Topik : Kematian/Salib

25 November 2002

Di Bawah Kepak Sayap-Nya

Nats : Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap- Nya engkau akan berlindung (Mazmur 91:4)
Bacaan : 1Petrus 2:21-25

Seorang penginjil India, Sundar Singh, menulis tentang kebakaran hutan di pegunungan Himalaya yang ia saksikan ketika sedang melakukan perjalanan. Saat banyak orang berusaha memadamkan api, ada sekelompok orang yang memandangi sebuah pohon yang dahan-dahannya mulai dijalari api. Seekor induk burung dengan panik terbang berputar-putar di atas pohon. Induk burung itu mencicit kebingungan, seakan-akan mencari pertolongan bagi anak-anaknya yang masih di dalam sarang. Ketika sarang mulai terbakar, induk burung itu tidak terbang menjauh. Sebaliknya, ia justru menukik ke bawah dan melindungi anak-anaknya dengan sayapnya. Dalam sekejap, ia beserta anak-anaknya hangus menjadi abu.

Lalu Singh berkata kepada orang-orang itu, "Kita baru saja melihat hal yang luar biasa. Allah menciptakan burung yang memiliki kasih dan pengabdian begitu besar sehingga rela memberikan nyawanya untuk melindungi anak-anaknya .... Kasih seperti itulah yang membuat-Nya turun dari surga dan menjadi manusia. Kasih itu juga membuat-Nya rela mati sengsara demi kita semua."

Cerita di atas adalah sebuah ilustrasi yang mengagumkan akan kasih Kristus kepada kita. Kita juga berdiri dengan takjub saat merenungkan api penghakiman suci yang membakar Bukit Kalvari. Di sanalah Kristus bersedia menderita dan "memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib" (1 Petrus 2:24).

Tuhan, terima kasih karena Engkau rela menderita menggantikan kami. Betapa kami sangat bersyukur atas semua yang telah Engkau lakukan! –Vernon Grounds

28 Desember 2002

Seberapa Berhargakah Anda?

Nats : Kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya (Roma 5:10)
Bacaan : Mazmur 49:2-16

Seorang mahasiswa Universitas Washington yang sedang jenuh menggunakan jasa situs lelang di internet untuk menjual nyawanya kepada penawar tertinggi. Ternyata tawaran tertinggi hanya mencapai 400 dolar!

Karena nyawa bukan suatu benda, maka nyawa tak dapat dipisahkan dari tubuh layaknya sebuah organ tubuh seperti jantung. Mahasiswa itu terpaksa mengakuinya, "Saya rasa penawar tertinggi tidak akan dapat mengoleksi nyawa saya."

Tawaran dari pemuda di atas mengingatkan kita pada pertanyaan serius Sang Juruselamat dalam Matius 16:26, "Apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" Saat Dia menantang para pendengar-Nya untuk merenungkan hari penghakiman yang akan datang, Yesus berkata bahwa seisi dunia ini tak ada artinya dibanding harga sebuah nyawa.

Jadi, pertanyaan tentang seberapa berharga diri kita tidak tergantung pada harta yang kita miliki. Penulis Mazmur 49 menunjukkan kebodohan orang-orang yang lebih menghargai harta daripada nyawa mereka. Pemazmur justru memandang kepada Tuhan dengan meyakini bahwa Dia "akan membebaskan nyawaku dari cengkeraman dunia orang mati" (ayat 16).

Allah sangat menghargai kita, sehingga Dia mengutus Yesus ke dalam dunia sebagai manusia. Dia bertumbuh besar dan kemudian mati di kayu salib untuk membayar harga penebusan kita (Roma 5:6-21).

Seberapa berhargakah Anda? Untuk mengetahui jawabannya, pandanglah palungan di Betlehem dan salib di Bukit Kalvari –Vernon Grounds

9 April 2003

Dia Mati untuk Saya!

Nats : Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya (Matius 27:42)
Bacaan : Yesaya 53

William dan Mary Tanner sedang melintasi rel kereta api saat peristiwa itu terjadi. Kaki Mary terpeleset dan terjepit di antara rel dan kayu yang melintang. Dengan kalut ia berusaha membebaskan kakinya. Namun, saat itu juga terdengarlah suara kereta api yang mendekat. Kereta api ekspres itu telah sampai di tikungan, dan dalam beberapa detik kereta itu akan menerjangnya. Will Tanner pun menarik kaki Mary. Dengan putus asa ia berusaha keras membebaskan kaki Mary. Namun, usaha mereka sia- sia.

Kereta itu semakin mendekat. Peluitnya melengking dan remnya berdecit. Saat itu juga Will memeluk Mary. Orang-orang bergidik ngeri saat kereta itu menerjang pasangan tersebut. Salah seorang saksi mata berkata bahwa sesaat sebelum kereta itu melindas mereka, ia mendengar lelaki pemberani itu berteriak, “Aku akan menemanimu, Mary!” Sungguh cinta yang luar biasa!

Kisah ini mengingatkan saya akan Sang Juruselamat, yang mengasihi kita dengan cinta yang dapat menyelamatkan kita (Yohanes 3:16). Kematian menerjang-Nya saat Dia disalib untuk menebus segala dosa kita. Dia mendengar orang-orang berteriak meminta-Nya menyelamatkan diri dan turun dari salib (Matius 27:40). Namun, untuk menyelamatkan manusia, Dia memilih untuk tidak menyelamatkan diri-Nya sendiri (ayat 42).

Dengan kasih ilahi yang penuh pengurbanan, Yesus menolak menyelamatkan nyawa-Nya sendiri. Dia mati agar dapat memberikan pengampunan atas dosa-dosa kita. Juruselamat kita tetap bertahan di kayu salib untuk Anda dan saya --M.R. De Haan, M.D.

10 April 2003

Salib dan Mahkota

Nats : ... demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:14,15)
Bacaan : Yohanes 3:13-21

Pada bulan April 2002, bersama ribuan orang di London, saya berbaris menuju peti jenazah almarhum Ibu Suri Kerajaan Inggris. Saat itu, orang-orang diperkenankan melihat jenazahnya sebelum dikubur. Dalam keheningan yang menyelimuti Westminster Hall, saya terpana melihat mahkota sangat indah yang terletak di atas peti mati dan salib yang berdiri di dekatnya sebagai simbol dari hidup dan imannya. Kami datang untuk memberi penghormatan terakhir kepada anggota keluarga kerajaan yang kami kasihi. Namun, saat merenung pada malam harinya, jelas bagi saya bahwa salib Yesus jauh lebih berharga daripada mahkota apa pun.

Bagi semua orang yang mempercayai Kristus, salib menyimbolkan pengharapan, baik dalam kehidupan maupun kematian. Apa pun posisi kekuasaan yang kita warisi atau dapatkan, semua itu takkan kita bawa ke liang kubur. Sebaliknya, Kristus adalah Sang Pemberi Hidup, kini dan selamanya.

Sebelum kematian-Nya di kayu salib, Yesus berkata, “Dan sama seperti Musa yang meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:14,15).

Salib menyatakan pengampunan dan perdamaian dari Allah. Salib menunjuk pada kebaikan Kristus, dan bukan pada kebaikan kita. Saat kita memasuki gerbang kematian, kita harus meninggalkan “mahkota duniawi” kita. Harapan kita satu-satunya adalah berada di dekat Juruselamat kita yang rela mati supaya kita beroleh hidup kekal --David McCasland

19 April 2003

Saat-saat Terakhir

Nats : Kata Yesus kepadanya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43)
Bacaan : Yohanes 19:16-18

Kita melihat dua respons yang bertentangan terhadap Yesus, dari dua penjahat yang disalib di sisi-Nya: yang satu menghujat, yang lain percaya (Lukas 23:39-42). Kita bersukacita karena seorang penjahat itu bertobat dan Kristus berkata kepadanya, “Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (ayat 43). Sampai saat ini pun Yesus menyelamatkan mereka yang benar-benar bertobat, bahkan “di saat-saat terakhir”.

Salah seorang yang diselamatkan di saat-saat terakhir adalah Lester Ezzell, seorang terpidana mati di Florida. Ketika mantan guru Sekolah Minggunya, Curtis Oakes, menempuh jarak 1.200 kilometer lebih untuk mengunjunginya, Lester berkata, “Anda masih belum menyerah, ya?” Meski Lester masih belum mau mendengarkan Injil, Curtis memberinya Alkitab Perjanjian Baru. Ia mendorong Lester untuk membacanya.

Lalu, Lester mulai menulis surat kepada Curtis. Surat pertamanya menceritakan pertobatannya. Surat terakhirnya ditulis pada awal tahun 1957. Bunyinya demikian, “Saat Anda menerima surat ini, barangkali saya sudah mati. Saya akan membayar segala kesalahan yang saya lakukan. Namun, ketahuilah, berkat Perjanjian Baru yang Anda berikan dan kasih karunia Allah, saya telah memimpin 47 orang untuk mengenal Yesus Kristus yang sanggup menyelamatkan. Saya hanya ingin berterima kasih karena Anda tak pernah menyerah untuk membawa saya kepada-Nya.”

Saat kita bersaksi kepada orang lain tentang Yesus Kristus, sebagian orang mungkin belum bertobat sampai saat-saat terakhir hidupnya. Jadi, jangan pernah menyerah --Joanie Yoder

25 April 2003

Pandangan Sekilas

Nats : Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus (Galatia 6:14)
Bacaan : Efesus 2:14-18

Para pelancong yang melintasi dataran Groom, Texas, pasti akan merasa takjub karena melihat pemandangan yang luar biasa. Samar-samar sebuah salib setinggi 58 meter tampak menjulang ke langit. Simbol iman kristiani yang berukuran raksasa itu didirikan oleh Steve Thomas dengan harapan supaya siapa pun yang melihatnya akan datang kepada Yesus. Ketika karyanya itu selesai dan diresmikan, ia berkata, “Kami rindu ada sejumlah orang yang pada akhirnya akan mengikut Kristus setelah melihat salib ini.”

Seluruh umat kristiani bersyukur ketika orang yang belum percaya dapat memberi perhatian kepada Yesus Kristus dan salib. Sekalipun mungkin hanya sekilas, tetapi siapa tahu reaksi yang sangat singkat itu dapat bermakna bagi keselamatan sebuah jiwa? Mungkin saja seorang pendosa tiba-tiba mulai memikirkan mengapa Yesus bersedia mati di atas kayu salib. Barangkali hal ini akan mendorongnya untuk mencari jawaban dari Alkitab atau dari orang-orang kristiani yang ia kenal.

Lalu bagaimana dengan kita sendiri sebagai umat kristiani? Sewaktu kita terburu-buru menjalani hidup yang acap kali menjemukan, apakah kita bersyukur untuk setiap simbol yang mengingatkan kita kepada kasih Bapa kita, yang mengutus Putra-Nya untuk mati? Melalui salib, Yesus telah mempersatukan kita dengan Allah dan memberi kita damai-Nya (Efesus 2:14,16). Pada hari ini juga, luangkanlah waktu untuk merenungkan makna salib, sehingga hati Anda dipenuhi dengan pujian bagi Sang Juruselamat --Vernon Grounds

2 November 2003

Mencari Cinta

Nats : Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16)
Bacaan : Yohanes 3:16-21

Sebuah virus komputer bernama "The Love Bug" (Virus Cinta) menjalar ke seluruh dunia melalui e-mail, menjangkiti berjuta-juta komputer dalam waktu kurang dari 24 jam. Tampaknya orang-orang yang waspada seperti perakit software ternama pun tidak mampu menahan diri terhadap godaan untuk membuka pesan yang berjudul "Aku Cinta Kamu".

Beberapa analis mengatakan bahwa keberhasilan virus komputer yang menghancurkan itu, di samping mengungkapkan keringkihan mesin di dunia cyber kita, juga mengungkapkan betapa dalamnya kerinduan hati manusia. Jauh di dalam lubuk hati manusia, setiap orang di planet bumi ini sedang mencari cinta.

Bukan suatu kebetulan jika salah satu ayat terkenal dalam Alkitab adalah Yohanes 3:16. Ayat ini berbunyi, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."

Mungkinkah cinta yang paling kita rindukan adalah cinta Allah? Apakah Yesus Kristus adalah Pribadi istimewa yang sangat ingin kita cari, yang dapat membuat kita bertekuk lutut? Jika benar demikian, maka penerimaan akan cinta Allah di dalam Kristus dapat mengubah hidup kita melalui berbagai cara yang luar biasa. Pengharapan, kedamaian, dan gairah hidup -- semuanya timbul dari cinta akan Yesus.

Ketika Allah berfirman, "Aku mengasihimu", itulah pesan yang selama ini kita cari-cari. Pesan itu dapat mengubah hidup kita. Bagaimana Anda menanggapi-Nya hari ini? --David McCasland

28 Desember 2003

Mimpi Seniman

Nats : Karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa (Wahyu 5:9)
Bacaan : Wahyu 5:1-10

Rita Snowden, pada tahun 1937, menulis sebuah buku berjudul If I Open My Door. Di dalamnya ia menceritakan tentang sebuah jemaat yang merencanakan untuk membangun tempat ibadah yang baru. Di bagian tengah gereja tersebut akan dipasangi jendela kaca berwarna dengan gambar anak-anak yang sedang menyembah Yesus.

Jemaat tersebut mempekerjakan seorang seniman untuk melukis sebuah gambar pada jendela yang sudah disiapkan. Ia memenuhi tugasnya, dan malam itu ia bermimpi mendengar suara gaduh di studionya. Ketika menyelidiki, ia melihat orang asing sedang mengubah lukisannya. Ia berteriak, "Hentikan! Anda merusak lukisan itu." Namun orang asing itu menjawab, "Kamulah yang telah merusakkannya." Sang penyusup itu kemudian menjelaskan bahwa wajah anak-anak itu semula hanya satu warna, tetapi ia membuatnya menjadi beragam warna. Ketika penyusup itu berkata bahwa ia menginginkan anak-anak dari seluruh bangsa dan ras dapat datang kepadanya, seniman itu akhirnya menyadari bahwa ia sedang berbicara dengan Yesus sendiri.

Di dalam dunia di mana perbedaan ras sering menyulut perpisahan dan konflik, orang-orang kristiani perlu mengusahakan kesatuan dan kedamaian. Yesus memanggul salib untuk membawa keselamatan bagi orang-orang dari setiap bangsa (Wahyu 5:9). Kesaksian dan persekutuan kita harus melampaui hambatan yang secara historis telah memisahkan keluarga umat manusia (Roma 1:16; Galatia 3:28).

Apakah kita menyatakan kasih Yesus kepada semua orang? --Vernon Grounds

25 Maret 2004

Salib Berbicara

Nats : Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci ... dan ... telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga (1 Korintus 15:3,4)
Bacaan : Kisah Para Rasul 2:22-39

Salib menghiasi menara-menara gereja dan menandai tempat-tempat pemakaman. Kadang kala salib juga menandai lokasi meninggalnya seseorang dalam kecelakaan di jalan raya. Dan salib kerap dipakai sebagai perhiasan.

Salib mengingatkan orang kepada Yesus Kristus. Saya menjadi sadar akan hal ini ketika seorang pengusaha yang melihat salib emas kecil di kerah jaket saya, bertanya, “Mengapa Anda memercayai Kristus?” Saya gembira mendapat kesempatan bersaksi tentang iman saya kepadanya.

Yesus mati di atas kayu salib bagi kita, tetapi kita tidak menyembah Juruselamat yang mati. Tubuh Tuhan kita diturunkan dari kayu salib dan dikuburkan, kemudian pada hari yang ketiga Dia muncul kembali dalam tubuh-Nya yang dimuliakan.

Salib memberikan gambaran yang menyeluruh kepada kita, yakni tentang kematian penebusan Tuhan untuk membayar harga dosa-dosa kita, dan kebangkitan-Nya untuk melepaskan kita dari kuasa maut.

Jika bukan itu tujuan kematian Kristus di kayu salib, kita semua tetap bersalah di hadapan Allah dan tidak berdaya ketika berhadapan dengan maut. Namun melalui iman kepada-Nya, kita menerima pengampunan atas segala dosa kita dan jaminan bahwa maut tak dapat mencengkeram kita.

Sudahkah Anda memandang pada salib dan menaruh iman kepada Pribadi yang telah mati di sana? Inilah satu-satunya cara yang pasti dan sempurna untuk pulih dari rasa bersalah dan rasa takut —Herb Vander Lugt

8 April 2004

Memanggul Salib-Nya

Nats : Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, … mereka paksa untuk memikul salib Yesus (Markus 15:21)
Bacaan : Markus 15:16-21

Dalam pandangan kebanyakan orang yang termasuk dalam kerumunan orang banyak, Yesus adalah sosok penjahat biasa yang sedang digiring menuju tempat eksekusi. Karena itu, membantu-Nya memikul salib adalah tindakan yang hina dan memalukan.

Simon dari Kirene memang dipaksa untuk melakukan tugas ini (Markus 15:21). Namun, mungkin hari itu merupakan hari yang paling mulia di dalam hidupnya. Mungkin ia menjadi percaya kepada Juruselamat, dan imannya itu diikuti oleh istri beserta anak-anaknya. Beberapa guru Alkitab sampai pada kesimpulan tersebut karena bertahun-tahun kemudian, ketika Rasul Paulus mengirimkan salamnya kepada jemaat di kota Roma, ia menyebut seorang laki-laki bernama Rufus dan ibunya (Roma 16:13). Saya yakin orang itu adalah anak laki-laki Simon yang disebutkan Markus dalam injilnya (15:21) yang mungkin ditulis di Roma. Sepertinya ini yang menjadi alasan Markus menulis bahwa Simon adalah ayah Rufus dan Aleksander.

Manakala kita berjalan bersama Yesus dan “memikul salib” (Lukas 9:23), kita juga akan mendapatkan cemooh dari dunia karena kita memiliki hubungan yang erat dengan Sang Juruselamat. Namun melalui semuanya itu, seperti halnya Simon dari Kirene, hidup kita akan diubahkan, dan kesaksian kita akan menimbulkan dampak pada kehidupan keluarga serta teman-teman yang berada di sekitar kita.

Simon memang “dipaksa” untuk memikul salib Yesus (Markus 15:21). Namun, Yesus mengundang kita untuk memikul salib kita. Sudahkah Anda menerima undangan-Nya? —Henry Bosch

9 April 2004

Tiga Salib

Nats : Mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya (Lukas 23:33)
Bacaan : Lukas 23:32-38

Dalam banyak lukisan yang menggambarkan tentang penyaliban Yesus, salib yang terletak di tengah tempat Yesus disalibkan digambarkan lebih tinggi daripada kedua salib yang lain. Kita memang dapat menghargai keinginan sang seniman yang hendak menempatkan Kristus di tempat utama, tetapi kita tidak mempunyai bukti yang dapat dipercaya bahwa Yesus diberi tempat yang lebih tinggi atau lebih dihormati daripada kedua penjahat tersebut. Mereka yang menyalibkan Yesus menganggap-Nya sebagai penjahat biasa, sehingga mungkin ketiganya disalibkan pada ketinggian yang sama.

Ketika merenungkan hal ini, saya menyadari bahwa Yesus bukanlah sosok yang di luar jangkauan kita. Dia bukanlah sosok yang berada jauh di atas para pendosa malang yang tergantung pada kedua salib lainnya. Saya juga berpikir bahwa mungkin ketiga salib itu letaknya sangat berdekatan. Kedua penjahat tersebut dapat bercakap-cakap satu sama lain tanpa merasa terganggu oleh teriakan-teriakan dan keramaian yang ada di sekitar mereka. Bahkan, seandainya tangan penjahat yang sekarat itu tidak dipaku pada salib, mereka mungkin dapat saling menjangkau dan menyentuh tangan Yesus. Menurut saya hal ini sangatlah penting. Ini menunjukkan bahwa Yesus dapat dijangkau oleh semua orang yang mencari dan menjamah-Nya dengan tangan iman!

Ya, semua orang, siapa pun juga, dapat datang kepada-Nya dan menerima pengampunan serta hidup baru. Apakah Anda sudah menggapai Dia yang mati untuk Anda dengan tangan iman? —M.R. De Haan, M.D.

8 Mei 2004

Kombinasi yang Berhasil

Nats : Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka (1 Timotius 1:19)
Bacaan : 1 Timotius 1:18-20

Seorang yang baru percaya jatuh ke jalan hidupnya yang lama dengan ikut berpesta dan mabuk-mabukan. Setibanya di rumah, sang istri tidak mengizinkannya masuk tetapi justru memanggil pendeta mereka, yang kemudian menemukan pria itu tertidur di dalam mobil.

Sang pendeta membawanya ke sebuah motel agar ia bisa tidur dan pulih dari kemabukannya. Sang pendeta begitu mengenal pria itu dan yakin bahwa ia tidak perlu ditegur dengan keras. Sebaliknya, ia minta kepada Allah agar menyadarkan pria itu dan membawanya pada pertobatan. Dalam hal ini sang pendeta mengambil langkah yang tepat. Di kemudian hari, pria muda itu mengatakan bahwa ia telah memperoleh pelajaran berharga melalui pengalaman ini dan bahwa Tuhan telah “membuang semua kesenangan atas dosa”.

“Hati nurani yang murni” akan menggelisahkan kita saat kita melakukan sesuatu yang kita ketahui salah. Kita menjaganya tetap “murni” dengan menurutinya dan berbalik dari dosa. Paulus mengatakan bahwa iman Himeneus dan Aleksander “kandas” karena mereka menolak suara nurani mereka yang murni (1 Timotius 1:19,20). Dengan demikian, mereka telah memadamkan hati nurani mereka dan secara terang-terangan memutarbalikkan kebenaran untuk membenarkan perbuatan mereka.

Iman yang sejati dan hati nurani yang peka akan membuang segala kesenangan atas dosa dan keinginan untuk memutarbalikkan kebenaran untuk membenarkan apa yang salah. Iman dan hati nurani yang murni merupakan kombinasi yang berhasil. Marilah kita menjaganya agar tetap kuat —Herb Vander Lugt

31 Mei 2004

Mengingat

Nats : Waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah (Roma 5:6)
Bacaan : Yohanes 19:1-8

Perdana Menteri Winston Churchill memberikan penghormatan bagi para anggota Royal Air Force yang telah membela Inggris selama Perang Dunia II. Sambil bercerita panjang lebar tentang jasa mereka yang penuh keberanian itu, Churchill berkata, “Dalam sejarah manusia, tak pernah ada begitu banyak orang berutang budi pada segelintir orang.”

Pendapat serupa tertera pada plakat peringatan di Bastogne, Belgia, tempat terjadinya Pertempuran Bulge yang terkenal, yakni salah satu konflik paling berdarah pada Perang Dunia II. Tulisan untuk menghormati Divisi Angkatan Udara Amerika Serikat ke-101 itu berbunyi: “Jarang terjadi begitu banyak darah orang Amerika tertumpah dalam satu kali serangan. Ya Tuhan, tolonglah kami untuk mengingat hal ini!”

Ini semua merupakan penghormatan yang tepat dan layak bagi para pria dan wanita pemberani yang telah berkorban begitu besar bagi negara mereka.

Ketika merenungkan pengorbanan mereka, saya pun teringat pada Pribadi yang pengurbanan-Nya sangat berarti bagi manusia dari segala bangsa. Yesus Kristus, Pribadi tanpa dosa, mati di kayu salib dan menumpahkan darah-Nya untuk menebus dosa kita. Dengan demikian, Dia menjamin kebebasan kita, yakni kebebasan dari hukuman dosa, kuasa dosa, dan bahkan dosa yang akan terjadi kelak. Tentang Yesus, kita dapat berkata, “Tak pernah ada dalam sejarah manusia begitu banyak orang berutang budi kepada satu Pribadi. Pengurbanan-Nya merupakan pengurbanan yang terbesar.”

Ya Tuhan, tolonglah kami untuk mengingat hal itu! —Richard De Haan

11 Juli 2004

Pohon Kehidupan

Nats : [Yesus] sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib (1 Petrus 2:24)
Bacaan : Matius 27:27-35

Pohon willow yang batangnya bertonjolan berdiri kokoh di halaman belakang rumah kami selama lebih dari 20 tahun. Pohon itu menaungi keempat anak kami saat mereka bermain di halaman, dan menyediakan tempat tinggal bagi tupai-tupai di sekitarnya. Namun, musim semi tiba dan ternyata pohon itu tidak terbangun dari tidur musim dinginnya, maka sudah waktunya untuk menebang pohon itu.

Setiap hari selama seminggu saya mengerjakan pohon itu -- pertama merobohkannya, kemudian membelah pohon yang sudah berusia dua dekade itu menjadi potongan-potongan yang mudah disusun. Pekerjaan itu memberi waktu kepada saya untuk merenung tentang pepohonan.

Saya berpikir tentang pohon pertama, pohon yang menghasilkan buah yang dimakan Adam dan Hawa karena mereka tidak dapat menahan diri (Kejadian 3:6). Allah memakai pohon itu untuk menguji kesetiaan dan keyakinan mereka. Lalu di dalam Mazmur 1 terdapat pula pohon yang mengingatkan kita akan hidup dalam kesalehan yang menghasilkan buah. Dan di dalam Amsal 3:18, hikmat dipersonifikasikan sebagai pohon kehidupan.

Namun, yang paling penting adalah batang pohon yang dipindahkan, yakni salib kasar di Kalvari yang ditebang dari sebuah pohon yang kokoh. Di sanalah Juruselamat kita tergantung di antara langit dan bumi untuk menanggung semua dosa setiap generasi di bahu-Nya. Salib itu berdiri di atas semua pohon sebagai lambang kasih, pengurbanan, dan keselamatan.

Di Kalvari, Putra tunggal Allah menderita kematian mengerikan pada sebuah salib. Itulah pohon kehidupan bagi kita —Dave Branon

14 Juli 2004

Petunjuk Sikap Diam

Nats : Imam-imam kepala mengajukan banyak tuduhan terhadap Dia .... Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawab lagi (Markus 15:3,5)
Bacaan : Yesaya 53

Kisah Silver Blaze karangan Sir Arthur Conan Doyle bermuara di sekitar petunjuk berupa sikap diam. Detektif Sherlock Holmes menyelidiki pencurian seekor kuda pacu yang mahal harganya, dan kuda itu dijaga oleh seekor anjing penjaga. Saat mengumpulkan bukti, Holmes mendapati bahwa anjing itu tidak menggonggong saat pencurian berlangsung. Sang detektif pun mengambil kesimpulan bahwa anjing itu mengenal si pelaku, dan petunjuk ini akhirnya membawa pada terbongkarnya kasus kejahatan tersebut.

Alkitab memberikan banyak petunjuk bagi siapa pun yang menyelidiki identitas Yesus. Salah satu petunjuk adalah sikap diam-Nya. Berabad-abad sebelum Yesus hidup di dunia ini, Nabi Yesaya menulis tentang Dia, “Seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yesaya 53:7). Makna bagian firman Tuhan ini tetap tidak jelas, dan baru jelas ketika Yesus dibawa ke hadapan para penuduh-Nya dan Dia “sama sekali tidak menjawab” (Markus 15:5).

Ini hanyalah sebuah bukti kecil, tetapi penting, terutama ketika digabungkan dengan petunjuk-petunjuk yang lain: kelahiran-Nya di Bethlehem (Mikha 5:1; Lukas 2:4), silsilah-Nya sebagai keturunan Daud (Yesaya 11:10; Lukas 3:31), dan pembuangan undi untuk jubah-Nya (Mazmur 22:19; Yohanes 19:23,24). Semua petunjuk itu dan lebih dari 200 nubuatan lain yang telah digenapi memberikan bukti-bukti yang luar biasa mengenai identitas Yesus.

Dialah Sang Mesias, Anak Allah, Juruselamat bagi semua orang yang percaya kepada-Nya —Dave Egner

17 Agustus 2004

Dasar yang Kokoh

Nats : Tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus (1Korintus 3:11)
Bacaan : Matius 7:21-27

Sebagai orang kristiani, kita dapat ditenggelamkan oleh urusan-urusan duniawi sehingga kita menggeser keyakinan, dari kepada Yesus Kristus menjadi pada kemampuan pikiran kita sendiri. Kemudian terjadilah peristiwa yang mengguncang dasar yang telah kita bangun.

Phillip E. Johnson, seorang pengacara berbakat sekaligus pembicara utama Intelligent Design Movement, terkena serangan stroke dan kemungkinan akan kambuh kembali. Ia sangat dihantui oleh berbagai pikiran menakutkan selama hari-hari pertama setelah serangan stroke itu. Akibatnya, ia sangat tersentuh ketika seorang teman datang mengunjunginya dan menyanyikan pujian, "Pada Kristus, dasar yang teguh, aku berdiri -- dasar lainnya adalah pasir yang menenggelamkan."

Johnson menulis, "Apakah yang menjadi dasar kokoh tempat saya berdiri? Saya selalu membanggakan diri karena kemandirian saya, dan mengandalkan otak saya. Namun, diri dan otak saya ternyata merupakan "landasan yang rapuh". Sejak dulu saya adalah seorang kristiani, bahkan seorang kristiani yang bergairah menurut ukuran dunia saya. Namun, sekarang semua kabut telah tersapu bersih, sehingga Kebenaran semakin tampak jelas bagi saya." Ia bertekad untuk menempatkan Yesus sebagai pusat hidupnya, dan ia pun menjadi orang yang berbeda.

Betapa seringnya kita mengandalkan kecerdasan dan akal, namun akhirnya kita mendapati bahwa semuanya itu adalah landasan yang rapuh. Janganlah kita lupa bahwa Yesus adalah satu-satunya dasar kebenaran yang kokoh, yang selalu dapat kita andalkan --Herb Vander Lugt

11 November 2004

Penderitaan di Salib

Nats : [Yesus] telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:8)
Bacaan : Yesaya 53

Sebagai orang kristiani, kita pasti me-mahami makna rohani pengurbananKristus di bukit Kalvari. Namun, kita dapat dengan mudah melupakan penderitaan hebat yang ditanggung Kristus di sana. Hal yang paling buruk pada peristiwa itu adalah keterpisahan-Nya dengan Bapa. Namun, penderitaan jasmani yang dialami-Nya pun sangat mengenaskan, di luar akal manusia.

Dalam bukunya Dare To Believe, Dan Baumann membagikan beberapa pemikiran yang dapat memperdalam syukur kita terhadap tindakan Juruselamat bagi kita. “Kita mungkin pernah secara tidak bijaksana, atau kadang tidak sadar, telah membuat salib menjadi barang mewah. Berbagai perhiasan dan menara salib memang indah dan menarik, tetapi tidak menampakkan makna penyaliban yang sebenarnya. Penyaliban adalah metode hukuman mati yang terberat pada abad pertama. Sang terhukum disandarkan pada kayu salib. Paku ... ditancapkan pada kedua tangan dan kaki sang terhukum, kemudian salib itu ditegakkan dan dipancangkan ke tanah. Itu membuat daging orang yang disalib terkoyak dan menyiksanya dengan rasa sakit yang amat mengerikan. Para sejarawan mengingatkan bahwa para prajurit yang melakukan penyaliban pun ngeri dengan penyaliban itu, sehingga mereka sering menenggak minuman keras untuk mematikan perasaan mereka.”

Dengan ingatan yang jelas akan penderitaan jasmani Sang Juruselamat, marilah kita mengucap syukur kembali atas pengurbanan-Nya di Kalvari. Dia begitu mengasihi kita, sehingga rela mati bagi kita—sekalipun kematian-Nya di kayu salib mengerikan —Richard De Haan

24 Desember 2004

Lahir untuk Mati

Nats : Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Matius 20:28)
Bacaan : Matius 1:18-25

Meskipun jutaan orang merayakan kelahiran Yesus, tampaknya tidak banyak orang yang menyadari tentang makna perayaan kelahiran Yesus yang sesungguhnya.

Kita tahu bahwa kelahiran-Nya tidak biasa karena Dia lahir dari seorang perawan. Hidup-Nya juga unik, karena hanya Dialah yang hidup tanpa dosa. Kematian-Nya juga tidak biasa. Yesus bukanlah martir. Dia bukanlah korban keadaan yang tidak menguntungkan, Dia mati karena alasan yang layak. Dia juga tidak wafat hanya untuk memberikan teladan yang baik. Ada hal yang jauh lebih berarti dari semua itu. Tuhan Yesus datang ke dunia ini untuk menjadi Juruselamat bagi kita semua!

Yesus sendiri mengatakan bahwa Dia datang “untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Lukas 19: 10). Siapakah yang hilang? Alkitab mengatakan kepada kita bahwa “semua orang telah berbuat dosa” dan bahwa “upah dosa adalah maut” (Roma 3: 23; 6:23). Untuk menyelamatkan dunia, Yesus harus mati untuk itu. Dia datang dan hidup kudus, dan menanggung kematian yang seharusnya menjadi bagian kita. Makna yang sebenarnya dari Natal adalah bahwa Yesus dilahirkan untuk mati. Karena Dia disalibkan dan kemudian bangkit dari kematian, pengampunan dosa dan jaminan surga saat ini ditawarkan kepada semua yang percaya (Yohanes 1:12).

Sudahkah Anda menerima rahmat keselamatan dari Allah? Jika Anda belum menerimanya, terimalah pada hari ini juga, maka Natal kali ini akan menjadi Natal Anda yang paling berarti dalam hidup Anda —Richard De Haan

25 Maret 2005

Raja Hidup Kita

Nats : Sebab yang sangat penting telah kusampaikan, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci (1Korintus 15:3)
Bacaan : Yohanes 19:16-22

Lebih dari 2.000 tahun silam di Yerusalem, Pontius Pilatus memerintahkan agar plakat yang bertuliskan: "Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi", digantungkan di kayu salib. Mungkin Pilatus mencoba menebar ketakutan di antara rakyat dan menepis keinginan mereka untuk mengangkat sendiri seorang raja baru.

Raja orang Yahudi. Apakah hal tersebut adalah pemikiran orisinal pada masa itu? Mungkin hal itu mulai diembuskan ketika orang-orang Majus bertanya, "Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu?" (Matius 2:2). Orang-orang Majus sedang menantikan penggenapan atas janji ini: "Sebab seorang anak telah lahir ... lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai" (Yesaya 9:5). Mereka percaya bahwa Yesus adalah Anak yang dimaksudkan dalam janji itu.

Di kemudian hari, ketika Kristus disalibkan, beberapa orang melontarkan cemoohan kepada-Nya, "Jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" (Matius 27:40). Mereka ingin melihat apakah Yesus sungguh seorang Raja. Namun, Yesus tidak turun dari kayu salib. Arti salib yang sebenarnya adalah "Kristus telah mati karena dosa-dosa kita" (1 Korintus 15:3). Dia yang membayar hukuman atas dosa-dosa kita, telah membuat pengampunan Allah menjadi mungkin terjadi.

Mereka yang menerima pengampunan Allah dan meminta Yesus Kristus menjadi Juruselamat dan Tuhan, hanya akan memberi sebuah tanggapan yang tepat—melayani Dia. Dialah Raja atas hidup kita —AL

27 Maret 2005

Fakta, Bukan Dongeng

Nats : Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu (1Korintus 15:17)
Bacaan : 1Korintus 15:1-19

Kebangkitan Yesus Kristus adalah batu penjuru iman kristiani. Tanpa itu, kita tak memiliki pengharapan di hidup ini, juga mengenai hidup yang akan datang. Itulah alasan betapa pentingnya mengenali bahwa kepercayaan kita pada kebangkitan Kristus tidak berdasar pada perasaan agamawi atau rumor yang tak berdasar. Kepercayaan kita berdasar pada fakta sejarah dengan bukti kuat yang mendukung.

Satu abad lalu, sekelompok pengacara bertemu di London untuk membahas bukti-bukti alkitabiah mengenai kebangkitan Yesus. Mereka ingin membuktikan apakah tersedia cukup informasi agar kasus itu layak disidangkan di pengadilan. Mereka pun menyimpulkan bahwa kebangkitan Yesus merupakan satu dari banyak fakta sejarah yang tak bisa dipungkiri.

Dalam bukunya, Countdown, G.B. Hardy mengajukan beberapa pertanyaan yang menggugah tentang kebangkitan Yesus: "Hanya ada dua buah persyaratan penting: (1) Adakah orang yang mengalahkan kematian dan membuktikannya? (2) Dapatkah saya melakukannya?" Kemudian Hardy menjelaskan bahwa hanya kubur Yesus yang kosong. Dan karena Yesus telah menang atas dosa dan maut, maka kita yang beriman kepada-Nya pun akan turut bangkit bersama Dia.

"Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu," tulis Paulus dalam 1 Korintus 15:17. Bukti sejarah dan banyaknya hidup yang berubah telah menyaksikan bahwa kebangkitan Yesus adalah sebuah fakta. Apakah Anda telah menaruh pengharapan pada Kristus yang telah bangkit? —DCE

9 April 2005

Salib dan Mahkota

Nats : Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai (Zakharia 9:9)
Bacaan : Markus 11:1-11

Pada hari yang kita sebut sebagai Hari Minggu Palem, Tuhan Yesus memperkenalkan diri-Nya kepada bangsa Israel sebagai Raja ketika Dia memasuki Yerusalem dengan mengendarai seekor keledai. Seandainya saat itu ia mengendarai seekor kuda yang gagah, Dia akan lebih tampak seperti raja. Namun, Zakharia telah bernubuat bahwa Dia akan datang dengan rendah hati. Dan itulah yang dilakukan-Nya.

Mengapa? Raja-raja Timur mengendarai keledai saat membawa misi damai. Sedangkan kuda dipakai sebagai alat perang.

Orang-orang yang berkumpul mengaitkan hal itu dengan kemakmuran duniawi dan kemerdekaan dari Roma. Maka mereka berseru, "Hosana di tempat yang mahatinggi!" (Markus 11:10). Namun beberapa hari kemudian, seruan mereka berubah menjadi: "Salibkanlah Dia!" (15:13).

Sebagian orang yang menyebut diri sebagai pengagum Yesus tidak mengakui Dia sebagai Juruselamat orang-orang berdosa. Namun, kebutuhan kita yang terdalam tak dapat dipenuhi sebelum masalah dosa kita diatasi. Karena itu, Kristus memasuki Yerusalem dengan menunggang seekor keledai dan wajah-Nya tertuju pada salib. Dia sungguh-sungguh menyadari bahwa Dia akan mengalami kematian yang memalukan dan menyakitkan di sana. Kini, setelah membayar harga dosa manusia, Dia sangat ditinggikan di sebelah kanan Allah dan akan datang kembali sebagai Raja segala raja dan Tuhan segala tuhan. Salib-Nya harus mendahului mahkota-Nya.

Jika kita ingin menjadi bagian dari kerajaan surgawi-Nya, kita harus menerima Dia sebagai Juruselamat kita sekarang —HVL

14 April 2005

Mengapa Begitu Buruk?

Nats : Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita (Yesaya 53:5)
Bacaan : Yesaya 53:4-10

Derita. Derita yang keji, mengerikan, dan menyiksa. Derita yang tak kenal henti, tak tertahankan, dan tak terkatakan. Dengan setiap cambukan di punggung Yesus dan setiap langkah yang berat mendaki Bukit Golgota, Sang Juruselamat menerima hukuman atas dosa yang kita perbuat.

Di dunia yang mengajak kita untuk menjadikan semuanya baik-baik saja, kerap kali kita memandang dosa dan berpikir, apa salahnya berbuat dosa? Lagi pula, dosa kita tidak begitu buruk. Jika kita berbohong atau berbuat curang sedikit saja—apa bahayanya? Jika kita bergunjing atau berkata kasar beberapa kali—siapa yang akan terluka? Mengapa dosa begitu buruk?

Dosa itu buruk karena dosa membuat Yesus harus menderita. Ya, dosa kita adalah alasan Yesus menderita siksaan saat Dia berjalan menuju penyaliban—dan saat Dia tergantung di atas salib itu hingga akhirnya mati secara mengerikan.

Tentu saja kita tidak pernah dapat mengubah apa yang telah terjadi; derita itu tidak pernah dapat dibatalkan. Namun kita perlu mengerti bahwa jika kita terus berbuat dosa secara sadar, sebenarnya kita membelakangi Yesus dan derita-Nya. Seakan-akan kita berkata bahwa kita tak peduli terhadap apa yang dialami Yesus karena kita. Kita tetap akan melakukan apa yang kita inginkan. Berdosa di bawah terang salib berarti mengatakan kepada Yesus bahwa bahkan penderitaan-Nya yang hebat pun belum membuat kita mengerti tentang kekejaman dosa.

Mengapa dosa begitu buruk? Lihatlah apa yang dilakukan dosa terhadap Yesus —JDB

15 April 2005

Orang yang Lewat

Nats : Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia (Markus 15:29)
Bacaan : Markus 15:24-38

Pikirkan orang-orang yang melewati Yesus sewaktu Dia tergantung di salib. Betapa tak berperasaannya mereka! Namun sebelum cepat-cepat menghakimi mereka, marilah kita mengingat bahwa banyak orang masih melakukan hal itu hari ini. Mereka dibagi dalam tiga kelompok berikut.

Pertama, orang yang menginginkan salib tanpa Kristus. Menyembah sebuah simbol tanpa Sang Juruselamat adalah hal yang mungkin untuk dilakukan. Sebagian orang mungkin memegang sebuah miniatur salib dari kayu atau emas, namun simbol itu tidak akan pernah menebus satu dosa pun. Hanya Kristus yang menebus jiwa kita dengan darah-Nya yang mahal.

Kedua, orang yang menginginkan Kristus tanpa salib. Mereka menginginkan seorang pemenang, bukan Anak Domba yang sekarat. Mereka akan berseru, "Turunlah dari salib itu!" (Markus 15:30). Banyak orang menginginkan teladan yang baik, guru yang hebat, atau raja yang berjaya. Injil mereka didasarkan atas perbuatan. Mereka memandang rendah Injil yang menyatakan bahwa kita dibenarkan oleh iman dalam Dia yang mencurahkan darah-Nya di kayu salib.

Ketiga, mereka yang tidak menginginkan Kristus ataupun salib-Nya. Mereka tidak tersentuh oleh dukacita-Nya, tidak tergerak oleh penderitaan-Nya, dan tak menyesali dosa-dosa mereka yang ditanggung oleh-Nya. Mereka tidak pernah berseru seperti penulis lagu John M. Moore, "Segala kejahatanku ditimpakan kepada-Nya—Dia memaku semuanya ke kayu salib. Yesus membayar penuh utang dosaku—Dia membayar tebusan bagiku" —PRVG

20 Maret 2006

Kecelakaan di Balai Kota

Nats : Jadi, siapa saja dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan (1Korintus 11:27)
Bacaan : 1Korintus 11:17-34

Mobil-mobil pembongkar sedang bersiap untuk merobohkan sebuah toko roti yang terbakar di Troy, Illinois. Namun, ada sebuah kejutan besar terjadi di Balai Kota yang terletak tepat di sebelahnya. Sebuah mobil derek seberat 65 ton yang mundur ke arah gedung pemerintahan, membuat sebuah lubang besar di dinding depan. Menurut sang pengawas, operator mobil derek itu "telah berbuat ceroboh".

Kecelakaan itu mengingatkan saya mengenai apa yang terjadi pada jemaat Korintus pada zaman dahulu. Karena mengikuti keinginan diri sendiri dan ceroboh terhadap roti dan anggur pada Perjamuan Kudus, beberapa anggota gereja mengalami masalah besar. Kegagalan mereka dalam menghormati kekudusan Perjamuan Kudus itu telah melecehkan kenangan akan pengurbanan Kristus. Banyak orang percaya yang membayar kesalahan mereka dengan menjadi sakit atau kehilangan nyawanya (1Korintus 11:30).

Paulus meminta jemaat Korintus untuk menguji diri mereka sendiri agar tidak diuji oleh orang lain (ayat 28,31). Bahkan ia menegaskan bahwa hukuman dari Tuhan diberikan untuk kebaikan mereka sendiri (ayat 32).

Perjamuan Kudus masih akan tetap menjadi suatu kesempatan atau bahaya, sampai Yesus datang kembali (ayat 26). Melalui sikap hati, kita dapat menghormati Dia atau sebaliknya merusak nama-Nya.

Sebelum Anda merayakan Perjamuan Kudus, alangkah baiknya jika menguji diri Anda sambil berdoa terlebih dahulu. Kemudian dengan hati yang penuh syukur, renungkanlah pengurbanan-Nya bagi diri Anda --MRD

6 April 2006

Tertikam Karena Aku

Nats : Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita (Yesaya 53:5)
Bacaan : Yesaya 53

Seorang pria yang sangat gelisah karena dosa-dosanya bermimpi melihat Yesus tengah dicambuk dengan biadab oleh seorang prajurit. Ketika cambuk keji itu menyentuh punggung Kristus, pria itu gemetar melihat tali cambuk yang tampak mengerikan, yang meninggalkan luka menganga di tubuh-Nya yang tampak bengkak dan bersimbah darah. Saat prajurit yang memegang cambuk itu mengangkat tangannya untuk mencambuk Tuhan kembali, pria itu maju ke depan untuk menghentikannya. Saat itulah prajurit itu menoleh, dan betapa terkejutnya ia ketika menatap wajah sang prajurit yang tak lain adalah dirinya sendiri!

Ia bangun bermandikan keringat dingin. Ia tersadar betapa dosanya telah membuat Sang Juru Selamat menanggung hukuman memilukan. Tatkala merenungkan penderitaan Kristus, ia teringat firman dalam Yesaya 53:5, "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh."

Sungguh menakjubkan bahwa Tuhan Yesus Kristus telah menderita dan mati untuk menebus dunia yang penuh dosa dan terhilang ini! Dia tertikam karena pemberontakan kita. "Kita sekalian sesat seperti domba," namun puji Tuhan, "Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian" (Yesaya 53:6).

Di satu sisi, Jumat Agung merupakan saat yang terkelam dalam sejarah manusia. Namun, karena pengurbanan Yesus bagi kita, sesungguhnya salib menjadi kemenangan terbesar sepanjang sejarah! --HGB

15 Juni 2006

Kematian Anda

Nats : Hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya (Roma 6:12)
Bacaan : Roma 6:1-14

Cathy dan sebanyak 8.500 pasien lainnya dari sebuah rumah sakit setempat menerima tagihan mereka, bersama berita mengejutkan: Mereka telah meninggal!

Cathy berkata, "Saya yakin saya belum mati, tetapi Anda tidak pernah tahu." Ia mengatakan bahwa menurut pihak rumah sakit, hal itu hanyalah sebuah kesalahan komputer. "Akibatnya sejauh ini," ia menambahkan, "muncul sebuah cerita yang lucu untuk diceritakan sekaligus menjengkelkan."

Anda mungkin terkejut saat mengetahui "kematian" Anda sendiri ketika membaca Roma 6:6, "Manusia lama kita telah turut disalibkan [bersama Kristus], . . . agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." Jika Anda adalah pengikut Yesus, Anda "telah mati bagi dosa" (ayat 2). Namun kita tahu bahwa kita masih berdosa, sekalipun kita milik Kristus.

Jadi, apakah maksudnya "turut disalibkan"? Artinya adalah kita tidak lagi harus kalah oleh godaan. Kita dapat memilih untuk menaati Allah melalui kuasa-Nya.

Seorang ahli tafsir Thomas Schreiner berkata, "Orang-orang percaya tidak akan mengalami pembebasan sempurna dari dosa pada zaman ini, sehingga mereka dapat benar-benar tidak berdosa. Yang telah dihancurkan bukanlah keberadaan dosa, melainkan kuasa dosa atas orang-orang percaya."

Kita sekarang dapat "hidup dalam hidup yang baru" (ayat 4). Suatu hari nanti, saat kita dibangkitkan kembali untuk hidup bersama Tuhan, kita akan dibebaskan dari dosa untuk selama-lamanya --AMC

20 Juli 2006

Penderitaan Sang Juru Selamat

Nats : Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? (Mazmur 22:2)
Bacaan : Lukas 22:39-46

Waktu itu adalah hari Kamis malam di minggu Paskah. Yesus bersama para murid-Nya sedang berada di salah satu tempat menyepi favorit-Nya, yakni Taman Getsemani. Dengan perasaan yang sangat sedih, ia memberi nasihat kepada para murid untuk berdoa memohon kekuatan agar tetap setia kepada-Nya. Dia kemudian selama beberapa saat menjauhkan diri dari mereka dan berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku; tetapi jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi" (Lukas 22:42).

"Cawan" yang diminta Yesus untuk dibebaskan dari Dia bukanlah kematian. Dia memang datang ke dunia untuk mati bagi kita. Saya pikir cawan tersebut melambangkan keterpisahan yang menakutkan dengan Sang Bapa. Dan keterpisahan itu akan membuat-Nya berseru dari atas kayu salib, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:46).

Di taman itu, Dia pasti telah mengantisipasi saat Bapa-Nya akan memalingkan wajah dari-Nya. Kedatangan malaikat memang meyakinkan-Nya bahwa Dia tidak seorang diri. Namun, kenyataan bahwa Bapa-Nya tak lama lagi akan menarik diri dari-Nya sangat menyelimuti pikiran-Nya. Dia akan menanggung dosa kita dan merasakan kesendirian yang luar biasa di kayu salib. Kesadaran ini membuat Yesus berdoa sedemikian khusyuk sehingga "peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah" (Lukas 22:44).

Bahkan yang lebih menakjubkan bagi kita adalah kenyataan bahwa Yesus menanggung penderitaan yang hebat ini untuk Anda dan saya! --HVL

31 Agustus 2006

Dia Memutuskan

Nats : Jawab Yesus kepadanya, "Akulah kebangkitan dan hidup" (Yohanes 11:25)
Bacaan : Yohanes 11:17-27

Ketika Walter Bouman, seorang guru besar seminari yang sudah pensiun, mengetahui bahwa kanker di tubuhnya sudah menyebar dan ia mungkin hanya punya waktu sembilan bulan untuk hidup, ia memikirkan banyak hal secara mendalam. Salah satu yang ia pikirkan adalah sindiran komedian Johnny Carson: "Memang benar bahwa beberapa hari setelah kamu meninggal dunia, rambut dan kukumu akan tetap tumbuh, tetapi telepon tidak akan berdering lagi." Ia menganggap bahwa humor itu merupakan tonikum yang bagus, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam yang mengusik pikirannya.

Dalam kolom koran yang ditulis Bouman, ia menulis tentang sumber yang paling memberi semangat kepadanya: "Berita baik bagi orang kristiani adalah bahwa Yesus dari Nazaret telah bangkit dari kematian, dan maut tidak lagi berkuasa atas-Nya. Saya telah mempertaruhkan hidup saya, dan sekarang saya dipanggil untuk mempertaruhkan kematian saya, yaitu bahwa Yesus yang akan mengambil keputusan."

Dalam Yohanes 11, kita membaca tentang hal yang dikatakan Yesus kepada Marta, seorang sahabat dekat-Nya yang sedang berduka atas kematian saudara laki-lakinya. Dia berkata, "Akulah kebangkitan dan hidup; siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati" (ayat 25,26).

Untuk setiap "hari ini" yang diberikan kepada kita, dan untuk "hari esok" yang pasti akan datang, kita tidak perlu merasa takut. Yesus Kristus akan menyertai semua orang yang menaruh keper-cayaan kepada-Nya, dan Dia yang akan memutuskan hidup mati kita -DCM

22 Oktober 2006

Selesai!

Nats : Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia, "Sudah selesai" (Yohanes 19:30)
Bacaan : Yohanes 19:25-30

Banyak harapan dan impian manusia yang kadang tidak terpenuhi. Seorang komposer yang bernama Franz Schubert wafat dengan meninggalkan karyanya Unfinished Symphony (Simponi yang Belum Selesai). Kejadian serupa juga dialami oleh penulis produktif Charles Dickens yang tidak dapat mengembangkan plot novelnya yang berjudul The Mystery of Edwin Drood.

Kita tentu juga memiliki banyak aspirasi yang belum dapat terpenuhi sampai saat ini. Akan tetapi, alangkah terberkatinya diri kita karena mengetahui bahwa karya penebusan kita secara total dan sempurna telah diselesaikan oleh Yesus di atas kayu salib.

Ucapan terakhir Yesus, "Sudah Selesai," sebenarnya hanya terdiri dari satu kata dalam bahasa aslinya (Yohanes 19:30). Akan tetapi, kata tersebut mengandung makna yang luas. Yang diucapkan oleh Yesus menjelang wafat-Nya dapat berarti "Lengkap!" atau "Berakhir!". Seruan dari atas salib itu menyatakan bahwa tidak hanya penderitaannya yang berakhir, tetapi juga karya penebusan-Nya yang kekal telah selesai. Semua yang telah dilakukan selama Dia menjalani hidup sebagai manusia, telah usai. Selesai!

Kita tidak dapat berbuat apa-apa untuk menambahkan sesuatu pada kurban-Nya. Kematian Kristus yang menyerahkan diri-Nya sudah sangat cukup. Kita cukup mengulurkan tangan kosong dengan penuh iman, maka Allah dalam kemuliaan-Nya akan memberikan hidup kekal kepada kita.

Sudahkah Anda mengulurkan tangan dengan penuh iman untuk menerima karunia-Nya? -VCG

11 November 2006

Hari Pahlawan

Nats : Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur dan memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya, "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku" (Lukas 22:19)
Bacaan : 1 Korintus 11:23-24

Suatu kali saya sedang berada di bandara Heathrow London, untuk melanjutkan penerbangan berikutnya ke Amerika Serikat. Di situ saya melihat sebuah pemberitahuan di papan pengumuman bahwa hari itu adalah "Hari Pahlawan" di negara Inggris. Pada hari yang khusus itu semua orang menghormati orang-orang yang telah gugur dalam perang. Oleh sebab itu diumumkan bahwa pada pukul 11.00, setiap orang diminta untuk mengheningkan cipta sejenak selama dua menit dan sangat dihargai jika setiap orang menggunakan waktu itu untuk mengenang para pahlawan. Ketika saatnya tiba, ribuan orang dari berbagai negara berdiri mengheningkan cipta untuk menghormati para tentara, pelaut, marinir, dan pasukan udara yang gugur.

Semangat untuk mengenang orang-orang yang telah memberikan hidup mereka bagi negara adalah suatu hal yang mulia. Namun, walaupun demikian hal itu tidak sebanding dengan hak istimewa yang kita miliki saat kita diundang untuk mengikuti Perjamuan Tuhan. Ketika kita merayakan Perjamuan Kudus, kita memenuhi perintah Kristus untuk selalu mengingat kematian-Nya (Lukas 22:19) dan melakukannya "sampai Ia datang" (1 Korintus 11:26). Ketika Dia mengurbankan hidup-Nya bagi kita, Dia menganugerahkan pengampunan dosa sehingga kita bebas dan mendapat jaminan hidup kekal di surga.

Alangkah baiknya jika kita mengikuti upacara Perjamuan Tuhan tidak sebagai rutinitas belaka. Dan jadikanlah setiap kesempatan dalam Perjamuan Tuhan untuk menghormati Dia sampai hari kedatangan-Nya --WEC

10 Januari 2007

"saya Bersama-Nya"

Nats : Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus (Lukas 23:43)
Bacaan : Lukas 23:32-43

Di bagian depan kaus suami saya terdapat gambar kartun seekor domba yang berjalan di atas dua kaki dan berhadapan dengan seekor serigala yang menghalangi jalan masuk sang domba ke sebuah gerbang.

Seorang pria yang tidak terlihat asing berdiri di samping domba itu. Pria itu berjenggot, memiliki mata yang memancarkan belas kasihan, dan penampilannya berwibawa. Domba itu berbicara kepada sang serigala sambil menunjuk kepada sang pria dan berkata, "Saya bersama-Nya." Sikap percaya domba itu kepada Sang Gembala memberinya rasa percaya diri yang besar.

Pada hari Yesus wafat, tiga salib ditegakkan. Yesus tergantung di antara dua penjahat. Salah satu penjahat itu mengolok-olok Yesus, tetapi yang lainnya berkata, "Ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." Dan Yesus menjawab, "Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Lukas 23:42,43).

Bayangkan pikiran pria itu saat ia mengembuskan napas terakhirnya. Ia telah membayar hukuman yang mengerikan atas kejahatannya. Namun sekarang, karena ia menyerahkan imannya kepada Yesus, ia disambut ke di surga sebagai anak Allah. Mungkin ia berkata dengan percaya diri, "Saya tahu saya tidak layak berada di sini, tetapi saya bersama-Nya!" sambil menunjuk kepada Yesus. Dan, Yesus pun tentu akan menegaskan: "Ia bersama Aku."

Seperti penjahat di atas salib itu, kita semua menghadapi sebuah pilihan. Sudahkah Anda membuat keputusan untuk percaya kepada Yesus? Dapatkah Anda berkata dengan yakin, "Saya bersama-Nya"? --CHK

20 Januari 2007

Sempurna Selamanya

Nats : Oleh satu kurban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang dikuduskan (Ibrani 10:14)
Bacaan : Ibrani 10:8-18

Pada saat pertama kali saya mendengar tentang kue Sara Lee, saya merasa tertarik pada merek itu karena salah satu nama keluarga di Asia yang paling umum adalah "Lee". Sebagai seorang keturunan Tionghoa dari keluarga Lee, saya (Albert Lee --Red) bertanya-tanya apakah Sara seorang keturunan Tionghoa atau Korea.

Kemudian, saya mengetahui bahwa Charlie Lubin, seorang pengusaha roti berwarga negara Amerika, memberi nama kue kejunya sesuai dengan nama putrinya, yaitu Sara Lee. Sara Lee menjelaskan bahwa sang ayah ingin agar produk ini menjadi "sempurna karena ia menamainya sesuai dengan nama saya".

Kita memang tidak mungkin mencapai standar kesempurnaan. Akan tetapi, dari kitab Ibrani kita mengetahui bahwa Yesus, melalui satu kurban tertinggi-Nya bagi dosa-dosa kita, "telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang dikuduskan" (10:14).

Pengorbanan terus-menerus yang dilakukan oleh para imam sejak zaman Musa tidak pernah dapat mengubah status siapa pun yang berdosa di hadapan Allah (Ibrani 10:1-4). Akan tetapi, pengurbanan Kristus yang hanya dilakukan satu kali di atas kayu salib -- Dia yang tak berdosa mati bagi orang berdosa -- menyempurnakan kita selamanya di mata Allah. Pembayaran Yesus bagi dosa kita sekali untuk selamanya adalah cukup. Penulis Kitab Ibrani menafsirkan Yeremia 31:34, "Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan pelanggaran mereka" (Ibrani 10:17).

Kita disempurnakan selamanya untuk berdiri di hadapan Allah karena pekerjaan sempurna yang diselesaikan oleh Yesus di atas salib. Inilah jaminan keselamatan kita --AL

31 Januari 2007

Bertanggung Jawab

Nats : Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita (Yesaya 53:5)
Bacaan : Yesaya 53

Di antara pemandangan puing-puing yang terbakar dan orang-orang kalut yang disiarkan di televisi, seorang reporter mengatakan, "Sebuah organisasi teroris telah menyatakan bertanggung jawab atas pengeboman tadi malam yang menewaskan 23 orang dan banyak orang luka-luka." Peristiwa itu bukanlah sebuah aksi kekerasan yang terjadi secara acak, tetapi ternyata telah diperhitungkan untuk menakut-nakuti orang lain dan menjadi agenda mereka selanjutnya yang mengatakan, "Kami melakukannya."

Pada sisi lain, ada salah satu aksi terkejam dalam sejarah yang ditujukan untuk membawa damai dan kesembuhan, bukannya ketakutan. Selain itu, Allah menyatakan bertanggung jawab dalam nubuatan Yesaya, tujuh abad sebelum itu terjadi. Sang nabi menubuatkan kematian Mesias dengan mengatakan: "Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh .... Tetapi Tuhan berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan" (Yesaya 53:5,10).

Sesaat sebelum disalibkan, Yesus Kristus berkata, "Tidak seorang pun mengambil [hidup-Ku] dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri .... Inilah perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku" (Yohanes 10:18). Yesus rela mati untuk menebus dosa-dosa kita, sehingga kita mampu hidup dengan memiliki iman kepada-Nya.

Allah menyatakan bertanggung jawab atas kematian Putra-Nya, dan mengizinkan setiap orang untuk memperoleh karunia pengampunan-Nya --DCM

6 April 2007

Pemisah yang Agung

Nats : Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ (Lukas 23:33)
Bacaan : Lukas 23:33-43

Saat Yesus mati di kayu salib, Dia membayar dosa umat manusia. Namun, hanya orang yang percaya kepada-Nya yang dapat menerima anugerah kasih-Nya. Pengurbanan Kristus itu cukup bagi semua orang, tetapi hanya bermanfaat bagi mereka yang percaya kepada-Nya.

Ketika Yesus tergantung di kayu salib, ada dua penjahat yang disalibkan di samping-Nya. Salah satunya kini di tempat orang terhilang -- kebinasaannya di neraka telah ditetapkan selamanya. Penjahat lainnya kini bersama Kristus -- tempatnya di surga, terjamin selamanya. Sikap mereka yang saling bertolak belakang terhadap Pribadi yang tergantung di salib tengah, menyebabkan perbedaan itu.

Salah satu penjahat mencerca Tuhan dengan sikap tidak percaya. Adapun penjahat lainnya berseru di dalam iman, "Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja" (Lukas 23:42). Yesus menjawabnya, "Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (ayat 43).

Kita semua diwakili oleh salah satu dari kedua penjahat itu. Kita dapat percaya kepada Kristus atau menolak Dia. Kekekalan kita di masa mendatang tergantung pada keputusan kita. Yesus berkata tentang diri-Nya, "Siapa saja yang percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; siapa saja yang tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman" (Yohanes 3:18).

Di Jumat Agung ini, bersyukurlah kepada Yesus yang membayar dosa. Jika Anda belum percaya kepada-Nya, percayalah hari ini juga! Dengan mati disalib, Yesus menjadi Pemisah Agung --RWD


Kita mungkin tak tahu, kita tak dapat menceritakan
Sakit yang harus dirasakan-Nya;
Tetapi kita percaya Dia melakukan-Nya
Di salib bagi kita, menderita di sana. --Alexander

3 Juni 2007

Menjulurkan Leher

Nats : Mereka ... yang oleh Roh Kudus yang diutus dari surga, menyampaikan berita Injil kepada kamu, yaitu hal-hal yang ingin diketahui oleh malaikat-malaikat (1Petrus 1:12)
Bacaan : 1Petrus 1:3-12

Pernahkah Anda mengamati orang-orang di tempat pariwisata? Di tempat-tempat seperti Colosseum di Roma, Menara Petronas di Kuala Lumpur, atau Grand Canyon di Arizona, para pelancong perlu menjulurkan leher agar dapat melihat pemandangan yang lebih indah. Sebagian orang menyebut hal ini sebagai tindakan "pemanjangan leher", yang berarti "mengamati dengan penuh rasa ingin tahu".

Alkitab menyatakan bahwa pesona semacam itu juga ada di tempat-tempat di surga. Rasul Paulus membuka tirai surga agar kita dapat melihat para malaikat yang menatap dengan penuh rasa ingin tahu atas rencana penebusan Allah -- "hal-hal yang ingin diketahui oleh malaikat-malaikat" (1Petrus 1:12). Kata Yunani yang diterjemahkan "ingin tahu" berarti "membungkuk dan mencermati dengan penuh rasa ingin tahu".

Namun, mengapa para malaikat sangat terpesona oleh keselamatan manusia? Penjelasan yang paling mungkin untuk itu adalah mereka mengagumi cara Allah yang mengherankan dalam memecahkan masalah dosa (Efesus 3:8-12). Salib adalah sarana yang melaluinya Allah menyerahkan Putra-Nya sebagai pengganti yang tepat demi membayar hukuman dosa, sementara Dia menegakkan standar kudus-Nya (Roma 3:19-31). Kini Allah memberikan penebusan bagi siapa pun yang bertobat, percaya, dan menerima penebusan.

Bersyukurkah Anda atas keselamatan Anda? Para malaikat bersyukur! Mereka bersorak setiap kali seorang pendosa bertobat dan beriman kepada Kristus (Lukas 15:10) --HDF


Aku memandang salib di Kalvari,
Betapa ajaibnya karya ilahi!
Terbayang kekayaan yang disediakannya bagiku --
Harta karun surga menjadi milikku. --Christiansen

24 Juni 2007

Saatnya Mengenang

Nats : Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku! (1Korintus 11:24)
Bacaan : 1Korintus 11:23-26

Beberapa tahun yang lalu, anggota keluarga saya berkumpul di sebuah restoran untuk merayakan ulang tahun nenek saya, Hazel Dierking, yang ke-100 tahun.

Namun, Nenek tidak berada di sana. Ia telah berada di surga selama 16 tahun. Meski demikian, rasa syukur kami yang mendalam atas pengaruhnya kepada kami membuat kami ingin merayakan kehidupannya. Dengan menggunakan cangkir dan tatakan miliknya yang berwarna merah muda, kami minum teh bersama sembari mengenang sikapnya yang manis, kearifannya, dan rasa humornya yang khas. Kami mengenangnya.

Apabila suatu pengalaman menyentuh lebih dari satu pancaindra kita, maka ada sesuatu yang akan menggugah kenangan kita. Mungkin Yesus, yang tahu betapa mudahnya kita lupa, memilih sebuah cara yang akan melibatkan sebanyak mungkin pancaindra kita untuk menolong kita mengingat pengurbanan-Nya. Dalam perjamuan malam -- saat makan dan minum -- Yesus berkata kepada para pengikut-Nya, "Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" (1Korintus 11:24).

Ketika kita ikut ambil bagian dalam Perjamuan Malam Terakhir Tuhan, kita akan mengingat kasih dan pengurbanan Yesus secara nyata. Perjamuan Kudus lebih dari sekadar sebuah ritual. Setiap momen seharusnya dirasakan seolah-olah Anda duduk di sekeliling meja perjamuan bersama para murid ketika Yesus berbicara.

Dengan hati yang dipenuhi rasa syukur, kita merayakan Perjamuan Malam Terakhir Tuhan sebagai saat untuk mengenang --CHK


Di sinilah kita berkumpul untuk mengenang,
Peristiwa saat Tuhan memecahkan roti,
Yesus, yang telah dipecahkan bagi kita,
Dan kini hidup sebagai kepala kita. --Anon.

2 Oktober 2007

Apakah Yesus Eksklusif?

Nats : Kata Yesus ..., "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yohanes 14:6)
Bacaan : Yohanes 14:1-12

Suatu kali saya melihat Anne Graham Lotz, putri Billy Graham, dalam acara bincang-bincang yang populer di televisi. Si pewawancara bertanya, "Apakah Anda termasuk orang yang percaya bahwa Yesus secara ekslusif menjadi satu-satunya jalan ke surga?" Ia menambahkan, "Anda tahu itu menyulut kemarahan orang akhir-akhir ini!" Tanpa berkedip, Anne menjawab, "Yesus tidak eksklusif. Dia mati supaya semua orang bisa datang kepada-Nya untuk menerima keselamatan."

Sungguh jawaban yang luar biasa! Kekristenan bukan klub eksklusif yang terbatas bagi sekelompok orang elit yang memenuhi syarat tertentu. Semua orang disambut, tanpa membedakan warna kulit, kelompok sosial, atau jabatan.

Betapa pun indahnya kebenaran ini, pernyataan Yesus dalam Yohanes 14:6 yang berbunyi bahwa Dialah satu-satunya jalan kepada Allah, masih membuat orang tersinggung. Namun, Yesus memang adalah satu-satunya jalan dan pilihan. Kita semua bersalah di hadapan Allah. Kita adalah pendosa dan tak dapat menolong diri kita sendiri. Permasalahan dosa kita harus diselesaikan. Yesus, sebagai Allah yang menjelma menjadi manusia, mati untuk membayar hukuman dosa kita, kemudian bangkit dari antara orang mati. Tak ada pemimpin agama lain yang menawarkan apa yang telah Yesus sediakan dalam kemenangan-Nya atas dosa dan maut.

Injil Kristus menyinggung sebagian orang, tetapi itulah kebenaran yang indah, bahwa Allah sangat mengasihi kita, sehingga Dia bersedia datang dan menyelesaikan masalah terbesar kita, yaitu dosa. Dan, selama dosa masih menjadi masalah, dunia masih membutuhkan Yesus! --JMS

15 Oktober 2007

Hadiah yang Mahal

Nats : Upah dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Roma 6:23)
Bacaan : Roma 3:21-26

Arloji Rolex merupakan salah satu arloji terbaik yang pernah dibuat. Banyak orang tidak akan berpikir panjang untuk membelinya. Oleh karena itu, teman-teman saya yang baru-baru ini pergi ke luar negeri membeli beberapa arloji untuk diberikan kepada anak-anak mereka sebagai oleh-oleh.

Oleh-oleh? Ya. Arloji-arloji ini adalah arloji "bajakan", yaitu tiruan dari barang asli yang dengan mudah dapat mengelabui para turis karena harganya yang sangat murah. Arloji yang dibeli Denny dan Carol untuk anggota keluarga mereka itu agak berbeda dari arloji-arloji yang Anda beli di toko perhiasan mahal; mereknya bukan R-O-L-E-X, melainkan R-O-L-E-X-X.

Tidak banyak barang berharga yang dijual murah. Dan lebih sedikit lagi barang berharga yang gratis. Namun, hadiah yang paling penting di antara segalanya, yaitu keselamatan adalah gratis. Tidak seperti arloji Rolex imitasi, keselamatan itu tak tenilai harganya. Keselamatan itu dapat diperoleh dengan cuma-cuma karena, sebagaimana sebuah lagu pujian yang mengingatkan kita, "Yesus membayar semuanya". Tak seorang pun dapat memperoleh keselamatan dengan usahanya sendiri (Efesus 2:8,9). Kita hanya perlu percaya dan menerima karunia hidup kekal yang ditawarkan Allah (Roma 6:23).

Keselamatan itu gratis, tetapi harganya sangat mahal. Oswald Chambers menulis, "Pengampunan, yang dapat kita terima dengan sangat mudah, dibayar dengan penderitaan di Kalvari."

Setiap orang yang mengajarkan sesuatu yang lain semata-mata menawarkan "bajakan" dari barang yang asli --CHK

9 November 2007

Wabah

Nats : Demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:14,15)
Bacaan : Bilangan 21:1-9

Pada Maret 1918, Albert Gitchell, seorang juru masak tentara di Fort Riley, Kansas, didiagnosa terserang flu. Sebelum tahun itu berakhir, penyakit ini telah menyebar ke seluruh dunia, menewaskan sekitar 40 juta orang. Virus yang sangat menular ini menjadi wabah -- kasus penyebaran penyakit secara global.

Seorang dokter melaporkan bahwa para pasien dengan cepat menunjukkan gejala-gejala seperti terserang flu, yang berkembang menjadi sejenis radang paru-paru terparah, kemudian mati lemas hanya dalam hitungan jam. Untungnya, influenza tersebut segera menghilang dengan cara yang sama misteriusnya ketika ia menyerang. Namun, para dokter tetap heran akan penyebabnya dan tak mampu menemukan obatnya.

Bangsa Israel kuno juga menderita wabah yang mengerikan, tetapi mereka tahu penyebabnya dan minta obatnya kepada Musa. Mereka tak tahu berterima kasih dan mengeluh kepada Allah atas manna yang telah disediakan-Nya. Dalam murka-Nya, Allah mengirimkan ular yang gigitannya akan meninggalkan luka mematikan. Lalu, Dia menyuruh Musa untuk membuat ular tembaga dan meletakkannya pada sebuah tiang. Siapa saja yang melihat tiang itu akan disembuhkan (Bilangan 21:1-9).

Berabad-abad kemudian, Yesus mengatakan bahwa ular tembaga itu adalah simbol atas kematian-Nya di kayu salib, "Demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:14,15).

Apakah Anda memercayai Yesus untuk menyembuhkan jiwa Anda? --HDF

18 Maret 2008

Taat Dalam Hal Kecil

Nats : Siapa saja yang setia dalam hal-hal kecil, ia setia juga dalam hal-hal besar. Dan siapa saja yang tidak benar dalam hal-hal kecil, ia tidak benar juga dalam hal-hal besar (Lukas 16:10)
Bacaan : Lukas 16:10-13

Saya pernah membaca tentang sebuah penelitian yang menarik. Di sebuah kelas Taman Kanak-kanak seorang guru berkata, "Anak-anak, Ibu menaruh kue dan permen ini di atas meja. Ibu ada keperluan sebentar di kantor. Nanti kalau Ibu kembali, Ibu akan bagikan semua makanan ini untuk kalian!" Tanpa sepengetahuan anak-anak, para peneliti memasang monitor CCTV yang dipakai untuk melihat apa saja yang dilakukan anak-anak itu.

Begitu sang guru keluar, beberapa anak segera mengambil kue dan permen itu. Sebagian anak mulanya ragu, tetapi melihat sikap teman yang lain mereka pun ikut mengambil. Hanya sedikit anak yang taat dan tetap duduk. Dengan cermat para peneliti mencatat perilaku setiap anak. Tiga puluh tahun kemudian, mereka mengadakan penelitian ulang terhadap anak-anak tersebut. Ternyata, anak-anak yang dulu taat kini menjadi orang-orang yang berhasil. Sedangkan anak-anak yang tidak taat menjadi orang-orang yang gagal, baik dalam rumah tangga maupun karier yang mereka bangun.

Ternyata, untuk menjadi taat diperlukan latihan; sejak muda dan dimulai dari halhal yang kecil. Marilah kita belajar untuk taat dan setia kepada tugas dan panggilan kita, sehingga Tuhan dapat memakai kita sebagai saksi yang menjadi berkat bagi dunia ini: "Siapa saja yang setia dalam hal-hal kecil, ia setia juga dalam hal-hal besar. Dan siapa saja yang tidak benar dalam hal-hal kecil, ia tidak benar juga dalam hal-hal besar" (Lukas 16:10). Yesus telah meneladankan ketaatan yang sempurna, mari kita belajar menjadi seperti Dia -XQP

19 Maret 2008

Salib dan Hukuman

Nats : Sebab adalah anugerah, jika seseorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung (1Petrus 2:19)
Bacaan : 1Petrus 2:18-25

"Saya memikul salib ketika dipenjara setelah mencuri ayam". Pernyataan ini sebenarnya tidak tepat. Walau sama-sama punya efek penderitaan, hukuman jelas berbeda dengan salib. Hukuman adalah penderitaan karena Anda bersalah, sedangkan salib adalah penderitaan yang dialami justru karena Anda ingin hidup benar.

Bacaan hari ini berisi nasihat Petrus bagi para hamba. Sebagai hamba, status sosial mereka rendah. Mereka mengalami stres secara psikis dan fisik. Namun, Petrus meminta mereka membedakan penderitaan karena dosa dan karena perbuatan baik. Yang terakhir, disebut Petrus sebagai kasih karunia. Bagaimana logikanya? Petrus mengungkap bahwa Kristus pun menderita dengan cara dan dalam realitas yang sama. Dia menderita bukan karena bersalah, tetapi karena Dia baik dan lurus dalam perbuatan serta perkataan (ayat 22). Dan, Kristus tak berdosa dengan tak balas mencaci, mengancam, atau menghakimi. Dialah teladan salib, teladan kasih karunia. Dengan cara inilah luka-luka Kristus menjadi obat bagi kita (ayat 24).

Penderitaan tak perlu dicari, ia bisa datang sendiri di sepanjang hari dalam banyak rupa dan duri. Hasil mengolah penderitaan ini bisa berbeda-beda. Bila salah mengolah, hasilnya bisa memperparah kehidupan yang sudah payah. Namun, bila diolah dengan benar, maka setiap luka karena penderitaan pun terobati. Ini akan terjadi bila Anda senantiasa melakukan kebaikan dalam segala hal, dan teguh mengingat serta merayakan teladan salib Kristus ketika terluka oleh penderitaan. Siapa yang berani masuk dalam "kawah penggemblengan batin" akan menemukan Tuhan (ayat 25) -DKL

24 Maret 2008

Pintu yang Terkunci

Nats : Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada para penguasa Yahudi (Yohanes 20:19)
Bacaan : Yohanes 20:19-23

Takut. Patah semangat. Masa depan suram. Itulah gambaran perasaan kesebelas murid Yesus pada hari Paskah. Tak seorang pun bergembira. Tak satu pun percaya bahwa Yesus sudah bangkit. Itu tak masuk akal, seperti dongeng-indah didengar, namun tak nyata. Tak heran, malam itu mereka merasa harus berjuang sendiri. Bersembunyi di balik pintu yang terkunci, karena takut pada semua orang. Maklum, penduduk sudah mengenali mereka sebagai antek-antek Yesus. Setelah Yesus dihukum mati, pasti selanjutnya giliran mereka dihabisi.

Namun, semua berubah saat Yesus tiba-tiba menampakkan diri. Dengan mata kepala sendiri, mereka melihat Tuhan! Apa akibatnya? Spontan ketakutan lenyap, diganti dengan sukacita dan damai! Semangat yang patah kembali pulih, karena kebangkitan Yesus membuktikan bahwa semua ajaran-Nya benar. Bahwa semua janji-Nya tergenapi. Bahwa mereka mengikuti Allah yang benar dan berada di jalan yang benar. Jika Yesus hidup, bukankah itu berarti Dia akan menemani mereka sampai kapan pun dan di mana pun? Mereka tidak perlu lagi berjalan sendiri!

Memang kita belum penah melihat Yesus muka dengan muka, seperti para murid. Namun, bukankah kehadiran-Nya nyata? Bukankah kita telah berkali-kali mengalami pertolongan-Nya? Persoalan hidup sering membuat kita mengunci diri dan gagal menyadari kehadiran Tuhan. Di hari Paskah ini, mari kita bangkit! Jangan biarkan ketakutan menguasai kita. Patahkan gembok keputusasaan. Ayo melangkah keluar dari balik pintu yang terkunci. Lihat, kita tidak sendirian. Yesus hidup. Dia hadir dan siap mendampingi kita menuju masa depan! -JTI

26 Maret 2008

Jangan Simpan

Nats : Bagaimana orang mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? (Roma 10:14)
Bacaan : Roma 10:8-17

John Geddie, misionaris dari Kanada, memberi diri untuk memberitakan Injil di Kepulauan Vanuatu, Samudra Pasifik bagian selatan. Sejak ia datang, hanya satu hal yang dilakukannya setiap hari: berbagi tentang Kristus yang telah mati dan bangkit kepada orang-orang Vanuatu yang belum pernah mendengarnya! Perjuangannya berpuluh-puluh tahun di sana berbuah nyata. Geddie yang mempelajari bahasa mereka dari nol, akhirnya berhasil menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Vanuatu. Dengan itu, ia telah membawa ribuan orang untuk mengenal, percaya, serta mengikut Kristus.

Geddie setia melayani di pulau itu hingga akhir hayatnya. Saat ia meninggal, orang-orang memasang plakat peringatan bagi Geddie di gereja mereka, yang bertuliskan: "Ketika Geddie datang dan mendarat pada tahun 1848, di sini tidak ada orang kristiani. Ketika ia berpulang pada tahun 1872, di sini tak ada lagi orang yang tidak mengenal Kristus".

Percaya bahwa Kristus menyelamatkan kita lewat pengurbanan-Nya, adalah langkah penting yang pertama (ayat 9). Lalu, bila jiwa kita sudah diselamatkan, pantaskah kita berdiam diri? Paulus dan Geddie telah merasakan anugerah yang tak terukur melimpahi dan memperbarui hidup mereka. Itu sebabnya dengan yakin mereka mengambil langkah kedua: menceritakan kebangkitan Kristus kepada mereka yang belum mendengar tentang Kristus (ayat 14,15), agar mereka menemukan pengharapan bagi jiwa. Setiap hari, pasti ada seseorang yang perlu mendengar kabar baik tentang Kristus. Yesus telah mati untuk semua orang (ayat 12). Adakah kita hendak menyimpannya untuk diri sendiri? -AW

18 April 2008

Fananya Harta

Nats : Jadi, sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah .... Kekayaanmu sudah busuk (Yakobus 5:1,2)
Bacaan : Yakobus 5:1-6

Steve Wynn sangat beruntung. Tahun 1997, ia membeli sebuah lukisan karya Pablo Picasso senilai 47 juta dolar di balai lelang Christie. Belum sampai 10 tahun, ia bisa menjualnya lagi seharga 139 juta dolar. Tiga kali lipat! Transaksi itu bakal masuk rekor penjualan barang seni termahal di dunia. Sayangnya, saat lelang terjadi, Wynn berdiri di dekat lukisan itu dan tanpa sengaja menyenggolnya dengan sikutnya. Celaka! Lukisan itu robek sepanjang 15 cm, tepat di tengahnya. Batallah penjualan termahal itu! Dalam sekejap, 139 juta dolar menguap dari mata Wynn.

Betapa fana harta kekayaan. Ia bisa menguap dalam sekejap. Itulah pesan yang disampaikan dalam Yakobus 5. Jika seseorang mengandalkan harta sebagai jaminan masa depan, ia perlu menangis dan meratap. Mengapa? Sebab kekayaan bisa tiba-tiba saja meninggalkannya. Rapuh. Kalaupun seumur hidup harta bisa terjaga, saat mati ia tak dapat dibawa pergi. Harta tak bisa dijadikan modal sukses di akhirat. Bahkan, kelak Tuhan akan meminta pertanggungjawaban kita atas bagaimana cara kita mendapatkan dan mengelola harta di bumi. Menahan upah buruh, misalnya (ayat 4), adalah pelanggaran serius di mata Tuhan. Mencari harta dengan cara salah di dunia akan membuat kita melarat di akhirat!

Setiap orang perlu harta, maka tidak salah jika kita mencari uang. Menjadi kaya pun tidak masalah. Namun, jangan jadikan harta segala-galanya, sehingga kita rela menindas sesama, menipu, atau berkelahi dengan saudara demi mendapatkannya. Sebaliknya, jadikanlah harta sebagai alat berkat. Alat untuk menyatakan kasih Allah dengan menolong sesama -JTI

21 April 2008

Dari yang Terdekat

Nats : Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya .... Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia (Amsal 31:27,28)
Bacaan : Amsal 31:10-31

Saat berbincang santai dengan ibu saya yang berumur 83 tahun, saya menarik-narik pelan kulit tangannya yang sudah menggelambir. Ya, saya ingat bagaimana tangan itu kadang harus mengangkat papan-papan jati yang besar dan berat ketika ia membuka dan menutup toko rotinya yang mungil. Dengan senyum, setiap hari ia melayani pelanggannya selama hampir 30 tahun. "Dulu tangan ini kuat untuk bekerja sehingga kalian bertujuh bisa bersekolah dan mandiri. Sekarang aku berbahagia dan bersyukur atas hidupku," simpulnya saat mengenang masa ia berjuang demi hari depan anak-anaknya.

Peran wanita dalam Amsal 31 sungguh luar biasa. Ia dapat dipercaya, dan olehnya, suaminya diberkati (ayat 11,12). Ia rajin dan dapat mengatur rumah tangga dengan baik, hingga anak-anak dan suaminya sangat menghargainya (ayat 13-15,27, 28). Ia meniti karier (ayat 16-18), tetapi masih sempat memerhatikan orang lain yang membutuhkan pertolongan (ayat 20). Penampilannya selalu apik (ayat 22). Ia takut akan Tuhan (ayat 30). Ia melayani sesama sebagai perwujudan imannya kepada Tuhan.

Meski mungkin tak selengkap gambaran Amsal 31, setiap wanita juga dapat mulai memberi hidup bagi sesama, sejak hari ini. Dan bisa mulai dari keluarga, yang ditemui setiap hari. Mulai dari hal yang biasa dilakukan untuk mereka. Bila semuanya dilakukan dengan penuh syukur dan kesetiaan, kelak akan timbul kekaguman karena Tuhan memakai hidup keseharian seorang wanita menjadi berkat dan memuliakan nama Tuhan.

Orang-orang terdekat kita, apakah mereka merasakan kehadiran, kasih, dan pelayanan kita? -YS



TIP #07: Klik ikon untuk mendengarkan pasal yang sedang Anda tampilkan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA