah Yang Mahakuasa bertakhta ... dan Dia akan bertakhta dari sekarang sampai selamanya."

Kata-kata ini tidak berarti bahwa Allah menghendaki pembunuhan itu. Namun sebaliknya, kata-kata tersebut merupakan peneguhan yang penuh kemenangan bahwa kendati peristiwa semacam itu terjadi, Allah mencapai semua maksud baik-Nya. Orang memang melakukan hal-hal yang membuat murka dan mendukakan Dia. Namun, Dia bekerja membawa kebaikan dari kejahatan, terang dari kegelapan, sukacita dari dukacita, keteraturan dari kekacauan, dan hidup dari kematian.

Di dalam Mazmur 93, gelombang lautan yang mengempas yang "telah mengangkat suaranya" menggambarkan umat manusia yang melawan Allah (ayat 3). Mereka sepertinya akan memenangkan peperangan itu. Namun Tuhan lebih hebat "daripada suara air yang besar . . . lebih hebat Tuhan di tempat tinggi" (ayat 4). Suatu hari nanti Dia akan menaklukkan semua lawan-Nya dan menghadirkan dunia kekal sempurna yang telah dijanjikan-Nya. Allah kita bertakhta! Haleluya! --HVL

23 Juni 2006

Raksasa di Laut Dalam

Nats : Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak (Kejadian 1:21)
Bacaan : Ayub 40:20-41:2

Ikan paus biru adalah hewan paling besar yang pernah hidup. Beberapa di antaranya memiliki panjang 30 meter dan beratnya dapat melebihi 175 ton. Ikan paus biru terbesar yang pernah diukur memiliki jantung yang besarnya sama dengan mobil Volkswagen!

Di kitab Kejadian kita membaca, "Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air" (1:21).

Pada saat Sang Pencipta menyatakan diri-Nya kepada Ayub di dalam masa penderitaannya, Dia menggunakan raksasa dari laut dalam, termasuk si "buaya yang misterius", untuk menggambarkan kekuasaan-Nya yang Ilahi, sifat-Nya yang tak terselidiki, dan karakter-Nya yang tak terbandingi.

"Baru saja melihat dia [buaya], orang sudah terbanting. Orang yang nekat pun takkan berani membangkitkan marahnya. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Aku? ... Apa yang ada di seluruh kolong langit, adalah kepunyaan-Ku" (Ayub 40:28-41:2).

Allah menggunakan ikan paus, buaya, dan seluruh raksasa di laut yang dalam untuk mengingatkan kita bahwa Dia sebagai Pencipta alam semesta sangatlah luar biasa (Roma 1:20). Dia yang menciptakan makhluk-makhluk raksasa yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia adalah seorang Pribadi yang melampaui kendali serta pemahaman kita.

Sebagaimana badai dan petir yang menakutkan membuat kita berdiri takjub akan Sang Pencipta, begitu pula seharusnya ikan paus biru. Segala ciptaan Allah menunjuk pada kuasa-Nya yang kekal --HDF

28 Januari 2007

Nama Allah

Nats : Jangan menyebut nama Tuhan, Allahmu, dengan sembarangan (Keluaran 20:7)
Bacaan : Keluaran 20:1-7

Kadang-kadang memang tidak mudah bagi kita untuk mengikuti kecepatan stenografi yang menyertai komunikasi elektronik yang cepat dan modern. Dalam IM-speak (chatting lewat internet) atau bahasa pesan teks, kata laughing out loud (tertawa terbahak-bahak) disingkat menjadi "lol". By the way (ngomong-ngomong) menjadi "btw". Dan yang patut disesalkan, sebagian orang menggunakan "omg" untuk Oh, my God! (ya Tuhan!)

Kalimat terakhir ini sepertinya terlontar di bibir banyak orang yang tengah menerima berita mengejutkan. Akan tetapi, sebagai orang kristiani, kita seharusnya tidak lagi mengucapkan kalimat ini atau kalimat lain yang menggunakan nama Allah dengan sembrono.

Dalam Matius 6, pada saat Yesus mengajar para murid-Nya tentang doa, hal pertama yang diajarkan oleh Dia kepada mereka adalah: "Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu" (ayat 9). Di situ tampak jelas bagi kita bahwa nama Allah itu sendiri istimewa. Nama Allah itu mencakup sifat, pengajaran-Nya, dan otoritas moral-Nya. Menyebut nama Allah berarti memanggil Sang Pencipta dan Penopang alam semesta ini.

Sebisa mungkin, kita harus menghormati dan melindungi nama Allah yang kudus, serta menjaga pemakaian nama tersebut hanya pada saat kita berbicara tentang Dia atau menyapa-Nya di dalam iman.

Marilah kita berhati-hati untuk tidak mengubah nama suci Allah kita yang mengagumkan dan agung menjadi sekadar kalimat sembrono yang terucap di bibir kita atau tertulis di dalam pesan teks --JDB

12 Juni 2008

Dapat Dipercaya

Nats : Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam hal kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar (Matius 25:21)
Bacaan : Matius 25:14-30

Setiap orang pasti ingin dipercaya, apalagi untuk melakukan tanggung jawab yang besar. Namun, bagaimana seseorang dapat dipercaya jika sikapnya tak seperti yang diharapkan? Kalau uang lima puluh ribu rupiah bisa hilang di kamar hotel, berarti ada orang yang tidak dapat dipercaya di hotel itu. Kalau karyawan kerap terlambat datang ke kantor dan pulang lebih cepat dari jam kerja, maka integritasnya sukar dipercaya. Kalau seorang guru Sekolah Minggu biasa membolos mengajar, tidak mungkin ia dapat dipercaya untuk tugas yang lebih besar.

Perumpamaan Yesus tentang talenta mengingatkan kita bahwa yang penting bukan seberapa besar tanggung jawab yang diberikan kepada kita, melainkan seberapa besar tanggung jawab kita dalam mengerjakan pelayanan. Hamba yang menerima satu talenta berpikir tuannya kejam karena hanya memberinya satu talenta. Ia mengira sang tuan akan merampas keuntungannya, sebab itu ia tidak mengerjakan bagiannya. Ia malah menyembunyikan talenta itu di dalam tanah, lalu mengembalikan talenta itu kepada tuannya (ayat 24,25). Jika demikian, bagaimana sang tuan dapat memercayai dan memberi tanggung jawab lebih besar?

Integritas kita diuji ketika tidak ada orang lain yang melihat dan memerhatikan kita. Masih dapatkah kita mengerjakan tanggung jawab kita dengan sepenuh hati sekalipun tidak ada yang mengawasi? Tuhan akan senang bila kita mengerjakan dengan sungguh-sungguh setiap tanggung jawab yang Dia percayakan. Dengan demikian, suatu hari kelak Dia berkata, "Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu" (ayat 21) —CC

27 Juni 2008

Batas Kekhawatiran

Nats : Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kehendak-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Matius 6:33)
Bacaan : Matius 6:25-34

Siapa bilang kekhawatiran tidak berguna? Kekhawatiran dalam kadar tertentu, jelas bermanfaat. Saya khawatir tak lulus ujian, karena itu saya belajar. Saya khawatir sakit, karena itu saya menjaga pola hidup dan rajin berolahraga. Saya khawatir akan hari depan pendidikan anak-anak, karena itu saya membayar premi asuransi pendidikan. Saya khawatir menjadi botak, karena itu saya memakai sampo penguat akar rambut, dan sebagainya.

Ya, khawatir dalam kadar dan konteks tertentu memang ada gunanya. Namun yang dimaksud Yesus dalam bacaan kita adalah kekhawatiran yang begitu besar, hingga menyingkirkan iman dari pusat kehidupan. Dalam bahasa Yunani, Yesus berkata, "Me merimnate." Artinya, jangan terus-menerus khawatir begitu rupa. Bila kekhawatiran akan makanan, pakaian, dan kehidupan begitu besar, maka kita kehilangan iman. Jika kekhawatiran lebih besar dari iman, kita tak akan dapat mencari Kerajaan Allah lagi. Kerajaan Allah adalah realitas di mana Allah memerintah, sehingga kita menjadi tenang dan tenteram.

Setiap hari memiliki kesusahannya sendiri (ayat 34). Kalau pusat hati kita adalah kekhawatiran, kita menambah kesusahan hari ini dengan beban yang tak perlu, yang semakin membuat kita lemah lesu. Lalu bagaimana kita dapat menjadi seperti burung yang merdeka dan bunga yang tampil penuh dalam kesementaraannya? Kita mesti menghadapi persoalan dunia yang berat ini dengan berani. Kita mengakui beratnya masalah, namun juga mengakui bahwa Allah bertakhta atas masalah. Dengan demikian kita dapat menghidupi setiap hari dalam kadar ketegangan yang pas —DKL

20 Agustus 2008

Bebas Oleh Kebenaran

Nats : ... dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu (Yohanes 8:32)
Bacaan : Yohanes 8:30-36

Banyak orang terkadang "putus asa" menjalani hidup berimannya. Perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak Allah masih terus dilakukan. Dalam hati tidak ingin melakukan, tetapi nyatanya berkali-kali masih terulang. Berulang kali berjanji, tetapi terus gagal. Bahkan ada orang yang marah pada diri sendiri karena terus jatuh dalam lubang yang sama dengan mengulangi dosa yang sama. Dan, akhirnya menjadi budak dosa untuk selamanya.

Hari ini firman Tuhan mengingatkan bahwa sesungguhnya dalam keadaan demikian, kita tidak usah putus asa, apalagi terus menerus menyalahkan diri. Tuhan Yesus memberikan solusi. "Tetap dalam firman-Ku" (ayat 31). Istilah "tetap" berarti setiap saat, selalu-bukan kadang-kadang, dalam setiap aspek hidup kita. Jika firman Tuhan menguasai mulut, tentu perkataan kita akan terkontrol. Jika firman Tuhan menguasai kepala, pasti pikiran kita selalu tertuju kepada Yesus. Jika firman menguasai langkah, pasti kita tidak berjalan ke tempat yang berdosa. Pada saat itulah, kebenaran itu akan memerdekakan kita (ayat 32). Yah, memerdekakan kita, karena sekalipun kita bukan keturunan hamba, tetapi pada saat kita masih melakukan dosa maka kita adalah hamba dosa (ayat 34).

Kita perlu terus-menerus berjuang melawan dosa. Jangan menyerah. Untuk itu, kita perlu selalu dekat dengan firman-Nya. Betul, kita tidak akan seketika menjadi manusia suci tanpa cela, tetapi firman Tuhan akan mengingatkan dan menolong tetap berjalan di jalur yang benar. Hidupilah firman-Nya, akrabi, maka kebenaran itu memerdekakan kita -MZ

23 September 2008

Dekat di Mata

Nats : Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah (Pengkhotbah 3:13)
Bacaan : Lukas 16:19-31

Ada sebuah karikatur bergambar dua batu nisan bersebelahan. Nisan yang satu bertuliskan, "Di sini terbaring jenazah Peter yang meninggal karena terlalu banyak makan gandum". Sedangkan nisan yang lain bertuliskan, "Di sini terbaring jenazah Akharia yang meninggal karena gandum Peter tidak pernah singgah di sini". Sebuah sindiran yang sangat mengena bagi kita.

"Jauh di mata, dekat di hati" merupakan ungkapan yang indah tentang kedekatan batin-kedekatan batin yang terjalin meski tak berjumpa secara fisik. Namun, atas perumpamaan Tuhan yang satu ini berlaku prinsip yang sebaliknya, yakni "dekat di mata, jauh di hati". Betapa dekatnya Lazarus tinggal dengan si orang kaya. Hanya "... dekat pintu rumah orang kaya itu" (ayat 20). Begitu dekatnya ia untuk disapa, diperhatikan, dan ditolong. Namun, Lazarus malah mati mengenaskan dalam kemiskinan. Sangat kontras jika dibandingkan dengan kemakmuran "si tetangga". Mengapa? Semua tahu jawabnya. Persis seperti karikatur di atas.

Sebenarnya banyak penderitaan di dunia ini tak perlu terjadi, jika orang-orang terdekat dari orang yang menderita mau berbuat sesuatu. Tuhan mengizinkan kedekatan fisik terjadi agar kita tergerak berbagi kasih dengan mereka. Dengan anak yang perlu diperhatikan dan tetangga yang sakit; dengan nenek yang duduk sendirian di sebelah kita waktu di gereja dan Bi Inem yang ayahnya (di desa) sakit keras; dengan Pak Pos yang rutin mengantar surat ke rumah kita dan Pak Jo yang setia mengangkut sampah dari rumah kita. Dan banyak lagi. Ya, mereka ada "dekat di mata" justru agar tersedia tempat di hati kita bagi mereka -PAD



TIP #06: Pada Tampilan Alkitab, Tampilan Daftar Ayat dan Bacaan Ayat Harian, seret panel kuning untuk menyesuaikan layar Anda. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA