IJOB
PENDAHULUAN
Karya utama dari sesusasteraan kebijaksanaan Israil dan jang termasuk bilangan
tjiptaan terbesar jang pernah dihasilkan pudjangga2 insani, diberi nama tokoh
utama karya itu, jaitu Ijob. Orang itu dikenal namanja didjaman kuno. Dalam
kitab Jeheskiel (14,14.20) Ijob adalah seorang-orag dari djaman dahulukala, jang
digambarkan sebagai orang jang bidjak dan badjik. Dalam kitan Ijob sendiri ia
dilukiskan sebagai orang setengah-bedawi dari negeri, jang terkenal
kebidjaksanaannja, jakni Edom, jang djuga mendjadi tempat asal kawan2 Ijob
(1,3;2,11). Hikajat rakjat mengenai tokoh ini mengisahkan pertjobaan2 hebat,
jang menimpa orang saleh itu atas asutan Setan, dengan diidjinkan Tuhan, untuk
mengudji kesalehan Ijob. Tetap didalam penderitaanpun Ijob njatalah orang saleh,
jang mengabdi kepada Allah dengan tulus iclas (2,10). Kesalehannja achirnja
mendapat gandjarannja. Ini memang sungguh2 hikajat rakjat dengan tjorak
keigamaan dan memperlihatkan sifat2 chas suatu hikajat rakjat, jang tidak
mungkin ditentukan latar-belakangnja atau diketahui kenjataan sedjarah. Bahkan
mungkinlah suatu chajalan belaka.
Hikajat ini mendjadi pangkal-mula bagi pengarag kitab Ijob dan merupakan rangka
karyanja sendiri (1,1-2,12;42,7-17); tidak mustahil pula, tjerita itu sudah
disadurnja untuk disesuaikan dengan maksudnja sendiri. Tjeritera "Ijob jang
sabar" itu paling terkenal, tetapi bukannja jang terpenting dalam kitab Ijob. Si
pengarang hendak mengatakan sesutu jang lebih penting dan tidak begitu bersusah-
pajah, untuk menjelaraskan karyanja dengan isi hikajat lama itu. Dalam rangka
tjerita prosa itu ia membentangkan pikiran2nja sendiri dalam bentuk puisi dengan
suatu gaja serta kedalaman jang djarang2 terdapat.
Nama si pengarang tidak ketahuan. Nama2 jang dahulu di-sebut2, Musa atau Jeremia
misalnja, bersandarkan chajalan. Pribadi pengarang hanja tampil dalam satu2nja
karya, jang ada daripadanja. Ia adalah seorang Jahudi dari Palestina, jang
termasuk bilangan besar kaum bidjaksana Israil. Ia sudah mengadakan banjak
perdjalanan, djuga keluar-negeri, dimana ia melihat banjak dan boleh djadi djuga
berkenalan dengan orang2 bidjaksana dari bangsa2 tetangga Israil, chususnja Edom
dan Mesir. Walaupun mungkin ia telah menambah pengetahuannja disana, namun jang
mendjadi sumber pokoknja, malahan mungkin sumber satu2nja, ialah Nabi2 dan
orang2 bidjaksana Israil. Lebih2 ia berdekatan dengan nabi Jeremia (Ijob 3
Jr.20,14-18; Ijob 21,7-9 Jr.12,1-3) dan dengan kitab Amsal. Dalam kitabnja si
pengarang tampil sebagai orang jang sangat berbakat dalam bidang puisi dan
keigamaan.
Apapun djua jang dapat dikatakan tentang umur hikajat rakjat itu, namun sudah
pastilah si pengarang kitab Ijob hidup didjaman kemudian dalam sedjarah Israil.
Persoalan jang dibentangkannja, sudah mengalihkan kita kemasa jang kemudian dan
bahasa jang digunakannjapun menguatkan pandapat ini. Meskipun para ahli
bersimpang-siur pendapatnja, namun rasanja pendapat jang paling masuk akal
ialah, bahwasanja si pengarang hidup dan bekerdja tak lama sesudah bangsa Jahudi
kembali dari pembuangan, djadi kira2 dalam tahun 500 sebelum Masehi.
Kiranja tak seorangpun, jang mengenal baik2 kitab Ijob, akan menjangkal, bahwa
kitab itu sukar dipahami dan lebih sukar lagi untuk diterdjemahkan dalam bahasa
lain. Kesulitan2 itu sering diterangkan orang sebagai akibat dari kerusakan
naskah Hibrani, jang banjak dialami sepandjang sedjarahnja. Ada pula jang
berpendapat, bahwa kitab ini adalah hasil karya beberapa pengarang - malahan
dari suatu mazhab lengkap - jang menambah dan menjadur kitab aselinja. Tetapi
penjelidikan2 selandjutnja menundjukkan dengan terangnja,bahwa kitab Ijob tidak
lebih rusak teksnja daripada kitab manapun djua Perdjandjian Lama, bahkan kurag
dari itu. Salah-tulis atau salah turun dsb. jang lazim, terdapat djuga dalam
kitab ini, tetapi teranglah tidak lebih banjak dari pada dalam kitab2 lain;
sukar dibuktikan djuga, adanja kerusakan atau perubahan jang disengadja karena
keraguan2 teologis, selain dalam satu hal keketjualian. Kesulitan2 jang
terdapat, lebih berdasarkan keulungan si pengarang mengenai bahasa dan dalamnja
gagasannja, jang tidak selalu diimbangi oleh penafsir2 modern.
Tentang keaslian beberapa bagian, jakni lagu kebidjaksanaan (28,1-28), pidato2
Elihu (32,1-37,24), pidato2 Jahwe (38,1-42,6) lebih2 mengenai burung unta
(39,13-18) dan buaja (40,15-24), sering disangsikan, tetapi pada umumnja tanpa
alasan jang tjukup dan berdasarkan salah-pengertian dari pihak para penafsir.
Hanja mengenai pidato2 Elihu itu keaslianja dapat diragukan dengan alasan2 jang
tjukup. Orang ini muntjul tiba2 didalam tjerita itu dan menghilang lagi dengan
tak meninggalkan bekas. Ia menggunakan bahasa, jang berbeda sekali dengan bahasa
bagian2 lainnja kitab itu. Dan lagi Elihu mengemukakan sedikit sadja jang baru
dan rupa2nja peranannja hanja mendjawab beberapa persoalan jang kurang penting,
jang disinggung dalam perdebatan itu.
Pasal2 24-27 boleh djadi kusut-murut dalam riwajat teksnja, sehingga urut2annja
jang sekarang ini, sukar dimengerti dan djalan pikirannja beberapa kali
terputus. Sudah banjak sekali ditjoba, memulihkan urutan2 jang asli, tetapi
kesemuanja itu bertjorak hipotese atau perkiraan sadja. Adapun kami mengikuti
hipotese, jang sedikit sekali merobah teksnja. Dengan memindahkan tiga bagian
ketjil diperoleh urutan2 jang agak memuaskan. Jaitu sbb: 24,1-17;25,1;26,,5-
14;25,2-6;26,1-4;27,1-23;24,18-25;28,1-28. Kiranja tak usah pula dalam seri
ketiga pidato sahabat2 itu, menaruh sebagian dalam mulut Sofar dan untuk itu
menambahkan satu ajat kepada teks itu. sungguh aneh, bahwa sofar, jang dalam
kedua seri lainnja mendapat gilirannja angkat bitjara, tak diketemukan sama
sekali dalam ketiga itu. Ini alasan terutama, maka tidak kuranglah ahli jang
menampilkan Sofar dalam seri ketiga. Tetapi perlu sih tidak. Biasanja 27,13-25
dianggap keluar dari mulut sofar, dengan ditambahkan 24,18-24 atau tidak.
Kitab Ijob tersusun sbb: kitab mulai dengan suatu prakata dalam prosa (1-
2);berikutlah pertjakapan antara Ijob dan sahabat2nja, jang terdiri atas tiga
seri pidato (4,1-14,23;15,1-21,34;22,1-31,40). Kemudian Elihu angkat bitjara
dengan lima buah pidato (32,1-37,24), jang terputus oleh dua pidato Jahwe
sendiri, masing2 dibubuhi dengan djawaban singkat dari Ijob (38,1-42,6). Kata
penutup dalam prosa lagi dan merupakan kelantjutan dari prakata (42,7-17).
Dalam prakata para pembatja berkenalan dengan tokoh2 jang akan memainkan peranan
dalam perdebatan jang akan datangm jaitu Ijob, Elifaz, Bildad dan Sofar, dan
dengan keadaan jang menjedihkan dari tokoh utama, jang sungguhpun saleh ditimpa
dengan derita jang luar kekuatan insani oleh Setan akan mengudji kebadjikannja.
Dengan itu dikemukakan pula persoalan kitab itu, jaitu derita orang jang
djujdur. Isteri Ijob sambil lalu untuk lebih menonjolkan derita itu.
Setelah diam tudjuh hari tudjuh malam lamanja, lalu Ijob membuka perdebatan
dengan djeritan pedih dari dalam kepapaannja. Tidak lain hanjalah keluhan jang
menjajat hati. Persoalan belumlagi disinggung dan keluhan ini tidak ditundjukkan
kepada sahabat2nja, melainkan se-mata2 suatu keluhan derita (3,1-26).
Kemudian setjara bergilir ketiga sahabat itu angkat berbitjara, danmasing2
didjawab Ijob (4,1-28,28). Ketiga sahabat itu adalah tiga orang bidjaksana,
masing2 dengan wataknja sendiri. Elifaz adalah jang tertua, jang dapat
berbitjara karena mempunjai pengetahuan jang luas dan banjak pengalaman. Pada
hematnja, hal ini memberikan hak kepadanja, untuk menjampaikan pendapatnja
kepada Ijob dengan terus-terang dan djudjur. Adapun Bildad lebih muda dan
berbitjara dengan kehangatan nafsu kaum muda dan dengan pedas, bahkan menghina
dalam utjapan2nja. Sofar kira2 berdiri di-tengah2 keduanja itu. Dalam djalan
perdebatan hanja ada sedikit kemadjuan pikiran. Hal jang sama djua di-ulang2,
hanja mada makin lama makin pedas dan tadjam. Ketiga sahabat itu mengukuhi,
bahwa Allah adalah adil dan bahwa jang djahat dihukum diatas bumi ini, desang
jang baik pasti digandjar. Karena Ijob ditimpa malapetaka jang amat berat, djadi
ialah pendosa besar. Ini pokok pertjakapan, jang tidak akan dilepaskan mereka.
Tetapi Ijob tetap menjatakan, bahwa ia tak bersalah, danmembuktikan, bahwa dalil
sahabat2nja tidak sesuai dengankenjataan serta pengalaman. Allah, jang mereka
wartakan itu bukan allah jang adil. Nada utjapan2 Ijob terus-menerus berumbang-
ambing antara dua kutub. Kadang2 ia penuh denga perasaan merontak, hampir2
menghodjat;ini mentjapai puntjaknja dalam pertjakapan achir Ijob dengan diri
sendiri, dalam mana ia sekali lagi menjatakan dengan bersumpah, bahwa ia tak
bersalah (29-31). Sebaliknja iapun ber-ulang2 menjatakan kesediaannja untuk
tunduk serta patuh setjara satria, dan kehendaknja jang sungguh2 untuk menjelami
rahasia itu. Nada ini mentjapai puntjaknja dalam pasal 19.
Dengan dibubuhi kata pengatar tersendiri, Elihu lalu mentjampuri perdebatan itu
(32,1-37,24). Ia berpandjang lidah dan tjongkak. Tetapi tidak banjak hal jang
baru keluar dari mulutnja. Iapun sependirian denga sahabat2 itu: derita adalah
hukuman atas dosa perseorangan atau se-kurang2nja,-ini hal baru jang
dikemukakannja - hukuman atas dosa karena kedjahilan atau hendak mentjegah dosa,
lebih2 dosa kesombongan. Tetapi bagaimanapun djua, ada gandingannja antara
derita dan dosa.
Kata2 jang membandjir dari mulut Elihu itu dihentikan Jahwe, jang bersabda dalam
angin ribut sebagaimana lazimnja dalam Kitab Sutji (38,1-42,6). Sabda Allah itu
penuh ironi terhadap Ijob. suatu pemetjahan dari persoalan itu tidak diberikan,
tetapi Jahwe menundjukkan akan kemahakuasaanNja dan kebidjaksanaanNja, karena
djustru dalam hal itu Ia melampaui manusia. Pekerdjaan Allah tidak boleh tidak
adalah suatu rahasia bagi manusia dan tetap demikian pula halnja. Maka itu
manusia harus menerima. Dia begitu sadja. Itulah satu2nja sikap, jang dapat
memberikan suatu pegangan, bahkan kepastian, kepada manusia dalam hidupnja serta
deritanja.
Ijob menerima itu (40,3-5;42,1-6) Ia mengaku, bahwa ia telah berbitjara karena
kurang tahunja. Ia menjatakan kepertjajaan jang mutlak, kendati segala rupa
lahir jang tampak, dan menerima rahasia Allah itu.
Epilog merupakan penutup jang menjenangkan dari keseluruhannja. Ketiga sahabat
itu ditjela: pendapat mereka tidak tertahankan. Setjara resmi Ijob dinjatakan
tak-bersalah dan mendapat kembali kemakmuran jang telah hilang itu, bahkan djauh
lebih banjak.
Dengan gaja puisinja jang indah Ijob mengemukakan persoalan jang pokok: jakni
persoalan derita orang saleh dan disamping itu kitab tadi mempersoalkan, apa
pengertian tentang allah seperti jang diterima dikalangan pengarang itu sungguh2
pengertian jang benar dan lengkap tentang Allah. Teranglah, bahwa gagasan2 si
pengarang sendiri jang ditaruh dalam mulut Ijob demikianpun halnja dengan sabda
Jahwe. Sedangkan ketiga sahabat itu mewakili aliran teologi para guru ilmu
kebidjaksanaan, seperti jang lazim dianut. Persoalan derita atau sengsara
bukanlah suatu persoalan jang chas bagi bangsa Jahudi, melainkan bertjorak
insani umum. Djustru karena itulah kitab Ijob adalah buku segala djaman dan
mempunjai makna universil. Sudah barang tentu bukan tanpa maksudlah si pengarang
Jahudi manampilkan orang2 bukan Jahudi. Bukan hanja kitab Ijob sadjalah, jang
membentangkan persoalan tadi. Sudah lama ada denga samar2 (lih.Jer.31,29), dan
tampil kemuka dalam beberapa mazmur. Kemudian si Pengchotbah mengemukakan lagi
persoalan itu, tetapi dalam bentuk jang sangat umum dengan menanjakan apa makna
seluruh dunia dan seluruh hidup manusia. Tetapi belum pernah persoalan itu
dikemukakan demikian hangatnja seperti dalam kitab Ijob: didalamnja orang
bergulat untuk mendapat pemetjahan, sementara keteguhan mentjapai puntjaknja,
dan orang menderita minta djawaban.
Adjaran lama, jang diwakili sahabat2 Ijob, telah memberikan keterangan sbb:
derita adalah akibat dari hukum bagi dosa. Dalil sedikit banjak memuaskan,
selama pengertian tentang kesalahan kolektif dapat bertahan. Orang salehpun
dapat ditimpa derita karena kedjahatan orang lain. Tetapi sedjak nabi Jeheskiel
menandaskan tanggungdjawab pribadi dan kesalahan perseorangan )Jehesk. 18,1-32),
djawab tadi dapat memuaskan. Dengan mulut Ijob si pengarang memprotes dengan
keras sekali. Si pendosa sendiri harus mendjalani hukuman, bukannja orang lain
(21,20). Rangka lama pembalasan tidak berlaku lagi. Sungguhpun sahabat2 Ijob
dapat memandjat pada tradisi (15-18) dan bahkan pada wahju (4,12-17), namun
mereka tidak dapat mejakinkan seorang djuapun. Teori mereka sangat bertentangan
dengan kenjataan. Ijob sendiri - si pengarang - mentjari suatu pemetjahan,
tetapi senantiasa terbentur pada rahasia Allah, jang tak dapat diselaminja.
Bagi adjaran lama Allah bukan suatu rahasia. Ia disesuaikan dengan rangka tadi.
Didalam hidup didunia ini Allah harus menggandjar jang baik dan menghukum jang
djahat. Allah diselaraskan dengan teori, maka dikemukakannja Allah menurut
pandangannja sendiri. Tetapi pengertian tentang Allah itu tidak diterima oleh
Ijob, karena, mengingat kenjataan derita, lalu Ia mendjadi Allah jang kedjam dan
tak adil. Karena itu dalam ketjamannja atas adjaran lama pembalasan itu si
pengarang djuga menolak pengertian tentang Allah, jang sesuai dengan adjaran
itu. Dalam pidato2 Jahwe, Allah tampil, menurut gagasan si pengarang, sebagai
rahasia besar, jang mengatasi daja-pikir manusia, dan jang tak mau dipaksakan
kedalam kategori2 pemikiran manusia. Dengan berpegangan pada pengertian itu, si
pengarang mengalihkanpersoalan derita daripada bidng insani, jang tetap dipegang
sahabat2 Ijob itu, kebidang ilahi. Rahasia derita adalah suatu sudut dari
rahasia Allah. Karena itu haruslah tetap rahasia adanja dan tidak dapat
didjangka dengan pemetjahan insani. Si pengarang dan Ijob tunduk dengan
kepertjajaan jang sempurna dan buta kepada rahasia ini. Ijob, jang dirampas
segala miliknja, bahkan dari pertolongan insani jang mungkin terdapat dalam
kepertjajaan itu, tetap setia kepada Allah. Ia menerima hal itu dandjuga
pembalasan Allah sebagaimana adanja, dengan kepertjajaan akan Allah jang
sempurna dan sutji, tanpa imbauan insani sedikitpun. Dengan denikian Ijob djuga
mendjadi tjontoh jang paling murni dari "orang2 hina-dina Jahwe", jang telah
mengilhami amat banjak mazmur dalam rasa-keigamaan jang murni sekali dan jang
mentjari serta menganut Allah, hanja karena Ia itu Allah, bukannja manusia.
Pengarang kitab Ijob tidak memberikan pemetjahan persoalan, jang merisaukan
hatinja dan hati banjak orang sesamanja. Namun ia menemukan sikap satu2nja jang
tepat dan mungkin, mengingat djaman waktu ilahi itu. Peladjaran jang hendak
diberikannja ialah kepertjaan jang sempurna akan Allah dalam keagungaNja jang
penuh rahasia itu, dengan kepatuhan penuh kepadaNja. Perdjandjian Baru
mendekatkan persoalan itu kepemetjahan jangdefinitif. Wahju jang baru itu
mengarahkan pandangan kehidup lain atau achirat, dimana pembalasan dapat
dilaksanakan. Paulus merumuskannja dengan amat baiknja sbb: "Menurut pendapatku,
sengsara dunia ini tidak sepadan dengan kemuliaan jang akan dinjatakan"
(Rm.8,18). Bahkan dimasa sekarangpun derita sudah bisa mendapat arti dan
nilainja, kalau itu dipertalikan dengan Kristus jang menderita sengsara: "Kini
aku bersukatjita, karena aku boleh menderita untukmu danboleh melengkapi dalam
tubuhku apa jangkurang dalam sengsara Kristus, demi untuk tubuhNja, jaitu
Geredja" (Kol.1,24). Disini terbukalah perspektif2 baru, tetapi sekarangpun
rahasia itu masih tetap rahasia dan belum segala kabut dihalaunja. Kini Alah
serta pekerdjaanNja bagi manusia masih tetap suatu rahasia, jang hanja dapat
dihampiri dan diterima dengan kepertjajaan serta pasrah kepadaNja. Karena itu
sikap Ijob djuga tetap adalah sikap orang kristen, jakni: pertjaja akan Allah
dan pasrah kepada keAllahanNja jang tak-terdugai. Adapun persoalan itu dan
djuga djawaban kristen dewasa ini sangat hangat, mengingat dewasa ini ada banjak
kegelisahan, banjak derita jang tak beralasan dan bangsa manusia berada dalam
kesukaran besar. Kalau eksistensialisme modern memberikan djawaban palsu atas
persoalan besar ini, maka pembatja Kitab Sutji mendapat djawaban kristennja
dalam kitab Ijob, jang dapat mendjadi buku pelipur dan kekuatan banjak orang,
buku jang kendati tuanja toh masih sangat mederen.